• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Agency theory (Teori Kegunaan)

pendekatan manajemen laba menggunakan pendekatan teori keagenan yang terkait dengan hubungan kontrak diantara para anggota perusahaan, terutama hubungan antara pemilik (prinsipal) dengan manajemen (agent). Teori keagenan merupakan hubungan kontrak kerja antara prinsipal dan agen, dimana dalam hubungan kontrak pihak prinsipal sebagai pemilik dan investor yang bertugas untuk merubah dan bertindak sesuai keinginan prinsipal tersebut. Menurut Jensen dan Meckling (1976) teori keagenan (agency theory) merupakan hubungan agency yang muncul ketika satu orang atau lebih (prinsipal) memperkejakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa, kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Menurut Anthony dan Govindarajan (1995) konsep Agency theori ada dua tipe masalah keagenan yaitu Adverse selection dan Moral Hazard. Juga mengemukakan asumsi agency theory bahwa masing-masing individu semata-mata karena termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent.

Prinsipal dan agent diasumsikan sebagai pihak-pihak yang mempunyai rasio ekonomi dan dimotivasi oleh kepentingan pribadi sehingga, walau terdapat kontrak, agent tidak akan melakukan hal yang terbaik untuk kepentingan pemilik. Disebabkan agent tidak memiliki kepentingan memaksimalkan kesejahteraan. Hal

(2)

ini dapat memotivasi agent untuk berusaha atau seoptimal mungkin untuk menyajikan suatu laporan akuntansi sesuai dengan harapan prinsipal sehingga dapat meningkatkan kepercayaan prinsipal kepada agen (Faozi, 2015).

Konflik kepentingan agent dan prinsipal mendorong timbulnya biaya keagenan (agency cost) disebabkan karena adanya masalah agensi, maka perusahaan harus menanggung biaya keagenan. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan biaya agensi dalam tiga jenis yaitu :

1. Biaya Monitoring (monitoring cost), pengeluaran biaya yang dirancang untuk mengawasi aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh agen.

2. Biaya bonding (bonding cost), untuk menjamin bahwa agen tidak akan bertindak yang dapat merugikan prinsipal, atau meyakinkan bahwa prinsipal akan memberikan kompensasi jika agen benar-benar melakukan tindakan yang tepat.

3. Kerugian residual (residual cost), merupakan nilai uang yang ekuivalen dengan pengurangan kemakmuran yang dialami oleh prinsipal sebagai akibat dari perbedaan kepentingan. Konsep GCG berkaitan dengan bagaimana para pemilik (pemegang saham) bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, bahwa manjer tidak melakukan kecurangan yang akan merugikan para pemegang saham. Good Corporate Govenance berfungsi untuk menekankan atau menurunkan biaya keagenan (agency cost).

Agen merupakan pihak yang mempunyai profesional dan mendapat tangggung jawab secara moral diharapkan untuk menjalankan tugas-tugas perusahaan dengan melakukan tujuan perusahaan sebaik mungkin demi

(3)

mengoptimalisasikan laba dari kinerja perusahaan. Terjadinya penyimpangan antara keputusan-keputusan yang diambil oleh agen dan keputusan-keputusan yang meningkatkan kesejahteraan agen akan menimbulkan kerugian atau pengurangan kesejahteraan prinsipal, nilai uang timbul dari adanya penyimpangan tersebut disebut rexidual loss Jensen dan Meckling (1976). Penelitian Watts dan Zimmerman (1986) dalam secara empiris membuktikan bahwa hubungan principal dan agent ditentukan oleh angka-angka akuntansi. Agent mengacu untuk mengubah bagaimana angka akuntansi tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk memaksimalkan kepentingannya. Tindakan agent tersebut yaitu praktik manajemen laba.

Manajemen Laba akan dijelaskan dalam teori keagenan. Seorang investor sebagai prinsipal yang diasumsikan menginginkan hasil investasi bertambah dan akan mendapatkan keuntungan. sedangkan para agen sebagai manajer yang diasumsikan mereka akan merasa puas ketika menerima kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan yang ada. Agen menginginkan pemberian kompensasi, remunerasi, bonus yang besar dalam kinerjnya, sedangkan prinsipal hanya menginginkan keuntungan yang besar seperti pengambilan yang besar atas investasi yang ada (Arum Setyo, 2012).

Kelonggaran dalam pemilihan suatu metode akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan membuat perusahaan menghasilkan nilai laba berbeda melalui pemilihan metode akuntansi berbeda, hal tersebut akan membuat dampak pada praktik laba dengan kualitas laba yang dilaporkan. Peraturan tersebut akan menuju pencapaian dengan peraturan dan mekanisme-mekanisme pengendalian yang

(4)

efektif serta kemampuan untuk mengidentifikasikan kepada pihak-pihak yang ada dalam kegiatan operasional perusahaan ( World Bank, 1999 dalam Arum Setya, 2012).

Menurut Eisenhardt (1989) menyatakan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu : manusia selalu menghindari resiko (risk averse), manusia selalu mementingkan dirinya sendiri (self interest), dan yang ketiga manusia memiliki daya pikir yang sangat terbatas mengenai persepsi masa yang akan datang. Dimana manajer sebagai agen berupaya untuk memaksimalisasikan kepentingan pribadinya sendiri atas tanggung jawab yang begitu besar yang diberikan oleh pihak prinsipal perusahaan (Tegar Rahardi, 2013).

