• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI HASIL KLON HARAPAN UBIKAYU PADA TIGA UMUR PANEN BERBEDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POTENSI HASIL KLON HARAPAN UBIKAYU PADA TIGA UMUR PANEN BERBEDA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI HASIL KLON HARAPAN UBIKAYU

PADA TIGA UMUR PANEN BERBEDA

Sutrisno dan Titik Sundari

Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan ubi-ubian JL. Raya Kendalpayak, KM 8, Kotak Pos 66 Malang, Telp. 0341-801468

Email : sutrisnoharun81@yahoo.com ABSTRAK

Hasil ubikayu dipengaruhi oleh faktor genotipe tanaman, diantaranya umur panen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi hasil beberapa klon harapan ubikayu pada tiga umur panen berbeda. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan (KP) Jambegede, Malang, pada bulan September 2007 hingga Agustus 2008. Perlakuan terdiri dari enam klon dan dua varietas ubikayu (CMM 02048-6, CMM 97007-145, MLG 10312, MLG 10316, OMM 9076, CMM 97001-12, Malang-1, dan Adira-1) yang dipanen pada umur 7, 9, dan 11 bulan setelah tanam (BST). Petak percobaan berukuran 5 m x 4 m dengan jarak tanam 100 cm x 80 cm. Perlakuan disusun menggunakan rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan. Pemupukan pertama dilakukan pada saat tanaman berumur 1 BST dengan dosis Urea 100 kg + SP 36 100 kg + KCl 50 kg/ha dan pemupukan kedua pada umur 3 BST dengan dosis Urea 100 kg + KCl 50 kg /ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil klon-klon ubikayu berbeda menurut waktu panen, yang dapat dilihat dari bobot umbi segar, diameter umbi, dan kandungan pati. Hasil umbi tertinggi diperoleh pada umur panen 11 bulan. Hasil umbi tertinggi dihasilkan oleh klon MLG 10312 sedangkan hasil pati tertinggi dari CMM 97001-12 dan Malang-1.

Kata kunci: klon ubikayu, hasil umbi, kadar pati, umur panen

ABSTRACT

The yield potential of cassava clones at three different harvesting times. The yield of cassava is influenced by plant genotype, where one factor is harvesting time. This experiment aimed to determine tuber yield of cassava clones at three harvesting period. The experiment was conducted at Jambegede Experimental Farm in Malang from September 2007 to August 2008. A randomized complete block design with two factors and three replicates was applied. Factor I was six cassava clones and two cassava varieties, factor II was three harvesting time (7, 9 and 11 months). Each treatment combination was grown in a 5.0 m x 4.0 m plot, with 100 cm x 80 cm plant spacing. First fertilization was done at 1 month after planting (MAP) by applying 100 kg Urea + 100 kg SP36 + 50 kg KCl ha-1 and the second fertilization (100 kg Urea + 50 kg KCl ha-1) was done at 3 MAP.

The result showed that tuber yields of cassava clones were different following the harvest-ing time based on fresh tuber weight, tuber diameter, and starch content. The highest tuber yield was obtained when the plants were harvested at 11 MAP. The highest tuber yield was obtained by MLG 10312, and the highest starch content was obtained by CMM 97001-12 and Malang-1 variety.

Key words: cassava clone, tuber yield, starch content, and harvesting time.

PENDAHULUAN

Ubikayu merupakan tanaman pangan yang potensial sebagai bahan baku industri, bioethanol, pati, tepung mocaf, dan pakan ternak (Suyamto dan Wargiono 2007). Untuk memenuhi kebutuhan ubikayu secara terus-menerus antara lain perlu dilakukan pemilihan

(2)

varietas yang memiliki umur panen optimal. Umur panen optimal adalah umur panen yang dapat memberikan hasil umbi dan kadar pati yang tinggi (Sundari dan Ginting 2008).

Menurut Alves (2002), tanaman ubikayu umumnya melengkapi siklus hidupnya pada umur 12 bulan. Proses pengisian umbi terjadi pada umur 6 hingga 10 bulan. Pada umur 10–12 bulan hampir semua daun mulai rontok dan pertumbuhan tunas vegetatif mulai berhenti. Meskipun demikian, laju perpindahan hasil fotosintat ke umbi masih terus ber-langsung. Setelah itu tanaman memasuki pertumbuhan vegetatif periode baru, dan akumulasi fotosintat pada umbi terhenti (El-Sharkawy 2004). Hasil penelitian Safo (1996) menunjukkan bahwa kadar pati maksimal diperoleh pada umur panen 11 bulan. Bebe-rapa klon ubikayu yang dipanen lebih dari umur 12 bulan umumnya mengalami penurunan kadar pati (Apea-Bah et al. 2011).

