5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelepa sawit dengan nama ilmiah Elaeis guineensis Jacq, termasuk kedalam famili Palmae. Sistematika lengkap adalah sebagai berikut (Setymidjaja,2006):
Divisi : Spermatophyta Class : Monocotyledonae
Ordo : Palmae
Famili : Arecaca (dahulu disebut palmae) Subfamili : Cocoideae
Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis guineensis Jacq.
2.1.1 Akar
Kelapa sawit termasuk tanaman yang mempunyai perakaran yang dangkal (akar serabut), sehingga mudah mengalami cekaman kekeringan. Adapun penyebab tanaman mengalami kekeringan diantaranya transpirasi tinggi dan diikuti dengan ketersediaan air tanah yang terbatas pada saat musim kemarau (Maryani,2012). Pada tanaman kelapa sawit yaitu akar serabut, yang terdiri atas akar primer, sekunder, tersier, dan kuartieryang mana setiap bagian tersebut memiliki fungsi.
2.1.2 Batang
Batang pada kelapa sawit memiliki ciri yaitu tidak memiliki kambium dan umumnya tidak bercabang. Pada pertumbuhan awal setelah fase muda terjadi pembentukan batang yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia (Sunarko,2007). Batang tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai struktur pendukung tajuk (daun, bunga, dan buah). Kemudian fungsi lainnya adalah sebagai sistem pembuluh yang mengangkut unsur hara dan makanan.
6
bagi tanaman. Tinggi tanaman biasanya bertambah secara optimal sekitar 35-75 cm/tahun sesuai dengan keadaan lingkungan jika mendukung. Umur ekonomis tanaman sangat dipengaruhi oleh pertambahan tinggi batang/tahun. Semakin rendah pertambahan tinggi batang, semakin panjang umur ekonomis tanaman kelapa sawit.
2.1.3 Daun
Daun kelapa sawit terdiri dari rachis (pelepah daun), pinnae (anak daun),
spines (lidi). Panjang pelepah daun bervariasi tergantung varietas dan tipenya
serta kondisi lingkungan. Rata-rata panjang pelepah tanaman dewasa dapat mencapai 9 m. Pada satu pelepah akan dijumpai 250-400 pinnae (anak daun) yang terletak dikiri dan kanan daun dan panjang anak daun yang dapat mencapai 1,2 meter atau lebih panjang dibandingkan anak daun yang letaknya di ujung atau dipangkal. Setiap anak daun terdiri dari lidi dan dua helaian daun (lamina). Pada tanaman dewasa yang dikelola diperkebunan akan dijumpai 40-5 pelepah. Bila daun tidak ditunas atau dipotong pada waktu panen jumlah daun akan mencapai lebih dari 60 pelepah. Tanaman kelapa sawit tua akan membentuk 2-3 helai daun setiap bulan, sedangkan yang muda menghasilkan 4 daun setiap bulan (Adi, 2010).
Menurut Andoko dkk (2013) sebagian daun tanaman keluarga Palmaceace lainnya, daun kelapa sawit membentuk sususan daun majemuk, bersirip ganda, dan bertulang sejajar. Daun-daun tersebut berkumpul membentuk satu pelepah yang panjangnya 7-9 meter. Jumlah daun di setiap pelepah berkisar 250-400 helai. Daun muda yang masih kuncup berwarna hijau muda.
2.1.4 Bunga
Tanaman kelapa sawit akan mulai berbunga pada umur sekitar 12-14 bulan, tetapi baru ekonomis untuk dipanen pada umur 2,5 tahun. Dan setiap ketiak pelepah daun akan keluar satu tandan bunga jantan atau betina. Sebagian dari tandan bunga ini akan gugur (aborsi) sebelum anthesis atau sesudah anthesis.
7
Pada tanaman muda sering juga dijumpai bunga abnormal seperti bunga banci (hermaprodit) yaitu tandan bunga yang memiliki 2 jenis kelamin, bunga andromorphic (androgynous) yaitu secara morfologi adalah bunga jantan tetapi pada bagian spikeletnya dijumpai pula bunga betina yang dapat membentuk buah sawit kecil. Juga akan sering dijumpai buah parthenocarpi yaitu kepala putik (stigma) yang akan sempurna penyerbukannya sehingga buah yang terbentuk layu dan gugur (Lubis, 2008).