2.1.2. Persepsi

Menurut Bimo Walgito (2002:90), terjadinya persepsi melalui suatu proses, yaitu melalui beberapa tahap sebagai berikut: 1) Suatu obyek atau sasaran menimbulkan stimulus, selanjutnya stimulus tersebut ditangkap oleh alat indera. Proses ini berlangsung secara alami dan berkaitan dengan segi fisik. Proses tersebut dinamakan proses kealaman, 2) Stimulus suatu obyek yang diterima oleh alat indera, kemudian disalurkan ke otak melalui syaraf sensoris. Proses pentransferan stimulus ke otak disebut proses psikologis, yaitu berfungsinya alat indera secara normal, dan 3) Otak selanjutnya memproses stimulus hingga individu menyadari obyek yang diterima oleh alat inderanya. Proses ini juga disebut proses psikologis. Dalam hal ini terjadilah adanya proses persepsi yaitu suatu proses di mana individu mengetahui dan menyadari suatu obyek

(5)

berdasarkan stimulus yang mengenai alat inderanya. Dalam proses persepsi melalui tiga tahap, yaitu:

 Tahap penerimaan stimulus, baik stimulus fisik maupun stimulus sosial melalui alat indera manusia, yang dalam proses ini mencakup pula pengenalan dan pengumpulan informasi tentang stimulus yang ada.

 Tahap pengolahan stimulus sosial melalui proses seleksi serta pengorganisasian informasi.

 Tahap perubahan stimulus yang diterima individu dalam menanggapi lingkungan melalui proses kognisi yang dipengaruhi oleh pengalaman, cakrawala, serta pengetahuan individu.

Persepsi sendiri dipengaruhi sejumlah faktor yang dapat membentuk persepsi dan kadangkala membiaskan persepsi. Faktor- faktor tersebut dapat terletak pada orang yang mempersepsikannya, obyek atau sasaran yang dipersepsikan, atau konteks dimana persepsi dibuat. Karakteristik pribadi yang mempengaruhi persepsi meliputi sikap, kepribadian, motif, kepentingan, pengalaman masa lalu dan harapan (Robbins, 2009 dalam Arisetyawan, 2010).

(6)

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

Sumber : Robins, Stephen P. (2009)

2.1.3. Mahasiswa Akuntansi dan Auditor

a. Mahasiswa Akuntansi

Menurut kamus besar bahasa Indonesia mahasiswa di definisikan sebagai orang yang belajar di perguruan tinggi. Akuntansi adalah seni pencatatan dan pengikhtisaran transaksi keuangan dan penafsiran akibat suatu transaksi terhadap suatu kesenian ekonomi (AICPA dalam Arisetyawan, 2010). Dari kedua pengertian diatas, dapat menyimpulkan bahwa pengertian mahasiswa akuntansi adalah orang yang sedang mempelajari sistem informasi yang menyediakan laporan tentang aktivitas ekonomi dan kondisi bisnis di perguruan tinggi. Pengertian mahasiswa akuntansi dalam penelitian ini adalah orang yang sedang belajar di perguruan tinggi jurusan akuntansi yang telah menempuh mata kuliah auditing dan teori akuntansi. Persyaratan ini didasarkan pada asumsi bahwa para

Faktor dalam diri pencapaian : - Sikap - Motif - Minat - Pengalaman - Harapan - PERSEPSI

Faktor dalam situasi : - Waktu

- Keadaan kerja - Keadaan sosial Faktor pada target :

- Sesuatu yang baru -gerakan - Latar belakang - suara - Kedekatan -ukuran - Kemiripan

(7)

mahasiswa tersebut telah mempunyai pemahaman tentang prinsip-prinsip etika dalam kode etik IAI, (Warren, Reeve, Fees, 2005).

b. Auditor

Menurut Sukrisno Agoes (2004), auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis,oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Pertimbangan auditor sangat tergantung dari persepsi mengenai suatu situasi, yang merupakan dasar dari sikap profesional, adalah hasil dari beberapa faktor seperti pendidikan, budaya, dan sebagainya. Tetapi yang paling signifikan dan tampak mengendalikan semua unsur seperti pengalaman adalah perasaan auditor dalam menghadapi situasi dengan mengingat keberhasilan dari situasi sebelumnya (Wibowo E, 2011). Berdasarkan kelompok atau pelaksana audit, maka jenis audit dibagi menjadi empat:

1. Auditor Ekstern : Auditor ekstern/ independent bekerja untuk kantor akuntan publik yang statusnya diluar struktur perusahaan yang mereka audit. Umumnya auditor ekstern menghasilkan laporan atas financial audit.

2. Auditor Intern : Auditor intern bekerja untuk perusahaan yang mereka audit. Laporan audit manajemen umumnya berguna bagi manajemen perusahaan yang diaudit. Oleh karena itu tugas internal auditor biasanya adalah audit manajemen yang termasuk jenis compliance audit.

(8)

3. Auditor Pajak : Auditor pajak bertugas melakukan pemeriksaan ketaatan wajib pajak yang diaudit terhadap undangundang perpajakan yang berlaku. 4. Auditor Pemerintah : Tugas auditor pemerintah adalah menilai kewajaran informasi keuangan yang disusun oleh instansi pemerintahan. Disamping itu audit juga dilakukan untuk menilai efisiensi, efektifitas dan ekonomisasi operasi program dan penggunaan barang milik pemerintah. Dan sering juga audit atas ketaatan pada peraturan yang dikeluarkan pemerintah. Auditing yang dilaksanakan oleh pemerintahan dapat dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

2.1.4. Etika

Etika profesi diperlukan agar apa yang dilakukan oleh suatu profesi tidak melanggar batas-batas yang dapat merugikan suatu pribadi atau masyarakat. Perilaku beretika wajib hukumnya, dapat diargumentasikan bahwa mengikat erat masyarakat (Arens, Elder dan Abeasley, 2003). Kepribadian akuntan yang profesional dapat dihubungkan dengan sikap dan tindakan yang sangat etis karena pada akhirnya akan berupa penentu masyarakat dalam posisi akuntan sebgai pemakai jasa profesionalnya ( Boynton, Johnson dan Kell, 2002).

Menurut Maryani dan Ludigdo (2001) etika merupakan seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi. Etika merupakan cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia

(9)

dalam hidupnya. Ward et al. (1993) dalam M. Wahyudin, Etika sebagai proses yaitu proses penentuan yang kompleks tentang apa yang harus dilakukan dalam situasi tertentu. Ketidak setujuan pada persepsi umum atas pengertian etika yang hanya dianggap pernyataan benar atau salah dan baik atau buruk.

