• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODOLOGI PENELITIAN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

65

3.1. Objek Penelitian

Pengertian objek penelitian yang dikemukakan oleh Husein Umar menguraikan bahwa objek penelitian adalah penjelasan tentang apa atau siapa yang menjadi objek untuk diteliti (Umar, 2007:303).

Sementara itu, Indriantoro dan Supomo (2007:56) menyatakan bahwa objek penelitian adalah karakteristik tertentu yang mempunyai nilai, skor atau ukuran yang berbeda untuk unit atau individu yang berbeda atau merupakan konsep yang diberi lebih dari satu nilai.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa objek penelitian merupakan sasaran ilmiah dengan tujuan dan kegunaan tertentu untuk mendapatkan data tertentu. Adapun objek dalam penelitian ini adalah PT. Antakesuma Inti Raharja yang menggunakan teknik komunikasi personal selling dalam membentuk citra produk yang ditawarkannya.

3.2. Paradigma Penelitian

Denzin & Lincoln (1994:105) mendefinisikan paradigma sebagai: “Basic

belief system or worldview that guides the investigator, not only in choices of method but in ontologically and epistomologically fundamental ways.” Pengertian

(2)

memandang dunia yang membimbing peneliti tidak hanya dalam memilih metoda tetapi juga cara-cara fundamental yang bersifat ontologis dan epistomologis.

Didalam ilmu komunikasi umumnya dikenal 4 paradigma, masing-masing adalah:

1) Positivisme

Paradigma positivisme menurut beberapa pendapat yaitu komunikasi merupakan sebuah proses linier atau proses sebab akibat yang mencerminkan upaya pengirim pesan untuk mengubah pengetahuan penerima pesan yang pasif (Ardianto, 2009:105). Jadi, paradigma Positivisme ini memandang proses komunikasi ditentukan oleh pengirim (source-oriented). Berhasil atau tidaknya sebuah proses komunikasi bergantung pada upaya yang dilakukan oleh pengirim dalam mengemas pesan, menarik perhatian penerima ataupun mempelajari sifat dan karakteristik penerima untuk menentukan strategi penyampaian pesan.

2) Post Positivistik

Merupakan versi modifikasi dari positivisme (Positivisme terbukti gagal memahami realitas) Hasil penelitian yang berasal dari manipulasi statistical modelling relatif semakin kontradiktif, parsial dan kurang memberi gambaran yang jelas tentang situasi masyarakat dimana penelitian itu dilakukan. Terjadi pergeseran paradigma (khun) dari positivisme ke neopositivisme yang kemudian bermetamorfose menjadi postpositivism.

3) Konstruktivisme

Paradigma konstruktivis memandang realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi terbentuk dari hasil konstruksi. Karenanya,

(3)

konsentrasi analisis pada paradigma konstruktivis adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Dalam studi komunikasi, paradigma konstruktivis ini sering sekali disebut sebagai paradigma produksi dan pertukaran makna. Paradigma konstruktivis sering dilawankan dengan paradigma positivis atau paradigma transmisi.

Paradigma Konstruktivisme menolak pandangan positivisme yang memisahlkan subjek dengan objek komunikasi. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pesan. Konstruktivisme justru menganggap subjek (komunikan/decoder) sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosial.

4) Kritis

Paradigma kritis lahir sebagai koreksi dari pandangan kontruktivisme yang kurang sensitif pada proses produksi dan reprosuksi makna yang terjadi secara historis maupun intitusional. Analisis teori kritis tidak berpusat pada kebenaran/ketidakbenaran struktur tata bahasa atau proses penafsiran seperti pada konstruktivisme.

Perbedaan keempat paradigma ini bisa dilihat dari cara mereka dalam memandang realitas dan melakukan penemuan-penemuan ilmu pengetahuan ditinjau dari 3 aspek pertanyaannya: Ontologis, Epistemologis dan Metodologis (Salim, 2001:38).

(4)

Sedangkan dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Konsekuensinya penulis harus menggunakan asumsi-asumsi epistemologis, ontologs, dan aksiologis yang sejalan dengan paradigma konstruktivisme. Ontologis merujuk pada hakikat apa yang dikaji, tentang hal ada (existence), epistemologis pada cara mendapatkan pengetahuan yang benar (how you know), sedangkan aksiologis mengacu pada nilai kegunaan (what for). Bagi Paradigma konstruktivisme, ketiga asumsinya sangat berbeda dengan asumsi-asumsi pada paradigma postivisme. (Denzin dan Egon, Salim, 2001:88-91).

