• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

127

BAB 5

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Dalam bab ini akan dipaparkan temuan studi, kesimpulan, dan rekomendasi dari studi yang telah dilakukan. Di bagian akhir bab ini, juga akan dipaparkan mengenai kelemahan studi dan saran studi lanjutannya.

5.1 Temuan Studi

1. Di Banjaran, 36,67% responden pengguna PDAM telah memiliki jumlah konsumsi di atas standar, sedangkan 63,33% -nya masih di bawah standar (150 l/o/h). Berdasarkan hasil survey, rata-rata jumlah konsumsi air bersih responden pengguna PDAM Banjaran adalah sebesar 162,20 l/o/h. Rata-rata jumlah konsumsi air PDAM-nya sendiri sebesar 139,83 l/o/h.

2. Di Banjaran, 26,67% responden pengguna komunal telah memiliki jumlah konsumsi di atas standar, sedangkan 73,33% -nya masih di bawah standar (150 l/o/h). Rata-rata jumlah konsumsi air bersih responden pengguna komunal di Banjaran sebesar 135,60 l/o/h. Rata-rata jumlah konsumsi air komunalnya sebesar 116,27 l/o/h.

3. Di Soreang, 56,67% responden pengguna PDAM masih memiliki jumlah konsumsi dibawah standar (130 l/o/h). Rata-rata konsumsi responden pengguna PDAM adalah sebesar 149,46 l/o/h. Rata-rata penggunaan air PDAM-nya sendiri sebesar 123,52 l/o/h.

4. Di Soreang, 56,67% responden pengguna komunal masih memiliki jumlah konsumsi dibawah standar (130 l/o/h). Rata-rata konsumsi responden pengguna komunal di Soreang adalah sebesar 130,75 l/o/h. Rata-rata jumlah konsumsi air komunalnya sendiri sebesar 116,27 l/o/h.

5. Persepsi kepuasan responden terhadap kuantitas air umumnya dipengaruhi oleh persepsi pemenuhan kebutuhannya. Oleh karena itu, secara umum persepsi harapan responden menginginkan untuk memperoleh kuantitas air

(2)

dengan debit yang besar dan mengalir pada saat-saat yang dibutuhkan, seperti pagi, sore, dan malam hari, sehingga kebutuhan airnya dapat terpenuhi.

6. 63,33% responden pengguna PDAM di Banjaran memperoleh jam operasi sebanyak 12 – 18 jam. 16,67% hanya memperoleh aliran air 6 - <12 jam. 13,33% telah mendapatkan aliran air 18 - <24 jam. Sementara 6,67% lainnya telah memperoleh air 24 jam/hari.

7. 33,33% responden pengguna komunal di Banjaran hanya mendapatkan jam operasi 12 - <18 jam/hari, 16,67% telah mendapatkan 18 - <24 jam/hari, 26,67% telah mendapatkan 24 jam/hari, 6,67% mendapatkan 6 - <12 jam/hari, dan 16,67% lainnya mendapatkan 0 - <6 jam/hari.

8. 3,33% responden pengguna PDAM Soreang hanya mendapatkan jam operasi 0 - <6 jam/hari. 30% hanya mendapatkan 6 - <12 jam/hari, 33,33% responden memperoleh 12 - <18 jam/hari, 20% telah mendapatkan 18 - <24 jam/hari, dan 13,33% lainnya telah mendapatkan 24 jam/hari.

9. 13,33% responden pengguna komunal di Soreang hanya mendapatkan jam operasi 0 - <6 jam/hari. 3,33% hanya mendapatkan 6 - <12 jam/hari, 33,33% responden memperoleh 12 - <18 jam/hari, 16,67% telah mendapatkan 18 - <24 jam/hari, dan 33,33% lainnya telah mendapatkan 24 jam/hari.