Nilai-nilai moral dan etika secara memadai dalam pelaksanaan pekerjaan profesinya (Ludigdo, 2007). Seorang akuntan dalam melakukan tugas profesionalnya harus mengedepankan sikap dan tindakan yang mencerminkan profesionalitas di dalam pedoman dan standar kerjanya. Proses itu sendiri akan mempengaruhi suatu pertimbangan dalam penyeimbangan sisi dalam maupun sisi luar yang berkombinasi unik dari pengalaman dan pembelajaran masing-masing individu.

2.1.5. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)

a. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia

Pembahasan mengenai kode etik IAI ditetapkan dalam kongres VIII tahun 1998. IAI untuk pertama kalinya menetapkan kode etik bagi profesi akuntan di Indonesia. Kode etik IAI dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lungkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung jawab profesionalnya bagi praktik akuntan di Indonesia disebut kode etik (Simamora, 2002 dalam Nurlan, 2011).

Dalam kode etik sejak tahun 1998, IAI menetapkan delapan prinsip etika yang berlaku bagi seluruh anggota IAI dan seluruh kompertemennya.

(10)

Setiap kompertemen menjabarkan 8 prinsip etika ke dalam aturan etika yang berlaku secara khusus bagi anggota IAI. Kompartemen akuntansi harus mematuhi beberapa prinsip etika dalam kode etik IAI berserta aturan etikanya.

Dalam Ludigdo (2007) dan Baidaie (2000) bahwa kode etik profesi merupakan kaidah bagi landasan yang menjadi eksistensi profesi dan sebagai dasar terbentuknya kepercayaan masyarakat sudah memenuhi kode etik, seorang akuntan dapat menghasilkan kinerja dengan kulitas yang memuaskan bagi masyarakat. Dengan kode etik, profesi akuntan akan menetapkan nilai-nilai moral yang dianggapnya hakiki (Nurlan, 2011). Oleh karena itu pemahaman setiap akuntan yang berlaku di Indonesia dapat pula berbeda antara satu dengan yang lain (Wibowo, 2010). Keuntungan adanya kode etik ini, (Mathews & Perrera, 1991 dalam Ludigdo, 2007) yaitu :

1. Para profesional akan lebih sadar tentang aspek moral dari pekerjaan. 2. Kode etik berfungsi sebagai acuan yang dapat d akses secara lebih

mudah.

3. Ide-ide abstrak dari kode etik akan ditranslasikan ke dalam istilah yang konkret.

4. Profesi dapat membuat anggotanya dan juga publik sadar sepenuhnya dengan kebijakan-kebijakan etisnya.

(11)

6. Menjadi suatu standar pengetahuan untuk menilai perilaku anggota dan kebijakan profesi.

b. Macam-macam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia

Kode Etika IAI terdiri dari empat bagian, yaitu: 1. Prinsip etika akuntan

2. Aturan etika akuntan

3. Interprestasi aturan etika akuntan 4. Tanya dan Jawab

Berikut ini akan dibahas dua dari tiga bagian tersebut, yaitu prinsip etika akuntan da aturan etika akuntan.

1. Prinsip Etika Akuntan

Prinsip etika memberikan kerangka dasar bagi aturan etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip etika disahkan oleh Konggres IAI dan berlaku bagi seluruh anggota IAI. Prinsip Etika Profesi dalam Kode Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan pengakuan profesi akan bertanggung jawab kepada publik, pemakai jasa akuntan dan rekan. Kode etik akuntan Indonesia memuat delapan prinsip etika (Mulyadi, 2001) sebagai berikut :

1. Tanggung Jawab Profesi

Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dlam semua kegiatan yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan

(12)

peranan tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka.

2. Kepentingan Publik

Seorang akuntan harus melayani kepentingan publik, menghormati kepercayaan publik dan menjaga komitmen atas profesionalisme. Profesi akuntan memegang peranan yang penting di masyarakat, yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektifitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Dalam memnuhi tanggung jawab profesionalnya, anggota mungkin menghadapi tekanan yang saling berbenturan dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam mengatasi benturan ini, anggota harus bertindak dengan penuh integritas, dengan suatu keyakinan bahwa apabila anggota memnuhi kewajibannya kepada publik, maka kepentingan penerimaan jasa terlayani dengan sebaik-baiknya.

3. Integritas

Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya. Seorang akuntan harus menjaga kepercayaan publik, jujur, berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerimaan jasa, memenuhi tanggung jawab dan meningkatkan integritas setinggi mungkin.

(13)

4. Obyektifitas

Obyektifitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektifitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujru secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain. Dalam menghadapi situasi dan praktik yang secara spesifik berhubung dengan aturan etika sehubungan dengan obyektifitas, pertimbangan yang cukup harus diberikan terhadap faktor tersebut.

5. Kompetensi dan kehati-hatian profesional

Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung arti bahwa Seorang akuntan dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensim dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mmepertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi, dan teknik yang paling mutakhir.kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi dua fase yang terpisah yaitu : pencapaian kompetensi profesional dan pemeliharaan kompetensi profesional.

(14)

Seorang akuntan harus menjaga kerahasiaan kepentingan kliennya dan tidak boleh mengungkapkan informasi tanpa persetujuan kecuali ada hak profesional dan hukum untuk mengungkapkannya. Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf di bawah pengawasnya dan orang-orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip kerahasiaan.

7. Perilaku Profesional

Sebagai akuntan profesional dituntut konsisten dan selaras dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhkan perilaku yang dapat menjatuhkan profesionalisme yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum. 8. Standar Teknis

Akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya hrus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan. Standar teknis dan standar profesional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), international Federation Of Accountants (IFA), badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.

2. Aturan Etika Akuntan

Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Kompartemen yang bersangkutan. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia.