Asumsi ontologis pada paradigma konstruktivisme adalah bersifat relatif. Tidak ada satu realitayang dapat dijelaskan secara tuntas oleh suatu ilmu pengetahuan. Artinya, realitas sosial dari suatu masalah yang diteliti merupakan realitas sosial buatan yang memiliki unsur relativitas yang cukup tinggi dan berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial.

Dalam penjelasan ontologi paradigma konstruktivis, realitas merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Namun demikian kebenaran suatu realitas sosial bersifat nisbi, yang berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial (Hidayat, 1999:39). Individu bukanlah manusia korban fakta sosial, namun mesin produksi sekaligus reproduksi yang kreatif dan mengkonstruksi dunia sosialnya (Bungin, 2001:8).

Asumsi epistemologis dalam pendekatan ini bersifat subjektif-dialektikal (Denzin dan Egon, Salim, 2006:41-43). Dalam bahasa lain, hubungan peneliti dan obyek yang diteliti bersifat interaktif. Artinya pemahaman atau temuan suatu realitas yang terdapat di dalam teks media merupakan hasil dari penalaran peneliti

(5)

secara subyektif dan sebagai hasil kreatif peneliti dalam membentuk realitas. Peneliti juga berusaha masuk ke dalam objek penelitian melalui wawancara mendalam (in-depth interview) dan observasi guna memperoleh gambaran pengetahuan secara dialektikal antara peneliti dengan praktisi pers.

Asumsi aksiologis dalam paradigma ini adalah peneliti bertindak sebagai passionate participant, yakni berperan sebagai fasilitator yang menjebatani keragaman subyektivitas pelaku sosial. Dalam hal ini nilai, etika, moral, dan pilihan-pilihan lain dari peneliti merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Realitas sosial secara obyektif memang ada, tetapi maknanya berasal dari dan oleh hubungan subyektif individu dengan dunia obyektif.

Sementara dalam aspek metodologis, konstruktivis penelitian harus dilakukan di alam bebas, dalam kondisi wajar, dan tidak ada unsur campur tangan dari peneliti. Sederhananya, penelitian disetting dalam konteks yang alamiah. Data yang ada dan ditemukan di lapangan akan “memunculkan” teori, bukan dibuat sebelumnya dengan menggunakan hipotesis seperti pada penelitian kuantitatif.

Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis sebagai dasar kerangka berpikir, dimana paradigma ini meletakan pengamatan dan obyektivitas dalam menemukan suatu realitas atau ilmu pengetahuan. Paradigma konstruktivis melihat realitas ada dalam bermacam-macam bentuk konstruksi mental. Jika dikaitkan dengan penelitian, paradigma ini melihat bagaimana proses

personal selling PT. Antakesuma Inti Raharja dalam mengkonstruksi dan

(6)

produk. Peneliti berupaya membedah dan memperoleh pemahaman dan interpretasi dari key informan yaitu divisi marketing dan informan lain yaitu customer PT. Antakesuma Inti Raharja yang terlibat dalam kegiatan personal

selling berdasarkan pengalaman dan pemahaman mereka pada latar yang

sesungguhnya mereka alami.

Sedangkan jenis penelitian ini adalah Interpretif. Penelitian interpretif dimana peneliti berasumsi bahwa realitas sosial merupaakn konstruksi sosial berdasarkan situasi sosial dan pengalaman-pengalaman orang didalamnya. Interpretasi peneliti berperan dalam memandang realitas sosial dimana peneliti terlibat langsung dalam setting sosial pada latar alamiahnya, apa adanya dan penelitian dilakukan melalui wawancara mendalam dan observasi berperan serta dalam situasi sosial yang diteliti. (Elvinaro & Bambang, 2007: 137-139).

3.3. Metode Penelitian

Pengertian metode penelitian menurut Sugiyono (2008:4), adalah merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan, dan dikembangkan suatu pengetahuan sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah”. Dalam sebuah penelitian, seorang peneliti perlu menetapkan metode penelitian yang akan dipakai agar mempermudah langkah-langkah penelitian sehingga masalah dapat diselesaikan. Metode yang dipilih berhubungan erat dengan prosedur, alat, serta desain penelitian yang digunakan. (Nazir, 2003:44).

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor, metode kualitatif seperti dikutip oleh Lexy J. Moeloeng adalah metode

(7)

yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dengan perilaku yang diamati. Pendekatan ini diarahkan pada perilaku latar belakang dari individu tersebut secara holistic (utuh). Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandang sebagai bagian dari sesuatu kebutuhan (Meleong, 2006:4).