Beberapa varietas ubikayu yang dilepas di Indonesia memiliki umur 7–12 bulan (Suhartina 2005). Hasil penelitian Sholihin (2008) menunjukkan bahwa hasil pati dari ubikayu berumur 9 bulan lebih tinggi daripada umur 6 bulan. Sundari dan Ginting (2008) juga menyatakan bahwa hasil umbi dan pati dari ubikayu berumur 8 bulan lebih tinggi daripada umur 6 dan 7 bulan. Hasil penelitian di Natar Lampung Selatan menunjukkan bahwa kadar pati ubikayu tertinggi diperoleh pada umur 10 bulan (Nugrahaeni et al. 2008). Pada penelitian lain terdapat klon yang memberikan hasil umbi maksimal pada umur 6 bulan dan yang lain pada umur 12 bulan atau di antara rentang umur 6–12 bulan (Santisopasri et al. 2001). Secara umum, umur panen ubikayu dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu genjah (dipanen pada umur 7–8 bulan), umur sedang (dipanen pada umur 8–10 bulan), dan umur dalam (dipanen pada umur lebih dari 10 bulan).

Adira-1 dan Malang-1 merupakan varietas unggul ubikayu yang dilepas pada tahun 1978 dan 1992, memiliki umur panen optimal berturut-turut 7–10 bulan dan 9–10 bulan. CMM 02048-6, CMM 97007-145, MLG 10312, MLG 10316, OMM 9076, dan CMM 97001-12 merupakan klon harapan ubikayu yang memiliki potensi untuk dilepas menjadi varietas unggul baru berumur genjah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui umur panen optimal klon-klon harapan ubikayu.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan (KP) Jambegede, Malang, Jawa Timur, pada bulan September 2007 hingga Agustus 2008. Perlakuan disusun berdasarkan rancangan acak kelompok faktorial dua faktor. Faktor pertama adalah umur panen ( 7, 9, dan 11 bulan) dan faktor kedua adalah delapan genotipe ubikayu (CMM 02048-6, CMM 97007-145, MLG 10312, MLG 10316, OMM 9076, CMM 97001-12, Malang-1, dan Adira-1). Setiap genotipe ditanam pada petak berukuran 5 m x 4 m, jarak tanam 100 cm x 80 cm. Pemupukan dilakukan dua tahap. Tahap pertama pada umur 1 bulan setelah tanam

(3)

pati per hektar diperoleh dari hasil umbi per hektar dikalikan dengan kadar pati. Data dianalisis menggunakan metode anova. Pemisahan nilai tengah dilakukan berdasarkan uji BNJ pada taraf 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa interaksi antara klon dengan umur panen berpengaruh nyata terhadap bobot umbi segar, diameter umbi, kadar pati, dan hasil pati, tetapi tidak mempengaruhi tinggi tanaman, jumlah umbi besar, jumlah umbi kecil, jumlah umbi total, dan panjang umbi (Tabel 1). Perbedaan tinggi tanaman, jumlah umbi besar, jumlah umbi kecil, jumlah umbi total, dan panjang umbi dipengaruhi oleh umur panen dan klon secara terpisah.

Tabel 1. Analisis ragam komponen hasil dan hasil ubikayu di KP Jambegede pada tiga umur panen (April, Juni, dan Agustus 2008)

