• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Retensi

Retensi adalah banyak atau jumlah bahan pengawet yang terdapat dalam kayu. Rata-rata retensi dalam metode pengawetan rendaman dingin selama 10 hari dan metode pengukusan 2 jam dan direndam selama 2 hari tidak berbeda nyata, namun berdasarkan perbedaan jenis kayu dan konsentrasi bahan pengawet boron memberikan perbedaan nyata (Lampiran 1). Sedangkan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Retensi Contoh Uji Laboratorium

K

Rendaman Dingin Pengukusan

Karet AB Mahoni A Mindi B Karet AB Mahoni A Mindi B

x±sd* x±sd* x±sd* x±sd* x±sd* x±sd*

1,5% 6±0,44a 7±0,59a 7±1,29a 7±0,80a 7±2,53a 8±1,36a

3,0% 10±1,09b 12±0,86b 11±1,87b 12±1,64b 12±1,78b 15±1,43b

4,5% 17±2,08c 19±2,44c 19±3,40c 18±5,14c 19±3,64c 20±1,91c

Keterangan : Jenis kayu yang berpangkat huruf besar yang sama tidak berbeda nyata * Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata K = Konsentrasi Bahan Pengawet, SD= Standart Deviasi

Berdasarkan Tabel 3, rata-rata retensi kayu karet dengan metode rendaman dingin, konsentrasi 1,5% adalah 6 kg/m3 sedangkan pada metode pengukusan meningkat menjadi 7 kg/m3.Untuk kayu mahoni dengan konsentrasi 1,5%, baik metode rendaman dingin maupun metode pengukusan rata-rata retensinya adalah 7 kg/m3, sedangkan untuk kayu mindi dengan konsentrasi 1,5% dengan metode rendaman dingin retensinya 7 kg/m3, metode pengukusan meningkat menjadi 8 kg/m3. Secara umum dengan metode pengukusan dapat meningkatkan retensi, hal ini diduga disebabkan oleh struktur anatomi kayu, kayu yang dikukus akan memperbesar pori-pori kayu sehingga memudahkan bahan pengawet masuk ke dalam kayu dan juga kayu yang yang mempunyai keterawetan rendah disarankan

(2)

untuk dilakukan proses pengukusan terlebih dahulu sebelum diawetkan (Abdurrohim dan Martawijaya 1992).

Retensi ketiga jenis kayu (Tabel 3), menunjukkan retensi yang meningkat dengan meningkatnya konsentrasi baik dengan metode rendaman dingin maupun metode pengukusan. Hal ini disebabkan semakin tinggi konsentrasi berarti bahan aktif semakin banyak. Semakin banyak bahan aktif, maka peluang terjadinya ikatan antara bahan aktif dengan gugus hidroksil bebas (-OH-) akan semakin besar, berarti bahan aktif semakin tinggi terabsorsi sehingga nilai retensinya meningkat, disamping itu peningkatan konsentrasi bahan pengawet juga akan meningkatkan retensi, karena retensi merupakan absorbsi dikalikan konsentrasi bahan pengawet (Hunt dan Garrat 1986; Ishkiwa et al. 2004)

Hasil penelitian sebelumnya bahan pengawet boraks dengan retensi 6-7 kg/m3 sudah dapat menahan serangan rayap kayu kering, sedangkan untuk mencegah serangan rayap tanah dianjurkan retensi bahan pengawet asam borat 8 kg/m3. Bahan pengawet boron (boraks dan asam borat 1,54:1) 8,4 kg/m3, sudah cukup menanggulangi serangan organisme perusak kayu barang kerajinan seperti bubuk kayu kering dan rayap kayu kering (Findlay dalam Abdurrohim 1994; Martawijaya dan Supriana 1973 dalam Abdurrohim 1992). Dengan demikian ketiga jenis kayu yang diawetkan dengan senyawa boron ini baik metode rendaman dingin maupun metode pengukusan dengan konsentrasi 3% ke atas sudah cukup efektif menahan serangan rayap tanah untuk barang kerajinan dan mebel, karena rata-rata retensinya diatas 10 kg/m3.

