• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Pengidentifikasian atribut atribut kualitas produk yang menghasilkan kepuasan kepada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Pengidentifikasian atribut atribut kualitas produk yang menghasilkan kepuasan kepada"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Atribut yang memuaskan pelanggan adalah atribut kualitas dari produk itu sendiri. Pengidentifikasian atribut – atribut kualitas produk yang menghasilkan kepuasan kepada pelanggan itu dapat dilakukan melalui pendekatan pengembangan dimensi kualitas dan pendekatan insiden kritis. Yang disertakan dalam pendekatan pengembangan dimensi kualitas mencakup bukan hanya pelanggan tetapi juga perusahaan penghasil produk. Sejalan dengan tingkat persaingan dan harapan pelanggan, maka setiap konsep ini mengalami evolusi sebagai upaya untuk merespon perubahan.

2.1 Model SERVQUAL

Model kualitas jasa yang paling populer dan hingga kini banyak dijadikan acuan dalam riset dan kepuasan pelanggan adalah model SERVQUAL (singkatan dari service quality) yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml dan Berry (1985, 1988, 1990, 1991, 1993, 1994). Model yang dikenal pula dengan istilah Gap Analysis Model ini berkaitan erat dengan model kepuasan pelanggan yang didasarkan pada rancangan diskonfirmasi. Ancangan ini menegaskan bahwa bila kinerja pada suatu atribut (attribute performance) meningkat lebih besar daripada harapan (expectation) atas atribut bersangkutan, maka persepsi terhadap kualitas dan jasa akan positif dan sebaliknya.

Perjalanan panjang model SERVQUAL dapat ditelusuri dalam delapan tahap utama yaitu kelahiran, instrumentasi, extended gap model, deteminan ekspektasi jasa, revisi instrumentas SERVQUAL, dampak SERVQUAL terhadap minat behavioral, sistem informasi kualitas jasa, dan e – SERQVUAL.

(2)

Kolaborasi antara Parasuraman, Zeithalm dan Berry memaparkan secara rinci lima gap kualitas jasa yang berpotensi menjadi sumber masalah kualitas jasa. Model ini dikembangkan dengan maksud untuk membantu dalam menganalisa sumber masalah kualitas dan memahami cara – cara memperbaiki kualitas jasa. Model ini diilustrasikan pada gambar, garis putus – putus horizontal memisahkan dua fenomena utama, yaitu bagian atas merupakan fenomena yang berkaitan dengan pelanggan, dan bagian bawah mengacu pada fenomena pada perusahaan. Selain dipengaruhi pengalaman masa lalu, kebutuhan pribadi pelanggan, komunikasi gethok tular, jasa yang diharapkan juga dipengaruhi aktifitas komunikasi dan interaksi perusahaan.

(3)

Bagan 2.1. Model Konseptual SERVQUAL PELANGGAN GAP 5 PEMASAR GAP 4 GAP 1 GAP 2

Lima gap utama yang terangkum dalam gambar meliputi : Komunikasi

Gethok Tular

Kebutuhan Pribadi Pengalaman Masa Lalu Jasa yang Diharapkan Jasa yang Dipersepsikan Komunikasi Eksternal kepada Pelanggan Persepsi Atas Harapan l Penyampaian Jasa Spesifikasi Kualitas Jasa GAP 3

(4)

1. Gap antara harapan pelanggan dan persepsi perusahaan (knowledge gap).

Gap ini berarti, bahwa pihak perusahaan mempersepsikan bahwa ekspektasi pelanggan terhadap kualitas jasa secara tidak akurat. Beberapa kemungkinan penyebabnya antara lain : informasi yang didapatkan dari lapangan dan analisis permintaan kurang akurat, interpretasi yang kurang akurat atas informasi ekspektasi pelanggan, tidak adanya analisis permintaan, buruknya atau tiadanya aliran informasi ke atas dari staf kontak pelanggan ke pihak perusahaan, dan terlalu banyak jenjang manajerial yang menghambat atau mengubah informasi yang disampaikan dari karyawan kontak pelanggan ke pihak perusahaan. Sebagai contoh, pihak perusahaan mungkin saja mengira bahwa pelanggannya lebih mengutamakan ketepatan waktu pengisian bahan bakar, padahal mereka lebih mementingkan akurasi dan ketepatan dalam jumlah pengisian.

