• Tidak ada hasil yang ditemukan

Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Universitas Sumatera Utara"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu yang pernah dikaji sebelumnya adalah penelitian yang dilakukan olehPetra Patria Diah P. (2011) Program Studi Sastra Inggris, Universitas Indonesia dengan judul Analisis Penerjemahan Pronomina Persona

Inggris Indonesia dalam Subtitle Film The Little Focker. Dalam penelitiannya,

iamenyimpulkan bahwa penerjemahan subtitle dalam film The Little Focker tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Penelitian yang ia lakukan hanya terbatas pada objek pronomina saja, bukan dari keseluruhan dialog. Contoh :Im not, she’s the rock star. She’s a rock star mom and full on rocking

person. And Imjust a groupies tryin to carry her amps.Artinya :tidak, dialah yang hebat. Dia orang yang hebat dan aku hanya pengagumnya.Dalam contoh

tersebut, pronomina dia digunakan untuk menerjemahkan baik kata she/he yang pertama maupun yang kedua. Pronomina she dalam bahasa Inggris memiliki komponen pembeda jender, sedangkan pronomina dia dalam bahasa Indonesia memiliki sifat netral sehingga dapat digunakan kepada siapa saja.

Adapun penelitian selanjutnya yang pernah diteliti oleh Melli Amalia (2010) Program Studi Tarjamah, UIN Syarif Hidayatullah dengan judul Penerjemahan

Dialog Arab Dalam Film Ayat-Ayat Cinta. Melli Amalia menyimpulkan bahwa

penerjemahan subtitle dialog Arab dalam film Ayat-Ayat Cinta masih kurang relevan, misalnya ucapan potongan ayat Al-Qur’an, yang dalam penerjemahannya memiliki ketidaksamaan antara penerjemahan subtitle dengan terjemahan Al-Qur’an Departement agama Republik Indonesia (Depag RI) dan juga tidak sesuai dengan metode penerjemahan yang ada. Contoh :

ﺎﺸﺗ ﻦہﻣ ﻚﻠہﻟﺍ ﻉﺰﻨﺗﻭ ءﺎﺸﺗ ﻦﻣ ﻚﻠہﻟﺍ ﻲﺗﺆﺗ ﻚﻠہﻟﺍ ﻚﻟﺎﻣ ﻢﻬﻠﻟﺍ ﻞﻗ

ء

/qul allāhumma mālika al-mulki tu’tī al-mulka man tasyā’u watanzi’u al-mulka mimman tasyā’u/’Katakanlah : wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan. Engkau

berikan kerajaan kepada orang yang engkau kehendaki dan engkau cabut kerajaan dari orang yang engkau kehendaki.’( QS : Al-Imran : 26, Depag RI ).

(2)

Dalam penelitiannya, ia menjelaskan bahwa terjemahan dalam skenario tidak sesuai dengan terjemahan Departemen Agama. Bahkan ia mengkatagorikannya menjadi penerjemahan yang tidak tepat. Terjemahan dalam skenario yaitu,Jika

Allah menghendaki siapapun bisa menjadi jodohmu. Jangan sekali-kali melangkahi kehendaknya.

Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu yang telah disampaikan, bahwa penelitian tentang judul yang peneliti kaji pada saat ini tidak memiliki persamaan atau pun kemiripan dengan kajian-kajian ilmiah yang telah disampaikan atau pun dengan kajian lainnya yang terdapat di Program Studi Sastra Arab Universitas Sumatera Utara (USU) maupun yang ada dilembaga intitusi pendidikan lain.

2.2. Defenisi Penerjemahan

Penerjemahan adalah salah satu aktivitas yang dibuat oleh manusia untuk berkomunikasi antara suatu bahasa dengan bahasa lain dan antara suatu budaya dengan budaya lainnya (A. Muhammad: 1950). Bidang semacam ini menuntut keahlian seorang penerjemah yang bersifat multidisipliner, yaitu kemampuan seorang penerjemah dalam penguasaan bahasa sumber dan bahasa sasaran berikut dengan kebudayaannya secara sempurna dan memahami teori yang dipakai dalam suatu kegiatan terjemahan.Budaya suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain, maka bahasa suatu bangsa juga berbeda dengan bangsa yang lainnya. Terjemahan yang baik adalah terjemahan yang benar, jelas dan wajar.Penerjemah dituntut untuk menguasai pokok bahasan tentang pengetahuan bahasa sumber dan bahasa sasaran.