(15)

Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari prinsip Etika yang ditetapkan oleh IAI. Berikut ini aturan Etika Kompertemen Akuntan Publik :

100. Independensi, Integritas, dan Objektivitas 101. Independensi

Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu mempertahakan sikap mental independen di dalam memberikan jas aprofesional sebagaimana diatur dalam setandar profesional akuntan publik yang ditetapkan oelh IAI.

102. Integritas dan Objektivitas

Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus mempertahankan integritas dan objektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan dan tidak boleh mmebiarkan faktor salah saji material.

200. Standar Umum dan Prinsip Akuntansi 201. Standar Umum

a. Kompetensi Profesional

b. Kecermatan dan kesuksesan profesional c. Perencanaan dan supervise

d. Data relevan memadai 202. Kepatuhan Terhadap Standar

Anggota KAP yang melaksanakan penugasan jasa auditing, atestasi, review, kompilasi, konsultasi manajemen, perpajakan, atau jasa

(16)

profesional lainnya wajib mematuhi standar yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan oleh IAI.

203. Prinsip-prinsip Akuntansi

Anggota KAP tidak diperkenakan :

1) Menyatakan pendapat atau memberikan penegasan bahwa laporan keuangan atau dan keuangan lain suatu entitas disajikan dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

2) Menyatakan bahwa ia tidak menemukan perlunya modifikasi material yang harus dilakukan terhadap laporan atau data tersebut agar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku.

300. Tanggung Jawab Kepada Klien 301. Informasi Klien yang Rahasia

Anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia tanpa persetujuan dari klien.

302. Fee Profesional a. Besaran Fee

Besarnya Fee anggota dapat bervariasi tergantung antara lain : risiko, penugasan, komplektisitas jasa yang diberikan, keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan jasa tersebut, struktur biaya KAP yang bersangkutan dan pertimbangan profesional lainnya. Setiap anggota tidak diperkenakan untuk menawarkan fee yang dapat merusak citra profesi.

(17)

Merupakan fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa profesional tanpa adanya fee yang akan dibebankan, kecuali ada temuan atau hasil tertentu di mana jumlah fee tergantung pada temuan atau hasil tertentu tersebut.

400. Tanggung Jawab kepada Rekan Seprofesi 401. Tanggung jawab kepada Rekan Seprofesi

Anggota wajib memelihara citra profesi, dengan tidak melakukan perkataan dan perbuatan yang dapat merusak reputasi rekan seprofesi 402. Komunikasi Antar Akuntan Publik

Anggota wajib berkomunikasi tertulis dengan akuntan publik pendahulu bila akan mengadakan perikanan audit menggantikan akuntan publik pendahulu atau untuk tahun buku yang sama ditunjuk akuntan publik dengan jenis dan periode serta tujuan yang berlainan.

403. Perikatan Atestasi

Akuntan publik tidak diperkenankan mengadakan perikanan atestasi yang jenis atestasi dan periodenya sama dengan perikatan yang dilakukan oleh akuntan yang lebih dahulu ditunjuk oleh klien.

500. Tanggung Jawab dan Praktik Lain

501. Perbuatan dan Perkataan yang Mendiskreditkan

Anggota tidak diperkenankan melakukan tindakan dan/atau mengucapkan perkataan yang mencemarkan profesi.

(18)

Anggota dalam menjalankan praktik akuntan publik diperkenankan mencari klien melalui pemasangan iklan, melakukan promosi pemasaran dan kegiatan pemasaran lainnya sepanjang tidak merendahkan citra profesi.

503. Komisi, dan Fee Referal 1) Komisi

Merupakan imbalan dalam bentuk uang atau barang atau bentuk lainnya yang kepada atau diterima dari klien/pihak lain untuk memperoleh perikatan dari klien/pihak lain. Anggota KAP tidak diperkenankan untuk memberikan / menerima komisi apabila dapat mengurangi independensi. 2) Fee Referal (Rujukan)

Merupakan imbalan yang dibayarkan/ diterima kepada / dari sesama penyedia jasa profesional akuntan publik. Hanya diperkenankan bagi sesama profesi.

504. Bentuk Organisasi dan KAP

Anggota hanya dapat berpraktik akuntan publik dalam bentuk organisasi yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/ atau tidak menyesatkan dan merendahkan citra profesi.

3 . Interpretasi Aturan Etika

Interpretasi aaturan etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh pengurus Kompartemen setelah memperhatikan tanggapan dari anggota dan pihak-pihak berkepentingan lainnya sebagai panduan dalam penerapan

(19)

aturan etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.

4 . Tanya dan Jawab

Tanya dan jawan memberikan penjelasan atas setiap pertanyaan dari anggota kompartemen tentang Aturan Etika beserta interpretasinya.

2.1.6. Pemahaman Manajemen Laba

a. Pengertian Pemahaman Manjamene Laba

Manajemen laba dapat terjadi karena penyusunannya laporan keuangan menggunakan dasar akrual (Chrisnoventie, 2012 dalam Yulia Rachmawati, 2013). manajemen laba menurut (Mercant, 1989 dalam Merchan dan Rockness, 1994) adalah tindakan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk mempengaruhi laba yang dilaporkan yang bisa memberikan informasi mengenai keuntungan ekonomis (economic advantage) yang sesungguhnya tidak dialami perusahaan. Kehadiran good corporate governance diharapkan dapat menciptakan tata kelola perusahaan yang baik dan lebih transparan sehingga tidak ada pihak yang “dibohongi” Jensen dan Meckling (1976). Menurut Scott (1997) bahwa manjemen laba merupakan tindakan oleh manajer untuk perusahaan dalam melaporkan jumlah laba yang akan memaksimalkan kepentingan perusahaan atau kepentingan pribadi, menggunakan kebijakan penggunaan metode akuntansi. Rosenweig dan Fischer (1995) Manajemen laba juga merupakan tindakan manajer untuk menaikkan atau menurunkan laba

(20)

suatu periode tanpa adanya mengimbangi dengan kenaikan atau penurunan profitabilitas ekonomis jangka panjang.