2. Gap antara persepsi perusahaan terhadap harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa (standards gap).

Gap ini berarti antara spesifikasi kualitas pelayanan tidak konsisten dengan persepsi perusahaan terhadap ekspektasi kualitas. Penyebabnya antara lain : tidak adanya standar kinerja yang jelas, kesalahan perencanaan atau prosedur perencanaan yang tidak memadai, manajemen perencanaan yang buruk, kurangnya penetapan tujuan yang jelas dalam organisasi, kurangnya dukungan dan komitmen manajemen puncak terhadap perencanaan kualitas pelayanan, kekurangan sumber daya, dan situasi permintaan berlebihan. Contohnya pihak perusahaan meminta para karyawannya agar melayani pelanggan dengan “cepat” tanpa merinci standart waktu pelayanan yang bisa dikategorikan cepat.

(5)

3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa serta penyampaian jasa (delivery gap).

Gap ini berarti bahwa spesifikasi kualitas tidak terpenuhi oleh kinerja dalam proses produksi dan penyampaian jasa. Sejumlah penyebabnya antara lain : spesifikasi kualitas terlalu rumit atau terlalu kaku, para karyawan tidak menyepakati spesifikasi tersebut dan karenanya tidak memenuhinya, spesifikasi tidak sejalan dengan budaya korporat yang ada, manajemen operasi pelayanan yang buruk, kurang memadainya aktifitas internal marketing, serta teknologi dan sistem yang ada tidak memfasilitasi kinerja sesuai dengan spesifikasi. Kurang terlatihnya karyawan, beban kerja terlampau berlebihan, dan standar kinerja tidak dapat dipenuhi karyawan (terlalu tinggi atau tidak realistis) juga bisa menyebabkan tejadinya gap ini. Selain itu mungkin pula karyawan dihadapkan pada standar – standar yang saling bertentangan satu sama lain. Sebagai contoh, para karyawan SPBU diwajibkan untuk melayani pelanggan dengan jangka waktu yang cepat, tetapi di saat bersamaan, mereka juga harus tetap menjaga akurasi dan ketepatan jumlah pengisian serta melayani keluhan pelanggan.

4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi serta interaksi eksternal (communications gap).

Gap ini berarti bahwa janji – janji yang disampaikan melalui aktifitas komunikasi dan interaksi perusahaan tidak konsisten dengan pelayanan yang disampaikan kepada pelanggan. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu perencanaan komunikasi dengan pelanggan tidak terintegrasi dengan operasi jasa, kurangnya koordinasi antara pemasaran eksternal dan operasi jasa, organisasi

(6)

gagal memenuhi spesifikasi yang ditetapkannya, sementara kampaye komunikasi dalam sosialisasi pemasaran sesuai dengan spesifikasi tersebut, dan kecenderungan untuk melakukan “over – promised, under deliver”. Iklan dan slogan janji perusahaan sering mempengaruhi ekspektasi pelanggan. Jika pihak perusahaan memberikan janji berlebihan, maka resikonya adalah harapan pelanggan bisa membumbung tinggi dan sulit dipenuhi. Contohnya, pelanggan akan merasa kecewa apabila kualitas produk yang telah mereka gunakan tidak sebaik atau sebagus yang digambarkan atau yang dijanjikan.

5. Gap antara jasa yang dipersepsikan dan jasa yang diharapkan (service gap).

Gap ini berarti bahwa jasa yang dipersepsikan tidak konsisten dengan jasa yang diharapkan. Gap ini bisa menimbulkan sejumlah konsekuensi negatif, seperti kualitas buruk dan masalah kualitas, komunikasi gethok tular yang negatif, dampak negatif terhadap citra korporat atau citra lokal, dan kehilangan pelanggan. Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja atau prestasi perusahaan berdasarkan kriteria yang berbeda, atau bisa juga mereka keliru menginterpretasikan kualitas jasa yang bersangkutan.

Sementara itu, jasa yang dipersepsikan pelanggan merupakan hasil dari serangkaian keputusan dan aktivitas internal perusahaan. Persepsi perusahaan terhadap ekspektasi pelanggan memandu keputusan menyangkut spesifikasi kualitas jasa yang harus diikuti perusahaan dan diimplementasikan dalam penyampaian jasa kepada pelanggan. Pelanggan mengalami proses produksi dan penyampaian jasa, sebagai komponen kualitas berkaitan dengan proses dan solusi teknis yang diterima melalui proses tersebut sebagai komponen kualitas berkaitan dengan hasil.sebagaimana

(7)

ditunjukkan dalam gambar, komunikasi dan interaksi antar perusahaan dan pelanggan dapat mempengaruhi perceived services dan expected service.