Kegiatan penerjemahan tidak dapat dipisahkan dari masalah makna, karena makna merupakan pusat perhatian penerjemah. Metode, prosedur dan teknik dikerahkan sepenuhnya dalam proses kegiatan penerjemahan supaya penerjemah mengetahui pesan apa yang tersirat dalam bahasa sumber tersebut. Dalam bahasa Indonesia, istilah terjemah diambil dari bahasa Arab,

ﺔہﺟﺮﺗ

/tarjamah/. Namun bahasa Arab sendiri memungut istilah ini dari bahasa Armenia, yaitu turjuman (Syihabuddin, 2000:6).Kata turjuman sebentuk dengan tarjaman yang berarti

(3)

mengalihkan suatu tuturan bahasa kedalam suatu tuturan bahasa lainnya. Az-Zarqani dalam (Syihabuddin, 2000:6) mengemukakan bahwa secara etimologi istilah terjemah memiliki empat makna :

(a). Menyampaikan tuturan kepada orang yang tidak menerima tuturan itu. (b). Menjelaskan tuturan dengan bahasa yang sama.

(c). Menafsirkan tuturan bahasa dengan bahasa yang berbeda.

(d). Mengalihkan atau memindahkan suatu bahasa kedalam bahasa lainnya.

Adapun makna secara terminologis, penerjemahan didefenisikan sebagaiberikut :

ﻩﺪﺻﺎﻘﻣﻮﻬﻴﻧﺎﻌﻣ ﻊﻴہﺠﺑ ءﺎﻓﻮﻟﺍ ﻊﻣ ﻱﺮﺧﺍ ﺔﻐﻟ ﻦﻣ ﺮﺧﺍ ﻡﻼﻜﺑ ﺔﻐﻟ ﻲﻓ ﻡﻼﻛ ﻲﻨﻌﻣ ﻦﻋ ﺮﻴﺒﻌﺘﻟﺍ

al-ta’bīru‘an ma’nā kalamin fĭ lughati bikalāmin ākharin min lughatin ukhrā ma’al al-wafā’i bijamī’i m’ānihi wamaqāsidihi/. Maksudnya, mengungkapkan

makna tuturan suatu bahasa dalam bahasa lain dengan memenuhi seluruh makna dan maksud tuturan itu’.

Penerjemahan sendiri terbagai menjadi dua macam, yaitu penerjemahan bahasa tulisan dan penerjemahan bahasa lisan.Penerjemahan bahasa tulisan adalah penerjemahan sebuah objek yang sifatnya tertulis seperti penerjemahan sebuah doukumen, buku dan nas-nas kitab suci. Sedangkan penerjemahan bahasa lisan adalah seperti menerjemahkan ucapan yang di ucapkan oleh seseorang atau pun menerjemahkan sebuah dialog tertentu yang diucapkandalam sebuah film dengan merekam dialog tersebut terlebih dahulu.

Menurut Nida dan Taber (1969), penerjemahan adalah memberikan satu defenisi penerjemahan sebagai penyalinan pesan pada bahasa sumber (Bsu) ke dalam bahasa sasaran(Bsa) dengan mencari persamaan bukan kesurupaan. Persamaan itu mesti sejadi, atau persamaan yang paling terdekat dengan mengutamakan makna dan tetap menjaga gaya bahasa asal atau stailnya. Sedangkan Newmark (1981) juga memberikan pengertian penerjemahan sebagai penggantian pesan atau pernyataan tertulis dalam satu bahasa. Pesan dalam bahasa sumber harus sama dengan pesan yang telah dipindahkan kedalam bahasa sasaran