Menurut (Sulistyanto, 2008 dalam Nuraini, 2012), manajemen laba dilakukan dengan mempermainkan komponen-komponen akrual dalam laporan keuangan, sebab pada komponen akrual dapat dilakukan permainan angka melalui metode akuntansi yang digunakan sesuai dengan keinginan orang yang melakukan pencatatan dan penyusunan laporan keuangan (Nelson Et Al. 2000 dalam Dhiba Meutya C. 2011). Persepsi manajemen laba dilakukan dengan tiga cara (Worthy, 1984) yaitu:

a) Melalui transaksi discretionary accrual, transaksi ini mmeberikan kebebasan untuk manajer dalam menentukan jumlah transaksi akrual secara fleksibel (mudah).

b) Melalui perubahan metode akuntansi, namun dengan cara ini tidak bisa memberikan banyak keleluasan kepada manajer karena standar akuntansi menghendaki adanya prinsip konsistensi pada setiap perubahan

c) Melalui keputusan operasional, yaitu menggeser periode biaya atau pendapatan.

Praktik manajemen laba telah bersifat legal tidak melanggar standart akuntansi yang telah ditetapkan dan tindakan tersebut merupakan kewenangan manajer (Mahmudi, 2001), pada akhirnya tindakan ini berdampak buruk karena bisa menyesatkan pemakai informasi laporan keuangan dan bahkan dapat mengarah pada tindakan pelanggaran hukum

(21)

(National Commission on Fraudulent Financial Reporting, 1987 dalam Merchant dan Rokness, 1994). Meneliti persepsi manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen di Amerika Serikat dan mengidentifikasikan penyebab auditor membiarkan manajemen laba tanpa dikoreksi. Penelitian dilakukan pada kantor akuntan publik yang tergolong the big five dengan pemakaian data 526 kasus manajemen laba, dan dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. 60 % dari sampel telah melakukan usaha manajmen laba yang berdampak pada meningkatnya laba tahun berjalan, sisanya 40% berdampak pada penurunan laba.

2. Manajemen laba yang paling banyak dilakukan adalah yang berkaitan dengan cadangan (reserve), kemudian berdasarkan urutan frekuensi kejadian adalah pengakuan pendapatan, penggabungan badan (businnes combination), aktiva tidak berwujud, aktiva tetap, investasi, sewa guna usaha.

Tabel 2.1. Praktik-praktik manajemen laba

No Perusahaan Manajemen Laba

1 Intile Design, Inc.

AAER No. 1259, May 23, 2000.

Menilai terlalu rendah persediaan akhir agar pajak properti mengecil.

2 System Software Associates, Inc.

AAER No. 1285, July 14, 2000

Mengakui pendapatan atas pendapatan yang tidak jelas apakah produk yang dikirim telah diterima pelanggan atau belum. 3 ABS Industries, Inc.

AAER No. 1240, Mar 23, 2000

Membukukan penjualan tanpa adanya pesanan dari pelanggan, bahkan pada beberapa kasus produk belum selesai dibuat. 4 Sirena Apparel, Inc. Tidak menutup pembukuan di

(22)

AAER No. 1673, Sept 27, 2000

Kuartal Maret 1999 agar target penjualan periode tersebut tercapai dengan cara mengubah tanggal pada computer agar tanggal palsu tercetak di faktur. 5 Guilford Mills, Inc.

AAER No. 1287, Mar 23, 2000

Melakukan pembukuan palsu ke buku besar Hofrman Laces (anak perusahaan) yang mengurangi utang dagang dan harga pokok penjualan dengan jumlah yang sama sehingga menaikkan laba

b. Bentuk-Bentuk Manajemen Laba

Bentuk-bentuk pengaturan laba yang dikemukakan oleh (Scott, 2003), yaitu :

1. Taking a Bath

Pola manajemen yang melaporkan laba pada periode berjalan dengan nilai yang sangat rendah atau sangat tinggi.

2. Income minimization

Pola manajemen ini seperti taking a bath tapi tidak se-ekstrim pola taking a bath. Menjadikan laba di periode berjalan lebih rendah dari pada laba sesungguhnya.

3. Income maximization

Pola manajemen laba ini berkebalikan dengan income minimization. Melaporkan laba lebih tinggi dari pada laba sesunggunya.

4. Income smoothing

Pola manjemen laba yang paling menarik yaitu dengan cara melaporkan tingkatan laba yang cenderung berfluktualisasi yang normal pada periode-periode tertentu.

(23)

c. Faktor-faktor pendorong manajemen laba

Dalam positif Accounting Theory terdapat tiga faktor pendorong yang

melatarbelakangi terjadinya manajemen laba (Watt dan Zimmerman, 1986), yaitu :

1. Bonus Plan Hypothesis

Manajemen akan memilih metode akuntansi yang memaksimalkan utilitasnya yaitu bonus yang tinggi. Manajer perusahaan yang memberikan bonus besar berdasarkan laba lebih banyak menggunakan metode akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan.

2. Debt Covenant Hypothesis

Manajer perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian kredit cenderung memilih metode akuntansi yang memiliki dampak meningkatkan laba (Sweeney, 1994 dalam Rahmawati dkk, 2006). Hal ini untuk menjaga reputasi mereka dalam pandangan pihak eksternal. 3. Political Cost Hypothesis

Semakin besar perusahaan semakin besar pula kemungkinan perusahaan tersebut memilih metode akuntansi yang menurunkan laba. Hal tersebut dikarenakan dengan laba yang tinggi pemerintah akan segera mengambil tindakan, misalnya : mengenakan peraturan antitrust, menaikkan pajak pendapatan perusahaan dan lain-lain.

d. Faktor-faktor Munculnya Manajemen Laba

(24)

Jensen dan Meckling (1976) dalam dumbi (2010) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai suatu kontrak di mana satu orang atau lebih, yang kemudian disebut principal, menyewa serta memberikan wewenang kepada satu orang yang lain atau lebih, kemudian agent untuk menjalankan tugas dan mengambil keputusan bagi kepentingan principal.

b. Asimetri Informasi

Manajer perusahaan merupakan pihak internal perusahaan yang jelas lebih banyak memiliki dan lebih cepat mengetahui informasi yang valid dibandingkan pihak eksternal perusahaan seperti investor dan kreditor.

e. Terjadinya Manajemen Laba

Menurut (Aryes dalam Arlita Marcela S., 2013) manajemen laba dapat dilakukan oleh manajer dengan cara-cara sebagai berikut :

1. Manajer dapat menentukan kapan akan melakukan manajemen laba melalui kebijakan yang dapat mempengaruhi aliran kas dan juga keuntungan yang secara pribadi merupakan wewenang dari para manajer.