Kuadrat nilai tengah Variabel

Umur panen Klon Umur panen x klon

Tinggi tanaman 12927,93* 9270,55* 578,14ns

Jumlah umbi besar 175,758* 27,85* 21,29 ns

Jumlah umbi kecil 17,36* 2,60* 0,86 ns

Jumlah umbi total 43,18* 7,37* 1,95 ns

Panjang umbi 89,03ns 144,83* 55,86 ns

Diameter umbi 26,38* 3,38* 1,79*

Bobot umbi segar 61,66* 7,76* 2,20*

Kadar pati 63,31* 1,70* 1,25*

Bobot umbi (t/ha) 4721,21* 593,80* 168,78*

Hasil pati (t/ha) 82,16* 16,98* 4,17*

Tinggi tanaman semakin meningkat dengan bertambahnya umur panen (Tabel 2). Laju pertambahan tinggi tanaman berbeda pada setiap periode, pada umur 9 bulan meningkat 18% dibandingkan dengan umur panen 7 bulan, sedangkan pada umur 11 bulan hanya meningkat 2% dibanding umur 9 bulan. Laju pertambahan tanaman menurun dengan meningkatnya umur tanaman. Hal ini karena hasil fotosintat lebih diarahkan pada proses pengisian umbi atau pertumbuhan generatif daripada pertumbuhan vegetatif tanaman (Alves 2002), yang dapat dilihat pada jumlah umbi besar dan jumlah umbi total yang semakin banyak, sedangkan jumlah umbi kecil semakin sedikit hingga umur 11 bulan (Tabel 2 ).

(4)

Tabel 2. Tinggi tanaman, jumlah umbi besar, jumlah umbi kecil, jumlah umbi total, dan panjang umbi tanaman ubikayu di KP Jambegede pada tiga umur panen (April, Juni, Agustus 2008)

Umur panen Tinggi tanaman (cm)

Jumlah umbi besar/tan (buah)* Jumlah umbi kecil/tan (buah)* Jumlah umbi total/tan (buah) Panjang umbi (cm) 7 Bulan 205 b 3,34 c 3,66 a 7,10 b 35,71 a 9 Bulan 242 a 4,09 b 2,39 b 6,57 c 32,07 a 11 Bulan 248 a 6,87 a 1,97 b 9,11 a 34,98 a BNJ 5% 13,41 0,74 0,63 0,88 4,30 KK 8,23 9,89 17,45 16,53 17,87

*: transformasi x , KK : koefisien keragaman

Laju pertambahan jumlah umbi besar meningkat dengan bertambahnya umur panen. Pada umur 9 bulan, laju pertambahan umbi besar meningkat 22% dibandingkan dengan umur 7 bulan dan pada umur 11 bulan meningkat 68% dibandingkan dengan umur 9 bulan. Jumlah umbi kecil pada umur 9 bulan menurun 34% dibanding umur 7 bulan dan pada umur 11 bulan menurun 17% dibandingkan dengan umur 9 bulan. Jumlah umbi total pada umur 11 bulan meningkat 28% dibandingkan dengan umur 7 bulan. Meningkatnya laju pertambahan jumlah umbi total, jumlah umbi besar, dan berkurangnya jumlah umbi kecil pada umur 9–11 bulan menunjukkan bahwa pada periode tersebut pertumbuhan tanaman lebih mengarahkan pada pengisian atau pembesaran umbi. Tabel 3. Rata-rata tinggi tanaman, jumlah umbi besar, jumlah umbi kecil, jumlah umbi total, dan

panjang umbi pada delapan varietas ubikayu di KP Jambegede pada tiga umur panen (April, Juni, Agustus 2008)

Klon/Varietas Tinggi tanaman (cm) Jumlah umbi besar/tan (umbi)* Jumlah umbi kecil/tan (umbi)* Jumlah umbi total/tan (umbi) Panjang umbi (cm) CMM 02048-6 170 c 4,06 b 2,30 ab 6,52 b 26,59 b CMM 97007-145 243 b 5,18 ab 2,40 ab 7,85 ab 34,80 ab MLG 10312 287 a 5,78 a 3,21 a 9,33 a 34,38 ab MLG 10316 234 b 4,34 b 1,90 b 6,44 b 38,72 a OMM 9076 220 b 4,79 ab 2,51 ab 7,56 ab 31,73 ab CMM 97001-12 238 b 5,07 ab 2,44 ab 7,93 ab 38,41 a Malang-1 239 b 3,99 b 3,42 a 7,70 ab 32,51 ab

(5)

total terbanyak. Sebaliknya klon CMM 02048-6 paling pendek dengan jumlah umbi besar dan umbi total paling sedikit. Tinggi tanaman berkorelasi dengan jumlah umbi besar (r=0,411**), jumlah umbi total (r = 0,330**), tetapi tidak berkorelasi dengan jumlah umbi kecil, panjang umbi, dan kadar pati (Tabel 4).

Tabel 4. Nilai koefisien korelasi antarkomponen hasil dan hasil ubikayu .