(4)

untuk menggantikan pernyataan yang telah ada sebelumnya. Seterusnya Catford (1965), ia mendefinisikan bahwa penerjemahan adalah penggantian bahasa teks, bahasa sumber yang dituliskan ke dalam bahasa sasaran atau mencari persamaan-persamaan dalam bahasa sasaran. Lain halnya dengan Husnan Lubis (2008:09), ia mengatakan bahwa penerjemahanadalahmembungkus atau menyampaikan informasi yang terkandung dalam bahasa sumberdengan menggunakan bahasa sasaran. Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa penerjemahan adalah membuat suatu persamaan kata atau kalimat dari bahasa sumber (Bsa) ke dalam bahasa sasaran (Bsu) atau bahasa penerima, yaitu pesan yang disampaikan dalam bahasa sumber haruslah dicari persamaan katanya dan kemudian pesan tersebut dialihkan ke dalam bahasa sasaran dengan tidak berubah maksuddan tujuan dari pesan bahasa sumber tersebut. Dengan demikian, setiap pesan bahasa sumber yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa sasaran dapat dimengerti oleh penerima pesan tersebut.Untuk itu diperlukannya penerjemahan yang bagus, yaitu penerjemahan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran.

Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa, penerjemahan dialog bahasa Arab

fuşhā dalam film KCB dapat dikatagorikan menjadi penerjemahan bahasa lisan.

Dialog Arabfuşhā yang diterjemahkan oleh Habiburrahman ke dalam bahasa Indonesia sebagai bahasa penerima sudah barang tentu memakai beberapa metode penerjemahan. Jika tidak, maka secara teori penerjemahan yang dihasilkan akan tidak layak digunakan, sehingga pesan yang terkandung dalam bahasa sumber tidak akan bisa terbaca oleh penerima bahasa sumber tersebut. Namun, metode penerjemahan yang ada pada dialog tersebut tidak terlihat adanya.

2.3.Metode Penerjemahan

Penerjemahan tidakakan bisa dilakukan begitu saja tanpa adanya metode penerjemahan tertentu. Kita tidak bisa mengambil sebuah objek, selanjutnya menerjemahkan sesuka hati kita tanpa mengetahui tata cara penerjemahan yang benar dan wajar. Tata cara penerjemahan tersebut harus mengikuti prosedur penerjemahan yang baik. Prosedur itu berupa metode yang di terapkan dalam sebuah penerjemahan. Penerjemah harus menentukan metode apa yang dipakai

(5)

terlebih dahulu sebelummenerjemahkan dialog tersebut supaya terjemahan yang dihasilkan konkrit dan benar. Secara harfiah, metode berarti prosedur atau cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan tertentu agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki.

Seorang penerjemah haruslah memiliki metode penerjemahan yang jelas, yaitu melakukan penerjemahan sesuai dengan apa yang telah direncanakan.Dengan kata lain, metode penerjemahan adalah cara tertentu yang dipilih atau dipercayai oleh penerjemah terhadap sebuah penugasan (Molina & Hurtado Albir,2002: 507). Jadi, metode adalah opsi global yang dapat mempengaruhi teks terjemahan secara keseluruhan.Metode yang dipilih penerjemah harus sinergi untuk menghasilkan terjemahan memadai bagi pembaca sasaran.Sebagai contoh, ketika akan menerjemahkan sebuah teks buku untuk anak-anak, penerjemah harus sudah merencanakan apakah akan menghilangkan istilah-istilah sulit yang mungkin akan menimbulkan kesulitan atau kesukaran bagi pembaca sasaran. Pemilihan suatu metode dan disertai dengan pertimbangan-pertimbangan yang matang dan bagus mengenai pembaca sasaran, jenis teks, keinginan serta maksud pengarang teks, dan tujuan penerjemahan teks yang direncanakan tersebut.

Untuk menegetahui metode penerjemahan dialog, peneliti menggunakan teori Catford, House dan L. Forster.Catford, House dan L. Forster dalam Hanafi (1986:54) mengungkapkan adanya beberapa terjemahan yang sangat kompleks dan saling berhubungan. Terjemahan Catford, yaitu full, partial, total dan

restricted. Sedangkan House, Overt dan covert translation. Dan selanjutnya L.