Metodologi penelitian komunikasi kualitatif akan membawa pembahasan kembali ke rumpun ilmu-ilmu sosial. Dalam ilmu-ilmu sosial, Taylor dan Bogdan (1984) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau gejala yang diamati. Pendekatan kualitatif-interpretif diarahkan pada latar gejala secara holistik (utuh menyeluruh) dan alamiah sehingga metodologi kualitatif tidak mengisolasikan gejala ke dalam variabel. Namun, mengkaji objeknya sesuai latar almiahnya. Karenanya, lazim disebut juga penelitian alamiah/naturalistik. (Vardiansyah, 2008:69).

Tujuan utama penelitian kualitatif adalah untuk memahami (to

understand) fenomena atau gejala sosial dengan lebih menitik beratkan pada

gambaran yang lengkap tentang fenomena yang dikaji daripada memerincinya menjadi variabel-variabel yang saling terkait. Jenis penelitian yang dipilih adalah studi kasus yang merupakan penelitian yang mendalam tentang individu, satu kelompok, satu organisasi, satu program kegiatan, dan sebagainya dalam waktu tertentu. Tujuannya untuk memperoleh deskripsi yang utuh dan mendalam dari sebuah entitas.

(8)

Adapun metode penelitian ini ialah studi kasus. Studi kasus menghasilkan data untuk selanjutnya dianalisis untuk menghasilkan teori. Sebagaimana prosedur perolehan data penelitian kualitatif, data studi kasus diperoleh dari wawancara, observasi, dan arsip. Peneliti berupaya secara seksama dengan berbagai cara mengkaji semaksimal mungkin seorang individu, suatu kelompok, atau suatu kejadian. Peneliti bertujuan memberikan uraian lengkap dan mendalam mengenai subyek yang diteliti. (Kriyantono, 2006:66-67).

Menurut Robert K.Yin (2002:1) Studi kasus merupakan strategi penelitian yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how dan why, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada kontemporer (masa kini) didalam konteks kehidupan nyata. Penelitian studi kasus dibedakan menjadi 3 tipe yaitu: Studi kasus eksplanatoris, eksploratoris dan deskriptif.

Pertanyaan how dalam penelitian ini adalah bagaimana implementasi

personal selling dijalankan untuk membentuk citra produk dan mengapa (why) personal selling yang dipilih dan apakah ada faktor-faktor lain yang mendukung

dilaksanakannya personal selling tersebut.

Menurut Mulyana (2006:201) peneliti dalam studi kasus berupaya secara seksama dan dengan berbagai cara mengkaji sejumlah besar variabel mengenai suatu kasus khusus. Dengan mempelajari semaksimal mungkin seorang individu, suatu kelompok atau suatu kejadian, periset bertujuan memberikan uraian yang

(9)

lengkap dan mendalam mengenai subyek yang diteliti. Karena itu, studi kasus mempunyai ciri-ciri (Krisyantono, 2006:67):

1) Patrikularistik. Artinya studi kasus terfokus pada situasi, peristiwa, program atau fenomena tertentu.

2) Deskriptif. Hasil akhir metode ini adalah deskriptif detail dari topic yang diteliti.

3) Heuristik. Metode studi kasus membantu khalayak memahami apa yang diteliti. Interpretasi baru, prespektif baru, makna baru merupakan tujuan dari studi kasus.

4) Induktif. Studi kasus berangkat dari fakta-fakta di lapangan, kemudian menyimpulkan ke dalam tataran konsep atau teori.

Riset studi kasus memungkinkan peneliti mengumpulkan informasi yang detail dan “kaya”, mencakup dimensi-dimensi sebuah kasus tertentu atau beberapa kasus kecil, dalam rentang yang luas. Studi kasus berupaya menyoroti berbagai faktor yang mengatur komunikasi dalam situasi tertentu, melukiskan keunikannya namun tak selalu mencoba menawarkan pemahaman-pemahaman mendalam yang mempunyai relevansi lebih luas.

Dari uraian diatas, peneliti menggunakan studi kasus sebagai metode penelitian karena studi kasus berupaya memperoleh pengetahuan atau penjelasan yang komprehensif dan mendalam dari suatu situasi, peristiwa, program atau fenomena tertentu yang menghasilkan deskripsi detail dari pandangan subyek yang diteliti pada latar alamiah secara holistic. Studi kasus tidak selalu merujuk

(10)

pada sebuah kasus atau peristiwa atau isu tetapi dapat berarti suatu tempat atau program ataupun situasi tertentu.