Pengujian ketahanan beberapa kayu dari hutan rakyat dilakukan dengan dua cara yaitu pengujian laboratorium dan pengujian lapangan. Indikator yang digunakan untuk pengujian laboratorium adalah kehilangan berat contoh uji, mortalitas, dan derajat serangan terhadap rayap tanah sedangkan indikator untuk pengujian lapangan adalah menggunakan derajat serangan rayap tanah.

4.2 Pengujian Laboratorium

Parameter yang digunakan untuk menilai ketahanan contoh uji tiga jenis kayu dengan bahan pengawet boron dengan konsentrasi 1,5%, 3% dan 4,5% terhadap serangan rayap tanah meliputi kehilangan berat (weight loss), jumlah kematian (mortalitas), dan derajat serangan (attack degree). Untuk mengetahui

(3)

kadar bahan pengawet terhadap kehilangan berat contoh uji terhadap rayap tanah dapat dilihat pada Tabel 4, untuk mortalitas dapat dilihat pada Tabel 5, dan untuk derajat serangan dapat dilihat pada Tabel 6.

4.2.1 Kehilangan Berat

Salah satu parameter yang digunakan untuk menilai ketahanan contoh uji adalah kehilangan berat. Untuk mengetahui pengaruh jenis kayu, metode pengawetan, dan konsentrasi bahan pengawet yang digunakan terhadap kehilangan berat rayap dilakukan uji statistik dan hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Nilai rata-rata kehilangan berat contoh uji ketiga jenis kayu setelah pengumpanan selama empat minggu pada uji laboratorium dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Kehilangan Berat (%) Tiga Jenis Kayu terhadap Serangan Rayap Tanah

K (%)

Rendaman Dingin

Karet A Mahoni B Mindi B

x±sd* KK x±sd* KK x±sd* KK

0 39,96±11,20a V 8,63±3,11a III 11,25±1,11a IV

1,5 10,91±1,99b III 5,63±1,46b II 5,60±2,85b II

3 9,99±1,49b III 4,29±2,28b II 3,51±2,42b I

4,5 6,55±1,17b II 1,83±1,83b I 2,12±1,92b I

K (%)

Pengukusan

Karet A Mahoni B Mindi B

x±sd* KK x±sd* KK x±sd* KK

0 39,96±11,20a V 8,63±3,11a III 11,25±1,11a IV

1,5 8,54±1,81b III 5,50±1,83b II 4,32±0,48b II

3 6,34±1,42b II 4,77±1,68b II 3,45±1,21b I

4,5 5,48±2,92b II 1,83±0,90b I 2,07±1,82b I

keterangan : Jenis kayu yang berpangkat huruf besar yang sama tidak berbeda nyata * huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata

K = Konsentrasi Bahan Pengawet; KB = Kehilangan Berat; KK = Kelas Ketahanan

Berdasarkan Tabel 4, pada tiga jenis kayu yang tanpa diawetkan atau ketahanan alami (kontrol) untuk kayu karet rata-rata nilai kehilangan beratnya 39,96% termasuk kelas ketahanan V, karena berdasarkan klasifikasi ketahanan kayu berdasarkan SNI kehilangan berat > 31,89% termasuk kelas ketahanan V. Kayu mahoni rata-rata nilai kehilangan beratnya 8,63% termasuk kelas ketahanan

(4)

III, sesuai dengan SNI untuk kelas ketahanan III kehilangan beratnya berkisar 7,50 – 10,96%. Sedangkan untuk kayu mindi rata-rata nilai kehilangan beratnya 11,25% termasuk kelas ketahanan IV, sesuai dengan SNI untuk kelas ketahanan IV kehilangan beratnya 10,96 – 18,94%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pandit dan Kurniawan (2008) yang menyatakan bahwa kayu karet termasuk dalam kelas awet V dan pernyataan Martawijaya et al. (1989) bahwa kayu mahoni masuk kedalam kelas awet III dan kayu mindi termasuk kedalam kelas awet IV.

Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa dengan perlakuan pengawetan dengan metode rendaman dingin maupun metode pengukusan dapat menurunkan kehilangan berat. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kedua metode yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap kehilangan berat, akan tetapi perbedaan jenis kayu dan konsentrasi yang digunakan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kehilangan berat. Hasil uji lanjut yaitu uji Duncan (Lampiran 1) menunjukan pengaruh jenis kayu dan konsentrasi. Hasil perlakuan pengawetan dengan konsentrasi 1,5%, 3%, dan 4,5% dengan metode rendaman dingin, berdasarkan SNI 01-7207-2006 kelas ketahanan kayu untuk kayu karet dapat meningkat dari kelas ketahanan V menjadi kelas ketahanan III dengan konsentrasi 1,5% dan 3%, pada konsentrasi 4,5% meningkat menjadi kelas ketahanan II. Untuk kayu mahoni kontrol memiliki kelas ketahanan III meningkat dengan perlakuan pengawetan dengan konsentrasi 1,5% dan 3% menjadi kelas II, dan pada konsentrasi 4,5% meningkat menjadi kelas ketahanan I. Untuk kayu mindi kontrol memiliki kelas ketahanan IV, meningkat dengan perlakuan pengawetan dengan konsentrasi 1,5% dan 3% menjadi kelas ketahanan II, dan pada konsentrasi 4,5% meningkat menjadi ketas ketahanan I. Dengan demikian untuk kayu karet dengan konsentrasi 4,5% hanya mencapai kelas ketahanan II, sedangkan untuk kayu mahoni dan mindi sudah mencapai kelas ketahanan I.

Tiga jenis kayu yang diawetkan dengan konsentrasi 1,5%, 3% dan 4,5% menggunakan metode pengukusan, berdasarkan SNI 01-7207-2006, kelas ketahanan kayu untuk kayu karet meningkat dari kelas V menjadi kelas ketahanan III pada konsentrasi 1,5%, sedangkan pada konsentrasi 3% dan 4,5% meningkat menjadi kelas ketahanan II. Untuk kayu mahoni kontrol kelas ketahanan III meningkat dengan perlakuaan pengawetan dengan konsentrasi 1,5% dan 3% menjadi kelas ketahanan II, sedangkan konsentrasi 4,5% meningkat menjadi kelas ketahanan I. Untuk kayu mindi kontrol kelas ketahanan IV meningkat dengan

(5)

perlakuan pengawetan dengan konsentrasi 1,5% menjadi kelas ketahanan II, sedangkan konsentrasi 3% dan 4,5% menjadi kelas ketahanan I. Dengan demikian untuk kayu karet dengan konsentrasi 4,5% hanya menjadi kelas ketahanan II, sedangkan untuk kayu mahoni dengan konsentrasi 4,5% menjadi kelas ketahanan I dan untuk kayu mindi konsentrasi diatas 3% sudah mencapai kelas I.

Perbedaan nilai kehilangan berat kayu antar jenis kayu diduga terkait dengan nilai retensi yang berhubungan dengan tingkat keterawetan kayu. Kayu-kayu yang keterawetannya tinggi-sedang (mudah diawetkan) sehingga nilai retensinya tinggi yang mengakibatkan terjadinya peningkatan ketahanan kayu terhadap serangan faktor perusak sehingga nilai kehilangan beratnya rendah.