Parasuraman juga mengidentifikasikan 10 dimensi pokok jasa yaitu reliabilitas, daya tanggap, kompetensi, akses, kesopanan, komunikasi dan interaksi, kredibilitas, keamanan, kemampuan memahami pelanggan dan bukti fisik.

2.3 Instrumentasi SERVQUAL (1985 – 1988)

Berdasarkan model konseptual yang disusun, kemudian Parasuraman dan kawan – kawan menyusun skala pengukuran SERVQUAL dan mendefenisikan kualitas pelayanan sebagai “penilaian global atau sikap menyangkut superioritas jasa”. Operasionalisasi ini dirumuskan dalam persamaan yang sangat terkenal: Q = P – E. Persepsi (P) didefenisikan sebagai keyakinan pelanggan berkenaan dengan jasa yang diterima atau dialami. Sedangkan Harapan atau Ekspektasi (E) dirumuskan sebagai hasrat atau keinginan konsumen yaitu apa yang mereka rasakan harus (dan bukan bakal) ditawarkan penyedia layanan. Istilah “harapan atau ekspektasi” digunakan secara berbeda dalam literatur kualitas jasa dan literatur kepuasan pelanggan dimana ekspektasi jasa (E) tidak menunjukkan prediksi tentang apa yang bakal (would) ditawarkan penyedia jasa, namun justru lebih dari pada apa yang harus (should) ditawarkan.

(8)

Dalam model ini, diidentifikasi sejumlah faktor internal yang mempengaruhi tingkat kualitas jasa yang disampaikan kepada pelanggan. Berbasiskan faktor – faktor tersebut, mereka menawarkan sejumlah strategi untuk memperkecil gap – gap kualitas jasa.

Tabel 2.1

(9)

GAP STRATEGI POKOK STRATEGI RINCI Gap 1 Mempelajari apa yang

diharapkan pelanggan

• Berusaha memahami ekspektasi pelanggan melalui riset, analisis komplain, panel pelanggan, dan lain – lain.

• Meningkatkan interaksi langsung antara perusahaan dan pelanggan dalam rangka meningkatkan pemahaman mengenai kebutuhan dan preferensi pelanggan

• Memperbaiki komunikasi ke atas (upward communication) dari karyawan ke pihak audit perusahaan, dan mengurangi jumlah jenjang/level manajemen di antara keduanya. • Menindaklanjuti informasi dan wawasan

yang diperoleh dari riset pelanggan. Gap 2 Menyusun standart

kualitas jasa yang tepat dan jelas

• Memastikan bahwa manajemen puncak menunjukkan komitmen konsisten pada kualitas berdasarkan sudut pandang pelanggan

• Melibatkan manajemen madya dalam penetapan, pengkomunikasian, dan penerapan standar pelayanan pelanggan dalam setiap unit kerja mereka.

• Membekali para karyawan dengan keterampilan untuk menyampaikan pelayanan yang berkualitas.

• Bersikap reseptif terhadap cara – cara baru dalam menjalankan bisnis yang bisa mengatasi berbagai hambatan dalam rangka mewujudkanjasa berkualitas.

• Membakukan tugas – tugas kerja repetitif demi menjamin konsistensi dan reliabilitas, baik melalui penerapan hard technology (seperti otamatisasi) maupun soft technology (penyempurnaan metode kerja).

• Menerapkan sasaran kualitas jasa yang jelas, menantang, relistis dan dirancang secara ekplisit untuk memenuhi harapan pelanggan. • Mengklarifikasikan tugas – tugas kerja yang

memiliki dampak terbesar pada kualitas dan karenanya harus mendapatkan prioritas utama.

• Memastikan bahwa karyawan memahami dan menerima sasaran dan prioritas yang disepakati.

(10)

rutin.

• Menghargai para karyawan atas keberhasilan mereka dalam mencapai sasaran kualitas. Gap 3 Memastikan bahwa

kinerja pelayanan sesuai dengan standar

• Memastikan peranan setiap karyawan melalui deskripsi kerja yang jelas dan rinci.

• Memastikan bahwa setiap karyawan memahami kontribusi pekerjaan mereka terhadap kepuasan pelanggan.

• Menyelaraskan karyawan dengan pekerjaan melalui proses seleksi yang menekankan kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk melakukan setiap pekerjaan dengan baik.

• Menyediakan pelatihan teknis yang dibutuhkan karyawan dalam rangka pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada mereka secara efektif

• Mengembangkan metode – metode rekrutmen dan refensi inofatif untuk menarik karyawan terbaik dan menciptakan loyalitas mereka terhadap organisasi.