Forster mengusulkan ada tiga macam metode penerjemahan, (i) the unit is

individual, (ii) the unit is the sentence or phrase, (iii) dan the unit is the whole work. Namun, menurut Hanafi (1986: 54) bila kesemuanya itu ditarik kesimpulan

baik apa yang diungkapkan oleh Catford, L. Forster maupun House, mereka semua mengakui adanya macam ragam metode penerjemahan yang dapat dibagi menjadi, penerjemahan kata demi kata, penerjemahan harfiah dan penerjemahan

(6)

1. Terjemahan Kata demi Kata (Word of The Word Translation)

Terjemahan kata demi kata adalah terjemahan yang menerjemahkan kata demi kata dalam sebuah kalimat.Terjemahan ini sering sekali dimanfaatkan oleh penerjemah dalam menerjemahkan nas-nas kitab suci seperti Al-Qur’an, Hadist maupun Alkitab. Penerjemahan kata demi kata dianggap sangat mudah dalam menerjemahkan sebuah teks, karena sesuai dengan namanya yaitu kata demi kata, yaitu penerjemahan langsung dari sebuah kata sumber ke dalam kata sasaran, akan tetapi tidak ada peniruan terhadap susunan tata bahasa sumber.

Contoh I :the fogs comes on little cat feet, Artinya : kabut datang diatas kaki

kucing kecil

Contoh II :

ﺭﺪﺑ ﺖﻧﺍ ﺲہﺷ ﺖﻧﺍ

/

anta syamsun anta badrun/engkau matahari, engkau bulan.

Contoh III :

ﺔﻴﺗﻻﺍ ﺔﻨﺴﻟﺍ ﻲﻓ

/ fĭ as-sanati al-ātiyati/pada tahun yang datang

Di balik manfaat yang didapat dari penerjemahan kata demi kata, namun ada pula kelemahan dari metode penerjemahan ini. Hanafi (1996:56) mengatakan bahwa metode ini dapat dimanfaatkan dalam beberapa pokok saja, diantaranya :

(a) Bahasa aslinya tetap akan dapat perhatian lebih, karena ragam ini berfungsi mempertahankan kemurnian produk terjemahan sesuai naskah aslinya. (b) Cocok untuk hal tertentu saja, seperti naskah sakral dan tepat untuk naskah

pendek demi menghemat waktu dan tenaga.

Sedangkan kelemahan yang terdapat dalam metode ini, adalah :

(a) Makna yang dilihat dari konteksnya sering tidak tepat, lebih menonjol per suku kata, terutama pada naskah yang cukup amat panjang dan kompleks. Terkadang agar produk terjemahan dimengerti, biasanya diberi catatan atau keterangan tambahan berupa catatan kaki. Jelas ini menunujukkan perbuatan yang memboroskan.

(7)

(b) Jika struktur kalimatnya sesuai dengan produk (hasil) terjemahan, maka terjemahan seperti ini juga bisa disebut terjemahan harfiah. Alhasil batas pembeda diantara keduanya nyaris tidak jelas karena adanya bagian-bagian yang timpang tindih.

2. Terjemahan Harfiah (Literal Translation)

Terjemahan harfiah adalah terjemahan yang setia terhadap naskah aslinya. Metode ini menerjemahkan sebuah objek dengan cara memperhatikan peniruan terhadap susunan dan urutan dan tata bahasa sumber. objek terjemahan metode ini adalah kata. Metode ini dipraktikkan dengan terlebih dahulu seorang penerjemah harus memahami kata bahasa sumber, kemudian menggantinya dengan bahasa lain atau bahasa sasaran pada posisi dan tempat kata bahasa sumber tersebut tanpa mempertimbangkan konteks pemakaiannya. Hanafi (1986 :57)

Contoh I :

ءﺍﻮﻬﻟﺍ ﻦﻋ ﻖﻄﻨﺗﻻ

/lā tantiqu ‘ani al-hawā’i /Jangan kamu bicara tentang angin.

Contoh II :

ﺓﺭﻮﻨہﻟﺍ ﺔﻨﻳﺪہﻟﺍ ﺭﻭﺰﻳ ﻮﻫ

/huwa yazuru al-madînatu al-munawwarati/Dia mengunjungi kota yang

bercahaya.