10. Kepuasan responden terhadap jam operasi umumnya dipengaruhi oleh lama waktu jam operasi, tetapi seiring dengan meningkatnya jam operasi, responden juga mempertimbangkan faktor lain seperti sering tidaknya mati air secara tiba-tiba dan ada tidaknya air saat dibutuhkan dalam menentukan kepuasannya. Oleh karena itu, responden umumnya menginginkan jam operasi yang lebih lama, tidak sering terjadi mati air tiba-tiba, dan air mengalir pada saat-saat dibutuhkan, terutama pada pagi hari.

11. 13,33% responden pengguna PDAM Banjaran memperoleh air yang berwarna, 23,33% memperoleh air yang berbau, 20% memperoleh air berwarna dan berbau, 3,33% memperoleh air yang berwarna dan berasa, 3,33% memperoleh air yang berwana dan berbau serta berasa, dan 36,67% lainnya telah memperoleh air yang tidak berwarna, berbau, dan berasa.

(3)

129

12. 20% responden pengguna komunal di Kota Banjaran memperoleh air yang berwarna, 16,67% memperoleh air yang berbau, 13,33% memperoleh air berwarna dan berbau, dan 50% lainnya telah memperoleh air yang tidak berwarna, berbau, dan berasa.

13. 6,67% responden pengguna PDAM Soreang memperoleh air yang berwarna, 16,67% memperoleh air yang berbau, 6,67% memperoleh air berwarna dan berbau, 3,33% memperoleh air yang berbau dan berasa, 23,33% memperoleh air yang berwana dan berbau serta berasa, dan 43,33% lainnya telah memperoleh air yang tidak berwarna, berbau, dan berasa.

14. 33,33% responden pengguna komunal Soreang memperoleh air yang berwarna, 10% memperoleh air yang berbau, 3,33% memperoleh air berwarna dan berasa, 6,67% memperoleh air yang berwarna dan berbau serta berasa, dan 46,67% lainnya telah memperoleh air yang tidak berwarna, berbau, dan berasa.

15. Persepsi kepuasan responden terhadap kualitas fisis airnya dipengaruhi oleh persepsi kualitas fisis airnya. Oleh karena itu, persepsi harapan responden umumnya menginginkan untuk memperoleh air bersih yang sesuai standar, yakni tidak berwarna, berbau, dan berasa.

5.2 Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, diperoleh bahwa kesenjangan antara standar pelayanan air bersih dengan pelayanan yang dirasakan masyarakat – yang meliputi aspek konsumsi air, tingkat kehilangan air, jam operasi, cakupan pelayanan, dan kualitas air – di Kota Banjaran dan Soreang adalah bersumber pada ketidakmampuan pihak penyedia air bersih dalam memberikan pelayanan yang baik. Pihak penyedia terbentur pada keterbatasan kemampuan produksi, persoalan sistem distribusi, keterbatasan modal, dan rendahnya kualitas SDM. Kurangnya kerja sama pihak penyedia dengan masyarakat dan pemerintah juga ikut berperan dalam menciptakan kesenjangan pelayanan air bersih.

Untuk aspek konsumsi air, rata-rata konsumsi air telah sesuai bahkan melebihi standar untuk pengguna PDAM. Hanya rata-rata konsumsi air pengguna

(4)

komunal di Banjaran yang di bawah standar. Akan tetapi dalam pemenuhan kebutuhannya, sebagian responden menggunakan sumber air alternatif non perpipaan. Jika dilihat jumlah konsumsi PDAM atau komunalnya saja, rata-ratanya masih di bawah standar. Penggunaan sumber lain mengindikasikan adanya ketidakpuasan responden terhadap pemenuhan konsumsi yang dilakukan PDAM ataupun komunal. Persentase responden yang tidak puas terhadap pelayanan PDAM/komunal cukup besar. Para responden umumnya memiliki keluhan yang sama sehingga persepsi harapannya umumnya juga sama, yakni menginginkan supaya debit air diperbesar, tidak sering mati, dan mengalir saat dibutuhkan terutama pagi hari sehingga kebutuhannya dapat terpenuhi.