TT BUB JUB JUK JUT PU DU

BUB 0,396** 0,001 JUB 0,411** 0,000 0,737** 0,000 JUK -0,179 0,132 -0,358** 0,002 -0,427** 0,000 JUT 0,330** 0,005 0,569** 0,000 0,810** 0,000 0,184 0,122 PU 0,146 0,221 0,232** 0,050 0,277* 0,018 -0,079 0,510 0,250* 0,034 DU 0,270* 0,022 0,796** 0,000 0,536** 0,000 -0,379** 0,001 0,336** 0,004 0,082 0,495 KP -0,197 0,097 -0,473** 0,000 -0,541** 0,000 0,108 0,367 -0,518** 0,000 -0,166 0,164 -0,356** 0,002 TT) tinggi tanaman, BUB) bobot umbi basah, JUB) jumlah umbi besar, JUK) jumlah umbi kecil, JUT) jumlah umbi total, PU) panjang umbi, DU) diameter umbi, KP) kadar pati.

Klon yang berinteraksi dengan umur panen menentukan bobot umbi segar, dengan demikian klon/varietas yang diuji memiliki umur panen optimal yang berbeda (Tabel 5). Klon CMM 02048-6, MLG 10316, dan varietas Adira-1 menghasilkan bobot umbi segar yang tidak berbeda nyata pada saat dipanen umur 7, 9 dan 11 bulan. Hal ini menun-jukkan bahwa klon CMM 02048-6, MLG 10316, dan varietas Adira-1 sebaiknya dipanen lebih awal karena penambahan umur panen tidak nyata meningkatkan bobot umbi. Sebaliknya, klon CMM 97007-145, MLG 10312, OMM979076, CMM 97001-12, dan Malang-1 mengalami peningkatan hasil yang nyata dengan penambahan umur panen. Hal ini menunjukkan klon/varietas CMM 97007-145, MLG 10312, OMM979076, CMM 97001-12, dan Malang-1 lebih baik dipanen lebih lambat agar diperoleh hasil maksimal. Klon/varietas yang nyata mengalami peningkatan bobot umbi segar sebaiknya dipanen pada umur 11 bulan karena peningkatan hasil terjadi pada umur tersebut, sedangkan bila dipanen pada umur 7 dan 9 bulan belum nyata meningkatkan hasil. Klon MLG 10312 memiliki bobot umbi tertinggi pada setiap umur panen dan meningkat nyata pada umur 11 bulan, sedangkan Adira-1 konsisten menghasilkan bobot umbi terendah pada setiap umur panen. Klon yang memiliki bobot umbi terbaik setelah MLG 10312 adalah Malang-1 dan CMM 97001-12 (Tabel 5).

(6)

Tabel 5. Pengaruh interaksi umur panen dan genotipe ubikayu terhadap bobot umbi segar dan hasil pati.

Bobot umbi segar/tanaman Hasil pati per tanaman (kg)

