BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deparafinasi adalah suatu tahap menjelang proses pewarnaan (Staining) sediaan jaringan histologi dengan menggunakan larutan histolene untuk membersihkan paraffin dari jaringan dan kaca objek. Pengerjaan deparafinasi bersifat aserial atau berkelanjutan dengan pengerjaan pewarnaan sehingga jaringan yang sudah bebas paraffin bisa menyerap larutan pewarna. (Dewi, 2016)
Agen deparafinasi bersifat non polar atau mampu melarutkan senyawa non polar agar jaringan bebas dari parafin. Proses ini sangat krusial, karena bila di dalam jaringan masih tersisa paraffin, maka penyerapan larutan warna tidak maksimal sehingga hasil dari pewarnaan kurang baik. Pewarnaan jaringan yang rutin digunakan adalah pewarnaan Hematoksilin Eosin yang dapat mewarnai inti sel dan sitoplasma serta jaringan penyambungnya. Hasil pembacaan atau standar pewarnaan HE yang baik menunjukkan warna biru terang pada inti sel, warna merah (eosin) pada sitoplasma dan jaringan ikat, serta warna pada preparat seragam. Hasil Penelitian Pinki et al. (2014) menunjukkan bahwa metode Deparafinasi yang tepat, menghasilkan kualitas sediaan dengan hasil pewarnaan yang baik. (Sumanto, 2013; Ariyadi & Suryono, 2017)
4.1 Hasil Penelitian
Penelitian-penelitian tentang Perbandingan Sabun Cuci Piring dan Xylene sebagai Agen Deparafinasi pada Pewarnaan Hematoksilin Eosin akan dibandingkan sebanyak lima jurnal penelitian. Jurnal-jurnal tersebut diperoleh
dari sumber yang dimuat oleh universitas terkait dan juga dari jurnal kesehatan Internasional. Secara umum jurnal tersebut didapatkan dengan mengunduhnya dari internet.
Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya. Oleh karena itu, perlu adanya kajian mengenai penelitian terdahulu yang sejenis agar dapat mengetahui hasil dan kesimpulan dari penelitian sebelumnya. Berikut penelitian-penelitian terkait Perbandingan Sabun Cuci Piring dan Xylene sebagai Agen Deparafinasi pada Pewarnaan Hematoksilin Eosin:
Tabel 4.1 Jurnal-Jurnal terkait dengan Penelitian
No. Peneliti, Tahun,
Penerbit Sampel Hasil
1. Pinki et al. Setiap perlakuan sebanyak 100 spesimen hasil reseksi pembedahan dari jaringan yang berbeda seperti epitel, jaringan ikat, kelenjar, tulang, tulang rawan, dan otot.
Dari total 200 sample dengan 2 agent deparafinasi berbeda yang diperiksa secara acak ,diketahui hasil yaitu sebesar 84% adekuat untuk didiagnosis pada pewarnaan HE dengan xylene dan 86% adekuat untuk didiagnosis pada pewarnaan HE dengan sabun pencuci piring sehingga perbedaannya tidak signifikan.
