• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN KONSEP SEJAHTERA PADA LANSIA DI KELURAHAN SUMBERMULYO SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "GAMBARAN KONSEP SEJAHTERA PADA LANSIA DI KELURAHAN SUMBERMULYO SKRIPSI"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

i

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)

Program Studi Psikologi

Oleh: Budi Astika NIM: 059114026

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vii ABSTRAK

Sejahtera secara umum sering diidentikkan dengan kemampuan ekonomi. Namun, pada kenyataannya ada juga yang menyatakan bahwa sejahtera itu tidak hanya berkaitan dengan kemampuan ekonomi saja. Di Indonesia, standar kesejahteraan rakyat diatur oleh BKKBN sebagai badan kesejahteraan. Standar yang diungkapkan tersebut berkaitan juga dengan kemampun ekonomi. Indonesia merupakan negara pluralis dengan berbagai macam suku dan budaya. Tentu saja keberagaman ini mempengaruhi pola pikir dan cara hidup mereka. Masing-masing daerah mempunyai kekhasan tersendiri dalam proses berfikir, termasuk juga dalam memahami dan memaknai kesejahteraan. Penelitian ini hendak mengungkap konsep sejahtera bagi lansia di Kelurahan Sumbermulyo. Kelurahan sumbermulyo merupakan salah satu daerah dengan latar belakang kebudayaan Jawa. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan menggunakan teknik wawancara semi terstruktur sebagai alat pengambilan data. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil 10 lansia sebagai subyek penelitian. Subyek penelitian adalah lansia warga Kelurahan Sumbermulyo. Hasil penelitian menunjukan bahwa lansia di Kelurahan Sumbermulyo menggambarkan konsep sejahtera sebagai keadaannrimo,anak-anakmentassemua, dan terpenuhinya kebutuhan fisik.

(8)

viii ABSTRACT

Generally, welfare is often identical to economic ability. Although, in fact some people state that welfare is not only dealing with only economic ability. The Indonesian government through the NationalFamily Planning Board (BKKBN) determines the welfare standard for its people. However, it is worth noting that Indonesia is a pluralistic country with various ethnics and cultures as well. Indeed, this diversity influences their people s way of thinking and life. As a result, each region has its particular characteristics in their thinking patterns. Furthermore, the diversity of each region plays a great role in influencing its people s view on the concept of welfare. This research intends to unveil old people s perceptions of welfare. The study was conducted in Sumbermulyo village, a village with the Javanese cultural background. In this study, the researcher employed a descriptive-qualitative method. The instrument used to gather the data is a semi-structured interview. The subjects of the study were 10 old-people, who were listed as the residents of the village. The researcher made use of the random sampling strategy to choose the subjects. The results of the research revealed that old people in Sumbermulyo village viewed the concept of welfare as: (1) the state of nrimo, (2) the condition in which their children autonomously lived, and (3) the fulfillment of their physical needs.

(9)
(10)

x di Kelurahan Sumbermulyo.

Dalam menyelesaikan penelitian ini, peneliti banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak. Peneliti ingin mengucapkan terima kasih kasih secara tulus kepada orang-orang yang telah menginspirasi peneliti selama kuliah dan melakukan penelitian ini :

1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani selaku dekan Fakultas Psikologi Sanata Dharma sekaligus dosen pembimbing skripsi yang telah dengan tulus merelakan energi, waktu, dan fasilitas secara total dalam membimbing dan membagikan ilmu kepada peneliti.

2. Ibu Kristiana Dewayani, S.Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing akademik peneliti. Terima kasih atas bimbingan dan kepercayaan Ibu.

3. Segenap Bapak dan Ibu dosen Fakultas Psikologi sebagai pendidik dan panutan bagi peneliti.

(11)

xi selama ini.

7. Teman-teman Fakultas Psikologi angkatan 2005 dan kontrakan Aksi yang penuh canda dan tawa untuk kebersamaan selama ini.

8. Teman-teman komunitas (pe)musik akustik B01 untuk refreshing tiap malam minggunya.

9. Sheila on 7 untuk sountrack tiap malamnya.

(12)

xii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II. LANDASAN TEORI ...10

A. Sejahtera ...10

1. Pengertian Sejahtera ...10

2. Kesejahteraan Psikologis ...12

a. Aspek-aspek Kesejahteraan Psikologis ...15

(13)

xiii

a. Rukun ...25

b. Hormat ...28

C. Lansia ...31

1. Definisi Lansia ...31

2. Perubahan dan cirri-ciri lansia ...34

D. Konsep Sejahtera pada Lansia di Masyarakat Jawa ...35

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN...38

A. Jenis Penelitian ...38

B. Desain Penelitian ...39

C. Lokasi dan Subyek Penelitian ...41

1. Lokasi Penelitian ...41

2. Subyek Penelitian...43

D. Batasan Istilah ...44

E. Metode Pengumpulan Data ...45

1. Penelitian Pendahuluan ...45

2. Wawancara ...45

F. Metode Analisis Data ...46

1. Organisasi Data ...47

2. Koding dan Kategorisasi ...48

3.Penafsiran Data ...49

G. Keabsahan Data Penelitian ...49

1. Kredibilitas ...49

(14)

xiv

B. Hasil Penelitian ...54

1. Gambaran Konsep Sejahtera Per-subyek Penelitian ...54

2. Konsep Sejahtera pada Lansia di Kelurahan Sumbermulyo ...61

a.Nrimo...61

1) Bersyukur ...63

2) Rukun ...65

b. AnakMentasSemua ...66

c. Kebutuhan Fisik Terpenuhi ...68

C. Pembahasan ...68

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ...78

A. Kesimpulan ...78

B. Saran ...78

C. Keterbatasan Penelitian ...79 DAFTAR PUSTAKA

(15)

1 A. Latar Belakang Masalah

Pengertian sejahtera secara umum sering diidentikan dengan kemampuan ekonomi (BPS, 2005 & Dinas Sosial DIY, 2006). Pada kenyataannya, ada juga yang menyatakan bahwa sejahtera itu tidak hanya berkaitan dengan kemampuan ekonomi saja namun juga berkaitan dengan kualitas pribadi seseorang (Ryff, 1989; Soembodo, 2005; Murphy, 2001). Berdasarkan hasil penelitian Benny Soembodo (2005), kesejahteraan masyarakat di Jawa tidak hanya mengacu pada kemampuan ekonomi saja, namun juga berkaitan dengan kedudukan dan kepandaian.

Pemerintah Indonesia mendefinisikan istilah sejahtera dengan melekatkan pada kondisi keluarga Indonesia. Secara khusus hal ini tertuang dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1992 yang menyebutkan:

“Keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar anggota, serta antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya”

(16)

untuk menentukan keluarga sejahtera yang pada dasarnya adalah kemampuan ekonomi. Kriteria-kriteria tersebut meliputi :

1. Bangunan fisik tempat tinggal, meliputi :

a. Luas bangunan tempat tinggal tidak kurang dari 8 m2 per orang.

b. Jenis lantai tempat tinggal tidak terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.

c. Jenis dinding tempat tinggal tidak dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.

2. Fasilitas rumah tempat tinggal, meliputi :

a. Memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.

b. Sumber penerangan rumah tangga menggunakan listrik.

c. Sumber air minum tidak berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.

d. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari bukan kayu bakar/arang/minyak tanah.

3. Konsumsi sehari-hari, meliputi :

(17)

b. Membeli satu stel pakaian baru dalam setahun

c. Sanggup makan hanya satu/dua kali dalam sehari.

4. Pengelolaan penghasilan keluarga, meliputi :

a. Sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.

b. Sumber penghasilan kepala keluarga adalah petani dengan luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan Rp. 600.000,- (Enam Ratus Ribu) per bulan.

c. Memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp. 500.000,- (Lima Ratus Ribu Rupiah), seperti sepeda motor kredit/non-kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.

5. Tingkat pendidikan kepala keluarga

a. Pendidikan minimal kepala keluarga : tamat SD.

(18)

kesejahteraan masyarakat Indonesia masih berbicara tentang kemampuan ekonomi saja.

Beberapa ahli menyampaikan bahwa tingkat kesejahteraan sesungguhnya tidak hanya diukur dari kemampuan ekonomi saja (Ryff, 1989; Soembodo, 2005; Murphy, 2001). Penelitian Benny Soembodo (2005) tentang Aspirasi Sosial Budaya Masyarakat Pedesaan terhadap Kesejahteraan Keluarga

di Desa Ngadirejo kecamatan Tanjung Anom Kabupaten Nganjuk, Jawa Tengah juga menyampaikan bahwa kesejahteraan bagi masyarakat Jawa tidak hanya dilihat dari kemampuan ekonomi. Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa masyarakat Jawa mengukur tingkat kesejahteraannya dari apa yang dianggap paling berharga dalam hidup orang Jawa, meliputi wiryo (drajad atau kedudukan), arto (harta benda), dan winasis (kepandaian). Artinya, penelitian Benny Soembodo tersebut mengatakan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat tidak hanya diukur dari tingkat kemampuan ekonomi saja, namun juga meliputi drajad (kedudukan), danwinasis(kepandaian).

Dalam ranah psikologi, istilah sejahtera juga sering dikaitkan dengan psychological well-being (Ryff, 1989) . Menurut Ryff (1995), karakteristik dari hal tertinggi yang dapat diraih manusia adalah usaha-usaha untuk mencapai

kesempurnaan yang merupakan perwujudan dari segala potensi yang dimiliki oleh

individu. Maka dalam pandangan Ryff, psychological well-being pada seorang

individu tidak sekedar terbebas dari perasaan negatif dan problem mental saja,

(19)

(menerima dirinya sendiri), memiliki penguasaan lingkungan, autonomi diri,

membina hubungan yang positif dengan orang lain, memiliki kejelasan tujuan dan

makna hidup serta yang tidak kalah pentingnya adalah perasaan akan pertumbuhan

dan perkembangan yang berkesinambungan sebagai seorang pribadi.