Perlakuan

7 9 11 7 9 11

CMM 02048-6 3,39 cd 3,45 cd 5,18 bc 0,63 defg 0,67 defg 0,80 bcd

CMM 97007-145 2,12 d 2,55 d 5,19 bc 0,38 fg 0,46 defg 0,77 cde

MLG 10312 3,69 cd 4,10 cd 7,89 a 0,63 defg 0,76 cde 1,14 ab

MLG 10316 2,78 d 2,93 cd 3,85 cd 0,47 defg 0,53 defg 0,60 defg

OMM 9076 2,11 d 3,19 cd 6,49 ab 0,37 fg 0,61 defg 1,02 abc

CMM 97001-12 3,25 cd 3,56 cd 7,15 ab 0,55 defg 0,71 cdef 1,17 a

Malang-1 2,52 d 3,55 cd 7,23 ab 0,42 efg 0,68 cdef 1,17 a

Adira-1 1,92 d 2,33 d 2,68 d 0,32 g 0,42 efg 0,42 efg

BNJ 5% 2,35 0,37

KK 19,6 8,46

Angka sejajar yang dikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ 5%

Klon yang berinteraksi dengan umur panen menentukan kadar pati, dengan demikian klon/varietas yang diuji memiliki umur panen optimal yang berbeda dalam menghasilkan kadar pati maksimal (Tabel 6). Beberapa klon/varietas mengalami peningkatan kadar pati dengan bertambahnya umur panen hingga 9 bulan kemudian turun kembali pada umur 11 bulan. Klon/varietas yang lain mengalami penurunan kadar pati dengan bertambahnya umur panen. Klon CMM 02048-6, CMM 97007-145, dan MLG 10312 tidak mengalami peningkatan kadar pati pada umur 9 bulan tetapi kadar patinya menurun pada umur 11 bulan. Klon MLG 10316, OMM 9076, CMM 97001-12, Malang-1, dan Adira-1 juga mengalami peningkatan kadar pati pada umur 9 bulan dan menurun pada umur 11 bulan. Pada umur 7 bulan, klon yang memiliki kadar pati paling tinggi adalah CMM 02048-6, sedangkan pada umur 9 dan 11 bulan kadar pati paling tinggi dicapai oleh CMM 97001-12. Penundaan panen hingga umur 11 bulan menurunkan kadar pati (Tabel 6). Penuru-nan kadar pati dapat terjadi karena kandungan air dalam umbi meningkat (Sundari et al. 2010). Menurut Antarlina (1991), menurunnya kadar pati dapat disebabkan oleh hasil fotosintesis berupa glukosa belum diubah menjadi pati, atau pati telah dirombak membentuk serat atau diubah kembali menjadi glukosa yang akan digunakan tanaman untuk tumbuh pada fase berikutnya.

Menurunnya kadar pati pada umur panen 11 bulan tidak berarti hasil pati juga menu-run. Jika bobot umbi basah dikonversi ke kadar pati maka hasil pati tetap meningkat seiring dengan meningkatnya bobot umbi segar. Klon CMM 02048-6, MLG 10316, dan varietas Adira-1 tidak mengalami peningkatan hasil pati yang nyata pada setiap perbedaan

(7)

Tabel 6. Pengaruh interaksi antara umur panen dan genotipe pada diameter umbi dan kadar pati

Diameter umbi Kadar pati (%)

Perlakuan

7 9 11 7 9 11

CMM 02048-6 4,87 cdef 4,73 cdef 6,55 abcde 18,62 abcd 19,40 ab 15,38 hi CMM 97007-145 3,88 f 4,43 def 5,27 abcdef 18,00 abcde 18,16 abcdef 14,72 i MLG 10312 4,07 f 5,50 abcdef 7,49 ab 17,25 cdefgh 18,32 abcde 14,50 i MLG 10316 4,41 def 4,66 cdef 5,24 bcdef 17,01 defgh 18,31 abcde 15,45 hi

OMM 9076 4,28 ef 4,95 cdef 7,60 a 17,62 bcdefg 19,16 abc 15,82 ghi

CMM 97001-12 3,98 f 4,13 f 7,04 abc 16,79 defgh 19,79 a 16,50 efghi

Malang-1 3,91 f 4,83 cdef 6,77 abcd 16,86 defgh 19,16 abc 16,26 fghi

Adira-1 3,94 f 4,12 f 3,48 f 16,64 defghi 18,00 abcde 15,74 ghi

BNJ 5% 2,42 2,13

KK

15,62 3,99

Angka sejajar yang dikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ 5%

KESIMPULAN

Hasil ubikayu dipengaruhi oleh umur panen dan genotipe secara bersamaan. Klon CMM 02048-6, MLG 10316, dan varietas Adira-1 tidak nyata mengalami peningkatkan bobot umbi dengan penambahan umur panen sehingga sebaiknya dipanen lebih awal. Klon CMM 97007-145, MLG 10312, OMM979076, CMM 97001-12, dan Malang-1 nyata mengalami peningkatkan bobot umbi dengan penambahan umur panen sehingga sebaiknya dipanen lebih lambat. Berdasarkan kriteria hasil umbi dan hasil pati, klon ter-baik pada tiga umur panen adalah MLG 10312.

DAFTAR PUSTAKA

Alves A.A.C. (2002) Cassava Botany and Physiology, Cassava, Biology, Production And Utilization, Bahia, Brazil. pp. 67−88.

Antarlina S.S. (1991) Pengaruh umur panen dan klon terhadaap beberapa sifat sensoris, fisis, dan kimia tepung ubijalar, Pascasarjana, Universitas Gajah Mada, Jogjakarta. pp. 100.

Apea-Bah F.B., I. Oduro, W.O. Ellis, O. Safo-Kantanka. (2011) Factor analysis and age at harvest effect on the quality of flour from four cassava varieties. World Journal of Dairy & Food Science 6.