2. Surekha et al. Setiap perlakuan sebanyak 50 Blok jaringan dari jenis jaringan
Dari 50 sample dengan 2 perlakuan berbeda sehingga jumlah 100 sample didapatkan hasil pada perwarnaan inti 96
yang berbeda seperti seperti epitel,
jaringan ikat,
kelenjar, tulang, otot, dan tulang rawan
% dengan sabun pencuci piring baik dan 94 % dengan xylene baik, Pewarnaan sitoplasma 86% dengan sabun pencuci piring baik dan 92 % dengan xylene baik, sehingga perbedaan tidak signifikan 3. Anuradha et al. Setiap perlakuan Kualitas pewarnaan jaringan
sebanyak 20 sampel dengan Grup A (Xylene), Grup yang sudah tertanam B (DWS) , Grup C (Air
parafin. perasan Lemon) memberikan hasil yang baik untuk
pewarnaan H dan E, namun Grup B memberikan hasil 95% untuk Pewarnaan dan
Kejelasan inti. Keseragaman warna untuk masing masing yaitu 65% Grup A, 75% Grup B dan 55% Grup C yang dinilai perbedaan tidak signifikan. 4. Janani et al. Setiap perlakuan Kualitas Pewarnaan sediaan
sebanyak 20 sampel jaringan menggunakan cairan dari jaringan yang sabun pencuci piring dan sudah tertanam cairan detergen sebagai agen parafin. deparafinasti setara dengan
menggunakan xylene. Ketiganya sama-sama
menunjukkan kontras inti dan sitoplasma sediaan yang baik. 5. Gayathri et al. Setiap perlakuan Kualitas pewarnaan pada
sebanyak 100
sample dari berbagai jaringan seperti jaringan seperti epitel, jaringan ikat, kelenjar, tulang, otot, dan tulang rawan
sediaan jaringan menggunakan cairan sabun pencuci piring sebagai agen deparafinasi yang dilakukan pada suhu 65ºC dan 75 ºC memberikan hasil lebih rendah dari penggunan xylene dengan perbedaan statistic yang signifikan, namun pada suhu 90 ºC memberikan hasil sedikit lebih baik dibanging xylene dengan perbedaan statistic yang tidak signifikan atau setara.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan tabel diatas diketahui hasil penelitian Anuradha et al., Surekha et al., Janani et al., dan Pinky et al. menunjukkan kualitas pewarnaan sediaan jaringan menggunakan larutan sabun pencuci piring sebagai deparafination agent setara dengan menggunakan xylene, sedangkan hasil penelitian Gayathri et al. menunjukkan hasil pewarnaan sitoplasma dan inti sel ,pewarnaan menggunakan larutan sabun pencuci dengan suhu 65ºC dan 75ºC memberikan hasil lebih rendah dari penggunan xylene. Namun, pada suhu 90ºC terdapat perbedaan hasil sedikit lebih baik daripada penggunaan xylene. Secara umum, deparafinasi menggunakan larutan sabun pencuci piring dengan xylene menunjukan kekontrasan warna inti dan sitoplasma yang baik.
Pengetahuan tentang toksisitas xylene telah dikenal oleh banyak ahli patologi dan teknisi lab. Meskipun demikian, xylene masih banyak digunakan di laboratorium tanpa mementingkan keselamatan pekerjanya. pengganti xylene telah dikembangkan secara komersial dalam beberapa tahun terakhir. Namun, sebagian besar pengganti xylene yang tersedia secara komersial kurang efektif, lebih mahal, dan tidak jauh lebih berbahaya daripada xylene itu sendiri.
Setiap teknik yang mampu meminimalkan resiko ke petugas lab, pengerjaan yang lebih efektif dan hasil yang baik akan sangat diperlukan untuk alasan diagnostik serta untuk menjaga lingkungan laboratorium yang sehat. Dengan demikian,.Penelitian ini memilih larutan sabun cuci piring sebagai agen deparafinasi karena selain tidak toksik, ketersediaannya melimpah dan harganya terjangkau serta tentunya memiliki sifat yang dapat digunakan sebagai agen deparafinasi. Pada prinsipnya, proses deparafinasi adalah proses penghilangan atau pelarutan paraffin agar penyerapan warna maksimal pada pengecatan jaringan. Parafin merupakan campuran hidrokarbon yang terbuat dari minyak atau lemak yang memiliki sifat tidak larut dalam air. Larutan sabun cuci piring bersifat ampifilik yaitu bisa menurunkan tegangan air dan menghancurkan molekul lemak sehingga mampu menggantikan xylene sebagai agen deparafinasi.
Agen deparafinasi berfungsi meluruhkan paraffin dari jaringan sehingga bisa dimasuki cairan zat pewarna, agar jaringan dapat terwarnai dengan baik dan memperlihatkan warna sesuai dengan pewarnanya. Pewarnaan jaringan yang rutin digunakan adalah pewarnaan Hematoksilin Eosin yang dapat mewarnai inti sel
dan sitoplasma serta jaringan penyambungnya. Hasil pembacaan atau standar pewarnaan HE yang baik menunjukkan warna biru terang pada inti sel, warna merah (eosin) pada sitoplasma dan jaringan ikat, serta warna pada preparat seragam. ( Ariyadi & Suryono, 2017)
Penulis mengumpulkan data penelitian yang berkaitan dengan Penggunaan Sabun Cuci Piring sebagai Alternatif Xylene dalam Proses Deparafinasi pada Pewarnaan Hematoksilin Eosin, dan didapatkan sebanyak lima jurnal. Berikut pembahasan dari hasil review jurnal-jurnal penelitian yang tercantum pada tabel 4.1.