Konsep psychological well-being menurut Ryff ini merupakan konsep yang digunakan untuk menggambarkan kesejahteraan psikologis dengan ciri-ciri memiliki kriteria fungsi psikologis positif, yaitu: penerimaan diri, hubungan yang positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi. Carol D. Ryff (1989) dalam menjelaskan konsep ini menggabungkan beberapa teori. Teori-teori tersebut mencakup teori Maslow tentang aktualisasi diri (self actualization), teori Rogers tentang orang yang berfungsi secara penuh (fully functioning person), teori Allport tentang konsep kedewasaan (maturity), Jung tentang individuasi manusia (individuation), teori Jahoda tentang kesehatan mental, dan teori Erikson tentang tugas perkembangan.

Perbedaan tingkat psychological well-being seseorang lebih berhubungan

dengan bagaimana individu menginterpretasi pengalaman hidupnya melalui proses

perbandingan sosial, yaitu membandingkan pengalamannya dengan orang lain,

mengevaluasifeedbackorang lain yang diperoleh darisignificant othersatau melalui

pemahaman mereka mengenai sebab-sebab pengalaman itu (Ryff, 1995).

Adakalanya evaluasi-evaluasi terhadap pengalaman tersebut akan dapat

(20)

psychological well-being-nya menjadi rendah atau bahkan berusaha untuk

memperbaiki keadaan hidupnya sehingga psychological well-being-nya menjadi

meningkat (Ryff & Singer, 1996).

Standar kesejahteraan yang telah diberikan oleh pemerintah adalah berkaitan dengan hal-hal materiil. Penelitian ini hendak menggali konsep sejahtera yang ada di dalam masyarakat sehingga bisa menjadi bahan atau alat ukur sejauh mana standar yang telah diberikan pemerintah relevan dalam kehidupan masyarakat karena ada juga yang mengungkapkan bahwa sejahtera itu tidak hanya berkaitan dengan hal-hal materiil, Ryff (1995) misalnya.. Dengan adanya penelitian ini, pemerintah sebagai institusi yang memberikan kebijakan tentang kesejahteraan lebih bisa memberikan kebijakan-kebijakan yang berguna dalam kehidupan masyarakat.

(21)

cenderung meminta nasehat pada lansia sebagai orang tua yang sudah berpengalaman dalam hidup. Lansia juga cenderung untuk menularkan pengalamannya pada generasi yang lebih muda.

Penelitian ini hendak dilakukan di Kelurahan Sumbermulyo karena di Kelurahan Sumbermulyo masih ada 23,6 % keluarga yang belum sejahtera (monografi Kelurahan Sumbermulyo, 2009) dan peneliti tinggal di Kelurahan tersebut. Sumbermulyo adalah suatu desa di Bantul bagian selatan. Kelurahan ini masuk dalam wilayah kecamatan Bambanglipuro. Kelurahan ini mempunyai 17.512 penduduk dengan jumlah penduduk laki-laki 8.553 dan jumlah penduduk perempuan 8.959 dengan jumlah lansia 3.249 jiwa (lihat data Dinas Kependudukan Daerah Istimewa Yogyakarta, 2009)

(22)

begitu mempermasalahkan status sejahtera atau tidak. Hal ini menimbulkan peneliti untuk meneliti tentang konsep sejahtera di Sumbermulyo sehingga dapat diketahui konsep seperti apa yang tertanam dalam masyarakat Sumbermulyo.

Masyarakat Sumbermulyo adalah masyarakat Jawa yang kental dengan falsafah hidup orang Jawa. Falsafah ini dialiri berbagai berbagai hal, antara lain sendi-sendi kejawen, yang meliputi: wawasan tri-sila, panca-sila, sinkretisme, tantularismedan pengalaman mistik(Endraswara, 2003). Falsafah/prinsip hidup itu diturunkan dari generasi ke generasi sejak kecil. Saat ini, prinsip hidup tersebut mulai diperdebatkan seiring dengan perkembangan jaman yang menuntut kemampuan ekonomi dalam kelangsungan hidup masyarakat (Soembodo, 2005). Perkembangan jaman dengan masuknya prinsip kapitalisme di Indonesia semakin mendukung pemahaman bahwa sejahtera itu selalu dikaitkan dengan kemampuan ekonomi saja. Di balik semua itu, masyarakat Sumbermulyo yang notabene masih banyak yang berada di bawah standar kesejahteraan Dinas Sosial masih hidup dan menghidupi prinsip-prinsip hidup masyarakat Jawa yang mengutamakan kekeluargaan dan saling menghormati.

(23)

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah : Bagaimana gambaran konsep sejahtera pada lansia di Kelurahan Sumbermulyo, Bambanglipuro, Bantul.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi tentang gambaran konsep sejahtera pada lansia di Kelurahan Sumbermulyo, Bambanglipuro, Bantul.

D. Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis :

1. Penelitian ini berguna untuk memperoleh gambaran konsep sejahtera pada lansia di kelurahan Sumbermulyo, Bambanglipuro, Bantul. Dalam dunia psikologi, penelitian ini dapat memperkaya kajian kritis di bidang Gerontologi.

Manfaat Praktis :

1. Sebagai bahan evaluasi bagi pihak pemerintahan terutama pemerintahan Desa Sumbermulyo sehingga pemerintah dapat menentukan secara bijak usaha-usaha yang dilakukan dalam rangka menyejahterakan masyarakatnya, khususnya bagi para lansia.

(24)

10

Konsep sejahtera pada Lansia di Kelurahan Sumbermulyo’. Dalam landasan teori ini akan dibahas mengenai pengertian sejahtera dan pandangan berbagai teori tentang kesejahteraan, budaya dan etika Jawa, serta tentang lansia.

A. Sejahtera

1. Pengertian Sejahtera

(25)

(3) wealth dan wealthy (an abundance of valuable material possessions or resources; the state of being rich).

Dalam sudut pandang filosofis, manusia dikatakan dalam keadaan sejahtera (memperoleh kesejahteraannya) bila mendapatkan keseimbangan pada hakikat kebutuhannya. Dalam hal ini adalah kebutuhan jasmani (material) dan rohani (non-material) (Besari, 2005). Lebih lanjut, sejahtera dianggap lebih fundamental dibandingkan dengan makmur, dimana kemakmuran lebih bermakna hanya pada terpenuhinya yang menjadi objek material (jasmani). Dengan demikian, sejahtera bukan hanya terpenuhi kebutuhan material saja, namun juga kebutuhan non-material.

Terdapat dua kata kunci makna sejahtera dan kesejahteraan, yaitu kecukupan dan keamanan (memperoleh rasa aman). Makna dari kedua kata kunci tersebut adalah kecukupan atas berbagai kebutuhan untuk menikmati kehidupan bersosial tanpa kurang suatu apa, dimana terlibat unsur-unsur hakiki manusia, yaitu jasmaniah maupun rohaniah, serta keamanan terhadap berbagai bentuk ancaman, baik atas gangguan (ketidaknyamanan) sosial (termasuk unsur gangguan karya manusia) maupun gangguan alam (Murphy, 2005).

(26)

Kesejahteraan keluarga mendapat perhatian lebih dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). BKKBN mengungkapkan tingkat kebutuhan dalam mengukur tingkat kesejahteraan keluarga. Adapun tingkat kebutuhan yang dikemukakan BKKBN untuk menilai tingkatan keluarga sejahtera, terdiri dari : 1) basic needs (spiritual, pangan, sandang, papan dan kesehatan; 2) socio-psychological needs (pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal, dan transportasi); dan 3) development needs (kebutuhan untuk menabung dan untuk memperoleh informasi). Dalam pandangan Miles dan Irvings (1985) lebih memandang bahwa persoalan kesejateraan keluarga berhubungan erat dengan konsep martabat manusia. Dalam konteks ini, pengukuran kesejahteraan keluarga dapat diedentifikasi melalui 4 (empat) dimensi, yaitu : rasa aman (security), kesejahteraan (welfare), kebebasan (freedom), dan jati diri (identity).

(27)

diri, ketergantungan atau kecanduan pada obat-obat penenang, insiden gangguan jiwa dan tindak kekerasan terhadap anak atau anggota keluarga lain. Uraian di atas menunjukkan bahwa dalam kesejahteraan ada dua hal penting dalam mencapai kesejahteraan, yaitu tercapainya kebutuhan material dan tercapainya kebutuhan non-material. Kebutuhan material dapat berupa kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan. Kebutuhan non-materiil berupa kebutuhan akan rasa aman. Dengan demikian, sejahtera bukan hanya terpenuhi kebutuhan material saja, namun juga kebutuhan non-material. 2. Kesejahteraan Psikologis

Dalam dunia psikologi, ada juga kesejahteraan psikologis. Kesejahteraan psikologis tersebut dikemukakan oleh Carol D. Ryff (1989). Dalam bahasa Inggris, kesejahteraan psikologis ini sering disebut dengan psychological well being, namun dalam penelitian ini, peneliti memilih untuk menggunakan istilah kesejahteraan psikologis dalam bahasan selanjutnya.