Pada aspek tingkat kehilangan air, penyebab utama besarnya kehilangan air pada PDAM diakibatkan oleh seringnya kebocoran pipa, human error, dan kurang akuratnya alat pengukuran yang digunakan. Selain itu, kesadaran masyarakat untuk melaporkan kebocoran pipa atau kerusakan/kehilangan meter air umumnya juga masih kurang. Sementara pada sistem komunal, tingkat kehilangan airnya sulit untuk dihitung karena sistem komunal tidak memiliki water meter induk untuk menghitung jumlah air yang diproduksi. Selain itu, pengelola komunal juga kurang paham mengenai konsep kehilangan air.

Dari segi jam operasi, jam operasi yang dirasakan responden beragam, mulai kurang dari enam jam sampai 24 jam/hari. Secara umum pelayanan jam operasi sistem komunal telah lebih baik dibandingkan PDAM dan jam operasi di Kota Soreang juga lebih baik daripada Banjaran. Berdasarkan persepsi harapan responden, sebenarnya jam operasi tidak harus mencapai 24 jam/hari. Oleh karena itu, dengan asumsi bahwa kebutuhan air pada pagi hari dimulai pada pukul 3 pagi dan kebutuhan air pada malam hari berakhir pada pukul 11 malam, maka standar minimal jam operasi dapat ditekan menjadi 20 jam/hari dengan syarat air mengalir terus, tidak mati secara tiba-tiba, dan debit alirannya mencukupi.

Sampai saat ini cakupan pelayanan PDAM ataupun sistem komunal, di Kota Banjaran dan Soreang masihlah kecil. Penggunaan air bersih non perpipaan masih sangat mendominasi. Dominasi ini menunjukkan bahwa pelayanan yang diberikan air perpipaan masih buruk sehingga masyarakat lebih memilih untuk

(5)

131

menggunakan air non perpipaan. Bahkan dari responden pengguna perpipaan pun, tidak sedikit yang menggunakan sumber air alternatif non perpipaan. Oleh karena itu, sebelum meningkatkan cakupan pelayanannya, sebaiknya pihak penyedia memperbaiki dan meningkatkan pelayanannya terlebih dahulu.

Untuk aspek yang terakhir, kualitas air, ternyata air komunal memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan PDAM. Hal ini dapat terjadi karena lingkup wilayah yang dilayani komunal jauh lebih kecil daripada PDAM. PDAM sendiri sebenarnya telah melaksanakan pemeriksaan kualitas air secara rutin dan hasilnya sudah memenuhi standar. Hanya saja ternyata dalam pendistribusiannya, air mengalami penurunan kualitas. Jadi, sistem distribusi dapat mempengaruhi kualitas air. Banyaknya kebocoran pipa dan buruknya kondisi pipa akan berpengaruh terhadap kualitas air. Baik buruknya kualitas air yang diterima responden mempengaruhi persepsi kepuasannya. Oleh karena itu, masyarakat pengguna menginginkan kualitas fisis air yang tidak berwarna, berasa, dan berbau. Untuk meminimalkan kesenjangan pada kelima aspek tersebut, maka upaya peminimalan utama yang dapat dilakukan adalah perbaikan dan peningkatan pelayanan oleh pihak penyedia. Peningkatan kemampuan produksi, perbaikan pipa yang bocor, perubahan lokasi intake, pemeriksaan kualitas air secara rutin, peningkatan kualitas SDM, dan perbaikan sistem pengukuran dan pencatatan perlu dilakukan. Selain itu, kerja sama yang baik antara pihak penyedia, masyarakat, dan pemerintah juga sangat diperlukan. Kerja sama ini dapat meliputi beberapa hal, seperti penyediaan dana, pemeriksaan kualitas air, dan persoalan kehilangan air. Khusus untuk aspek jam operasi, pemerintah juga dapat meminimalkan kesenjangan melalui penurunan standar minimal yang semula 24 jam/hari menjadi 20 jam/hari. Penurunan standar jam operasi ini dapat berlaku baik di Kota Banjaran maupun Kota Soreang. Diharapkan dengan upaya-upaya ini, kesenjangan antara standar pelayanan air bersih dengan pelayanan yang dirasakan masyarakat pengguna PDAM dan komunal di Kota Banjaran dan Soreang dapat semakin diminimalkan.