Studi ini ingin melihat komunikasi pemasaran personal selling yang dilakukan oleh PT. Antakesuma Inti Raharja sehingga selama 18 tahun perjalanan perusahaan tersebut tidak pernah mendapat tanggapan negative dari customernya meskipun dalam persaingan usaha banyak sekali competitor yang ingin menjatuhkan citra produk PT. Antakesuma Inti Raharja tersebut.

Dengan metode kasus, peneliti mengharapkan dapat menghasilkan deskripsi detail dari pandangan orang-orang yang terlibat dalam kegiatan personal

selling khususnya di PT. Antakesuma Inti Raharja pada latar alamiah secara

mendalam dan menyeluruh dalam melihat hubungan yang terbangun antara divisi

marketing PT. Antakesuma Inti Raharja dengan customer-customernya demi

membentuk citra positif pada produk yang dijualnya.

1.4. Key Informan dan Informan

Menurut Robert K. Yin (2002:1), key informan tidak hanya dapat memberi keterangan tentang sesuatu kepada peneliti tetapi juga dapat memberikan saran tentang sumber-sumber bukti lain yang mendukung serta menciptakan akses terhadap sumber yang bersangkutan.

Sedangkan informan dikatakan sebagai para responden yang mempunyai informasi yang dapat memberi keterangan-keterangan penting dengan baik ke dalam situasi yang berkaitan. Informan juga dikatakan sebagai orang yang dimanfaatkan untuk memberikan tentang situasi dan kondisi latar penelitian.

(11)

1) Direktur Service and Waranty PT. Antakesuma Inti Raharja, Bapak Irianto

2) Manager Marketing PT. Antakesuma Inti Raharja, Bapak I Bagus Kurniawan Ranuh

3) Marketing Sales PT. Antakesuma Inti Raharja, Ibu Julinar Purba

Peneliti juga meminta informan dari pihak customer PT. Antakesuma Inti Raharja yang bersedia untuk menjadi informan dan sekaligus sebagai pihak yang merespon dan menggunakan produk yang dijual oleh PT. Antakesuma Inti Raharja, yaitu :

1) Kepada bagian Perencanaan Dinas Material Angkatan Laut, Bapak Ferdi Hendarto. Peneliti menganggap beliau adalah customer yang mengatur anggaran untuk proyek perencanaan perawatan kapal dan Pembangunan kapal baru di Intansi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL).

2) Kepala Pengawas Material Satuan Eskorta (Pasharmatsatkor) Bapak Cucun Priyanto. Beliau adalah pengawas dilapangan untuk kapal-kapal dibawah satuannya yaitu eskorta

3) Kepala Kamar Mesin KRI Siberau Bapak Adityo. Beliau adalah pengguna langsung dilapangan untuk produk yang ditawarkan

4) Kepala subdinas pengadaan Barang/ Jasa kementrian Kelautan Perikanan (KKP) Bapak Teguh. Beliau adalah kepala sub dinas yang mengatur tentang pengadaan-pengadaan barang dan jasa di instansi kementrian Kelautan perikanan (KKP)

(12)

5) Anggota divisi pengadaan barang/jasa di Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) Bapak Gampang. Beliau menjadi wakil kepala sub dinas pengadaan barang/ jasa di Bakorkamla yang mengatur tentang pekerjaan yang berkaitan dengan pangadaan barang/jasa di Bakorkamla tersebut.

1.5. Unit Analisis Data

Menurut Hamidi (2005:75-76) unit analisis adalah satuan yang diteliti yang bisa berupa individu, kelompok, benda atau suatu latar peristiwa sosial seperti misalnya aktivitas individu atau kelompok sebagai subjek.

Unit analisis data dari penelitian ini adalah lembaga dan individu. Lembaga yaitu divisi marketing PT. Antakesuma Inti Raharja yang mewakili perusahaan yang menjalankan komunikasi personal selling dalam menjual produk dan individu-individu yang yang berperan didalamnya seperti direktur service dan

warranty, manager marketing, marketing sales, dan konsumen yang membeli

produk yaitu dari TNI AL, Bakorkamla dan dari KKP. Kasus dalam penelitian ini adalah tunggal yaitu implementasi personal selling dalam pembentukkan citra produk dengan unit analisis yang sifatnya multi (banyak).

1.6. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrument atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Peneliti melakukan pengamatan, pencatatan terhadap fenomena-fenomena yang muncul dari kegiatan personal selling di PT. Antakesuma Inti Raharja.