2.1.5 Buah
Proses pembentukan buah sejak pada saat penyerbukan sampai buah matang kurang lebih 6 bulan. Dalam 1 tandan terdapat lebih dari 2000 buah (Risza,1994). Biasanya buah ini yang digunakan untuk di olah menjadi minyak nabati yang digunakan oleh manusia. Buah sawit (Elaeis guineensis) adalah sumber dari kedua minyak sawit (diekstraksi dari buah kelapa) dan minyak inti sawit (diekstrak dari biji buah) (Mukherjee dan Mitra, 2009).
2.2 Pembibitan Kelapa Sawit
Pembibitan kelapa sawit telah mengalami kemajuan yang sangat berarti. Kecambah dipelihara untuk sementara di bak pasir selama 1 bulan kemudian ditaman langsung ditanah pada lokasi pembibitan. Bibit tersebut dipelihara sebaik-baiknya dengan menyiram, memupuk dan lain-lain. Setelah umur 12 bulan bibit dibongkar atau digali dari tanah. Bibit dengan sebagian tanah yang melekat pada akar kemudian dibungkus dengan goni plastik dan dibawa ke lapangan untuk ditanam (Lubis, 1992).
Menurut Lubis (1992), pembibitan kelapa sawit merupakan titik awal yang paling menentukan masa depan pertumbuhan kelapa sawit. Pembibitan kelapa sawit dapat dilakukan dengan satu tahap atau dua tahap pekerjaan. Pembibitan satu tahapan berarti kecambah sawit langsung ditanam di polibag besar atau langsung di pembibitan utama (main nursery). Pembibitan dua tahap artinya penanaman kecambah dilakukan di pembibitan awal (pre
8
nursery) terlebih dahulu menggunakan polibag kecil serta naungan, kemudian
dipindahkan ke main nursery ketika berumur 3-4 bulan menggunakan polibag yang lebih besar.
Tujuan utama pembibitan adalah mempersiapkan bibit yang baik dan seragam, karena hal tersebut merupakan faktor penentu keberhasilan penanaman dilapangan dan untuk mendapatkan sesuai harapan usaha yang dapat dilakukan untuk memperoleh pertumbuhan bibit kelapa sawit yang baik antara lain dengan cara pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, serta pemberian Zat Pengatur Tumbuh (Dalimunthe dan Mesra, 2009).
Pada dasarnya dikenal dengan dua sistem pembibitan satu tahapan (single
stage) dan sistem pembibitan dua tahap (double stage). Sistem pembibitan
tahap tunggal pada dasarnya sama saja seperti pembibitan tahapan ganda hanya tidak melalui pembibitan pendahuluan tetapi kecambah langsung ditanam pada polybag besar (Ginting, 2009).
2.2.1. Sistem pembibitan satu tahap (Single Stage)
Kecambah ditanam dalam bak pasir selama satu bulan kemudian ditanam langsung di polybag pada lokasi pembibitan, sistem ini sudah tidak digunakan lagi karena banyak memiliki kelemahan dan tidak efisien. Ada dua sistem pembibitan kelapa sawit, yaitu sistem satu tahap (single stage). Pada pembibitan satu tahap kecambah langsung ditanam di polybag besar sehingga
tidak perlu dibesarkan dahulu. Pembibitan dua tahap kecambah dan dipelihara pada polybag kecil selama 3 bulan yang disebut juga (pre-nursery). Bibit akan dipindahkan pada polybag besar selama 9 bulan, tahapan ini disebut pembibitan utama (main-nursery) (Perdamean, 2012).
9
2.2.2. Sistem Pembibitan Dua Tahap (double stage) a. Tahapan Pembibitan Pre Nursery
Dalam pembibitan kelapa sawit dikenal dengan adanya pembibitan Pre
nursery. Pembibitan awal dilakukan selama 3 bulan dan membutuhkan
naungan. Pembibitan awal bertujuan untuk mendapatkan tanaman yang pertumbuhannya seragam saat dipindahkan ke pembibitan utama. Pembibitan utama dilakukan untuk menyiapkan tanaman agar cukup kuat sebelum dipindahkan ke Main nursery (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005).
b. Tahapan Pembibitan Main Nursery
Bibit kelapa kelapa sawit yang sudah berusia lebih dari 3 bulan selanjutnya akan memasuki tahapan ini berlangsung selama 10-12 bulan, pembibitan utama (main nursery) bertujuan untuk menghasikan bibit-bibit kelapa sawit yang siap ditanam di lahan terbuka. Berdasarkan dengan tempat pembibitan
pre nursery yang sebaiknya dipilih dekat dengan pemukiman, pada tanah
pembibitan main nursery, pemilihan tempat lebih baik dekat dengan kebun budidaya. Areal yang dipakai memiliki permukaan rata, bebas banjir, serta bebas dari hama dan penyakit. Lokasi pembibitan kelapa sawit main nursery juga sebaiknya dekat dengan sumber air dan sudah dilengkapi sistem drainase yang baik (Lubis, 2008).