Contoh III :

ﻪﺘﺋﺍﺮﻘﺑ ﺎﻨﻴﻠﻋ ﻕﺯﺭﻭ

/warzuq ‘alainā biqirāatihi/Dan rizkikan ke atas kami dengan membacanya. Terjemahan yang mengikuti metode seperti ini hasilnya akan sangat tampak kaku dan sukar untuk dipahami karena penerjemah tidak mempertimbangkan konteks apa yang tersirat pada kalimat. Seperti pada contoh III, seolah pengucap memang melarang untuk berbicara tentang angin, padahal makna kontekstual yang terdapat pada kalimat tersebut dapat dipahami bahwa sipengucap mengatakan bahwa ‘jangan asal bicara’. Begitu pula pada contoh II, yang diterjemahkan menjadi kota yang bercahaya, padahal maksud kalimat tersebut adalah kota Madinah Al-munawwarah.

(8)

Hanafi (1986 :57) mengatakan bahwa ada dua manfaat yang dapat diambil dari metode ini, yaitu (i) baik segi bentuk maupun struktur kalimatnya lebih sesuai dengan aslinya. Dengan demikian, tugas penggarap naskah bukan semata sebagai penerjemah, bahkan sekaligus ia berlaku sebagai transformer. (ii) gaya penulisan penerjemah lebih sesuai dan tepat seperti aslinya, karena gaya itu merupakan refleksi kepribadian pengarang, berarti penerjemah telah menyentuh keinginan penulis aslinya. Kelemahan metode ini, menurut Syihabuddin (2000: 63) karena dua alasan. Pertama, tidak seluruh kosa kata Arab berpadanan dengan bahasa lain sehingga banyak dijumpai kosa kata asing. Kedua, struktur dan hubungan antara unit linguistik dalam suatu bahasa berbeda dengan bahasa lain.

3. Terjemahan Bebas

Terjemahan bebas adalah terjemahan yang terikat oleh bentuk maupun struktur yang terdapat pada naskah berbahasa sumber.Seorang penerjemah boleh melakukan modifikasi kalimat dengan tujuan agar pesan bahasa sumber mudah dimengerti oleh pembaca pesan bahasa sasaran.Terjemahan bebas bukan berarti penerjemah bisa menerjemahkan sebuah teks menurut kehendak hatinya sehingga esensi terjemahan itu sendiri hilang. Umumnya penerjemahan semacam inilebih memberikan tekanan kepada bahasa sasaran walaupun ada terjadi penambahan, penghilangan dan perubahan pada bagian-bagian tertentu dalam teks terjemahan, namun itu dibenarkan dengan syarat hal yang demikian itu dilakukan supaya terciptanya sebuah terjemahan yang mudah dimengerti oleh pembaca bahasa sasaran (Hanafi :1986: 59).

Contoh I :

ﻦﻴﻌہﺟﺍ ﺱﺎﻨﻟﺍ ﺓﺎﻴﺪﻟ ﺩﺎﺴﻔﻟﺍ ﻞﺻﺍ ﻦﻣ ﻢﻴﻈﻋ ﻝﺎہﻟﺍ ﻥﺍ ﻲﻓ

/fĭ anna al-māla ‘azĭmun asli al-fasādi lihayati an-nāsi ajma’în /Harta adalah

sumber malapetaka. Contoh II :

ءﺎﻘﺒﻟﺍ ﻊﻳﺮﺳ ﺖﻧﺍ

/anta sarî’ul buqā’i/Kamu cengeng.