(6)

TABEL V. 1 KESENJANGAN STANDAR DENGAN LAYANAN YANG DITERIMA DAN PERSOALAN YANG DIHADAPI PIHAK PENYEDIA KESENJANGAN STANDAR DENGAN LAYANAN YANG DITERIMA PERSOALAN YANG DIHADAPI PIHAK PENYEDIA

Pengguna PDAM Pengguna Komunal Pengguna PDAM Pengguna Komunal

Banjaran Soreang Banjaran Soreang Banjaran Soreang Banjaran Soreang

Rata-rata jumlah konsumsi responden air bersih adalah sebesar 162,20 l/o/h. 36,67% responden telah memiliki jumlah konsumsi air bersih di atas standar, sedangkan 63,33% -nya masih di bawah standar. Rata-rata jumlah konsumsi air PDAM-nya sendiri sebesar 139,83 l/o/h Tingkat kehilangan air PDAM Banjaran pada tahun 2006 mencapai sebesar 45,98%. 63,33% responden memperoleh jam operasi sebanyak 12 – 18 jam. 16,67% hanya memperoleh aliran air 6 - <12 jam. 13,33% telah mendapatkan aliran air 18 - <24 jam. Sementara 6,67% lainnya telah memperoleh air 24 jam/hari. Rata-rata konsumsi responden pengguna PDAM adalah sebesar 149,46 l/o/h. 56,67% responden masih memiliki jumlah konsumsi air bersih dibawah standar. Rata-rata penggunaan air PDAM-nya sendiri sebesar 125,55 l/o/h Tingkat kehilangan air PDAM Soreang pada tahun 2006 mencapai sebesar 35,76%. 3,33% responden pengguna PDAM Soreang hanya mendapatkan jam operasi 0 - <6 jam/hari. 30% hanya mendapatkan 6 - <12 jam/hari, 33,33% responden memperoleh 12 - <18 jam/hari, 20% telah mendapatkan 18 - <24 jam/hari, dan 13,33% lainnya telah mendapatkan 24 jam/hari.

Rata-rata jumlah konsumsi air bersih responden pengguna komunal di Banjaran sebesar 135,60 l/o/h.

26,67% responden telah memiliki jumlah konsumsi air bersih di atas standar, sedangkan 73,33% -nya masih di bawah standar. Rata-rata jumlah konsumsi

air komunal sebesar 116,27 l/o/h.

33,33% responden

pengguna komunal di Banjaran hanya

mendapatkan jam operasi 12 - <18 jam/hari, 16,67% telah mendapatkan 18 - <24 jam/hari, 26,67% telah mendapatkan 24 jam/hari, 6,67% mendapatkan 6 - <12 jam/hari, dan 16,67% lainnya mendapatkan 0 - <6 jam/hari. Persepsi harapan masyarakat penggunanya, mereka menginginkan peningkatan jam operasi, air mengalir terus, tidak sering mati, dan mengalir pada saat-saat dibutuhkan seperti pagi, sore, dan malam hari. Rata-rata konsumsi responden pengguna komunal di Soreang adalah sebesar 130,75 l/o/h. 56,67% responden masih memiliki jumlah konsumsi air bersih dibawah standar.

Rata-rata penggunaan

air PDAM-nya sendiri sebesar 123,52 l/o/h. 13,33% responden pengguna komunal di Soreang hanya mendapatkan jam operasi 0 - <6 jam/hari. 3,33% hanya mendapatkan 6 - <12 jam/hari, 33,33% responden memperoleh 12 - <18 jam/hari, 16,67% telah mendapatkan 18 - <24 jam/hari, dan 33,33% lainnya telah mendapatkan 24 jam/hari. Masyarakat menginginkan agar tidak sering terjadi mati air tiba-tiba dan air mengalir pada saat-saat dibutuhkan. Rendahnya kapasitas produksi PDAM. Sering tingginya tingkat kekeruhan pada sumber air baku PDAM yang tidak diimbangi kemampuan IPA. Banyaknya

kebocoran pipa. Sebagian jaringan

pipa PDAM di Kota Banjaran telah berumur tua, sekitar 10 – 30 tahun sehingga rentan bocor. Buruknya kondisi pipa jaringan dan lingkungan sekitarnya.