(28)
(29)

a. Aspek-aspek Kesejahteraan Psikologis

Ryff (1989) membuat enam aspek kesejahteraan psikologis yang mewakili kriteria fungsi psikologis positif yaitu:

1. Penerimaan diri

Penerimaan diri dalam kesejahteraan psikologis mengarah pada sikap seseorang terhadap dirinya terkait dengan masa kini maupun masa lalu dari kehidupannya. Dalam kesejahteraan psikologis, penerimaan diri merupakan inti dari kondisi yang berarti dapat mengaktualisasikan diri dan berfungsi secara optimal. Adanya kedewasaan serta penerimaan diri seseorang terhadap kehidupan yang sudah dilewatinya. Mereka yang memiliki sikap positif terhadap dirinya, mengenal dan menerima semua aspek yang ada dalam diri baik kelebihan maupun kekurangannya serta merasa positif terhadap masa lalunya adalah orang yang mempunyai penerimaan diri yang kuat.

2. Relasi positif dengan orang lain

(30)

menciptakan kehangatan, kenyamanan serta kepercayaan dalam berelasi dengan orang lain, mereka memperhatikan kesejahteraan orang lain, mampu memiliki empati yang kuat, memiliki perasaan kasih, keakraban, pemahaman, serta saling memberi dan menerima dalam relasi persahabatan.

3. Otonomi

Otonomi pada kesejahteraan psikologis mengarah pada kemampuan menentukan pilihan bagi diri sendiri, kemerdekaan diri dan mengatur perilaku diri sendiri. Otonomi diartikan sebagai kehebasan yang ada dalam diri individu untuk mengambil keputusan yang berkaitan dengan diri sendiri, mampu bertahan dalam menghadapi tekanan sosial dan menemukan cara untuk mengatasinya, serta mengevaluasi diri berdasarkan ukuran pribadi bukan berdasarkan ukuran orang lain.

4. Penguasaan lingkungan

(31)

memilih lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai pribadi.

5. Tujuan hidup

Individu yang memiliki tujuan hidup adalah individu yang memiliki keinginan yang akan dicapai, percaya pada keyakinan tertentu yang memberikan arah kehidupan dan mampu memaknai pengalaman yang penting untuk mencapai tujuan hidup.

6. Pertumbuhan pribadi

Pertumbuhan pribadi dilihat sebagai kemampuan individu untuk menyadari potensi yang dimiliki, mampu membuka diri terhadap pengalaman baru, serta kemampuan untuk memproses diri ke arah yang lebih baik dan tidak berhenti pada tahap pencapaian tertentu.

b. Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis

Menurut Ryff dan Singer (1996), ada empat faktor utama yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang. Keempat faktor tersebut adalah :

1. Usia

(32)

lebih tinggi dan pada masa dewasa awal dan dewasa akhir. Penguasaan lingkungan semakin meningkat pada masa dewasa akhir hal ini berlawanan dengan pertumbuhan pribadi yang mencapai puncak pada masa dewasa awal yang kemudian menurun pada masa dewasa madya dan dewasa akhir.

2. Jenis kelamin

Jenis kelamin memberi pengaruh pada aspek relasi positif dengan orang lain dan pertumbuhan pribadi. Wanita memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk menjalin relasi positif dengan orang lain dibanding pria, potensi pertumbuhan pribadi pun lebih tinggi dibanding kaum pria.

3. Situasi hidup

(33)

4. Budaya

Budaya memberikan pengaruh pada kemampuan disintegrasi diri seseorang serta relasi positif dengan orang lain. Pada budaya barat dengan karakteristik masyarakatnya yang cenderung individualistik menunjukkan tingkat otonomi yang tinggi pada masyarakat. Berbeda dengan budaya timur dimana masyarakatnya bersifat kolektif, hal ini meningkatkan kecenderungan untuk sedapat mungkin mampu menjalin relasi yang positif dengan orang lain

B. Masyarakat Jawa

Dalam kajian ini akan dibahas mengenahi kebudayaan Jawa termasuk juga etika Jawa di dalamnya sebagai latar belakang budaya subyek penelitian. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sumbermulyo, Bambanglipuro, Bantul, Yogyakarta. Kelurahan tersebut adalah salah satu bagian dari daerah yang menganut budaya Jawa. Pembahasan mengenai kebudayaan Jawa ini berisikan tentang daerah kebudayaan Jawa dan etika Jawa.

1. Daerah Kebudayaan Jawa

(34)

kepulauan Indonesia. Kepulauan Indonesia secara georafis terbentang antara 6º Lintang Utara, 11º Lintang Selatan dan 95º-141º Bujur Timur. Pulau Jawa sendiri terletak antara 5º-10º Lintang Selatan dan 105º-115º Bujur Timur (Herususanto, 2003). Pulau Jawa memuat 7 % dari tanah seluruh Indonesia, daerahnya terdiri dari dataran-dataran rendah dengan tanah vulkanis yang subur, beberapa daerah kering khususnya disebelah selatan pulau dan gunung berapi aktif yang cukup banyak. Pulau Jawa beriklim tropis, suhu pada umumnya konstan. Beberapa wilayah di pulau Jawa dengan lingkungan alam yang berbeda hanya sedikit mengalami perubahan suhu, yaitu antara 80° C di dataran rendah sedangkan di daerah pantai dan di daerah pedalaman suhu rata-ratanya yaitu 60° C (Koentjaraningrat, 1994).

(35)

Daerah Jawa pedalaman sering disebut kejawen, mempunyai pusat budaya dalam kota kerajaan Surakarta dan Yogyakarta. Dua daerah ini dianggap sebagai daerah sumber dari nilai dan norma Jawa (Koentjaraningrat, 1984). Latar belakang keraton yang dihuni kalangan kaum priyayi merupakan pembawa kebudayaan dan tradisi Jawa. Dalam kalangan keraton cita-cita estetis dan religius Hindu masih hidup diantara mereka (Geertz, 1970). Daerah di luar keraton Surakarta dan Yogyakarta yang termasuk wilayah Jawa pedalaman adalah karisidenan Banyumas, Madiun, Kediri dan Malang, sedangkan daerah di luar wilayah itu dinamakan Pesisir dan Ujung Timur (Kodiran, 1994).

2. Masyarakat Jawa

Orang Jawa adalah penduduk asli bagian tengah dan timur pulau Jawa yang berbahasa Jawa (Suseno, 2001). Orang Jawa dibedakan dari kelompok-kelompok etnis lain di Indonesia oleh latar belakang sejarah yang berbeda, oleh bahasa dan kebudayaan mereka (Koentjaraningrat, 1960).

Orang Jawa, dalam pergaulan hidup maupun perhubungan sosial sehari-hari menggunakan bahasa Jawa. Penggunaan bahasa daerah ini, harus memperhatikan dan membeda-bedakan keadaan orang yang diajak bicara atau yang sedang dibicarakan, berdasarkan usia atau status sosialnya (Kodiran, 1994).

(36)

kebanyakan yang disebut wong cilik, seperti petani-petani, tukang-tukang, dan pekerja kasar lainnya, di samping keluarga kraton dan keturunan bangsawan atau bendara-bendara. Masyarakat Jawa mengenal kriteria pembagian masyarakat berdasarkan kriteria pemeluk agama, yaitu golongan santri dan golongan penganut agama kejawen (Kodiran, 1994). Masyarakat Jawa dalam kehidupan sosial sehari-hari menyadari kedudukannya dalam jenjang-jenjang hierarkis, menyadari peran masing-masing dan menjalani kehidupanya sesuai status untuk menjaga keselarasan hidup dalam dunia.

Jadi, masyarakat jawa adalah penduduk asli bagian tengah dan timur pulau Jawa yang berbahasa Jawa (Suseno, 2001). Dalam pergaulan hidup maupun perhubungan sosial sehari-hari, mereka menggunakan bahasa Jawa. Penggunaan bahasa daerah ini, harus memperhatikan dan membeda-bedakan keadaan orang yang diajak bicara atau yang sedang dibicarakan, berdasarkan usia atau status sosialnya (Kodiran, 1994).

3. Etika Jawa

Etika berasal dari bahasa Yunani kuno,ethos. Ethosdalam bentuk tunggal memiliki banyak arti yaitu tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan; adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berfikir. Ethos dalam bentuk jamak disebut Ta-etha artinya adalah adat kebiasaan. Etika adalah ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat istiadat (Bertens,1993).

(37)

terhadap makna pentingnya berlaku secara etis (gabungan etika dan etiket atau ilmu dan praktek) (Damami, 2002). Hildred Geertz (1985) dalam bukunya Keluarga Jawa, menyatakan bahwa keluarga Jawa mengharapkan anaknya menjadi penurut, pandai mengendalikan diri dan sopan. Anak akan dikatakan durung Jawa apabila belum dapat melaksanakan keewajiban ini.

Etika Jawa didasarkan pada falsafah hidup Jawa yang kental. Falsafah ini dialiri berbagai berbagai hal, antara lain sendi-sendi kejawen, yang meliputi: wawasan tri-sila, panca-sila, sinkretisme, tantularisme dan pengalaman mistik (Endraswara, 2003b). Endraswawara menjelaskan bahwa wawasan tri-sila dan panca-sila telah terangkum dalam Serat Sasangka Jati karya R. Sunarto. Serat sasangka Jati adalah pedoman aliran kejawen Pangestu. Tri-sila meliputi sikap eling (ingat), pracaya (percaya), dan mituhu (setia). Panca-sila adalah lima sikap hidup Jawa yang meliputi; rila (iklhlas dalam memberikan sesuatu), narima (menerima keyataan), temen (sungguhsungguh), sabar adalah perilaku momot, artinya mau menerima cobaan secara sadar dan budi luhur atau budi yang baik.

(38)

konflik. Kaidah yang kedua menuntut agar manusia dalam berbicara dan membawa diri selalu menunjukan sikap hormat terhadap orang lain, sesuai dengan derajat dan kedudukannya. Kaidah yang pertama disebut dengan prinsip rukun, sedangkan kaidah yang kedua disebut prinsip hormat atau kurmat. Interaksi manusia Jawa secara konkret diatur dalam kerangka normatif yang didasarkan pada prinsiprukundanhormat(Suseno, 2001).