Penelitian Pinki et al., membandingkan hasil deparafinasi menggunakan xylene dengan larutan sabun pencuci piring dengan sample total sebanyak 200 spesimen untuk 2 perlakuan yang berasal dari hasil reseksi pembedahan jaringan yang berbeda termasuk jaringan epitel, jaringan ikat, kelenjar, tulang, tulang rawan dan otot. Hasil evaluasi kualitas sediaan jaringan dinilai pada 5 parameter ,yaitu Mengenai skor untuk parameter pewarnaan sitoplasma dan kerenyahan warna pada sediaan jaringan dengan menggunakan sabun cuci piring sebagai agen deparafinasi lebih baik dibanding xylene, terdapat perbedaan signifikan secara statistik. Untuk skor keseragaman pewarnaan, penggunaan xylene sebagai agen deparfinasi lebih baik dibanding larutan sabun cuci piring dengan perbedaan yang signifikan secara statistik (Untuk pewarnaan inti sel dan kejernihan pewarnaan, penggunaan larutan sabun cuci piring sebagai agen deparafinasi lebih baik dibanding xylene tetapi perbedaannya tidak signifikan secara statistik.
.
B
C
Pada perbandingan kecukupan sediaan jaringan yang dapat didiagnosis memberikan hasil bahwa lebih banyak jumlah yang memadai secara diagnostik (86) dan lebih sedikit jumlah bagian yang tidak memadai secara diagnostik (14) yang diperoleh dengan metode pewarnaan Hematoksilin dan Eosin dengan larutan sabun pencuci piring sebagai agen deparafinasi, tetapi perbedaan ini tidak signifikan secara statistik sehingga kualitas sediaan jaringan dinilai setara atau tidak ada perbedaan yang berarti dan larutan sabun cuci piring dapat digunakan sebagai agen deparafinasi.
Gambar 4.1 Hasil pewarnaan jaringan payudara, (A) Hasil pewarnaan H dan E menggunakan xylene x100, (B) Hasil pewarnaan H dan E menggunakan sabun cuci piring, (C) Tumor phyllodes pada pewarnaan H dan E menggunakan xylene
x200, (D) Tumor phyllodes pada pewarnaan H dan E menggunakan Sabun Cuci Piring x200
Penelitian Surekha et al., melakukan perbandingan agen deparafinasi menggunakan xylene dengan larutan sabun pencuci piring. Sample pada penelitian ini menggunakan Sebanyak 50 Blok jaringan setiap perlakuan yang sudah tertanam parafin dengan berbagai jenis jaringan seperti seperti jaringan
epitel, jaringan ikat, kelenjar, tulang, otot, dan tulang rawan . Dalam penelitian ini, larutan sabun cuci piring sebagai agen deparafinasi menunjukkan pewarnaan inti sel dan kejernihan hasil preparat lebih baik dibandingkan dengan dengan xylene. Untuk pewarnaan sitoplasma dan keseragaman warna deparafinasi menggunakan xylene menunjukkan pola pewarnaan yang lebih baik dibandingkan dengan larutan sabun pencuci piring. Ketika skor dijumlahkan, 90% dari pewarnaan dengan larutan sabun pencuci piring menunjukan hasil adekuat untuk diagnosis dibandingkan dengan 94% dengan xylene dan ketika sensitivitas diuji, jika pewarnaan dengan xylene menunjukkan hasil yang benar-benar positif, maka peluang mendapatkan hasil positif dalam pewarnaan dengan menggunakan larutan sabun cuci piring adalah 100%. Perbedaannya tidak signifikan secara statistik, menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam dua metode pewarnaan dan larutan sabun cuci piring bisa digunakan sebagai agen deparafinasi.