(13)

Dalam membuat suatu penelitian ilmiah maka data merupakan hal yang sangatlah penting karena data ini yang nantinya akan membantu penulis dalam menganalisis sebuah kasus, sehingga dapat dicocokkan apakah kasus tersebut terjadi sesuai dengan data-data yang ada ataukah tidak. Menurut Blaxter, et. al. (2001:229), data itu dapat terdiri dari tanggapan-tanggapan terhadap sebuah kuesioner ataupun transkripsi wawancara, catatan-catatan atau rekaman-rekaman observasi serta dokumen dan data juga bisa terdiri dari yang bersifat numerik ataupun kata-kata.

Selain metode pengumpulan data, sumber dari data yang diperoleh juga sangatlah patut untuk diketahui. Sumber data terbagi dalam dua, yaitu data primer dan data sekunder. Sumber data primer adalah suatu objek ataupun dokumen asli yang berupa material mentah yang diperoleh dari sumber utama yang disebut sebagai first-hand information. Kelebihan dari data primer adalah data yang diperoleh dan dikumpulkan dengan prosedur-prosedur yang ditetapkan serta dikontrol oleh peneliti. Adapun kekurangannya adalah pengumpulan data secara primer biasanya mmebutuhkan biaya yang besar dan waktu yang relative lama sehingga menjadi tidak efisien dan efektif. Sementara itu, sumber data sekunder adalah data yang dikumpulkan dari tangan kedua atau sumber-sumber lain yang telah tersedia sebelum penelitian dilakukan (Silalahi, 2006:266).

Menggunakan data primer memang terlihat sangatlah baik dan begitu akurat dalam penelitian, namun, jika hanya menggunakan data primer maka data tersebut belum tentu valid dapat digunakan untuk membuat solusi terhadap suatu

(14)

masalah sehingga data sekunder juga perlu untuk dikumpulkan dan dianalisis bersama dengan data primer (Silalahi, 2006:268).

Data primer dalam penelitian diperoleh melalui wawancara mendalam dan observasi dengan unit analisa yang terpilih.

Wawancara dilakukan secara mendalam dengan menggunakan pertanyaan yang tidak berstruktur yang dimulai dengan kata tanya yang bersifat terbuka, seperti: bagaimana, apakah, dan mengapa. Wawancara mendalam akan terus dilakukan sampai penelitian benar-benar telah mendapatkan informasi baik dari segi kualitas maupun kelengkapan informasi yang dibutuhkan. Wawancara direkam dan hasilnya akan ditranskrip. Wawancara mendalam dilakukan untuk mengungkap data mendalam dan personal/sensitif.

Pada wawancara mendalam ini, peneliti relatif tidak mempunyai kontrol atas respons informan, artinya informan bebas memberikan jawaban. Agar informan bersedia memberikan jawaban yang lengkap, mendalam maka pewawancara (dalam hal ini peneliti) akan mengusahakan wawancara berlangsung informal seperti orang sedang mengobrol. Peneliti dalam melakukan wawancara juga akan memperhatikan (melakukan observasi) terhadap respons-respons nonverbal informan.

Dalam wawancara mendalam ini, peneliti akan memberikan pertanyaan yang berbeda atas informan yang satu dengan yang lain. Susunan kata dan urutan pertanyaan akan disesuaikan dengan ciri-ciri setiap informan. Jadi, pertanyaan yang akan diajukan tergantung pada informasi apa yang ingin diperoleh dan berdasarkan jawaban informan yang dikembangkan oleh peneliti.

(15)

Observasi Partisipan dimana peneliti mengamati langsung kegiatan

personal selling dan ikut menjadi karyawan divisi marketing selama 1 hari aitu

pada tanggal 29 Oktober 2014. Pada saat itu sedang diadakan presentasi produk oleh tim marketing PT. Antakesuma Inti Raharja.

Data sekunder merupakan data tambahan yang berasal dari sumber tertulis lain berupa: studi pustaka, analisis dokumen, berupa notulen rapat, pamplet, brosur dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Data sekunder yang peneliti peroleh adalah berupa company profile perusahaan.

1.7. Teknik Analisis Data

Analisis data pada hakekatnya adalah pemberitahuan peneliti kepada pembaca tentang apa yang hendak dilakukan terhadap data yang telah dikumpulkan, sebagai cara yang nantinya bisa memudahkan peneliti dalam memberi penjelasan dan mencari interpretasi dari responden atau menarik kesimpulan.