• Meningkatkan kinerja karyawan melalui pemilihan teknologi dan peralatan yang paling tepat dan andal.

• Mengajarkan berbagai aspek pemahaman mengenai pelanggan (seperti harapan, persepsi, dan harapan pelanggan) kepada karyawan.

• Melatih karyawan dalam hal keterampilan antar – pribadi khususnya menyangkut interaksi dengan pelanggan.

• Menghilangkan konflik peran di antara para karyawan dengan melibatkan mereka dalam proses penetapan standar.

• Melatih karyawan dalam hal penetapan prioritas dan manajemen waktu.

• Mengukur kinerja karyawan dan mengaitkan kompensasi serta penghargaan dengan penyampaian jasa berkualitas.

• Menyusun sistem penghargaan yang sederhana, tepat waktu, akurat dan fair.

• Memberdayakan para karyawan dalam hal pengambilan keputusan berkenaan dengan pelaksanaantugasnya melayani dan memuaskan pelanggan.

(11)

• Memastikan bahwa setiap karyawan jasa pendukung internal benar – benar bersifat suportif kepada pelanggan.

• Membangun tim kerja sedemikian rupa sehingga para karyawan bisa bekerja sama dengan baik.

• Memperlakukan pelanggan sebagai “karyawan parsial”, mengklarifikasi peranan mereka dalam penyampaian jasa, melatih dan memotivasi mereka untuk melaksanakan perannya sebagai co – produser dengan baik. Gap 4 Memastikan bahwa

penyampaian jasa sesuai dengan janji yang diberikan

• Mengumpulkan masukan dari karyawan operasional sewaktu iklan baru sedang dibuat.

• Menyusun iklan yang menunjukkan karyawan riil yang sedang melakukan tugas mereka.

• Memberikan kesempatan kepada penyedia jasa untuk menelaah iklan sebelum diekspos kepada pelanggan.

• Meminta staf penjualan agar melibatkan staf operasi dalam pertemuan tatap muka dengan pelanggan.

• Menyusun kampanye internal yang bersifat edukasional dan motivasional untuk memperkuat keterkaitan antara departemen pemasaran, operasi dan sumber daya manusia.

• Memastikan bahwa standar pelayanan yang konsisten diberlakukan di semua lokasi penyedia pelayanan.

• Memastikan bahwa isi iklan dan sosialisasi mencerminkan secara akurat kharakteristik – kharakteristik pelayanan yang paling penting bagi pelanggan dalam interaksinya.

• Mengelola haparan pelanggan dengan cara menginformasikan kepada mereka apa saja yang mungkin dan tidak mungkin mereka terima, serta yang paling penting, disertai alasannya.

• Mengidentifikasi dan menjelaskan faktor – faktor di luar kendali organisasi dalam segala kekurangan.

• Menawarkan berbagai tingkat pelayanan dengan harga yang berbeda kepada para pelanggan, serta menjelaskan perbedaan di

(12)

antara macam – macam tingkat pelayanan tersebut.

2.5 Determinan Ekspektasi Jasa (1988 – 1990)

Hasil yang dicapai pada penyempurnaan model SERVQUAL ini adalah pengembangan konsep zone of tolerance, yaitu area antara adequate service level dan desire serviced level. Sebagai contoh, jika kita menginginkan kecepatan waktu saat pengisian BBM, dalam hal waktu tunggu Anda mungkin 3 menit. Akan tetapi rata – rata kita tidak bersedia menunggu lebih dari 5 menit (adequate service level). Perbedaan antara waktu tunggu 3 menit dan 5 menit itu yang dinamakan zone of tolerance.

2.6 Dampak SERVQUAL terhadap Minat Behavioral (1994 – 1996)

Mengkaji literatur yang berkembang saat itu seputar hubungan antara kualitas pelayanan dan laba, dan menguji secara empiris beberapa hubungan antara minat behavioral pelanggan (seperti loyalitas, perilaku beralih pemasok, ketersediaan membayar harga premium, komplain ke pihak ketiga, dan komplain ke penyedia pelayanan) dan kualitas pelayanan. Terdapat kerangka konseptual dampak behavioral dan finansial kualitas jasa. Kualitas jasa superior (inferior) berkaitan dengan minat behavioral yang favorable (unfavorable), sementara minat behavioral yang favorable (unfavorable) berhubungan dengan retensi (defeksi ) pelanggan yang pada gilirannya mempengaruhi konsekuensi finansial positif (negatif). Hal ini menyimpulkan bahwa penyempurnaan kualitas jasa berdampak positif terhadap minat behavioral. Perusahaan yang berusaha meningkatkan layanan, terutama melebihi tingkat jasa yang diinginkan (desire service) harus benar – benar mempertimbangkan cost effectivenesse langkah tersebut karena

(13)

sebagian pelanggan mungkin saja tidak bersedia untuk membayar kualitas jasa yang terlalu besar. Selain itu, pelanggan yang tidak memiliki masalah jasa akan memiliki skor minat behavioral tertinggi, diikuti pelanggan yang mengalami masalah yang tidak terpecahkan.