Sistem etis yang berprinsip pada rukundan hormat akan menghasilkan keselarasan hidup. Sistem etis bertujuan mengarahkan manusia pada keadaan psikologis berupa rasa ketenangan batin, kebebasan dari ketegangan emosional. Hasil dari sistem etis ini adalah keadaan slamet (selamat). Keadaan ini didasarkan pada etika Jawa yang bertolak dari pengandaian-pengandaian tentang pandangan dunia yang berbeda. Eksistensi manusiawi tidak semata-mata ditentukan oleh hukum-hukum obyektif yang dapat diperhitungkan, tetapi akan dikembalikan pada kekuatan-kekuatan halus diluar kekuatan manusia (Suseno, 2001). Masyarakat Jawa memegang prinsip gerak hidup yang siklis, artinya segala sesuatu akan berakibat buruk dan sebaliknya. Masyarakat akan cenderung menanam hal-hal yang baik dan menghindari perbuatan yang buruk. Tradisi sungkeman merupakan penerapan prinsip keselarasan yang sangat menonjol dalam tradisi Jawa. Sungkeman merupakan perilaku yang mempertimbangkan roso sebagai ukurannya.

(39)

penjagaan keselarasan dalam pergaulan. Sikap batin dibutuhkan untuk menjalankan tuntutan dengan mudah dan enak. Perilaku masyarakat Jawa yang diatur adalah perilaku hubungan social yang kentara (Suseno, 2001).

a. Rukun

(40)

wukir loh jinawi gemah ripah karta tata tur raharja. Kalimat tersebut mengandung arti: negara terkenal dan dibicarakan banyak orang, tinggi martabatnya, luhur budinya, dan amat berwibawa.

Rukun merupakan ukuran ideal bagi hubungan sosial (Endraswara, 2003a). Kerukunan menuntut agar individu bersedia menomorduakan kepentingan pribadi, atau jika perlu, individu harus melepaskan kepentingannya demi kesepakatan bersama (Suseno, 2001). Kerukunan hidup terjadi karena masing-masing personal saling menghormati, menghargai dan menjaga sopan santun (Endraswara, 2003b). Rasahormat merupakan prasyarat terjalinnya kehidupan yang rukun. Masyrakat Jawa mendidik anak-anaknya untuk belajar hidup rukun. Pendidikan rukun dimulai dengan belajar rukun dengan anggota keluarga. Sikap untuk tidak bertengkar dengan sesama anggota keluarga ditanamkan dengan ungkapan cecengilan iku ngedohake rejeki. Ungkapan itu mengandung maksud bahwa pertengkaran sesama saudara atau siapa pun akan mengakibatkan anugerah rejeki semakin jauh. Nilai kerukunan selanjutnya diperlebar lagi dalam pergaulan masyarakat (Endraswara, 2003a). Kehidupan sosial masyarakat Jawa mengharuskan setiap individu untuk bertindak bersama dengan kelompoknya. Inisiatif pribadi dipandang tidak pantas meskipun hasilnya baik untuk kepentingan bersama (Suseno, 2001).

(41)

yang luas. Tampilan rukun akan dipersempit pada perilaku umum yang paling mencolok. Bentuk perilaku rukun dalam masyarakat Jawa, contohnya:

1) Gotong royong.

Gotong royong dimaksudkan untuk dua macam hal: pertama untuk saling membantu dan yang kedua untuk melakukan pekerjaan bersama demi kepentingan bersama (Suseno. 2001). Masyarakat Jawa melaksanakan gotong royong sebagai upaya untuk menyadari kepentingan individual (Suseno, 2001).

2)Tepo Saliro

(42)

berperilaku baik terhadap kita. Sikap dan tindakan kita hendaknya juga berusaha bersikap baik terhadap orang lain (Herusatoto, 1987).

b. Hormat

Kaidah hormat menyatakan agar manusia dalam berbicara dan membawa diri selalu menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain sesuai derajat dan kedudukannya. Kaidah hormat didasarkan pada pendapat bahwa semua hubungan dalam masyarakat teratur secara hierarkis. Keteraturan hierarkis itu bersumber pada diri masyarakat, sehingga setiap orang wajib untuk mempertahankan dan menyesuaikan diri sesuai dengan derajat dan kedudukannya (Suseno, 2001).

Hildred Geertz (1961) menyamakan sikap hormat dengan istilah sungkan. Pendapat ini didasarkan pada pandangan tradisional kejawen yang menyatakan bahwa memelihara dan melestarikan tertib sosial merupakan suatu kebaikan. Kaidah hormat merupakan titik temu antara berbagai perasaan individu masyarakat Jawa yang timbul bila ia berhadapan dengan orang lain (Geertz, 1961). Hildred Geertz menyamakan pengertian aji (hormat) dan ngajeni (menghormati) dalam bahasa Jawa dengan pengertian hormat dalam bahasa Inggris (respect).

(43)

(Endraswara, 2003a). Tata krama yaitu aturan tindak tanduk yang layak dalam situasi tertentu. Interaksi antara dua orang dalam hubungan sosial ditempatkan berdasarkan pernyataan hormat sesuai kedudukan yang dimilikinya. Keluarga Jawa mengenal jenjang-jenjang turunan dengan perincian kasepuhan (orang yang lebih tua) dan kanoman (orang yang lebih muda) berdasarkan urutan silsilah (Geertz, 1982).

(44)

sebagainya. Tindakan ini dilakukan jika anak melakukan sesuatu yang pantas ditegur (Suseno, 2001).

Orang tua Jawa secara ritual dan moral lebih unggul terhadap anak-anaknya. Orang Jawa tidak hanya tergantung pada asuhan materiil tetapi juga pada maaf dan restu orang tua. Orang Jawa memohon restu untuk kesehatan jasmani dan kesejahteraan rohani pada orang tua mereka sebagai tanda penghormatan. Anak-anak harus menghormati dan mematuhi (ngajeni) orang tua mereka. Penghormatan pada orang tua dinyatakan dengan kepatuhan dan penggunaan bahasa yang sopan (Mulder, 1985).

Rasa hormat dan patuh anak dinyatakan dengan sikap tunduk. Sikaptunduk biasanya ditunjukan dengan cara menganggukan kepala dan menundukan pandangan mata. Seorang anak hendaknya tunduk pada keinginan orang tua (Mulder, 1985). Sikap hormat pada orang tua terdorong oleh ungkapan wong tuwa ala-ala malati, maksudnya kendati jelek, orang tua itu bertuah. Tindakan dan sikap tidak menghormati orang tua akan menimbulkan akibat buruk yang disebut kuwalat (Endraswara, 2003a). Belajar bersikap hormat kepada orang lain diluar keluarga, dilakukan sebagai langkah menuju keselarasan sosial.

(45)

kedudukan (Geertz, 1982). Etika Jawa secara garis besar disampaikan melalui dua cara. Pertama melalui pituduh (wejangan, anjuran) yang isinya memberikan nasihat berupa anjuran. Kedua melalui pepali (wewaler) artinya larangan agar orang Jawa menjauhi perbuatan yang tidak baik. Nasehat dan larangan merupakan inti budi pekerti atau etika. Tujuan pemberian nasehat dan larangan adalah keadaan selamat atau slamet. Budi pekerti atau etika bagi masyarakat Jawa merupakan suatu keharusan. Budi pekerti atau etika Jawa disampaikan dari pihak tertentu kepada pihak lain yang memiliki posisi tidak sama (bertingkat). Etika Jawa dijalankan sebagai usaha untuk menjaga keselarasan hidup manusia (Endraswara, 2003a).

C. Lansia

1. Definisi Lansia

Usia tua merupakan saat kontemplasi (merenung), masa peninjauan kembali seluruh peristiwa sepanjang hidup. Sejauh seseorang berhasil menangani masalah yang timbul pada setiap tahap kehidupan sebelumnya, dia akan mendapatkan perasaan utuh atau integritas mengenai kehidupan yang telah dijalaninya.

(46)

warna menjadi putih, kulit yang mulai berkeriput, tulang-tulang menjadi rapuh, naiknya tekanan darah, perubahan bentuk tubuh. Seringnya mengalami kesulitan tidur, menurunnya kemampuan penglihatan, pendengaran dan penciuman.

Usia lanjut adalah suatu fenomena alamiah sebagai akibat proses penuaan. Fenomena ini bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu keadaan yang wajar yang bersifat universal. Menurut UU No.13 tahun 1998 (dalam Hardiwinoto dan Setiabudhi, 1999) tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih. Menurut Martani (dikutip oleh Octiningrum, 2004), lanjut usia adalah orang yang berumur 55 tahun ke atas. Demikian pula dengan Chaplin (1999) yang menyatakan bahwa orang-orang yang tergolong dalam rentang masa lanjut usia adalah individu-individu yang berumur 65 tahun ke atas.

Neugarten (1975) mengkategorikan usia lanjut menjadi, young-old yaitu seseorang berusia 55 sampai 75 tahun yang telah pensiun dari pekerjaan rutin namun masih aktif, dan old-old bagi mereka yang telah berusia 75 tahun ke atas (dikutip oleh Saragih, 2004).