Lebih lanjut, analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknis analisis induktif, yaitu (1) setelah pengumupulan data berupa data-data mentah dari hasil penelitian, seperti hasil wawancara, dokumentasi, catatan lapangan dan sebagainya maka data di reduksi, melalui proses editing, pengelompokan dan meringkas data, menyusun kode dan catatan tentang berbagai hal yang ditemukan, sehingga didapat tema-tema, kelompok-kelompok dan pola-pola data. (2) Penyajian data, yaitu pengorganisasian data atau menjalin kelompok data yang

(16)

satu dengan data lainnya sehingga seluruh data yang dianalisis benar-benar dilibatkan dalam satu kesatuan proses penelitian. (3) Penarikan dan pengujian kesimpulan : penyimpulan berlangsung secara prosessual. Kesimpulan terakhir berupa proporsi-proporsi ilmiah mengenai gejala atau realitas yang diteliti, melalui pengkonsultasian temuan empiris dengan melihat konsep atau teori yang dikemukakan sebelumnya (Miles & Huberman, 1994).

1.8. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Teknik yang digunakan dalam pengukuran keabsahan data penelitian ini adalah teknik triangulasi. Triangulasi adalah upaya memeriksa validitas data dengan memanfaatkan hal lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau pembanding. (Meleong, 2006:330). Teknik ini lebih mengutamakan efektivitas proses dan hasil yang diinginkan. Trianggulasi dilakukan dengan menguji apakah proses dan hasil metode yang digunakan sudah berjalan dengan baik. Trianggulasi dapat dilakukan atas dasar sumber data, teknik pengambilan data, waktu dan teori, misalnya (1) data yang diperoleh pada suatu kesempatan diperiksa kembali kebenarannya pada kesempatan yang lain, (2) Data hasil observasi dengan data wawancara, (3) data wawancara dengan dokumen terkait, termasuk teori pendukung dan (4) data dari narasumber tertentu dengan narasumber lain. (Salim, 2006: 22-23).

Wawancara mendalam dan observasi non partisipasi serta dari dokumen-dokumen terkait lainnya misalnya melalui penelusuran media online melalui website perusahaan, dokumen-dokumen perusahaan yang dipergunakan untuk

(17)

mengumpulkan data selama peneliti melakukan penelitiannya di PT. Antakesuma Inti Raharja, juga menghimpun catatan hasil wawancara dengan informan serta hasil observasi. Selanjutnya dilakukan uji silang terhadap materi catatan atau data-data yang dimiliki untuk memastikan tidak ada informasi yang bertentangan antara catatan hasil wawancara dan hasil observasi serta hasil dokumen lainnya. Proses triangulasi tersebut di atas dilakukan terus-menerus sepanjang proses mengumpulkan data dan analisis data, sampai suatu saat peneliti yakin bahwa sudah tidak ada lagi perbedaan-perbedaan, dari informan dan peneliti.

Referensi

Dokumen terkait

Total energi hidrolik yang dihasilkan dari tekanan reservoir untuk pompa piston tunggal tanpa kontrol selama 1000 detik adalah 22.373.910 J sedangkan total energi

Keterkaitan faktor pendidikan terhadap wanita pengusaha adalah dengan adanya pengetahuan seputar dunia usaha secara umum maka dapat membantu para wanita pengusaha tersebut

Kondisi fisik ruang dalam dari gedung Bank Mandiri saat ini tidak terawat, kotor, dan banyak terdapat puing-puing reruntukahn, baik dari plafon, rangka atap, daun pintu,

mengimplementasikan pembelajaran, menilai proses hasil pembelajaran, dan melakukan perbaikan secara berkelanjutan. Kemampuan dosan dalam mengelola pembelajaran meliputi

Adapun kendala dalam proses pemberian beasiswa yang dialami pihak sekolah yaitu pihak sekolah masih menyeleksi satu persatu data siswa dengan data siswa yang

Hasil Perhitungan ISPU Parameter Debu……… Data Kondisi Cerobong pada Pengamatan Pagi………... Data Kondisi Cerobong pada Pengamatan Siang……… Data Kondisi Cerobong

Didukung oleh penelitian yang dilakukan Correia dan Kozak (2016) menyatakan bahwa pengaruh persepsi nilai terhadap kepuasan tidak signifikan, karena produk imitasi

Brand awareness merupakan salah satu faktor penting yang dibutuhkan oleh Pikiran Rakyat Online mengingat masih sedikit yang mengetahui bahwa perusahaan surat kabar tersebut sudah