Peningkatan kelas ketahanan kayu contoh uji diduga terkait dengan bahan pengawet yang digunakan yaitu boron yang bersifat racun bagi rayap. Hal ini sesuai dengan pernyataan Carr (1962) dalam Barly dan Supriana (1999), boron diketahui dapat menghambat aktivitas protozoa dalam perut rayap sehingga dapat menyebabkan rayap mati kelaparan. Metode pengawetan juga mempengaruhi peningkatan kelas ketahanan kayu contoh uji. Menurut Dumanau (2001), efektifitas bahan pengawet tidak hanya ditentukan oleh daya racunnya saja, tetapi juga oleh metode pengawetan serta retensi dan penetrasinya ke dalam kayu. Menurut Wibowo (2012), semakin tinggi konsentrasi larutan bahan pengawet, peluang terjadinya retensi yang lebih banyak akan semakin besar sehingga kayu menjadi lebih tahan terhadap serangan faktor perusak. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan bahwa dengan semakin meningkatnya konsentrasi larutan bahan pengawet, maka peningkatan kelas ketahanan kayu semakin tinggi. 4.2.2 Mortalitas

Salah satu parameter lain untuk menilai keampuhan bahan pengawet terhadap serangan rayap tanah adalah mortalitas (jumlah kematian). Persentase mortalitas rayap pada pengujian dihitung dari banyaknya jumlah rayap yang mati selama masa pengujian. Untuk mengetahui pengaruh jenis kayu, metode pengawetan, dan konsentrasi bahan pengawet yang digunakan terhadap mortalitas rayap dilakukan uji statistik dan hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Faktor metode pengawetan tidak memberikaan perbadaan yang nyata, sedangkan faktor jenis kayu dan penggunaan konsentrasi memberikan perbedaan yang nyata

(6)

terhadap mortalitas rayap pada pengujian kayu karet, mahoni dan mindi disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Mortalitas Rayap Tanah

K (%)

Rendaman Dingin Pengukusan

Karet A Mahoni B Mindi B Karet A Mahoni B Mindi B

x±sd* x±sd* x±sd* x±sd* x±sd* x±sd* 0 23,5±6,8a 31,1±4,8a 30,9±5,2a 23,5±6,8a 31,1±4,8a 30,9±5,24a 1,5 100,0±0,0b 100,0±0,0b 100,0±0,0b 100,0±0,0b 100,0±0,0b 100,0±0,0b

3 100,0±0,0b 100,0±0,0b 100,0±0,0b 100,0±0,0b 100,0±0,0b 100,0±0,0b 4,5 100,0±0,0b 100,0±0,0b 100,0±0,0b 100,0±0,0b 100,0±0,0b 100,0±0,0b keterangan : Jenis kayu yang berpangkat huruf besar yang sama tidak berbeda nyata

* huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata K = Konsentrasi Bahan Pengawet, SD= Standart Deviasi

Berdasarkan Tabel 5 mortalitas rayap tanah pada kontrol lebih rendah dari contoh uji yang diawetkan dengan boron. Untuk kontrol kayu karet, mortalitas yang paling rendah yaitu 23,5%, kemudian kayu mindi 30,9% dan tertinggi kayu mahoni 31,1%. Sebagaimana diketahui kayu karet merupakan jenis kayu yang digunakan sebagai standar metode pengujian efikasi pestisida, karena kayu karet memiliki kualitas dan keawetan yang paling rendah (Anonim 1995). Sedangkan untuk perlakuan pengawetan dengan konsentrasi boron 1,5% keatas, nilai mortalitas rayap tanah sudah mencapai 100%. Kematian rayap diduga karena adanya senyawa boron yang bersifat racun (toksik) bagi rayap. Kematian rayap juga disebabkan oleh perilaku rayap yang beradaptasi terhadap lingkungan tanpa pilihan makanan (no choice) sehingga yang terjadi adalah sifat kanibalistik (rayap sehat memakan rayap yang lemah dalam proses adaptasi).