Batasan lanjut usia berdasarkan kronologinya menurut Burnside (dikutip oleh Saragih, 2004) adalah :

a.Young-Old ( 60 sampai dengan 69 tahun )

(47)

keadaan fisik. Sehubungan dengan berkurangnya peran, individu sering merasa kurang memperoleh penghargaan dari lingkungan.

b.Middle-Age Old ( 70 sampai dengan 79 tahun )

Periode ini identik dengan periode kehilangan karena banyak pasangan hidup dan teman yang meninggal. Selain itu ditandai dengan kesehatan yang semakin menurun, partisipasi dalam organisasi formal menurun, muncul rasa gelisah dan mudah marah serta aktifitas seks menurun.

c.Old-Old ( 80 sampai dengan 89 tahun )

Pada masa ini, lanjut usia telah mengalami kesulitan dalam beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungannya, selain itu, ketergantungannya terhadap orang lain dalam melakukan kegiatan sehari-hari sudah semakin besar.

d.Very Old-Old ( lebih dari 90 tahun )

(48)

Menurut standar beberapa kamus, berarti makin lanjut usia seseorang dalam periode hidupnya dan telah kehilangan kejayaan masa mudanya.

2. Perubahan dan Ciri-ciri Lansia

Saat seseorang memasuki masa usia lanjut, maka kehidupannya tidak akan sama lagi seperti ketika masih muda dulu. Banyak perubahan yang harus dihadapi oleh para lanjut usia dan perubahan tersebut akan menghasilkan ciri-ciri baru yang melekat pada seseorang yang telah memiliki status sebagai seorang lanjut usia. Hurlock (1993), berpendapat bahwa ciri-ciri lanjut usia pada umumnya adalah sebagai berikut :

a) Mempunyai perasaan tidak berguna dan tidak diperlukan lagi pada lanjut usia dapat menumbuhkan rasa rendah diri dan kemarahan, yang pada akhirnya dapat mengganggu proses interaksi sosial pada lanjut usia. b) Mempunyai konsep diri yang tidak menyenangkan. Sikap seseorang yang

tidak menyenangkan bagi lanjut usia, menyebabkan banyak orang lanjut usia mengembangkan konsep diri yang tidak menyenangkan.

(49)

d) Terjadi perubahan fisik. Perubahan fisik ini merupakan suatu perubahan yang meliputi perubahan penampilan, fungsi fisiologis, panca indera dan seksual.

e) Terjadi perubahan minat. Perubahan minat pada pakaian, uang, rekreasi, sosial, keagamaan dan kematian.

Havinghurst dan Duvall (dalam Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999) menguraikan tujuh jenis tugas perkembangan selama hidup yang harus dilaksanakan oleh lanjut usia, yaitu :

a) Penyesuaian terhadap penurunan fisik dan psikis.

b) Penyesuaian terhadap pensiun dan penurunan pendapatan. c) Menemukan makna kehidupan.

d) Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan. e) Menemukan kepuasan dalam hidup berkeluarga.

f) Penyesuaian diri terhadap kenyataan akan meninggal dunia. g) Menerima dirinya sebagai seorang lanjut usia.

D. Konsep Sejahtera pada Lansia di Sumbermulyo

(50)

Kebutuhan non-meterial ini banyak diungkapkan oleh Ryff (1995) dalam menjelaskan kesejahteraan psikologis. Dengan demikian, sejahtera bukan hanya terpenuhi kebutuhan material saja, namun juga kebutuhan non-material

Usia tua merupakan saat kontemplasi (merenung), masa peninjauan kembali seluruh peristiwa sepanjang hidup (Papalia et, all. 2001). Peninjauan kembali pengalaman-pengalaman dalam masa hidupnya ini termasuk juga penilaian atas tujuan-tujuan hidup yang mereka ingin capai. Dalam budaya jawa, orang tua dianggap sebagai “guru”, yaitu orang yang sering diajak diskusi atau sering member nasehat kepada orang yang lebih muda. Selama masa hidupnya, lansia berjuang untuk mendapatkan kesejahteraan. Tentu saja ada perbedaan ukuran sejahtera antara masing-masing individu. Melalui proses refleksi atas hidup yang telah mereka jalani, maka akan dapat diketahui konsep sejahtera bagi para lansia. Proses menemukan sejahtera ini tentu saja banyak dipengaruhi banyak hal, terutama budaya dan norma sebagai acuan dasar dalam menjalani hidup bermasyarakat.

(51)
(52)

38

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Menurut Bogdan dan Tylor (dalam Moleong, 2006), metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati, selanjutnya Poerwandari (2005) menyatakan penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkripsi wawancara dan catatan laporan.

Definisi penelitian kualitatif menurut Creswell (2007) adalah proses pencarian data untuk memahami masalah sosial yang diperoleh dari situasi yang alamiahnya. Penelitian kualitatif bertujuan untuk menggali dan memahami inti sebuah masalah sosial atau fenomena yang dialami individu secara alamiah dalam suatu konteks khusus dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Creswell, 2007; Moleong, 2006). Dalam penelitian ini, peneliti memberikan pertanyaan yang luas dan umum kepada responden, mengumpulkan pandangan secara detail berdasarkan kata-kata dan kesan partisipan, kemudian menganalisis informasi tersebut untuk menentukan tema utamanya dan mendeskripsikannya. Berdasarkan data tersebut, peneliti menginterpretasikan makna informasi yang menggambarkan refleksi personal.

(53)

sifat-sifat populasi atau daerah tertentu (Suryabrata, 2002). Menurut Peshkin (dalam Leedy & Ormrod, 2005) penelitian bersifat deskriptif dapat mengungkap situasi, seting, proses, hubungan, sistem, dan orang-orang secara alami. Dengan pendekatan ini, berbagai dimensi gejala-gejala psikologi dapat digali dan diuraikan secara intensif (Suwignyo, 2002). Kekuatan dari penelitian ini adalah pada kekayaan interpretasi data. Pendekatan ini menekankan pada analisa data melalui pemetaan data ke dalam kategori-kategori yang dasar pembentukannya jelas, sistematis, dan logis (Suwignyo, 2002). Bobot data pertama ditentukan oleh kedalaman interpretasi dan pemaknaan data oleh peneliti, bukan mutu objektif (mutu empiris) data tersebut. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti harus memiliki kepekaan untuk mencatat, merekam, dan menangkap detil-detil fakta diamati selama obeservasi dan kemampuan merefleksikan detil-detil fakta tersebut.

Berdasarkan definisi tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan pemahaman sejahtera bagi lansia di Desa Sumbermulyo Bambanglipuro Bantul.

B. Desain Penelitian

(54)

penelitian. Menggunakan analisis induktif, dalam artian peneliti mencoba memahami situasi sesuai dengan bagaimana situasi tersebut menampilkan diri. Kontak personal langsung peneliti di lapangan, agar peneliti memperoleh pemahaman secara jelas tentang realitas dan kondisi nyata kehidupan sehari-hari. Penelitian kualitatif menekankan pada perspektif holistik, perspektif dinamis, dan perspektif perkembangan yaitu: keseluruhan fenomena perlu dimengerti sebagai suatu sistem yang kompleks dan bahwa yang menyeluruh.

(55)

Berdasarkan ciri-ciri tersebut di atas, maka pendekatan kualitatif deskriptif adalah pendekatan yang sesuai dengan tujuan utama penelitian ini yaitu mengetahui atau melakukan penggalian, faktual, akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat pada populasi atau daerah tertentu. Peneliti mencoba memberikan gambaran konsep sejahtera bagi lansia di Kelurahan Sumbermulyo, Bambanglipuro, Bantul.

C. Lokasi dan Subyek Penelitian 1. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian difokuskan pada desa Sumbermulyo Kecamatan Bambanglipuro, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Kelurahan Sumbermulyo adalah salah satu kelurahan di kecamatan Bambanglipuro. Kecamatan Bambanglipuro sendiri mempunyai 3 kelurahan, yaitu sumbermulyo, Mulyodadi, dan Sidomulyo. Kelurahan Sumbermulyo terbagi dalam 16 dusun, yaitu : Tangkilan, Kedon, Jogodayoh, Derman, Cepoko, Kintelan, Samen, Gersik, Caben, Dukuh, Plumbungan, Sabrang, Bodalem, Destan, Kaligondang, dan Kutu.

(56)

buruh tani dan petani. Buruh tani adalah orang yang tidak mempunyai ladang pertanian namun mengerjakan ladang milik orang lain. Petani adalah orang yang mempunyai ladang dan mengerjakan sendiri ladangnya. Selain sektor pertanian, penduduk desa ini ada juga yang bekerja sebagai PNS, Polri/TNI, pedagang, penjahit, dll. Penduduk yang bekerja di luar sektor pertanian ini banyak juga yang mempunyai ladang. Ladang yang mereka miliki mereka sewakan kepada para buruh tani untuk ditanami. Hasil dari sewa ini adalah pembagian hasil panen. Hasil dari ladang pertanian ini mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan makan keluarga karena hasil panen mereka konsumsi sendiri sedangkan hasil/gaji dari pekerjaan mereka gunakan untuk memenuhi kehidupan yang lain.

Masyarakat Sumbermulyo menjunjung menjunjung tinggi rasa kekeluargaan dalam kehidupan keseharian mereka. Kentalnya rasa kekeluargaan ini meminimkan konflik-konflik diantara mereka. Ketika konflik itu terjadi, mereka cenderung untuk menyelesaikanya dengan jalan musyawarah. Selain itu, semangat kegotong-royongan masih sangat kental di kelurahan ini. Hal ini nampak ketika ada tetangga yang mempunyai hajat, dengan sendirinya para tetangga akan ikut membantu entah itu dalam membangun tenda atau memasak.