2.7 Sistem Informasi Kualitas Jasa (1996 – 1997)

Berry dan Parasuraman menekankan pentingnya pengukuran kualitas layanan bagi setiap organisasi. Mereka merekomendasikan agar setiap organisasi menerapkan informasi kualitas jasa yang bersifat dinamis, yaitu sistem yang mengukur kualitas jasa dari berbagai perspektif dan berbagai sudut pandang. Sulit untuk menangkap semua perubahan atau dinamika sistem penyampaian jasa dan dampaknya bagi pelanggan dan organisasi. Oleh sebab itu, diuraikan berbagai ancangan riset yang bisa diguanakan untuk mensurvei pelanggan perusahaan, pelanggan pesaing dan karyawan. Komponen utama dari sistem informasi kualitas jasa yang efektif terdiri atas survei transaksional, pengumpulan komplain, komentar, dan pertanyaan pelanggan, dan survei pasar total. Tergantung pada tipe organisasi dan produk/pelayanan yang ditawarkan.

2.8 Ukuran SERVQUAL

Model SERVQUAL didasarkan pada asumsi bahwa konsumen membandingkan kinerja pelayanan pada atribut – atribut relevan dengan standart ideal / sempurna untuk masing – masing atribut jasa. Bila kinerja sesuai dengan atau melebihi standar, maka persepsi atau kualitas jasa keseluruhan akan positif dan sebaliknya. Dengan kata lain, model ini menganalisis gap antara dua variabel pokok, yakni jasa yang diharapkan (expected service) dan jasa yang dipersepsikan (perceived service).

(14)

Perancangan kualitas pelayanan dalam model SERVQUAL didasarkan pada skala multi – item yang dirancang untuk mengukur harapan dan persepsi pelanggan, serta gap diantara keduanya pada lima dimensi utama kualitas jasa (reliabilitas, daya tanggap, jaminan, empati, bukti fisik).

Tabel 2.2

Dimensi dan Atribut Model SERVQUAL

NO DIMENSI ATRIBUT

1. Reliabilitas 1. Menyediakan jasa sesuai yang dijanjikan.

2. Dapat diandalkan dalam menangani masalah layanan pelanggan.

3. Menyampaikan layanan sesuai dengan waktu yang dijanjikan.

4. Menyampaikan layanan secara benar sejak pertama kali. 5. Menyimpan catatan/dokumen tanpa kesalahan.

2. Daya Tanggap 6. Menginformasikan pelanggan tentang kepastian waktu pelayanan.

7. Layanan yang segera/cepat bagi pelanggan. 8. Kesediaan untuk membantu pelanggan.

9. Kesiapan untuk merespons permintaan pelanggan.

3. Jaminan 10. Karyawan menumbuhkan rasa percaya kepada pelanggan.

11. Membuat pelanggan merasa aman sewaktu melakukan transaksi.

12. Karyawan yang secara konsisten bersikap sopan.

13. Karyaawan yang mampu menjawab pertanyaan pelanggan.

4. Empati 14. Memberikan perhatian individual kepada pelanggan. 15. Karyawan yang memperlakukan pelanggan secara penuh

perhatian.

16. Sungguh – sungguh mengutamakan kepentingan pelanggan.

17. Karyawan yang memahami kebutuhan pelanggan. 18. Waktu beroperasi (jam buka/jam kantor ) yang nyaman. 5. Bukti Fisik 19. Peralatan modern.

20. Fasilitas yang berdaya tarik visual.

21. Karyawan yang berpenampilan rapi dan professional. 22. Meteri – materi berkaitan dengan layanan yang berdaya

(15)

Defenisi, penjelasan serta pernyataan mengenai kelima dimensi SERVQUAL di atas dikemukakan sebagai berikut :

1. Reliabilitas

Dimensi ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan secara akurat dan andal, dapat dipercaya, bertanggung jawab atas apa yang dijanjikan, tidak pernah memberikan janji yang berlebihan dan selalu memenuhi janjinya. Secara umum, defenisi reliabilitas merefleksikan konsistensi dan keandalan (hal yang dapat dipercaya, dipertanggungjawabkan) dari kinerja perusahaan.