Adanya endapan lumpur pada pipa ketika pipa kosong dapat menyebabkan air menjadi keruh. Seringnya human error dalam melakukan pencatatan serta pemeriksaan yang tidak konsisten. Terbatasnya kapasitas produksi. Kebocoran pipa Sebagian jaringan pipa PDAM di Kota Banjaran telah berumur tua, sekitar 10 – 30 tahun sehingga rentan bocor. Human error di PDAM Soreang masih tinggi. Alat-alat pengukuran yang digunakan PDAM sudah berkurang akurasinya. Wilayah tertentu yang berada pada ujung-ujung jaringan ataupun yang topografinya tinggi, biasanya mendapatkan pengaliran yang kurang maksimum. Sering tingginya

kekeruhan air baku terjadi akibat adanya kegiatan pengurasan bak pengendap milik PLTA. Kemampuan produksi yang masih rendah karena umumnya sistem komunal menggunakan air tanah yang kapasitas sumbernya kecil. Banyaknya kebocoran pada sistem distribusi. Konsep kehilangan air belum begitu dimengerti oleh pengurus komunal. Perhitungan tingkat kehilangan air pada sistem komunal sulit dilakukan karena tidak dimilikinya watermeter induk. Keterbatasan modal. Terbatasnya kemampuan produksi Banyaknya kebocoran pada jaringan distribusi. Pengelola komunal kurang memahami mengenai konsep kehilangan air. Tingkat kehilangan air pada sistem komunal di Soreang sulit untuk dihitung karena tidak dimilikinya water meter induk untuk menghitung jumlah air yang diproduksi.

(7)

133

KESENJANGAN STANDAR DENGAN LAYANAN YANG DITERIMA PERSOALAN YANG DIHADAPI PIHAK PENYEDIA

Pengguna PDAM Pengguna Komunal Pengguna PDAM Pengguna Komunal

Banjaran Soreang Banjaran Soreang Banjaran Soreang Banjaran Soreang

Responden pengguna

umumnya

menginginkan agar air dapat mengalir terus, tidak sering mati, dan mengalir pada saat-saat dibutuhkan seperti pagi, sore, dan malam hari.

13,33% responden

pengguna PDAM Banjaran memperoleh air yang berwarna, 23,33% memperoleh air yang berbau, 20% memperoleh air berwarna dan berbau, 3,33% memperoleh air yang berwarna dan berasa, 3,33% memperoleh air yang berwana dan berbau serta berasa, dan 36,67% lainnya telah memperoleh air yang tidak berwarna, berbau, dan berasa.

Masyarakat pengguna

PDAM Banjaran menginginkan kualitas fisis air yang tidak berwarna, berasa, dan berbau.

Masyarakat pengguna

PDAM Soreang menginginkan jam operasi yang lebih lama, tidak sering terjadi mati air tiba-tiba, dan air mengalir pada saat-saat dibutuhkan, terutama pada pagi hari.

6,67% responden

pengguna PDAM Soreang memperoleh air yang berwarna, 16,67% memperoleh air yang berbau, 6,67% memperoleh air berwarna dan berbau, 3,33% memperoleh air yang berbau dan berasa, 23,33% memperoleh air yang berwana dan berbau serta berasa, dan 43,33% lainnya telah memperoleh air yang tidak berwarna, berbau, dan berasa.