Gay dan Schulz dalam Barly dan Supriana (1999) mengatakan bahwa bahan pengawet yang mengandung persenyawaan boron, beracun terhadap rayap tanah. Bahan pengawet senyawa boron memiliki banyak keuntungan karena dapat mencegah serangga dan jamur, kayu yang diawetkan dengan senyawa boron aman dipakai baik terhadap manusia maupun binatang ternak, tidak berbau dan tidak berwarna, dengan demikian cocok untuk dipakai dalam pengawetan kayu bangunan yang selalu berhubungan dengan manusia seperti barang kerajinan dan peralatan rumah tangga. Bahan pengawet boron ini cukup efektif menahan

(7)

serangan rayap tanah. Jasni dan Supriana (1992), melaporkan bahwa penelitian dianggap berhasil apabila mortalitas rayap tidak kurang dari 55%.

Secara statistik (lampiran 2) pengujian perlakuan jenis kayu dan konsentrasi larutan bahan pengawet terhadap mortalitas rayap tanah sangat signifikan. Hal ini berarti bahwa konsentrasi larutan bahan pengawet boron yang dipakai mampu membunuh rayap tanah sampai 100% jika dibandingkan dengan kontrol.

4.2.3 Derajat Serangan terhadap Rayap Tanah

Derajat serangan merupakan salah satu parameter untuk menilai ketahanan kayu. Nilai derajat serangan contoh uji kayu terhadap serangan rayap tanah setelah pengumpanan selama empat minggu pada uji laboratorium dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Derajat Serangan Rayap Tanah

K (%)

Rendaman Dingin Pengukusan

Karet Mahoni Mindi Karet Mahoni Mindi 0 90 70 70 90 70 70 1,5 40 40 40 40 40 40

3 40 40 40 40 40 40 4,5 40 40 40 40 40 40  keterangan : K = Konsentrasi

Berdasarkan Tabel 6, derajat serangan rayap tanah pada ketiga jenis kayu untuk kontrol yang tertinggi pada kayu karet dengan derajat serangan bernilai 90 (tingkat D, pada contoh uji terjadi serangan berat), kemudian kayu mahoni dan kayu mindi dengan derajat serangan bernilai 70 (tingkat C, pada contoh uji terjadi serangan ringan). Namun setelah dilakukan pengawetan baik dengan metode rendaman dingin 10 hari maupun metode pengukusan 2 jam dan direndam 2 hari derajat serangannya dengan konsentrasi 1,5-4,5%, derajat serangannya menurun rata-rata bernilai 40 (tingkat B, pada contoh uji terdapat bekas gigitan rayap). Hal ini diduga disebabkan retensi bahan pengawet yang cukup tinggi dan bahan

(8)

pengawet boron yang bersifat toksik, sehingga rayap tidak dapat menyerang kayu secara besar. Namun masih terjadi serangan yang diduga disebabkan oleh sifat rayap yang suka bergerombol, makan kayu, kemudian terjadi kerusakan kayu akibat diserang rayap tersebut.

4.3. Pengujian Lapangan

Hasil pengujian ketiga jenis kayu setelah 3 bulan pengujian terhadap serangan rayap di lapangan dengan metode rendaman dingin dan metode pengukusan ditunjukkan pada Tabel 7.

Tabel 7 Derajat Serangan Rayap Tanah Uji Lapang

K (%)

Rendaman Dingin Pengukusan

Karet Mahoni Mindi Karet Mahoni Mindi

0 100 70 70 100 70 70

1,5 100 70 70 100 70 70

3 100 70 70 100 70 70

4,5 100 40 70 100 40 70

 keterangan : K = Konsentrasi

Pada metode rendaman dingin derajat serangan yang paling tinggi dimiliki oleh contoh uji kayu karet semua konsentrasi yaitu nilainya 100, untuk contoh uji kayu mahoni derajat serangannya bernilai 70 untuk konsentrasi 1,5% dan 3%, sedangkan untuk konsentrasi 4,5% derajat serangannya bernilai 40. Nilai derajat serangan contoh uji kayu mindi untuk tiap konsentrasinya adalah 70.