2. Upaya manajer mengganti suatu metode akuntansi tertentu dari sekian banyak metode yang dapat dipilih yang tersedia dan diakui oleh badan akuntansi yang ada (GAAP).

3. Keputusan manajer untuk menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang wajib diterapkan oleh suatu perusahaan, yaitu menerapkan

(25)

lebih awal atau menunda sampai saat berlakunya kebijakan tersebut.

2.2 Penelitian Terdahulu

2.2. Tabel Penelitian Terdahulu

(26)

S ar an U n tu k p en el it ia n ea rn in g s m an ag em en t se la n ju tn y a h en d ak n y a se m ak in d ig ia tk an d en g an m el ak u k an p en g em b an g an sa m p el P en el it in a se la n ju tn y a d ih ar ap k an d ap at m em p er lu as ru an g li n g k u p p en el it ia n k ar en a k o d e et ik ak u n ta n t id ak h an y a m en y an g k u t p ri n si p et ik a ak u n ta n s aj a. D ih ar ap k an d en g an p en el it ia n in i d ap at m em b er ik an m as u k an te n ta n g k eb ij ak an / p en g at u ra n m en g en ai p en g u n g k ap an ta n g g u n g ja w ab so si al . K et er b at as an P en el it ia n i n i ti d ak m en sy ar at k an k ri te ri a sa m p el p el ak u b is n is , se h in g g a p em ah am an te n ta n g p ra k ti k b is n is b el u m te rp en u h i. P en el it ia n in i h an y a m en fo k u sk an p ri n si p -p ri n si p et ik a d al am k o d e et ik a k u n ta n s aj a. P en el it ia n in i m em fo k u sk an p ad a ta n g g u n g ja w ab so si al sa ja ya n g ad a d id al am la p o ra n k eu an g an p er u sa h aa n s aj a. H a si l A d a p er b ed aa n y an g si g n if ik an an ta ra p er se p si e ti s p e la k u b is n is d an m ah as is w a ak u n ta n si te n ta n g p ra k ti k m an aj em en la b a. A k u n ta n m em p u n y ai p er se p si y an g le b ih b ai k d ar ip d a m ah as is w a ju ru sa n ak u n ta n si A d an y a p en g ar u h an ta ra m an aj em en la b a d en g an ta n g g u n g ja w ab so si al d an li n g k u n g a n Me to d el o g i K u an ti ta ti f K u a li ta ti f d an K u an ti ta ti f D at a se k u n d er T u ju a n P en el it ia n U n tu k m en g u ji ap ak a h ad a p er b ed aa n p er se p si et is an ta ra p el ak u b is n is d an m ah a si sw a ak u n ta n si te rh ad ap p ra k ti k ea rn in g s m an a g em en t U n tu k m en g et ah u i b ag ai m an a p er se p si ak u n ta n te rh a d ap k o d e et ik I A I P en g a ru h m an a je m en la b a te rh ad ap ta n g g u n g ja w ab so si al d an li n g k u n g a n y an g d il ak u k an o le h p er u sa h aa n Ju rn al P en er b it P er p u st ak aa n .u n s. ac .i d F ak u lt as ek o n o m i U n iv e rs it a s H as an u d d in Ma k as sa r F ak u lt as ek o n o m ik a d an b is n is u n iv e rs it a s d ip o n eg o ro S e m a ra n g Ju d u l/ P en u li s/ T ah u n P er se p si et is p el ak u b is n is d an m a h as is w a ak u n ta n si te rh ad ap p ra k ti k m a n aj e m en la b a / Y u la ik a / 2 0 1 1 P er se p si a k u n ta n d an m a h as is w a ju ru sa n ak u n ta n si te rh ad ap k o d e et ik ik a ta n ak u n ta n in d o n es ia / A n d i B es se N u rl an / 2 0 1 1 A n al is is p en g ar u h m a n aj e m en la b a te rh ad ap ta n g g u n g ja w ab so si al d an li n g k u n g an d en g an co rp o ra te g o v er n an ce se b ag a i v ar ia b el m o d er at in g / A ru m S et y o M. / 2 0 1 2 No 1 2 3

(27)