El-Sharkawy, Mabrouk A. (2004). Cassava biology and physiology. CIAT. Kluwer Academic Publisher. Colombia. Pp.481−501.

Nugrahaeni N., T. Sundari, Subandi, Marwoto d. (2008) Inovasi teknologi mendukung pengem-bangan tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian, dalam) N. Saleh, et al. (Eds.), Propek pengembangan agroindustri berbasis kacang-kacangan dan umbi-umbian di Jawa Tengah Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Jawa Tengah. pp. 19−47.

Safo-Kantanka O., M. Osei-Minta. (1996) Effect of cultivar and age at harvest on the dry matter, starch gelatinization properties and the cooking quality of cassava. Ghana J Agric Sci 28-29. Santisopasri V., K. Kurotjanawong, S. Chotineeranat, K. Piyachomkwan, K. Sriroth, C.G. Oates.

(2001) Impact of water stress on yield and quality of cassava starch. Industrial Crops and Products 13.

Sholihin. (2008) Keragaan klon-klon harapan ubi kayu untuk bahan baku industri bioethanol di pati jawa tengah, dalam: N. Saleh, et al. (Eds.), Prospek pengembangan agroindustri berbasis

(8)

kacang-kacangan dan umbi-umbian di Jawa Tengah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Jawa Tengah. pp. 341−347.

Suhartina. (2005) Deskripsi varietas unggul kacang-kacangan dan umbi-umbian, Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian Malang.

Sundari T., E. Ginting. (2008) Kesesuaian varietas unggul dan klon-klon harapan ubi kayu untuk bahan baku bioethanol, dalam: N. Saleh, et al. (Eds.), Prospek pengembangan agroindustri berbasis kacang-kacangan dan umbi-umbian di Jawa Tengah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta Jawa Tengah. pp. 334−340.

Sundari T., K. Noerwijati, I.J. Mejaya (2010) Hubungan antara komponen hasil dan hasil umbi klon harapan ubi kayu. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 29:62.

Suyamto, J. Wargiono. (2007) Potensi , hambatan, dan peluang pengembangan ubi kayu untuk industi bioethanol, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

Gambar

Tabel 1.   Analisis ragam komponen hasil dan hasil ubikayu di KP Jambegede pada tiga umur  panen (April, Juni, dan Agustus 2008)
Tabel 3.   Rata-rata tinggi tanaman, jumlah umbi besar, jumlah umbi kecil, jumlah umbi total, dan  panjang umbi pada delapan varietas ubikayu di KP Jambegede pada tiga umur panen  (April, Juni, Agustus 2008)
Tabel 4. Nilai koefisien korelasi antarkomponen hasil dan hasil ubikayu .
Tabel 5.   Pengaruh interaksi umur panen dan genotipe ubikayu terhadap bobot umbi segar dan hasil pati
+2

Referensi

Dokumen terkait

Untuk keperluan simulasi model auditorium 3D dan analisis kinerja lingkungan akustik, program ECOTECT v5.20 memberikan kemu- dahan dalam: (1) Mengamati pergerakan partikel dan

Menenentukan skema yang lebih baik antara AEDCF dan SEDCF sebagai skema yang dapat memperbaiki kekurangan skema standar EDCF ditandai dengan performansi yang lebih

Pembentukan fasa kedua ini ditandai dengan perubahan struktur butir dendrit berbentuk granular menjadi bentuk struktur butir dendrit yang cenderung mengecil,

Nilai validitas media Lecture Maker pada pembelajaran fisika pokok bahasan struktur bumi dan dinamikanya oleh lima orang validator merupakan hasil rata-rata yang

 Inflasi Riau bulan Agustus 2017 terjadi karena adanya kenaikan harga pada enam kelompok pengeluaran, yaitu kelompok bahan makanan sebesar 0,78 persen, diikuti

Kesimpulan: Pelaksanaan Konseling KB Pada Akseptor KB IUD di Puskesmas Karang Taliwang menunjukkan, Pelaksanaan Konseling KB responden dikategorikan efektif yaitu

Produksi pada kuartal ke-3 mencapai rekor tertinggi, meningkat 48,2% dibandingkan kuartal yang sama tahun lalu, atau meningkat 18,5% dalam bandingan tahun per tahun8. Penjualan

Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang pleno pengucapan putusan perkara pengujian konstitusionalitas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat terhadap