Responden PDAM

Soreang menginginkan untuk memperoleh air bersih yang tidak berwarna, berbau, dan berasa. 20% responden pengguna komunal di Kota Banjaran memperoleh air yang berwarna, 16,67% memperoleh air yang berbau, 13,33% memperoleh air berwarna dan berbau, dan 50% lainnya telah memperoleh air yang tidak berwarna, berbau, dan berasa. Responden pengguna komunal di Banjaran menginginkan agar kualitas air diperbaiki dan semakin ditingkatkan sehingga tidak bau, tidak keruh, dan tidak berwarna. 33,33% responden pengguna komunal Soreang memperoleh air yang berwarna, 10% memperoleh air yang berbau, 3,33% memperoleh air berwarna dan berasa, 6,67% memperoleh air yang berwarna dan berbau serta berasa, dan 46,67% lainnya telah memperoleh air yang tidak berwarna, berbau, dan berasa. Responden pengguna komunal di Kota Soreang menginginkan untuk memperoleh air bersih yang sesuai standar, yakni tidak berwarna, berbau, dan berasa. Kesadaran masyarakat untuk melaporkan kebocoran pipa atau kerusakan/kehilangan meter air umumnya masih kurang.

Umumnya alat-alat

perhitungan yang digunakan PDAM sudah berkurang tingkat akurasinya.

Seringnya mati aliran listrik PLN.

Kepadatan penduduk tiap daerah yang berbeda-beda dan lokasinya pun ada yang mudah diakses dan ada yang tidak menjadi salah satu hambatan untuk perluasan cakupan.

Keterbatasan kemampuan

investasi PDAM.

Luasnya wilayah

pelayanan PDAM dengan kondisi geografis yang beragam mengakibatkan daerah-daerah tertentu yang topografinya cukup tinggi atau yang terletak di bagian ujung jaringan, umumnya tidak mendapat pelayanan air bersih PDAM yang maksimal.

Ketersediaan modal yang terbatas Regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah saat ini belum terlalu mendukung pengembangan air bersih Penurunan

kualitas air yang didistribusikan karena adanya kebocoran/kerusa kan pipa, tidak sempurnanya perbaikan pada pipa, dan umur pipa yang sudah tua. Kesadaran masyarakat untuk melaporkan kebocoran pipa atau kerusakan/kehila ngan meter air umumnya masih kurang. Pengelola komunal kurang memahami mengenai pentingnya pemerik- saan kualitas air. Pengelola komunal masih belum paham mengenai pentingnya pemeriksaa n kualitas air. Keterbatasa n modal untuk perluasan cakupan pelayanan.

(8)

5.3 Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka berikut ini rekomendasi yang dapat diberikan kepada masing-masing pihak yang terlibat dalam pelayanan air bersih, meliputi PDAM, sistem komunal, masyarakat, dan pemerintah.

5.3.1 PDAM

Secara garis besar, rekomendasi yang dapat diberikan untuk PDAM Soreang dan Banjaran sebagai pihak penyedia air bersih meliputi enam hal, yakni:

• Peningkatan kapasitas produksi

Terbatasnya kapasitas produksi menimbulkan persoalan pada pemenuhan konsumsi masyarakat, jam operasi, serta cakupan pelayanan PDAM. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas produksi menjadi hal yang penting untuk dilakukan. Saat ini PDAM Soreang dan Banjaran menggunakan sumber air permukaan dengan kapasitas sumber yang besar sehingga berpotensi untuk ditingkatkan kapasitas produksinya. PDAM sendiri sebenarnya telah memiliki rencana untuk meningkatkan kapasitas produksinya.

• Perbaikan pada sistem distribusi

Perbaikan ini diperlukan untuk meminimalkan kesenjangan kehilangan air, kualitas air, dan jam operasi. Perbaikan dapat dilakukan melalui perbaikan pipa yang telah bocor ataupun pipa yang sudah tua/rentan bocor. Selain itu, perawatan pipa jaringan yang terletak di atas permukaan juga perlu dilakukan. • Pemindahan lokasi intake ke lokasi yang lebih hulu

Untuk mengatasi persoalan tingginya kekeruhan air baku akibat pengurasan PLTA, maka lokasi intake di Sungai Cisangkuy perlu dipindah ke lokasi yang lebih hulu sebelum kegiatan pengurasan PLTA dilakukan. Lokasi yang baru dapat terletak di Desa Cimaung atau Cipinang (Kecamatan Cimaung).