10
2.3 Tauge/Kecambah Kacang Hijau (Phoseolus radiatus)
Kecambah merupakan awal pertumbuhan dari biji suatu tanaman. Proses tumbuhnya embrio dari biji disebut perkecambahan. Dan perkecambahan perubahan morfologi, fisik, biologis dan biokimia pada biji tanaman berupa pemecahan yang lebih dari sederhana, sehingga terjadi unsur penting untuk digunakan dalam pertumbuhan tanaman. Selain itu, juga terjadi transfer gen dan sifat dari parent keturunannya untuk memperbanyak individu tanaman (Sutopo dan Lita, 1990). Taksonomi Tauge, yaitu :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta Super divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Subkelas : Rosidae Bangsa : Rosale Suku : Papilionaceae Marga : Phaseolus
Spesies : Phaseolus radiatus
(Plantamor, 2008).
Hormon pertumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan berfungsi sebagai prekuson. Hormone berperan mengubah ekpresi gen dengan mempengaruhi aktifitas enzin, secara fisiologi hormon bagi tanaman akan mengatur pertumbuhan (Santoso dan Nursandi, 2010).
Aplikasi hormon bisa diproleh bebas dari pasar yakni hormon sintesis yang terlalu banyak akan menimbulkan dampak tersendiri terhadap tanaman dan lingkungan. Salah satu alternatif pengurangan yaitu menggunakan ekstrak kecambah (Aisyah dkk, 2016)
11 2.3.1 Kandungan Tauge
Menurut Mariah dkk (2010) menjelaskan bahwa fitohormon auksin, giberelin, sitokinin banyak terdapat pada kacambah kacang hijau dan ketika diaplikasikan pada media kacang tanah berpengaruh pada nodulasi dan hasil kacang tanah. Menurut Fitri dkk (2004) mejelaskan bahwa gula kacang hijau didapat dalam bentuk suklosa, fruktosa, dan glukosa.
Menurut Ulfie (2009) menjelaskan bahwa asam amino esensial yang terkandung dalam protein kacang hijau antara lain triptofan 1,35%, treonim 4,50%, fenilalanin 7,07%, metionin 0,84%, lisin 7,94%, leusin 12,90%, isoleusin 6,95%, dan valin 6,25%.
Menurut Widiastoety dan Nurmalinda (2010), tauge merupakan Zat Pengatur Tumbuh auksin yang berfungsi sebagai stimulan dalam memperlancar proses metabolisme sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Biji kacang hijau dapat berkecambah apabila berada dalam lingkungan yang memenuhi syarat untuk perkecambahan, yaitu kandungan air kacang hijau berkisar 5-15%, pada kadar air ini kelembaban terlalu tinggi untuk berlangsungnya metabolisme sehingga tahapan perkecambahan adalah kadar air biji kacang hijau harus dinaikkan dengan cara dilakukan perendaman atau ditempatkan pada lingkungan yang jenuh uap air (Anggraini, 2005).
Esktrak kecambah kacang hijau tersebut dapat menjadi alternatif aplikasi hormone pertumbuahan pada tanaman, sama halnya dengan kacang hijau, kecambah kacang hijau dan kacang tanah juga berpotensi untuk digunakan sebagai fitohormon. Kandungan fitohormon yang terdapat pada ekstrak kecambah kacang harus terdeteksi semua agar aplikasi lebih optimal (Balitkabi, 2016).
12 2.4 Zat Pengatur Tumbuh
Zat pengatur tumbuh (ZPT) merupakan senyawa organik bukan nutrisi yang dalam konsentrasi rendah mendorong, menghambat atau secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Auksin merupakan ZPT yang memiliki fungsi utama yang diantaranya mempengaruhi pertambahan panjang batang,pertumbuhan, diferensiasi dan percabangan akar, serta dominasi apical (Maretza, 2009).
Zat Pengatur Tunbuh merupakan senyawa yang diberikan ke tanaman sebagai suplemen tambahan untuk meningkatkan proses pembelahan sel agar lebih aktif lagi. Dalam jumlah yang kecil ZPT dapat menstimulir pertumbuhan tanaman dan dalam jumlah yang besar ZPT justru menghambat pertumbuhan (Heddy, 1996).