2. Daya tanggap

Dimensi ini mencakup keinginan untuk membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat, selalu memperoleh defenisi yang tepat dan segera mengenai pelanggan. Dimensi ketanggapan ini merefleksikan komitmen perusahaan untuk memberikan pelayanannya tepat pada waktunya. Dimensi ini berkaitan dengan keinginan atau kesiapan pekerja untuk melayani.

3. Jaminan

Dimensi ini terdiri dari empat hal berikut ini :

a. Competency. Hal ini mencakup kepemilikan keteraampilan

b. Courtesy. Hal ini mencakup kesopanan, rasa hormat, perhatian dan keramahan pelayanan.

c. Credibility. Hal ini mencakup kepercayaan terhadap dan kejujuran dari si pemberi layanan.

(16)

d. Security. Hal ini mencakup kebebasan dari bahaya, resiko, atau keragu – raguan.

Dimensi ini mencakup pengetahuan dan kesopanan pekerja serta kemampuannya untuk memberikan kepercayaan kepada pelanggan. Dimensi ini merefleksikan kompetensi perusahaan, keramahan (kesopan – santunan) kepada pelanggan, dan keamanan operasinya. Kompetensi berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan jasa / pelayanan. Keramahan mengacu pada bagaimana pekerja perusahaan berinteraksi dengan pelanggannya dan kepemilikan pelanggan. Keamanan merefleksikan perasaan pelanggan bahwa ia bebas dari bahaya, resiko, dan keragu – raguan.

4. Empati

Dimensi ini terdiri dari tiga hal berikut ini :

a. Accessibility. Hal ini mencakup kemudahan untuk mendekati dan menghubungi.

b. Communication skills. Hal ini mencakup pemberian informasi kepada pelanggan dengan bahasa yang dapat dimengerti, dan mendengarkan tanggapan dan pertanyaan pelanggan.

c. Understanding the customer. Hal ini mencakup perlunya usaha untuk mengetahui pelanggan dan kebutuhan khususnya.

Dimensi ini menunjukkan derajat perhatian yang diberikan kepada setiap pelanggan. Dimensi ini juga merefleksikan kemampuan pekerja untuk menyelami perasaan pelanggan sebagaimana jika pekerja itu sendiri mengalaminya.

(17)

5. Bukti Fisik

Dimensi ini mencakup kondisi fisik fasilitas, peralatan, serta penampilan pekerja. Karena jasa tidak dapat diamati secara langsung, maka pelanggan sering kali berpedoman pada kondisi yang terlihat mengenai jasa dalam melakukan evaluasi. Kenyataan yang berkaitan dengan perusahaan itu mencakup obyek yang sangat bervariasi seperti pencahayaan, warna dinding, penampilan pekerja, keramahan pekerja dan sebagainya. Dimensi ini terdiri dari dimensi yang berkaitan dengan peralatan dan fasilitas yang digunakan serta personel dan materi komunikasi yang digunakan.

2.9 Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Ada beberapa metode yang bisa dipergunakan untuk mengukur dan memantau kepuasan pelanggannya dan pelanggan pesaing. Kotler, et al (2004) mendidentifikasi empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu sistem keluhan dan saran, ghost shopping, last customers analysis, dan survei kepuasan pelanggan.

1. Sistem Keluhan dan Saran

Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan perlu menyediakan tempat serta akses yang mudah dan nyaman bagi pelanggannya guna menyampaikan saran, kritik, pendapat, dan keluhan mereka. Media yang digunakan bisa berupa kotak saran yang diletakkan di tempat – tempat strategis (yang mudah dijangkau atau dilewati pelanggan), kartu komentar, saluran telepon khusus bebas pulsa, websites, dan sebagainya. Informasi – informasi yang diperoleh melalui metode ini dapat memberikan ide – ide baru dan masukan yang berharga kepada perusahaan, sehingga

(18)

memungkinkannya untuk bereaksi secara tanggap dan cepat untuk mengatasi masalah yang timbul.

Berdasarkan kharakteristiknya. Metode ini bersifat pasif, karena perusahaan menunggu inisiatif pelanggan untuk menyampaikan keluhan atau pendapat. Oleh karenanya sulit mendapatkan gambaran yang lengkap mengenai kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan melalui cara ini semata. Tidak semua pelanggan yang tidak puas akan menyampaikan keluhannya. Bisa saja mereka langsung beralih pemasok atau ke produk pesaing dan tidak akan membeli produk perusahaan itu lagi.