• Perbaikan sistem pengukuran dan pencatatan

Pengkalibrasian ulang alat-alat pengukuran yang digunakan merupakan salah satu hal penting yang harus dilakukan. Saat ini, alat-alat pengukuran yang digunakan PDAM telah berkurang akurasinya. Hal ini tentunya akan dapat

(9)

135

menyebabkan kehilangan air. Untuk mengatasi human error dalam pencatatan air, kualitas SDM dalam PDAM yang berkaitan dengan pencatatan dan pengukuran juga perlu dtingkatkan.

• Peningkatan cakupan pelayanan

PDAM perlu untuk meningkatkan cakupan pelayanannya. Peningkatan cakupan pelayanan dapat dilakukan melalui pengoptimalan kepadatan pelanggan dan perluasan daerah pelayanan. Akan tetapi, sebelum memperluas pelayanannya, PDAM harus memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanannya terlebih dahulu melalui rekomendasi-rekomendasi diatas. Untuk memperluas cakupan pelayanannya, PDAM juga harus dapat mengatasi keterbatasan modalnya. Hal tersebut dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pemerintah dalam menyediakan dana.

5.3.2 Sistem Komunal

Berikut ini rekomendasi yang dapat diberikan untuk komunal, yaitu: • Peningkatan kemampuan produksi dengan penggunaan sumber air baru

Saat ini, kapasitas produksi sistem komunal cukup kecil dikarenakan komunal umumnya menggunakan sumber air tanah yang kapasitas sumbernya kecil. Oleh karena itu untuk sistem komunal, peningkatan kemampuan produksi dapat dilakukan melalui penggunaan sumber air baku baru. Sumber air baru yang digunakan dapat berupa mata air atau air tanah, dan terletak di lokasi yang jauh dari kegiatan industri.

• Perbaikan pada sistem distribusi

Persoalan utama dalam pelayanan air bersih PDAM dan komunal adalah kebocoran pipa yang berdampak pada kuantitas, kualitas, dan kontinuitas pelayanan. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan upaya perbaikan pipa yang bocor dan pemeliharaan jaringan pipa yang terletak di atas permukaan tanah. • Penggunaan water meter induk

Sistem komunal umumnya belum memiliki water meter induk untuk mengukur besarnya produksi air sehingga tingkat kehilangan air juga menjadi sulit dihitung. Oleh karena itu, penggunaan water meter induk pada sistem

(10)

komunal menjadi salah satu hal penting yang harus dilakukan untuk perbaikan pelayanan sistem komunal kedepannya.

• Penyuluhan kepada pengelola sistem komunal

Selama ini, pengelola sistem komunal kurang paham mengenai konsep kehilangan air dan pentingnya pemeriksaan kualitas air. Oleh karena itu, kualitas SDM pengelola komunal harus ditingkatkan melalui pelatihan atau penyuluhan mengenai kehilangan air dan pemeriksaan kualitas air.

• Pemeriksaan kualitas air secara rutin

Sebagian besar sistem komunal saat ini belum memiliki sertifikasi kualitas air dari Dinas Kesehatan dan bahkan tidak pernah memeriksakan kualitas airnya. Oleh karena itu, pengelola sistem komunal harus memeriksakan kualitas airnya ke Dinas Kesehatan untuk mendapatkan sertifikasi kualitas air. Pemeriksaan air juga harus dilaksanakan secara rutin setiap bulannya.

• Peningkatan cakupan pelayanan

Kedepannya, sistem komunal juga harus memperluas cakupan pelayanannya. Untuk memperluas cakupannya, maka sistem komunal harus meningkatkan kualitas pelayanan terlebih dahulu melalui pelaksanaan rekomendasi-rekomendasi diatas. Selain itu, sistem komunal juga dapat melakukan kerja sama dengan masyarakat ataupun swasta dalam hal ketersediaan dana.

5.3.3 Masyarakat

Masyarakat perlu bekerja sama dengan pihak penyedia dalam mengatasi kebocoran pipa. Jika menemukan adanya kebocoran, masyarakat segera melaporkan ke pihak penyedia. Di sisi lain, pihak penyedia juga harus bertindak cepat ketika mendapatkan laporan. Masyarakat juga harus ikut menjaga kondisi jaringan pipa air bersih yang terletak di atas tanah dan lingkungan sekitarnya.