2.4.1 Macam-macam Fitrohormon
Fitohormon dibagi menjadi 5 golongan yaitu: auksin, giberelin, sitokinin, asam absisik dan etilen. Fitohormon ini terdapat di dalam tanaman dalam berbagai bentuk, sehingga sulit untuk mengerti cara kerja fitohormon itu dengan cara baik. Asam absisik merupakan senyawa yang bersifat inhibitor (penghambat) yang berlawanan dengan hormon auksin dan giberelin. Selain itu tanaman juga mengandung senyawa-senyawa lain yang turut aktif dalam berbagai proses pertumbuhan dan perkembangan. Senyawa-senyawa itu, antara lain adalah asam polifenolik, vitamin, siklitol dan berbagai senyawa lainnya (Harahap, 2012).
a. Auksin
Auksin didefinisikan sebagai zat tumbuh yang rnendorong elongasi jaringan koleoptil pada percobaan-percobaan bio-assay dengan Avena atau tanaman lainnya. Indole Asetic Acid (IAA) atau auksin yang terdapat pada tanaman sehingga disebut auksin endogen. IAA terbentuk dari triptofan yang
13
merupakan suatu senyawa dengan inti indole dan selalu terdapat dalam jaringan tanaman (Abidin, 1993).
Menurut Dwijoseputro (1992), bahwa fungsi auksin bukan hanya menambah kegiatan pembelahan sel di jaringan meristem saja melainkan berupa pengembangan sel-sel yang ada di daerah belakang meristem. Sel-sel tersebut menjadi panjang-panjang dan banyak berisi air. Auksin mempengaruhi pengembangan dinding sel sehingga mengakibatkan berkurangnya tekanan dinding sel terhadap protoplas karena tekanan dinding sel berkurang maka protoplas mendapat kesempatan untuk menyerap air dari sel-sel yang terdekat pada titik tumbuh yang mempunyai nilai osmosis yang tinggi. Dengan demikian didapatkan sel yang panjang dengan vakuola yang besar di daerah belakang titik tumbuh.
Pengaruh pemberian ZPT dengan konsentrasi yang berbeda dapat memberikan efek yang berlawanan. Zat pengatur tumbuh hanya efektif jika diberikan pada konsentrasi tertentu. Pada konsentrasi yang terlalu tinggi, ZPT dapat merusak bagian yang terluka sedangkan jika konsentrasinya di bawah optimum tidak efektif (Wudianto, 1998).
b. Giberelin
Zat pengatur tumbuh (ZPT) lain yang sering ditambahkan ke dalam medium adalah Giberelin, ZPT yang dalam bentuk larutan pada temperatur tinggi mudah kehilangan sifatnya sebagai ZPT. Giberelin (asam Giberelate) dalam dosis tinggi menyebabkan gigantisme, sesuai dari penemuan awal yang menunjukkan bahwa ZPT ini berefek meningkatkan pertumbuhan sampai beberapa kali. Giberelin berpengaruh terhadap pembesaran dan pembelahan sel, pengaruh Giberelin ini mirip dengan auksin yaitu antara lain pada pembentukan akar. Giberelin dapat menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah auksin endogen (Harahap, 2012).
14 c. Sitokinin
Sitokinin berperan penting dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Sitokinin yang pertama sekali ditemukan adalah kinetin. Kinetin bersama-sama dengan auksin memberikan pengaruh interaksi terhadap diferensiasi jaringan. Pada pemberian auksin dengan konsentrasi relatif tinggi, diferensiasi kalus cenderung ke arah pembentukan primordia akar, sedangkan pada pemberian kinetin yang relatif tinggi, diferensiasi kalus cenderung ke arah pembentukan primordia batang atau tunas (Harahap, 2012).
d. Etilen
Tumbuhan menghasilkan etilen sebagai respons terhadap berbagai stres seperti kekeringan, kebanjiran, tekanan mekanis, cedera dan infeksi. Etilen juga dihasilkan selama pematangan buah dan kematian sel terprogram, serta sebagai respons terhadap auksin yang diberikan secara eksternal dalam kadar tinggi. Bahkan banyak efek yang sebelumnya dinyatakan sebagai akibat auksin, misalnya pengahambatan pemanjangan akar mungkin disebabkan oleh produksi etilen yang diinduksi oleh auksin. Fitohormon auksin yang diharapkan terdapat pada daging keong mas sebagai zat pengatur tumbuh organik (Harahap, 2012).