2. Ghost Shopping

Salah satu cara memperoleh kepuasan pelanggan adalah dengan memperkerjakan beberpa orang ghost shoppers untuk berperan atau berpura – pura sebagai pelanggan potensial produk perusahaan dan pesaing. Mereka diminta berinteraksi dengan staf penyedia jasa dan menggunakan produk dan merasakan pelayanan perusahaan. Berdasarkan pengalamannya tersebut, mereka kemudian diminta melaporkan temuan – temuannya berkenaan dengan kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing. Biasanya para ghost shopper diminta mengamati secara seksama dan menilai cara perusahaan dan pesaingnya melayani permintaan spesifik pelanggan, menjawab pertanyaan pelanggan dan menangani setiap keluhan pelanggan. Bilamana memungkinkan, ada baiknya pula bila manajer perusahaan terjun langsung menjadi ghost shopper untuk mengetahui bagaimana karyawannya berinteraksi dan memperlakukan pelanggannya. Tentunya karyawannya tidak boleh tahu atasannya sedang melakukan

(19)

penilaian atau penelitian. Bila karyawan tahu bahwa dirinya sedang dinilai, tentu saja perilakunya akan menjadi “manis” dan hasil penilaian akan bias.

3. Lost Cusyomer Analysis

Sedapat mungkin, seyogyanya perusahaan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan/penyempurnaan selanjutnya. Bukan hanya exit interview saja yang perlu dilakukan, tetapi pemantauan customer loss rate juga penting, dimana peningkatan customer loss rate menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggannya.

4. Survei Kepuasan Pelanggan

Survei adalah metode yang luas, informasi dikumpulkan melalui daftar kuesioner yang telah terstruktur sedemikian rupa. Survei mewakili banyak orang, oleh karena itu survei melibatkan banyak responden. Karena data yng dikumpulkan dari banyak orang, maka dipakai konsep – konsep statistik seperti pengambilan statistik atau analisis kuantitatif. Kondisi ini tentu sangat berbeda dengan metode kualitatif seperti wawancara yang cenderung menggunakan lebih sedikit partisipasi dan menerapkan analisis kualitatif.

(20)

Selain dimensi yang berkaitan dengan kualitas jasa, kita juga dapat menemukan dimensi kualitas yang berkaitan dengan barang, misalnya mengemukakan beberapa dimensi berikut ini mengenai kualitas suatu barang.

1. Performance, yaitu kepuasan atau kharakteristik utaman beroperasinya produk. 2. Features, yaitu kharakteristik sekunder yang melengkapi fungsi dasar produk. 3. Reliability, yaitu kemungkinan produk gagal atau tidak berfungsi selama satu

periode tertentu.

4. Conformance, yaitu seberapa dekat kesesuaian antara desain, dan spesifikasi produk sebagaimana spesifikasi yang ditetapkan sebelumnya atau harapan pelanggan.

5. Durability, yaitu jumlah manfaat yang diperoleh dari produk sebelum produk itu secara fisik menjadi lebih buruk atau tak terpakai.

6. Serviceability, yaitu kecepatan , keramahan, kompetensi, dan kemudahan direparasi.

7. Aesthetics, yaitu unsure penilaian subjektif pribadi mengenai bagaimana suatu produk terlihat.

8. Reputation, yaitu citra dan reputasi umum perusahaan.

2.11 Harapan atau Ekspektasi Pelanggan

Dalam konteks kualitas produk, dan kepuasan pelanggan telah dicapai konsensus bahwa harapan pelanggan memainkan peranan penting sebagai standar perbandingan dalam mengevaluasi kualitas maupun kepuasan. Harapan / ekspektasi pelanggan merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membelli suatu produk, yang

(21)

dijadikan standar acuan dalam menilai kinerja produk bersangkutan.kendati demikian, konseptualisasi dan operasionalisasi pelanggan masih menyangkut isu kontroversial, terutama menyangkut kharakteristik ekspektasi spesifik, jumlah standar yang digunakan, dan sumber ekspektasi. Setiap konsumen mungkin aja memiliki beberapa ekspektasi pra – konsumsi yang berbeda.

Berdasarkan kajian mendalam terhadap literatur kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan, dapat diidentifikasikan defenisi ekspektasi pelanggan yang disusun dalam sebuah hierarki ekspektasi, dari yang tertinggi hingga yang terendah:

1. Ideal expectation, yaitu tingkat kerja terbaik dan optimum atau terbaik yang diharapkan dapat diterima konsumen. standar ideal identik dengan excellence yakni standar sempurna yang membentu ekspektasi terbesar konsumen.