5.3.4 Pemerintah

Untuk meminimalkan kesenjangan antara standar pelayanan air bersih dengan pelayanan yang dirasakan masyarakat di Kota Soreang dan Banjaran, pemerintah Kabupaten Bandung perlu bekerja sama dengan PDAM dan sistem

(11)

137

komunal dalam menyediakan dana pengembangan air bersih. Pemerintah juga dapat menurunkan standar minimal untuk meminimalkan kesenjangan. Standar minimal yang dapat diturunkan adalah standar jam operasi. Semula standar jam operasi adalah 24 jam/hari, dapat ditekan menjadi 20 jam/hari dengan syarat air mengalir terus, tidak mati secara tiba-tiba, dan debit alirannya mencukupi.

5.4 Kelemahan Studi dan Saran Studi Lanjutan 5.4.1 Kelemahan Studi

Adapun kelemahan dari studi ini adalah:

1. PDAM Banjaran dan Soreang menggunakan satu sumber air baku yang sama sehingga persoalan sumber air baku yang dialami juga sama.

2. Pola konsumsi yang dipergunakan dalam studi ini adalah keperluan domestik yang dibatasi hanya pada konsumsi rumah tangga. Sementara keperluan domestik lain, seperti hidran umum, serta keperluan yang sifatnya non domestik tidak diperhitungkan dalam studi ini.

3. Untuk aspek tingkat kehilangan air dan cakupan pelayanan, tidak dapat ditanyakan kepuasannya penggunanya karena tidak secara langsung dirasakan oleh penggunanya. Kepuasan masyarakat pengguna hanya dapat ditanyakan untuk aspek jumlah konsumsi, jam operasi, dan kualitas air.

5.4.2 Saran Studi Lanjutan

Studi lanjutan yang dapat dilakukan adalah:

1) Studi mengenai peminimalan kesenjangan pelayanan air bersih pada dua atau lebih kota kecil atau kota sedang.

2) Studi pola konsumsi air bersih rumah tangga di Kota Banjaran dan Soreang. 3) Studi perbandingan pelayanan air bersih PDAM dengan sistem komunal di

Kota Banjaran dan Soreang.

4) Studi mengenai pengembangan air bersih terkait dengan upaya konservasi di Kota Banjaran dan Soreang.

5) Studi penentuan standar pelayanan minimal dalam pelayanan air bersih pada kota kecil atau sedang.

Gambar

TABEL V. 1 KESENJANGAN STANDAR DENGAN LAYANAN YANG DITERIMA DAN PERSOALAN YANG DIHADAPI PIHAK PENYEDIA

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh metode pembelajaran brain storming dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan komunikasi

Pendidikan yang berkualitas tinggi melalui pendidikan manusia diharapkan dapat meningkatkan sumber daya manusia dan mampu membangun pendidikan yang lebih baik dari

Dengan lebih terperinci, Ibn Hajar al-Asqalani di dalam kitab- nya Fath al-Bari mengungkapkan bahwa khitan pada laki-laki adalah memotong kulit yang menutupi kepala

Penentuan konsisten atau inkonsistensi penutupan lahan terhadap RTRW Kabupaten Kotabaru mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010

Inovasi produk merupakan cara meningkatkan nilai sebagai sebuah komponen kunci kesuksesan sebuah operasi bisnis yang dapat membawa perusahaan memiliki keunggulan

Berdasarkan Tabel 31 diketahui bahwa hubungan antara kelembagaan dengan kebutuhan akan keberadaan (existence) masuk dalam kategori sedang dengan rs -0,438 hal ini

Pemakaian model-model startegi pembelajaran Pendidikan agama Islam, seperti pembelajaran Konstektual (Contextual Teaching and Learning), pembelajaran Aktif

Double Hardening adalah proses pemanasan baja sampai suhu di atas daerah kritis di sertai dengan pendinginan yang cepat (quenching) dari bahan yang telah