(57)

hendaknya bersikap sedemikian rupa sehingga tidak sampai menimbulkan konflik. Kaidah yang kedua menuntut agar manusia dalam berbicara dan membawa diri selalu menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain, sesuai dengan derajat dan kedudukannya. Dengan kata lain, masyarakat Jawa sangat menjunjung tinggi keberadaan orang lain di sekitarnya. Di sisi lain, masyarakat Jawa juga harus mengusahakan kesejahteraan dalam kehidupanya. Dalam proses pencapaian kesejahteraan tersebut, masyarakat Jawa juga harus bersaing dengan orang lain. Hal ini bertentangan dengan prinsip masyarakat Jawa yang menjunjung tinggi keberadaan orang lain di sekitarnya. Tentu saja hal ini menimbulkan konflik dalam pribadi orang Jawa. Hal inilah yang menjadi ketertarikan peneliti untuk meneliti konsep sejahtera bagi lansia di Sumbermulyo.

2. Subyek Penelitian

(58)

(penghayatan terhadap) penelitian secara intens. Oleh karena itu, kemudian peneliti membuat beberapa kriteria antara lain untuk membatasi subyek yang akan digunakan :

1. Berumur 60 Tahun atau lebih

2. Tercatat sebagai penduduk desa Sumbermulyo, Bambanglipuro, Bantul, Yogyakarta

D. Batasan Istilah

Penelitian ini hendak mengungkap tentang konsep sejahtera menurut lansia di Kelurahan Sumbermulyo, Bambanglipuro, Bantul, Yogyakarta. Peneliti membatasi istilah sejahtera sebagai terpenuhinya kebutuhan material dan kebutuhan non-material. Jadi, penelitian ini hendak mengungkap konsep terpenuhinya kebutuhan materiil dan non-materiil pada orang yang berumur 60 tahun atau lebih yang tinggal di Kelurahan Sumbermulyo, Bambanglipuro, Bantul, Yogyakarta sebagai bagian dari masyarakat Jawa.

E. Metode Pengumpulan Data

(59)

1. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk memperoleh data sementara yang digunakan sebagai objek kajian penelitian dan menentukan alat yang tepat dalam pengambilan data. Penelitian pendahuluan dilakukan pada 3 orang. Metode yang digunakan adalah wawancara dengan pertanyaan “Apa itu sejahtera menurut anda?”. Adapun pertanyaan tersebut diikuti dengan probing seperlunya. Dari hasil survei ini, peneliti mendapat gambaran bahwa responden menggambarkan sejahtera sebagai keadaan nrimo. Nrimo di sini bukan hanya menerima keadaan saja, namun juga mau berusaha untuk memuat keadaan menjadi lebih baik.

2. Wawancara

Poerwandari (Banister et al., seperti dikutip Poerwandari, 1998) menjelaskan bahwa wawancara kualitatif adalah percakapan tanya Jawab yang dilakukan peneliti untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subyektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap topik tersebut.

(60)

yang dilakukan peneliti adalah wawancara terfokus mengenahi hal-hal khusus yaitu tentang pandangan tentang kesejahteraan. Adapun panduan umum wawancara yang teah direvisi dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah anda pernah mendengar kata sejahtera? 2. Menurut anda, apa sejahtera itu?

3. Jika anda menilai diri anda sendiri, apakah anda sudah sejahtera? 4. Apa ukuran sejahtera bagi anda?

5. Bagaimanakah ciri-ciri orang yang sudah sejahtera?

Peneliti juga melakukan malakukan observasi yang digunakan sebagai data pelengkap dalam menginterpretasi data penelitian. Observasi yang dilakukan bersamaan dengan proses berlangsungnya wawancara. Hasil observasi ini tertuang dalam catatan lapangan. Catatan lapangan ini berisikan hal-hal non-verbal dari subyek penelitian.

F. Metode Analisis Data

(61)

menganalisis data verbatim hasil wawancara, observasi dan analisis dokumen dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Organisasi data

Dalam proses penelitian organisasi data merupakan tahap awal dalam kegiatan mengolah dan menganalisis data. Organisasi data dilakukan agar peneliti dapat memperoleh kualitas data yang baik, dapat mendokumentasikan analisis yang dilakukan serta dapat menyimpan data dan analisis yang berkaitan dalam penyelesaian penelitian ini. Melalui Tahap ini, peneliti mengumpulkan dan menyusun secara cermat berbagai data yang diperoleh dilapangan yang berupa transkrip wawancara dan catatan observasi (catatan lapangan).

Poerwandari (1998) menjelaskan organisasi data dilakukan agar peneliti dapat memperoleh kualitas data yang baik, dapat mendokumentasikan analisis yang dilakukan serta dapat menyimpan data dan analisis yang berkaitan dalam penyelesaian penelitian ini, kemudian hal-hal penting yang disimpan dan diorganisasikan adalah catatan lapangan, transkrip wawancara dan catatan refleksi peneliti, dokumentasi umum yang kronologis mengenai pengumpulan data dan langkah analisis, serta data-data yang sudah diberi kode-kode tertentu guna kemudahan dalam mencari data.

(62)

gempa. Dari data hasil wawancara kepada subyek, kemudian akan dicatat/ditranskripsikan kata per kata (verbatim).

2. Koding dan Kategorisasi

Tahap ini peneliti sudah melakukan klarifikasi data melalui pengkodingan sehingga pada akhirnya data-data lapangan akan dapat dipisahkan berdasarkan kategorinya masing-masing. Menurut Poerwandari (1998) agar lebih efektif, koding dapat dilakukan dengan cara:

1) Peneliti menyusun transkripsi verbatim atau catatan, sehingga ada kolom kosong yang besar disebelah kanan dan kiri transkrip.

2) Peneliti melakukan penomoran secara urut dan kontinyu pada transkrip verbatim

3) Peneliti memberikan nama untuk masing-masing berkas dengan kode tertentu.

Poerwandari menyatakan pembuatan kolom 1 dan 3, yaitu :kolom kiri dan kanan memang dibiarkan kosong untuk pencatatan berbagai komentar peneliti maupun tema-tema khusus yang dibuat peneliti. Sedangkan kolom 2 (kolom yang berada di tengah) merupakan tempat menuliskan verbatim wawancara penelitian.

(63)

merangkum dan memilih tema-tema pokok yang fokus pada tujuan penelitian yang disusun secara sistematis agar mudah dianalisa.

3. Penafsiran data

Setelah melakukan proses organisasi, koding dan kategorisasi, peneliti kembali membaca hasilnya berulang-ulang untuk semakin mempertajam pemahaman terhadap hasil penelitian sementara tersebut. Kemudian peneliti melakukan interpretasi data atau yang distilahkan Moleong (1988) sebagai penafsiran data yang bertujuan untuk mendeskripsikan.

G. Keabsahan Data Penelitian

Penelitian kualitatif seringkali diragukan keabsahannya, karena dianggap yang berpegang pada paradigma subyektifitas penelitinya. Agar penelitian kualitatif dianggap ilmiah maka, para ahli menyarankan digunakan istilahistllah alternatif yang lebih merefleksikan paradigma penelitian kualitatif.

1. Kredibilitas

Credibility (kredibilitas) merupakan istilah yang paling banyak dipilih untuk menggantikan konsep validitas dalam penelitian kualitatif. Kredibilitas dimaksudkan untuk merangkum bahasan menyangkut kualitas penelitian kualitatif. Validitas dicapai dengan menggunakan metode yang paling cocok untuk pengambilan dan analisa data.

(64)

memanfaatkan sesuatu yang lain (Maleong, 2007). Denzim (dalam Maleong, 2007) menyebutkan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori. Dalam penelitian ini peneliti melakukan triangulasi dengan metode, yaitu dengan melakukan beberapa teknik pengumpulan data yang berbeda, yaitu wawancara, observasi dan studi dokumen.

2.Confirmability

(65)

51 1. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk memperoleh data sementara yang digunakan sebagai objek kajian penelitian dan menentukan alat yang tepat dalam pengambilan data. Peneliti melakukan penelitian awal dengan mengambil 3 subyek penelitian. Ketiga subyek tersebut adalah lansia yang tinggal di Kelurahan Sumbermulyo. Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara semi terstruktur. Metode yang digunakan adalah wawancara dengan pertanyaan “Apa itu sejahtera menurut anda?”, “apa ukuran sejahtera bagi anda?”. Adapun pertanyaan tersebut diikuti dengan probing seperlunya.

(66)

Subyek 2 adalah seorang wanita berumur 60 tahun. Ia adalah pensiunan guru SMA. Subyek 2 memiliki 3 orang anak, 2 diantaranya telah berkeluarga. Subyek 2 mengungkapkan bahwa sejahtera adalah keadaan dimana ia bisa menerima keadaan yang ada dan mau berusaha untuk memperbaiki keadaan menjadi lebih baik. Hal ini bisa tercapai bila seseorang mampu mengolah emosi dengan baik. Salah satu cara cara untuk mengolah emosi adalah dengan melakukan refleksi atas pengalaman yang telah dilalui. Selain itu, subyek juga mengungkapkan bahwa penting juga dalam memenuhi kebutuhan pokok.

Subyek 3 adalah seorang laki-laki berumur 61 tahun. Ia adalah seorang pensiunan PNS. Setelah pension, subyek mengisi kegiatan harianya dengan bersepeda bersama teman-temanya. Subyek 3 mengungkapkan bahwa sejahtera adalah kondisi dimana kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan) telah tercukupi dan hidup dengan perasaan yang aman. Perasaan aman ini adalah perasaan aman akan ancaman-ancaman dalam hidup termasuk juga bencana alam dan kerukunan hidup bersam orang lain. Sejahtera adalah berkaitan dengan suasana hati yang tentram.

(67)

sejahtera. Hal ini penting karena proses menjadi orang yang sejahtera bisa memberikan gambaran apa yang terjadi dan dialami individu dalam mencapai sejahtera. Proses tersebut menjadi bahan dasar untuk menggambarkan konsep sejahtera dalam masyarakat.