Dalam terjemahan semacam ini banyak sekali terjadi penghilangan terjemahan teks sumber seperti pada kalimat yang terdapat pada contoh I. Pada contoh I terdapat enam kata yang tidak diterjemahkan dan satu kata yang diubah

(9)

maknanya.Begitu pula pada contoh II, makna harfiah pada contoh tersebut adalah

kamu cepat menangis, namun diubah menjadi kamu cengeng. Perubahan yang

terjadi pada contoh II tidak mengakibatkan perubahan pesan yang diberikan, melainkan merubah terjemahan dengan maksud yang sama, akan tetapi pesan yang terbaca bersifat singkat. Lain halnya dengan contoh III yang merubah kata

blue (biru) menjadi ingusan. Konteks dialog contoh I memang mengacu pada

terjemahan yang demikian adanya. namun akan tetapi inti dari pesan yang disampaikan oleh bahasa sumber dapat ditangkap dengan jelas, walaupun amat banyak terjadi perombakan dalam proses penerjemahan tersebut. Kelebihan metode penerjemahan bebas sebagaimana yang di ungkapkan oleh (Hanafi: 1986: 59) yaitu, (i) Makna mendapat kedudukan yang amat penting. Sebab ia merupakan sasaran pokok dalam memahami maksud si penulis yang terkandung dalam naskah teks. Lewat ketepatan makna yang telah disampaikan, pembaca praktis mudah menerka maksud pembuat naskah sekalipun dipisahkan oleh latar belakang budaya, kurun waktu dan tempat yang berbeda, (ii) Kreativitas dalam mengungkapkan sesuatu pesan mendapat tempat yang semestinya. Ia bisa mengembangkan kemampuannya semaksimal mungkin. Dan ia lebih indah dalam mengungkapkan sesuatu isi dari apa yang ada pada naskah aslinya. Adapun kelemahan dari pada metode ini adalah (i) Produk terjemahan akan tak bernilai, jika terjemahan yang seperti itu dilakukan terlalu bebas, maka dapat mengakibatkan penyimpangan makna terlalu jauh, dan (ii) Gaya penulisan penulis asli akan terabaikan dan tersalin ke dalam gaya ciptaan penerjemah. Jika hal ini sampai terjadi, akan mengakibatkan produk terjemahan terangkai lebih baik atau sebaliknya sesuai dengan kemampuannya.

2.4. Konsistensi Penerjemahan

Dalam kegiatan penerjemahan, seorang penerjemah haruslah mengerti konsep dan tata cara penerjemahan itu sendiri sehingga hasilnya akan dapat diterima dalam bahasa tujuan. Faktor budaya serta konteks kalimat sangatlah mempengaruhi terhadap interpretasi pesan bahasa sumber, karena konteks kalimat haruslah diperhatikan oleh seorang penerjemah agar terciptanya maksud tujuan

(10)

yang dapat diterima oleh bahasa sasaran. Mengenai konteks kalimat, Firth dan Malinowski sebagaimana yang disebut (Husnan Lubis, 2008:11) mengatakan bahwa untuk menginterpretasikan suatu maksud, konteks keadaan budaya dan aspek praktikal kehidupan keseharian perlu untuk diperhatikan. Dalam hal ini, penerjemah sebenarnya mesti menimbang sebuah teks bahasa sumber untuk memastikan penyelewangan makna tidak terjadi.Firth sendiri selanjutnya mengungkapkan sebuah teori tentang kontekstual kalimat yang dikenal dengan

Contextual Approach atau Operational Approach.Tentang Teori ini, Malinowski

berpendapat bahwa untuk memahami ujaran, harus diperhatikan konteks situasi, dengan begitu penerjemah dapat memecahkan aspek makna suatu bahasa(Pateda 1988:104).Konteks situasi merupakan tempat berkembangnya teks yang mencakup seluruh lingkungan, baik itu lingkungan tutur maupun lingkungan teks. Berkaitan dengan itu, penafsiran teks harus diikuti dengan pemahaman konteks situasi dan konteks budaya, sehingga seorang penerjemah nampak berkesan tidak konsisten terhadap sebuah teks yang sama, akan tetapi diterjemahkan secara berbeda, dikarenakan hasil dari terjemahan tersebut dipengaruhi oleh konteks situasi, budaya dan kalimat. Ciri –ciri konteks adalah (i) Satuan-satuan terstruktur yang merupakan komposit (gabungan) bentuk dan arti.(ii) Sebuah bentuk bahasa mendapatkan arti dari konteks bahasanya. (iii) Suatu bunyi, kata, atau frase yang mendahului dan mengikuti suatu unsur bahasa dalam ujaran.(iv) Ciri-ciri alam di luar bahasa yang menumbuhkan makna pada ujaran atau wacana. (v) Secara fungsional, konteks mempengaruhi makna kalimat atau ujaran