2. Normative expectation, yaitu tingkat kinerja yang dirasakan konsumen seharusnya merka dapatkan dari produk yang dikonsumsi. Ekspektasi normatif lebih rendah dibandingkan ekspektasi ideal, karena biasanya ekspektasi normatif dibentuk oleh pemasok atau penyedia jasa. Tipe ekpektasi semacam ini ditumbuhkan melalui sumber – sumber sosialisasi seperti iklan, atau pamflet. Karena ekspektasi normatif terbentuk melalui janji – janji, maka konsumen menerapkan norma bahwa pemasar harus memenuhi janjinya.

3. Desire expectation, yaitu tingkat kinerja yang diinginkan pelanggan dapat diberikan produk atau jasa tertentu.dengan kata lain, metode ini mencerminkan tingkat kinerja yang diinginkan atau diharapkan diterima pelanggan. Desire performance merupakan perpaduan antara apa yang diyakini pelanggan dapat (can be) dan seharusnya (should be) diterima.

(22)

4. Tingkat kinerja yang diantisipasi atau diperkirakan konsumen akan diterimanya, berdasarkan semua informasi yang diketahuinya. Tipe ekspektasi ini juga bisa didefenisikan sebagai tingkat kinerja yang bakal atau mungkin terjadi pada interaksi berikutnya antara pelanggan dan perusahaan. Standar ini dibentuk berdasarkan pengalaman masa lalu dalam mengkonsumsi kategori produk atau jasa tertentu dan persepsi konsumen terhadap kinerja produk tipikal. Pelanggan mengandalkan standar yang mencerminkan kinerja seharusnya dari merek yang dibelinya dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginannya, namun ekspektasi tersebut dibatasi tingkat kinerja yang diyakini pelanggan mungkin direalisasikan pengalaman dengan merek – merek sebelumnya.

5. Evaluasi subyektif konsumen terhadap investasi produknya. Tipe ekspektasi ini berkenaan dengan apa yang setidaknya harus terjadi pada interaksi berikutnya, yakni layanan yang dinilai selayaknya didapatkan pelanggan. Ini berkaitan dengan equity theory, yaitu teori yang menyatakan bahwa setiap individu akan menganalisis rasio input dan hasil (outcome) yang diperolehnya dibandingkan dengan rasio input dan hasil mitra pertukarannya. Input bisa berupa informasi, usaha, dana, dan waktu yang dicurahkan untuk merealisasikan pertukaran, sedangkan hasil mencakup manfaat dan kewajiban yang didapatkan dari pertukaran, misalnya penghematan waktu, kinerja produk atau jasa, dan kompensasi tertentu yang diterima. Apabila pelanggan mempersepsikan ada ketidakadilan dalam transaksi pertukaran yang dilakukannya, maka ia cenderung tidak puas, dan menilai kualitas yang diterimanya buruk.

Referensi

Dokumen terkait

kepada sejumlah referensi terkait. Untuk memahami sebuah bentuk framework yang.. digunakan, perlu disadari bahwa framework bukanlah hanya sekedar deskripsi dari

Menurut pendapat kami, laporan keuangan konsolidasi yang kami sebut di atas menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan konsolidasi Perusahaan

tulisannya Pendidikan Berbasis Kompetensi (2002), 24 memaparkan bahwa,: dalam proses belajar, siswa perlu mengetahui landasan ilmu pengetahuan yang terus berkembang

Berdasarkan hasil penelitian laju sedimentasi di muara Sungai Kali Kuto pada bulan Mei 2015 menunjukan bahwa nilai rata-rata terbesar terdapat di stasiun 5 (depan mulut sungai)

Inflasi yang sangat parah ini disebabkan oleh berbagai kekacauan yang terjadi pada era orde lama seperti dampak negatif dari kebijakan sanering yang mengakibatkan bank-bank

Hasil yang diperoleh menunjukan terdapat tiga variabel independen yang memiliki hubungan yang signifikan terhadap variabel perubahan harga lahan, diantaranya adalah

Adanya perbedaan-perbedaan tersebut, penggantian sukrosa dengan isomalt dapat menyebabkan perbedaan karakteristik dari soft candy yang dihasilkan, seperti tekstur, kadar

PENGARUH VARIABEL INTERNAL (KEUANGAN) PERBANKAN TERHADAP PROFITABILITAS BANK (Studi pada Bank yang Terdaftar di LQ-45 tahun 2006-2010).. S K R I P