Hasil penelitian pendahuluan ini menunjukan bahwa sejahtera berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan materiil dan non-materiil. Pemenuhan kebutuhan materiil berkaitan dengan pokok berupa sandang, pangan, dan papan. Kebutuhan non-materiil berkaitan dengan kebutuhan akan rasa aman dan hubungan yang baik dengan para tetangga.

2. Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan selama 2 bulan, yaitu antara bulan Agustus – September 2009. Data di kumpulkan melalui wawacara oleh peneliti. Pengambilan data dilakukan pada 10 orang yang berdomisili di Kelurahan Sumbermulyo.

(68)

langsung menanyakan hal-hal pokok dari tema penelitian. Lokasi pengambilan data ada yang dilakukan di kediaman subyek. Hal ini juga disesuaikan dengan waktu luang dari masing-masing subyek dan sesuai dengan waktu dan tempat yang telah disepakati sebelumnya.

B. Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini akan dibagi menjadi 2 bagian. Bagian pertama adalah gambaran konsep sejahtera per-subyek penelitian yang berisikan gambaran konsep sejahtera yang disajikan per-subyek penelitian. Bagian ke dua adalah gambaran konsep sejahtera bagi lansia di Kelurahan Sumbermulyo yang akan disajikan secara umum

1. Gambaran Konsep Sejahtera per-subyek Penelitian

Subyek 1

Subyek 1 adalah seorang laki-laki 61 tahun. Beliau adalah purnawirawan TNI angkatan laut. Subyek adalah anak ke 2 dari 3 bersaudara. Saat ini subyek tinggal di rumah bersama istrinya. Subyek mempunyai 3 orang anak yang semuanya sudah berkeluarga. Keseharian subyek diisi dengan kegiatan di lingkungan masyarakat. Subyek memandang sejahtera sebagai keadaan dimana orang bisa menerima keadaan yang ada sehingga tidak ada ganjalan yang ada di hati. Penerimaan tersebut harus diikuti dengan kemampuan dan kemauan untuk merubah keadaan menjadi lebih baik. Kunci dalam mewujudkan kesejahteraan tersebut adalah selalu merefleksikan setiap pengalaman dan selalu belajar dari pengalaman.

(69)

Protes yang saya maksud adalah bagaimana orang tidak hanya pasrah dengan keadaan apapun, namun keadaan yang kurang baik diusahakan menjadi lebih baik. Jadi dalam diri sendiri ada kemauan untuk mencapai yang lebih baik. Itu yang saya maksud dengan kata protes tadi Subyek 2

Subyek 2 adalah seorang wanita berumur 62 tahun. Beliau adalah pensiunan guru SMP. Pendidikan terakhirnya adalah S1. Kegiatan yang dilakukanya saat ini adalah tinggal di rumah dan menjaga cucunya yang masih kecil karena orang tua cucunya tersebut bekerja. Subyek 2 adalah anak ke 4 dari 4 bersaudara. Subyek 2 memandang sejahtera sebagai tercukupinya kebutuhan hidup manusia. Kebutuhan itu adalah kebutuhan pokok (sandang, pangan dan papan). Ukuran sejahtera yang dikemukakan oleh subyek adalah minimal makan 2x sehari dan pendapatan minimal Rp. 700.000,- dalam satu keluarga. Dalam mencapai sejahtera diperlukan konsep hidup yang jelas. Konsep hidup ini berkaitan dengan tujuan utama dalam hidup berkeluarga.

Iya.. kebutuhan dasar; sandang, pangan papan. sandang minimal 6 stel, makan minimal seharga 2.500/orang per hari. Papan; MCK yg normal/sehat dan lantai rumah dah ber ubin; baik itu pakai semen atau bahkan keramik, yang penting layak huni makan minimal 2 kali dngan ukuran @2.500/ orang/jiwa, total penghasilan dalam 1 keluarga (yg bekerja bisa beberapa orang) diatas 700.000, mampu menyekolahkan anak, mampu berobat ke fasilitas kesehatan, ada aliran listrik dalam rumah dan ada air bersih buat masak, mandi dan MCK kira2 seperti itu...

Subyek 3

(70)

sebagai ketua RW di dusunya. Selain menjabat ketua RW, kegiatan sehari-hari yang dilakukan subyek adalah memlihara ternak (sapi) dan menggarap sawah. Subyek 3 merasa sudah sejahtera jika semua anak-anaknya telah mampu berkeluarga dan menghidupi keluarga barunya tersebut. Keluarga menjadi hal penting bagi subyek. Dalam mencapai kesejahteraan tersebut, subyek mengutamakan kerukunan dalam keluarga. Hal ini bertujuan supaya keluarga menjadi kompak dan saling membantu antar anggota keluarga yang nantinya akan tumbuh menjadi keluarga-keluarga baru.

Ow...bagi saya tu mas...anak saya 3 itu semua sudah kerja semua, hasilnya sudah memuaskan, tidak minta sama orang tua, itu sudah sejahtera full, pokoknya nggak minta sama ora tua. Sejahtera keluarga itu yang terang itu termasuk dirumah nggak ada selisih

dengan keluarga, misalnya padu kalau bahasa jawa Subyek 4

Subyek 4 adalah seorang laki-laki berumur 61 tahun. Pekerjaan terakhirnya adalah sebagai guru bantu mata pelajaran agama di sebuah SD. Pendidikan terakhir subyek adalah SMP. Saat ini subyek tinggal di rumah dan memelihara sapi. Subyek adalah anak ke 2 dari 5 bersaudara. Menurut subyek 4, sejahtera terpenuhi ketika seseorang telah mampu mencukupi kebutuhan pokoknya dan hidup dengan aman. Keadaan aman ini lebih ke perasaan aman. Kunci dalam mewujudkan kesejahteraan ini adalah nrimo dengan keadaan yang ada. Nrimo dalam hal ini berarti mampu menerima keadaan dan mampu merubah keadaan itu menjadi lebih baik.

kalau menurut saya, orang yang sejahtera itu adalah orang yang tidak kekurangan. Dalam hal ini, orang bisa memenuhi semua kebutuhannya. yang jelas ya kebutuhan

(71)

emosi (perasaan). Tentu saja, orang yang kebutuhan fisiknya terpenuhi namun perasaannya tidak tenang, hidupnya juga tidak tenang... bagi saya sebenarnya masih banyak, misalnya kemampuan memecahkan masalah,

berelasi dengan orang lain, kreatifitas, dll. Namun bagi saya akar dari semua itu adalah penerimaan diri/keadaan itu sendiri. Setelah orang bisa menerima keadaan, barulah orang itu akan bisa memecahkan masalah dengan baik, berelasi dengan orang lain secara baik, memutuskan dengan baik, dll. Jadi, penerimaan diri adalah akar/modal bagi semua orang untuk membuat kehidupan manusia menjadi lebih tentram dan lebih baik.

Subyek 5

Subyek 5 adalah seorang laki-laki berumur 60 tahun. Beliau adalah pensiunan PNS. Pendidikan terakhir subyek adalah S1 jurusan ekonomi. Kegiatan yang dilakukan subyek saat ini adalah tinggal di rumah dan momong cucunya. Subyek adalah anak ke 4 dari 6 bersaudara. Subyek memandang sejahtera sebagai situasi dimana orang sudah mampu menilai suatu pengalaman dengan perasaan legowo dan penuh syukur atas pengalaman tersebut. Kunci sukses dalam mencapai kesejahteraan itu adalah selalu lapang dada dalam menghadapi semua masalah dan mampu memecahkan masalah itu. Dalam memecahkan masalah diperlukan pikiran yang jernih sehingga mampu menemukan solusi yang baik untuk semua pihak. Hal yang menghambat pencapaian sejahtera adalah banyak menuntut dan kurang menerima keadaan.

(72)

Subyek 6

Subyek 6 adalah seorang wanita yang berumur 60 tahun. Subyek adalah pensiunan PNS. Pendidikan terakhir subyek adalah S1 jurusan akuntansi. Saat ini subyek hanya tinggal di rumah saja. Semua anaknya tinggal di luar jogja. Subyek mempunyai 3 orang anak, 2 diantaranya sudah berkeluarga dan 1 masih kuliah di bandung. Subyek tinggal di rumah bersama dengan suaminya yang juga seorang pensiunan PNS. Subyek mengisi keseharianya dengan aktif dalam kegiatan gereja. Subyek memandang sejahtera sebagai keadaan dimana sebua kebutuhan yang ia butuhkan sudah tercukupi. Kebutuhan tersebut adalah kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Meskipun demikian, subyek juga mementingkan pendidikan anaknya. Subyek mengungkapkan bahwa salah satu penghambat sejahtera adalah pendidikan anak terakhirnya yang belum selesai. Anak terakhirnya telah kuliah selama 8 tahun namun belum lulus juga. Dalam usaha mencapai kesejahteraan, subyek menekankan berusaha dan selalu berdoa.

Kesejahteraan itu semua kebutuhan tercukupi Kebutuhan primer, sekunder, tertier Anak-anak saya belum lulus semua. Itu masih menjadi tanggungan saya. Saya rasa, kelulusan anak adalah kebutuhan utama sebagai orang tua yang menyekolahkan anaknya.

Subyek 7

(73)

subyek sudah terbiasa bekerja sejak kecil untuk membantu orang tuanya. Saat ini subyek sudah tidak menarik becak lagi. Kegiatan yang dilakukan subyek saat ini adalah memelihara sapi. Subyek 7 memandang sejahtera sebagai keadaan yang penuh dengan rasa syukur. Perasaan penuh syukur tersebut adalah dengan menerima apapun pengalaman dan bersyukur atas pengalaman tersebut. Menerima pengalaman tidak hanya sekedar menerima tetapi juga mampu untuk berusaha memperbaiki keadaan menjadi lebih baik. Selain itu sejahtera juga tercapai jika semua anaknya sudah lulus kuliah dan tercukupinya kebutuhan pokok dalam hidup.