Contoh I:

1. Ali memetik bunga di halaman rumahnya.

2. Fatimah itu bunga di desanya. 3. Mereka belajar bahasa Arab.

4. Antara sesama menteri tidak ada kesatuan bahasa.

Kata bunga contoh I (1) berbeda maknanya dengan kata bunga pada contoh I (2). Kata bunga pada I (1) mengacu pada bagian tumbuhan yang akan menjadi buah dan biasanya elok warnanya dan harum baunya. Bunga juga berarti

(11)

Kata bunga pada I (2) ini mengacu pada Fatimah. Unsur yang mempengaruhi perbedaan makna dari kedua kata yang sama tersebut adalah konteks. Kata kunci yang membedakan makna adalah kata memetik pada I (1) dan Fatimah pada I (2). Peristiwa yang sama juga terjadi pada kata bahasa sebagaimana dalam kalimat I (3) dan (4). Kata bahasa pada contoh I (3) berarti bahasa sebagai alat komunikasi yang dalam hal ini adalah bahasa Arab, sedangkan pada I (4) berarti tidak ada kesatuan pandangan atau pendapat.

Contoh II pada Al-Qur’an terjemahan RI 1990 :

1.

ﻦﻳﺪﻟﺍ

ﻡ ﻮﻳ ﻚﻟﺎﻣ

U

/

māliki yaumi addîni/yang menguasai hari UpembalasanU.

2.

ﻡﻼﺳﻻﺍ ﷲ ﺪﻨﻋ

ﻦﻳﺪﻟﺍ

U

ﻥﺍ

U

/inna addîna ‘inda allāhi al-islāmi/ sesungguhnya UagamaU yang disisi

Allah adalah Islam.

Kata

ﻦﻳﺪﻟﺍ /

addîni/ contoh II (1) berbeda maknanya dengan kata

ﻦﻳﺪﻟﺍ /

addîni/

pada contoh II (2). Kata

ﻦﻳﺪﻟﺍ /

addîni/ pada contoh II (1) diterjemahkan menjadi pembalasan, akan tetapi kata

ﻦﻳﺪﻟﺍ/

addîni/ pada contoh II (2) diterjemahkan

menjadi agama. Perbedaan makna pada kata yang sama tersebut dipengaruhi oleh konteks kalimat yang terdapat pada ayat masing-masing. Kata kunci yang mempengaruhi terjemahan kata

ﻦﻳﺪﻟﺍ /

addîni/ pada contoh II (1) adalah kata

ﻡﻮﻳ/

yaumi/ yang berarti hari, sedangkan kata kunci yang mempengaruhi

terjemahan

ﻦﻳﺪﻟﺍ /

addîni/ pada contoh II (2) adalah kalimat setelahnya yaitu

ﺪﻨﻋ

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian judul yang dijabarkan pada latar belakang dan berdasarkan pengamatan serta pengalaman yang di alami, maka penulis mencoba merumuskan

Tujuan utama pembibitan adalah mempersiapkan bibit yang baik dan seragam, karena hal tersebut merupakan faktor penentu keberhasilan penanaman dilapangan dan untuk

Merupakan komplikasi perikarditis yang paling fatal dengan gambaran klinis tergantung kecepatan akumulasi cairan perikardium; akumulasi cairan dapat menyebabkan kompensasi,

Tumis bawang putih sampai harum, lalu masukan kuning telur asin yang sudah dihancurkan, aduk sampai.. berbusa, lalu masukan cabe rawit dan daun bawang, aduk

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis data statistik sederhana (kuantitatif) dengan menggunakan tabel frekuensi, kemudian secara deskriptif

Dari hasil survei awal terhadap 15 orang responden yang pernah menggunakan jasa penerbangan maskapai Garuda Indonesia di kota Bandung, terkait dengan proses

Materi yang baik untuk digunakan dalam kebun pangkas adalah menggunakan materi stek, kultur jaringan maupun grafting dari hasil eksplorasi dari pohon induk yang

Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39