P en eli ti d ih ara m am p u m em b tam b ah an li m en g en ai p en co rp o ra te g o v ern terh ad ap m an ajem en Un tu k re fe re n si tam d i b id an g ak u d alam p en g em b p en eli ti an ter k ait d m an ajem en lab a In d o n esia . Ba g i m ah asisw ak u n ta n si p erg ti n g g i n eg ri m sw asta h en d ak n y a m en in g k atk an wa d an p en g etah u m en g en ai k o d e ak u n ta n . M em asu k k an p eristi p eristi wa ters eb u t se k rit eria sa m p el se h ap ab il a terd etek si ad p ra k ti k m an ajem en lab Da lam m em in ima li sir p ra k ti k m an ajem en lab a d alam h al terja d in y a k o n fli k k ea g en an . Da lam m em b an g u n se t n eg ara h aru s m en u tu p i y an g m eru g ik an d ari k eb ij ak an n y a p ad a k in erja p eru sa h aa n . P en eli ti an in i h an y a terp ac u d i k o ta Ba n jarm asin sa ja. Ti d ak m em p erlu as are a p en eli ti an . P en eli ti an in i m en g ab aik an p eristi wa -p eristi wa y an g ter b u k ti b erp en g ar u h terh ad ap m u n cu ln y a p ra k ti k m an ajem en lab a. Va riab el k ep em il ik an m an ajeria l b erp en g ar u h n eg ati f sig n ifi k an terh ad ap m an ajem en lab a. M em b u k ti k an b ah wa u k u ra n KA P ti d ak b erp en g ar u h sig n ifi k an terh ad ap m an ajem en lab a. Terd ap at p erb ed aa n p erse p si an tara m ah asisiwa ak u n ta n si p erg u ru an ti n g g i n eg ri d an sw asta . Emisi o b li g asi terd ap at h u b u n g an y an g sig n ifi k an an tara m an ajem en lab a terh ad ap p erin g k at o b li g asi. M eto d e d o k u m en tas i d an d ata se k u n d er M eto d e d o k u m en tas i d an d ata se k u n d er Ku an ti tatif Da ta se k u n d er M en g etah u i p en g ar u h p ro p o rsi k o m isa ris in d ep en d en p eru sa h aa n terh ad ap ea rn in g s m an ag em en t M en g an ali sis d an m em b erik an b u k ti em p iri s p en g ar u h u k u ra n KA P terh ad ap m an ajem en lab a p ad a p eru sa h aa n m an u fa k tu r d i In d o n esia Un tu k m en d ap atk an b u k ti e m p iri s m en g en ai p erb ed aa n p erse p si m ah asisw a ak u n tan si p erg u ru an ti n g g i sw asta d i Ba n jarm asin terh ad ap k o d e eti k IAI. M m eb erik an b u k ti em p iri s m en g en ai p ra k ti k m an ajem en lab a d en g an sa m p el p eru sa h aa n y an g m elak u k an em isi o b li g asi. F ak u lt as ek o n o m i Un d ip se m ara n g F ak u lt as ek o n o m i Un d ip se m ara n g JA F F A Vo l. 0 2 n o .2 o k to b er 2 0 1 4 S imp o si u m n asio n al ak u n ta n si XIII P u rwo k erto 2 0 1 0 P en g aru h Co rp o ra te Go v ern an ce terh ad ap p ra k ti k m an ajem en lab a / Teg ar Ra h ard i / 2 0 1 3 An ali sis p en g aru h au d it ten u re u k u ra n KA P d an d iv ersifi k asi g eo g ra fis terh ad ap m an ajem en lab a / Vin a Kh o li sa D. / 2 0 1 4 P erse p si m ah asisw a ak u n ta n si terh ad ap k o d e eti k ik atan ak u n ta n in d o n esia / Id a M en tay an i / 2 0 1 4 P ra k ti k m an ajem en lab a terk ait p eri n g k at o b li g asi / S y arifah Ra ti h Ka rti k a S ari / 2 0 1 0 4 5 6 7

(28)

P en e; li ti an sel an ju tn y a d ap at memp er lu as ar ea su rv ei at au men g am b il p en el it ia n d il u ar k o ta D en p asar A cc o u n ti n g ed u ca to rs sh o u ld co n si d er w h et h er th ey n ee d to b et te r ex p la in t h e p o te n ti al h ar m th at ea rn in g s m an ag eme n t ca n ca u se to in v es to rs an d cr ed it o rs so st u d en ts ca n fu ll y ap p re ci at e th e et h ic al im p li ca ti o n s o f al l man ip u la ti o n s. It i s su g g est ed t h at a f o ll o w -u p su rv ey b e p er fo rm ed i n S A u si n g s imi la r re sp o n d en ts. Th is c o u ld i n d ic at e, a m o n g st o th er s, w h et h er th e in tr o d u ct io n o f K in g 1 1 1 i n S o u th A fr ic a h as co n tr ib u te d t o w ar d s ch an g in g th e et h ic al p er ce p ti o n s o f st u d en ts an d b u si n ess ma n ag er s. P en el it i h an y a b er fo k u s p ad a sat u k o ta . g en er al ly a cc ep te d ac co u n ti n g p ri n ci p le s le ss et h ic al ly a cc ep ta b le t h an o p er at in g ma n ip u la ti o n s th at a cc o m p li sh s imi la r re su lt s w it h o u t b re ak in g an y ex p li ci t ac co u n ti n g r u le s Th is st il l h as i m p li ca ti o n s fo r ed u ca to rs an d b u si n ess s ch o o ls t o in cr ea se c h an g es i n ac co u n ti n g c u rr ic u la a n d t o in cl u d e g re at er et h ic s d isc u ss io n s. A d a p er b ed aa n p er se p si an ta ra ma h as isw a ju ru sa n ak u n ta n si d an ak u n ta n p u b li k te rh ad ap et ik a b is n is d an et ik a p ro fe si ak u n ta n . N o ev id en ce th at g en d er si g n if ic an tl y af fe ct s ju d g me n ts ab o u t th e et h ic al ac ce p ta b il it y o f ea rn in g s ma n ag em en t. ea rn in g s-ma n ag eme n t p ra ct ic es le ss f av o u ra b ly th an t h e st u d en ts. Th is may b e d u e to t h e fa ct th at s tu d en ts h av e fe w er ri sk s th an b u si n ess man ag er s a n d a ls o t h e p o ss ib il it y t h at st u d en ts may n o t fu ll y u n d er st an d th e w o rd in g o f th e q u est io n n ai re o n ea rn in g s man ag eme n t. K u an ti ta ti f q u an ti ta ti v e D escri p ti v e U n tu k me n g et ah u i ap ak ah te rd ap at p er b ed aa n p er se p si a n ta ra ma h as isw a ju ru sa n ak u n ta n si d an ak u n ta n p u b li k te rh ad ap et ik a b is n is. To in cr ea se o u r u n d er st an d in g o f fu tu re bu si ne ss pe rs on s’ p er ce p ti o n s re g ar d in g ea rn in g s ma n ag em en t. to d et er m in e w h et h er t h e in tr o d u ct io n o f th e A ct a n d ed u ca ti o n al in te rv en ti o n s in b u si n ess et h ic s co u rses ef fe ct iv el y i m p ro v ed t h e et h ic al p er ce p ti o n s an d s k il ls o f ac co u n ti n g st u d en ts a n d p ra ct it io n er s. e-ju rn al S 1 A k U n iv er si ta s p en d id ik an g an es h a (v o l. 3 n o . 1 ta h u n 2 0 1 5 ) U n iv er si ty o f R ic h m o n d U n iv er si ty o f W o ll o n g o n g in D u b ai – p ap er s P er sep si ma h as isw a ju ru sa n ak u n ta n si d an ak u n ta n p u b li k te rh ad ap et ik a b is n is d an et ik a p ro fe si ak u n ta n / G ed e Ju li ar ta / 2 0 1 5 S tu d en t p er ce p ti o n s o f ea rn in g s ma n ag em en t : th e ef fe ct s o f n at io n al o ri g in an d g en d er . A co m p ar is o n et h ic al p er ce p ti o n s o f ea rn in g s ma n ag em en t p ra ct ic es / Le o n is Jo o st e / 2 0 1 1 8 9 10