Bersyukur atas kehidupan meskipun dalam situasi bagaimanapum karena tuhan selalu memberi yang lebih baik Bersyukur itu ya bisa mensyukuri apapun yang terjadi dan selalu berusaha

untuk menjadikan lebih baik apa yang bisa dijadikan lebih baik...

Subyek 8

(74)

Hidup tentram, kalau udah tenytram itu bisa sejahtera. Mbok ra due apap neng tentrem bisa sejahtera. Sukur due.... Ya tentram dalam hati....tentrem ngono lo, atine tentrem, tidak ada yang

mengganjal... Ya yang penting bisa menerima keadaan mas, dalam keadaan paling buruk

pun bisa menerima... Ya nggak cuma menerima, tapi bisa berusaha supaya lebih baik...

Subyek 9

Subyek 9 adalah seorang wanita yang berumur 60 tahun. Pekerjaan terakhir yang dilakukanya adalah sebagai buruh gendong di pasar Beringharjo. Pendidikan terakhirnya adalah setara dengan SD. Subyek 1 adalah anak ke 2 dari 6 bersaudara. Saat ini, kegiatan yang dilakukan oleh subyek adalah tinggal di rumah dan momong cucunya. Subyek memandang sejahtera sebagai keadaan dimana orang bisa mensyukuri dan menerima apa yang ada. Penerimaan ini adalah bentuk dari pasrah, namun pasrah itu harus diikuti dengan kemauan untuk menjadikan keadaan menjadi lebih baik. Kunci penting dalam mencapai kesejahteraan adalah selalu ada solusi dalam setiap masalah yang ada. Kehidupan bersama dengan orang lain yang harmonis juga menjadi salah satu kunci untuk mencapai kesejahteraan itu sendiri.

Kesejahteraan itu keluarga ayem, tentram, gak pada crah sulaya,, Ya kecukupan dah tentrem, madang iso wareg, rukun dengan

saudara-saudara Tergantung sabar apa nggak, klo nggak ya dadi gak rukun. Kalau orang sabar itu akan tenang dalam berfikir, sehingga tidak menyebabkan konflik Sama tentangga saling sabar, misal kalau ada masalah ya sababar dulu baru kalau

waktu yg tepat baru ngomong, ora sak kal, tar jadinya padu.

Subyek 10

(75)

bersaudara. Saat ini, subyek mengisi waktunya dengan mengikuti kegiatan gereja. Subyek mempunyai 3 orang anak, 2 diantaranya sudah berkeluarga. Subyek tinggal di rumah bersama dengan suaminya dan 1 anaknya. Subyek 9 memandang sejahtera sebagai keadaan dimana ada keharmonisan dan ketentraman dalam hidup berkeluarga. Kunci dalam mencapai kesejahteraan adalah sabar dalam menghadapi sesuatu. Dengan sabar, orang akan berfikir jernih dalam menghadapi masalah. Hidup bukan hanya berkaitan dengan keluarga saja, namun juga berkaitan dengan para tetangga. Kerukunan dengan para tetangga juga menjadi penting dalam mencapai kesejahteraan. Salah satu cara dalam mengupayakan kerukunan dengan tetangga adalah bisa mengerti orang lain.

Hmm..kangge kulo nggih sejahtera niku nggih atine tentrem, boten wonten ganjelan neng ati Yo gampange, yo iso nampa kahanan urip. ... Tapi juga bisa merubah keadaan menjadi lebih baik, bukan hanya pasrah thok.. Saya kalau mengalami suatu peristiwa dalam hidup, selalu saya refleksikan sehingga peristiwa itu bisa menjadi pelajaran bagi saya, bukan hanya berlalu saja

2. Konsep Sejahtera pada Lansia di Kelurahan Sumbermulyo

Berdasarkan data yang diperoleh, peneliti menjabarkan konsep sejahtera secara umum bagi lansia di Sumbermulyo. Adapun gambaran konsep sejahtera bagi lansia di sumbermulyo adalah :

a. Nrimo

(76)

bahasa Jawa, hal ini disebut ‘nrimo’. Manusia yang Nrimo tidak hanya tidak hanya diam dan menerima segala sesuatu ataupun mengeluh yang terjadi pada dirinya. Nrimo juga harus disertai dengan usaha, supaya mendapatkan rejeki dengan maksud agar kehidupan mereka terjaga. Melalui Nrimo, subyek merasakan ketenangan lahir dan batin sekaligus, subyek diberi daya tahan untuk juga menganggung penderitaan yang menimpanya.

kalau menurut saya, yang harus dimiliki oleh seseorang adalah nrimo atau meneripa apa adanya. Dalam hal ini nrimo bukan beraarti pasrah dan tidak berbuat apa2, namun nrimo yang diikuti dengan usaha.: (Hy, L, 61th) kalau orang menerima dengan lapang dada, perasaan hatinya akan tentram karena tidak ada yang dimasalahkan lagi, ora nggrundel...tapi jangan lupa, menerima itu bukan pasrah, namun juga berusaha memperbaiki keadaan tersebut... (Br, L, 60th) Kalau saya, yang namanya menerima tu bisa menerima tapi bisa juga berusaha membuat lebih baik gitu, jadi nggak pasrah gitu.. (Mrs, P, 61th))

Subyek merasa sejahtera karena mampu nrimo apa yang ada. Nrimo yang yang bukan pasrah, namun juga berusaha membuat lebih baik. Memang ada beberapa hal yang memnghambat subyek untuk sejahtera. Diantaranya adalah anak yang belum lulus. Bagi subyek, pendidikan anak merupakan hal yang cukup penting dalam hidupnya. Pendidikan anak dirasa sebagai salah satu tugas utama sebagai orang tua. Kalau anaknya belum bisa menyelesaikan pendidikannya, orang tua akan memfokuskan hidupnya dalam hal pendidikan itu.

(77)

sendiri dulu karena kalau tidak menerima diri sendiri, akan sulit menerima hal dari luar diri. Dalam prosesnya, tentu saja sabar menjadi hal yang penting karena pasti ada kegagalan di dalamnya. Sikap nrimo, menerima diri, dan sabar ini dilakukan untuk mencapai satu tujuan, yaitu mampu menerima keadaan sehingga mampu memecahkan masalah dengan pikiran yang tenang. Hal ini tentu saja membutuhkan tekad yang bulat dan semangat dalam hidup karena tidak mudah mencapainya.

orang hidup di dunia ini pasti mempunyai masalah. Entah itu masalah dengan orang lain atau dengan diri sendiri. Bagi saya, ketika orang sedang menghadapi masalah, hal pertama yang harus dilakukan adalah menerima masalah itu dengan lapang dada karena dengan menerima masalah, berarti orang itu sadar bahwa ia sedang dalam masalah. Nah, ketika orang sudah bisa menerima masalah itu, orang itu akan bisa berfikir dengan tenang untuk memecahkan masalah itu. Barulah ia melangkah untuk menentukan pemecahan masalah. Begitu? Apakah sudah cukup jelas? (Hy, L, 61th) ya..makanya saya berani ngomong kalau harus menerima dulu baru bisa berfikir jernih dan menemukan solusi yang terbaik... (Br, L, 60th)

1) Bersyukur

Sejahtera dimaknai sebagai suatu situasi dimana subyek telah mampu untuk mensyukuri apa yang ada di dunia ini. Semua pengalaman disyukuri sebagai anugerah dari Tuhan dengan keyakinan bahwa di dalam penderitaan yang dialami pasti ada sesuatu yang akan didapat dan akan berguna dalam kelangsungan hidupnya. Ketika orang bisa bersyukur, kehidupan orang itu akan tentram.

(78)

Bersyukur atas kehidupan meskipun dalam situasi bagaimanapum karena tuhan selalu memberi yang lebih baik (Ad, L, 62th) Subyek telah merasa sejahtera karena telah mampu bersyukur sepenuh hati atas apa yang ia alami. Kemampuan untuk bersyukur ini memang tidak mudah karena bersyukur dalam konteks ini adalah bersyukur dengan sepenuh hati dan tulus. Hal ini berarti semua keadaan telah diterima tanpa protes apapun dan tentunya siap untuk dibuat menjadi lebh baik.

Referensi

Dokumen terkait

Setelah SMS anda masuk, anda akan menerima balasan tentang ketersediaan stock, jika stock ada maka anda akan mendapat instruksi untuk transfer, setelah transfer mohon SMS balik

Pada hari ini RABU tanggal DUA PULUH bulan JUNI tahun DUA RIBU DUA BELAS dengan mengambil tempat di Aula Gedung A,Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan

Bu nedenle, bu yazma çalışmasında Adalet Ağaoğlu’nun Fikrimin İnce Gülü adlı yapıtında kullanılan anlatım tekniklerinin, okura, odak figürün sunulmasında

Masalah pemilihan kata menurut Champan (dalam Nurgiyantoro 2010:290) dapat melalui pertimbangan-pertimbangan formal tertentu.Pertama, pertimbangan fonologis,

SPS Pendidikan Sejarah (S3) Belum

Pemisahan fisik dalam stadia hidup ikan (life-history stages) merupakan suatu strategi dimana ikan melakukan migrasi pemijahan yang kemudian melepaskan telur dan larva pada habitat

Arah arus di perairan pantai pada saat pasang menuju surut terendah bergerak ke arah Barat Laut hingga Utara, di muara sungai arus bergerak ke arah Barat Laut dan

Demikian halnya dengan jumlah penumpang yang berangkat melalui penerbangan internasional pada bulan Januari – Juli 2017 naik 22,65 persen dibanding periode yang sama tahun