Metode pengukusan, contoh uji kayu karet memiliki derajat serangan yang tinggi yaitu bernilai 100 untuk konsentrasi 1,5%, 3% dan 4,5%. Contoh uji kayu mahoni memiliki derajat serangan yang paling rendah yaitu untuk konsentrasi 1,5% dan 3% bernilai 70, pada konsentrasi 4,5% derajat serangannya bernilai 40. Sedangkan untuk contoh uji kayu mindi memiliki derajat serangan untuk konsentrasi 1,5%, 3%, dan 4,5% bernilai 70.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan didapatkan derajat serangan pada kayu karet memiliki nilai yang paling tinggi dibanding dengan kayu mahoni

(9)

maupun mindi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pandit & Kurniawan (2008) bahwa kayu karet masuk ke dalam kelas V. Kayu mahoni memiliki derajat serangan dengan nilai yang paling rendah diantara kayu karet maupun mindi. Menurut Jasni et al. (2012), sama halnya dengan rayap kayu kering, rayap tanah juga lebih menyukai kayu mindi dari pada kayu mahoni. Hal ini mungkin disebabkan tingginya kandungan selulosa pada kayu mindi. Kandungan selulosa yang merupakan makanan utama rayap pada kayu mindi berkisar 51% dibanding kayu mahoni yang berkisar 47% - 78%.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa derajat serangan rayap tanah pada contoh uji di lapang yang dilakukan selama 3 bulan menyebabkan nilai kerusakan pada kayu karet pada semua konsentrasi larutan bahan pengawet sebesar 100, kayu mahoni pada konsentrasi 1,5% dan 3% sebesar 70 dan pada konsentrasi 4,5% sebesar 40, serta kayu mindi untuk semua konsentrasi larutan bahan pengawet sebesar 70. Hal ini menjelaskan bahwa penggunaan bahan pengawet boron tidak cocok untuk dijadikan bahan pengawet kayu untuk penggunaan eksterior, karena dalam waktu 3 bulan kerusakan yang terjadi sangat besar. Sumarni dan Muslich (2004) menyatakan kayu yang dikubur dan diserang rayap di bawah 1,5 tahun termasuk kelas awet V. Dengan demikian karena pengamatan baru tiga bulan, diasumsikan ketiga jenis kayu yang diawetkan maupun tidak baik secara metode rendaman dingin maupun pengukusan hanya mencapai kelas V. Hal ini berarti bahwa bahan pengawet boron tidak berpengaruh terhadap ketahanan ketiga jenis kayu. Ditambah lagi dengan sifat boron yang mudah larut dalam air sehingga mudah tercuci atau luntur atau leaching (Carr 1962 dalam Barly dan Supriana 1999)

Referensi

Dokumen terkait

On 38 of the 40 questions asked on the instrument, we obtained higher eval- uation ratings from the students who participated in the focus groups (indi- cating

Koloni yang tumbuh pada media diamati. Setiap koloni yang memiliki kenampakan berbeda diisolasi pada media starch-casein agar hingga diperoleh isolat murni. Isolat

Apabila persembahan Bapak, Ibu, Saudara/i, tidak / belum tercantum dalam Warta Jemaat atau tidak sesuai dengan jumlah pemberian, kami mohon segera menghubungi

Mengkaji dampak sertifikasi terhadap aspek, ekonomi, sosial dan lingkungan dalam pengelolaan hutan rakyat oleh Unit Manajemen Koperasi Wana Manunggal

Dalam perkembangan terakhir ini, hermeneutika dipahami sebagai sebuah teori, metodologi dan praksis penafsiran, yang digerakkan ke arah penangkapan makna dari

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa LKS berbasis ICT pada materi sistem syaraf yang dikembangkan memenuhi kategori dari

Pelaksanaan siklus I diawali dengan tahapan perencanaan tindakan I, dibawah persetujuan guru pamong menyiapkan hal-hal yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran yang dirancang,

Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah terdapat perbedaan reaksi pasar sebelum dan sesudah pengumuman Indonesia Sustainability Reporting Award (ISRA) periode