(29)

2.3 Kerangka Pemikiran

Menurut teori agensi, manajemen Laba adalah seorang investor sebagai prinsipal yang diasumsikan menginginkan hasil investasi bertambah dan akan mendapatkan keuntungan. Agent mengacu untuk mengubah bagaimana angka akuntansi tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk memaksimalkan kepentingannya, tindakan agent tersebut yaitu pemahaman manajemen laba.

Manajemen selaku pengelola perusahaan memiliki informasi lebih banyak tentang perusahaan dan lebih dahulu daripada pemegang saham, sehingga terjadi asimetri informasi yang memungkinkan manajemen melakukan praktik akuntansi dengan orientasi pada laba untuk mencapai suatu kinerja tertentu. Konflik keagenan mengakibatkan adanya oportunistik manajemen laba yang dilaporkan bersifat semu, sehingga akan menyebabkan nilai perusahaan berkurang dimasa yang akan datang (Herawaty, 2008).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan seorang mahasiswa akuntansi dan auditor sebagai akuntan Indonesia terhadap kode etik ikatan akuntan indonesia dan untuk membandingkan seorang mahasiswa dan auditor dalam akuntan terhadap pemahaman manajemen laba dalam mengelola suatu laporan keuangan keuangan tanpa adanya kecurangan-kecurangan.

(30)

Kerangka Pemikiran

Variabel Independen variabel Dependen

H1

H2

H3 H4

2.4 Hipotesis

Berdasarkan pernyataan tersebut hipotesis memiliki tujuan penting dalam melakukan penelitian. hipotesis merupakan jawaban atau pernyataan sementara mengenai rumusan dari penelitian yang dikemukakan. Sebagai langkah untuk menfokuskan masalah, mengidentifikasikan data-data yang relevan untuk dikumpulkan, menunjukkan bentuk desain penelitian, termasuk teknik analisis yang akan digunakan, mendapatkan kerangka penyimpulan , dan merangsang penelitian lebih lanjut. Dari hipotesis tersebut akan dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mmebuktikan apakah hipotesis tersebut benar adanya atau tidak benar. Maka pengajuan dalam penelitian sebagai berikut :

Persepsi mahasiswa akuntansi tentang

penerimaan etika

Persepsi mahasiswa akuntansi tentang

kode etik ikatan akuntan indonesia Pemahaman Manajemen Laba (Y) Persepsi auditor tentang penerimaan etika Persepsi auditor tentang kode etik

ikatan akuntan indonesia

(31)

(H1) : Terdapat pengaruh persepsi yang signifikan pada mahasiwa akuntansi

tentang penerimaan etika terhadap permahaman manajemen laba. (H2) : Terdapat pengaruh persepsi yang signifikan pada auditor tentang

penerimaan etika terhadap pemahaman manajemen laba.

(H3) : Terdapat pengaruh persepsi yang signifikan pada mahasiswa akuntansi

tentang kode etik ikatan akuntan indonesia terhadap pemahaman manajemen laba.

(H4) : Terdapat pengaruh persepsi yang signifikan pada auditor tentang kode

Referensi

Dokumen terkait

Abu Hurairah, Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat Model dan Strategi Pembangunan yang Berbasis Kerakyatan, (Bandung: Humaniora, 2008), hal.. Sebagai tujuan,

PRAJA atau PANGREH PRAJA tetapi nampaknya tidak lagi populer, malahan sekarang lebih populer dengan SATPOL PP. •  Maka perlu dicari sebutannya apa? à ASN. Mengapa ASN?..

Hasil penelitian ini menunjukkan : (1) ada hubungan antara faktor fungsional dengan persepsi mahasiswa UPI yaitu sebesar 5,76%, hal ini dapat disimpulkan bahwa hubungan antara

8 Ainur rohmah/ 2013/ universitas dian nuswantoro semarang Perhitungan harga pokok produksi berdasarkan metode harga pokok pesanan untuk efisiensi biaya produk studi kasus pada

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji transmisi kebijakan moneter melalui jalur pembiayaan bank syariah (Islamic bank financing channel) dengan membagi jenis

&ak atas in4ormasi pasien ada,ah suatu hak yan+ dimi,iki o,eh pasien tentan+ semua 4akta dan keadaan pasien yan+ te,ah disampaikan dan diketahui dokter atau tena+a kesehatan

Analisis data yang dilakukan yaitu menggambarkan grafik berdasarkan data dari karakteristik I-V, hubungan frekuensi terhadap konduktansi, kapasitansi dan impedansi

Berdasarkan analisis kedua tabel peluang dan ancaman di atas, nilai hasil faktor eksternal yang ada untuk meningkatkan pengelolaan air limbah domestik Kecamatan