Gambar 4.2 pewarnaan H dan E pada jaringan epitel (a) Deparafinasi menggunakan xylene (20×) dan (b) Deparafinasi menggunakan larutan sabun
pencuci piring (20×); gambaran inti dan sitoplasma (c) Deparafinasi menggunakan xylene (40×) dan(d) Deparafinasi menggunakan larutan sabun
pencuci (40×)
a b
Pada penelitian Anuradha et al., melakukan perbandingan efektifitas agen deparafinasi antara xylene (kelompok A), 1,5% sabun pencuci piring (Kelompok B) dan 95% air perasan lemon (kelompok C). sampel yang digunakan sebanyak 20 Setiap perlakuan. Sampel terdiri dari berbagai jaringan yang sudah tertanam parafin. pada waktu penelitian Telah dicatat bahwa periode waktu standar prosedur pewarnaan H dan E berkisar antara 50 hingga 55 menit untuk Grup A , 25 hingga 30 menit untuk Grup B dan 54 menit untuk Grup C. Kualitas pewarnaan inti sel dan ketahanan pewarnaan untuk diagnosis menunjukan hasil 100% di kedua Grup A dan C dan 95% di Grup B (P> 0,05), Pewarnaan sitoplasma dan kejernihan yang adekuat terlihat di semua bagian dalam ketiga kelompok (P> 0,05) ,keseragaman warna menunjukan hasil sebesar 65% Grup A, 75% Grup B, dan 55% Grup C (P> 0,05), Retensi lilin menunjukan hasil sebesar 50% pada Grup A dan C dan 40% pada Grup B (P> 0,05) . statistic menunjukan hasil perbandingan ketiga agen deparafinasi yang tidak signifikan menunjukan bahwa adanya kesetaraan kualitas hasil pewarnaan.
(a) (b)
Gambar 4.3: Hasil pewarnaan H dan E pada Grup A (a) dan panah merah menunjukan terdapat sisa lilin (b).
(a) (b)
Hasil pewarnaan H dan E pada Grup B (a) dan panah merah menunjukan terdapat sisa lilin (b).
(a) (b)
Hasil pewarnaan H dan E pada Grup C (a) dan panah merah menunjukan terdapat sisa lilin (b)
Pada penelitian Janani et al., melakukan perbandingan deparafinasi agent antara larutan detergent 1,5%, larutan sabun pencuci piring 1,5% dan xylene. Cairan pencuci piring dan cairan deterjen mempunyai komponen utama,
yaitu Natrium lauril sulfat, natrium dodesil benzenasulfonat,
cocamidopropylbetaine dan surfaktan nonionic yang mempunyai sifat mampu melarutkan paraffin. Prinsipnya adalah bahwa sifat surfaktan bersama dengan
suhu tinggi 90 ºC mampu mengurangi tegangan permukaan air, dengan demikian
membantu dalam menghilangkan bagian paraffin dalam jaringan. Sampel yang
digunakan yaitu sebanyak 20 blok sampel yang sudah tertanam paraffin untuk setiap perlakuan . hasil dari penelitian ini menunjukan rata rata penilaian yang
baik. Dengan skor 0-1 ,rata-rata skor minimal didapat 0,7 dengan nilai p > 5 menunjukan perbedaan yang tidak signifikan. meskipun hasilnya secara statistik tidak signifikan, itu menyiratkan bahwa kemanjuran cairan pencuci piring dan cairan deterjen sama dengan xylene. Nilai rata-rata pengamat untuk keseragaman pewarnaan, kerenyahan pewarnaan dan pewarnaan nuklir menunjukkan hasil yang lebih tinggi untuk pewarnaan bebas xilena. Nilai rata-rata satu pengamat untuk kejernihan pewarnaan dan pewarnaan sitoplasma menunjukkan hasil yang lebih tinggi untuk pewarnaan bebas xilena. penelitian ini sama efektifnya tanpa mengurangi kualitas pewarnaan.
Gambar 4.4: a. hasil pewarnaan Hematoksilin dan Eosin dengan detergen cair sebagai agen deparafinasi
b. hasil pewarnaan Hematoksilin dan Eosin dengan sabun cuci piring sebagai agen deparafinasi
c. hasil pewarnaan Hematoksilin dan Eosin dengan xylene sebagai agen deparafinasi
Pada penelitian Gayathri et al., melakukan perbandingan penggunaan agen deparafinasi antara xylene dengan larutan sabun pencuci piring yang dideparafinasi pada suhu 65 ºC, 75 ºC dan 90 ºC. Sample yang digunakan sebanyak 100 untuk setiap perlakuan yang berasal dari jaringan berbeda termasuk jaringan seperti epitel, jaringan ikat, kelenjar, tulang, otot, dan tulang rawan. Skor total dari berbagai bagian jaringan dianalisis menggunakan Wilcoxon Signed Ranks Test untuk membandingkan efisiensi pewarnaan kedua metode. Keuntungan dengan Wilcoxon Signed Rank Test adalah tidak tergantung pada bentuk distribusi induk atau pada parameternya. Itu tidak memerlukan asumsi tentang bentuk distribusi. Untuk alasan ini, tes ini sering digunakan sebagai alternatif untuk uji t setiap kali populasi tidak dapat diasumsikan berdistribusi normal. Bahkan jika asumsi normalitas tetap, telah ditunjukkan bahwa efisiensi dari tes ini dibandingkan dengan uji-t hampir 95%.
Menurut tes, penggunaan larutan sabun cuci piring sebagai agen deparafinasi pada suhu 90oC dinilai sama baiknya atau lebih baik daripada penggunaan xylene, hasil ini sama dengan hasil yang diperoleh oleh Falkholm et al. Pada penggunaan larutan pencuci
A B
C D
piring sebagai agen deparafinasi pada suhu 65 ºC dan 75 ºC hasil yang didapatkan lebih rendah daripada penggunaan xylene dengan masing-masing dalam:
Gambar 5.5 : Hasil pewarnaan Hematoksilin dan Eosin pada jaringan epitel (a) xylene sebagai agen deparafinasi, (b) sabun cuci piring sebagai agen pada suhu 90 ºC, (c) sabun
cuci piring sebagai agen pada suhu 75 ºC, (d) sabun cuci piring sebagai agen deparafinasi pada suhu 65 ºC
Dari hasil review kelima jurnal, didapatkan empat jurnal menyebutkan bahwa kualitas pewarnaan HE pada sediaan jaringan dengan deparafinasi menggunakan larutan sabun pencuci piring sebanding dengan deparafinasi menggunakan xylene dan satu jurnal memberikan sedikit perbedaan dari hasil kualitas sediaan jaringan yang
lebih baik pada deparafinasi menggunakan larutan sabun pencuci piring pada suhu 90 ºC, sementara hasil kualitas pewarnaan sitoplasma dan kejernihan pewarnaan memberikan hasil yang setara antara deparafinasi menggunakan xylene dan larutan sabun pencuci piring. (Kataren,2008) penggunaan larutan basa seperti penambahan senyawa NAOH pada sabun berperan penting karena pada penggunaan konsentrasi tinggi akan bereaksi dengan lemak sehingga mengurangi minyak dan menambah jumlah sabun yang terbentuk, namun (Wijana dkk,2005) pada penambahan larutan NaOH harus tepat karena jika terlalu tinggi akan menyebabkan iritasi.
Penulis menyimpulkan bahwa secara umum deparafinasi menggunakan larutan sabun pencuci piring memberikan hasil kualitas pewarnaan HE yang baik. Satu- satunya titik krusial terkait dengan penggunaan larutan sabun pencuci piring adalah pengerjaan prosedur deparafinasi harus dilakukan dengan suhu yang tetap yaitu 90°C. Pada penurunan suhu , terdapat perbedaan bermakna pada hasil kualitas sediaan jaringan. Pada saat penggunaan sabun cuci piring sebagai agen deparafinasi, proses dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan waterbath atau oven, guna meminimalisir resiko panas dari alat, maka bisa digunakan pinset sebagai alat bantu pemindah kaca objek selama perendaman pada sabun cuci di suhu 90 ºC