• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH PENGAWASAN MUTU BAHAN HASIL PERTANIAN (Aplikasi Pengawasan Mutu Pangan dan Pengujian Sensoris di Bidang Pangan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKALAH PENGAWASAN MUTU BAHAN HASIL PERTANIAN (Aplikasi Pengawasan Mutu Pangan dan Pengujian Sensoris di Bidang Pangan)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

PENGAWASAN MUTU BAHAN HASIL PERTANIAN

(Aplikasi Pengawasan Mutu Pangan dan Pengujian Sensoris di Bidang Pangan)

Oleh :

Nama : Eki Dwiyan Saputra

NPM : 240110140023

Kelas : TEP 2014

LABORATORIUM PASCAPANEN DAN TEKNOLOGI PROSES DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

(2)

A. Evaluasi Sensori (Organoleptik) pada Produk Pangan

Evaluasi sensori atau organoleptik adalah ilmu pengetahuan yang menggunakan indera manusia untuk mengukur tekstur, penampakan, aroma dan flavor produk pangan. Penerimaan konsumen terhadap suatu produk diawali dengan penilaiannya terhadap penampakan, flavor dan tekstur. Oleh karena pada akhirnya yang dituju adalah penerimaan konsumen, maka uji organoleptik yang menggunakan panelis (pencicip yang telah terlatih) dianggap yang paling peka dan karenanya sering digunakan dalam menilai mutu berbagai jenis makanan untuk mengukur daya simpannya atau dengan kata lain untuk menentukan tanggal kadaluwarsa makanan. Pendekatan dengan penilaian organoleptik dianggap paling praktis lebih murah biayanya.

Pengujian sensori (uji panel) berperan penting dalam pengembangan produk dengan meminimalkan resiko dalam pengambilan keputusan. Panelis dapat mengidentifikasi sifat-sifat sensori yang akan membantu untuk mendeskripsikan produk. Evaluasi sensori dapat digunakan untuk menilai adanya perubahan yang dikehendaki atau tidak dikehendaki dalam produk atau bahan-bahan formulasi, mengidentifikasi area untuk pengembangan, menentukan apakah optimasi telah diperoleh, mengevaluasi produk pesaing, mengamati perubahan yang terjadi selama proses atau penyimpanan, dan memberikan data yang diperlukan bagi promosi produk. Penerimaan dan kesukaan atau preferensi konsumen, serta korelasi antara pengukuran sensori dan kimia atau fisik dapat juga diperoleh dengan evaluasi sensori.

B. Persyaratan Pengujian Organoleptik

Ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan untuk melaksanakan evaluasi sensori atau uji organoleptik, diantaranya :

1. Panel

Untuk penilaian mutu atau analisa sifat-sifat sensorik suatu komoditi panel bertindak sebagai instrumen atau alat. Panel adalah satu atau sekelompok orang yang bertugas untuk menilai sifat atau mutu benda berdasarkan kesan subyektif. Jadi penilaian makanan secara panel adalah berdasarkan kesan subyektif dari para panelis dengan orosedur sensorik tertentu yang harus dituruti.

(3)

Dalam penilaian organoleptik dikenal beberapa macam panel. Penggunaan panel-panel ini dapat berbeda tergantung dari tujuannya. Ada 6 macam panel yang biasa digunakan, yaitu : 1) Pencicip perorangan (individual expert). 2) Panel pencicip terbatas (small expert panel). 3) Panel terlatih (trained panel). 4) Panel takterlatih (untrained panel). 5) Panel agak terlatih. 6) Panel konsumen (consumer

panel).

2. Laboratorium Penilaian Organoleptik

Laboratorium penilaian organoleptik adalah suatu laboratorium yang menggunakan manusia sebagai alat pengukur berdasarkan kemampuan penginderaannya. Laboratorium ini perlu persyaratan tertentu agar diperoleh reaksi kejiwaan yang jujur dan murni tanpa pengaruh faktor-faktor lain.

1) Unsur-Unsur Penting dalam Laboratorium Penilaian Organoleptik - Suasana, meliputi: kebersihan, ketenangan, menyenangkan, kerapihan,

teratur serta cara penyajian yang estetis.

- Ruang, meliputi: ruang penyiapan sampel / dapur, ruang pencicipan, ruang tunggu para panelis dan ruang pertemuan para panelis

- Peralatan dan Sarana, meliputi: alat penyiapan sampel, alat penyajian sampel, dan alat komunikasi (sistem lampu, format isian, format instruksi, alat tulis).

2) Persayaratan Laboratorium Penilaian Organoleptik

Untuk menjamin suasana tenang seperti tersebut di atas diperlukan persyaratan persyaratan khusus di dalam laboratorium.

- Isolasi,: agar tenang maka laboratorium harus terpisah dari ruang lain atau kegiatan lain, pengadaan suasana santai di ruang tunggu, dan tiap anggota perlu bilik pencicip tersendiri

- Kedap Suara : bilik pencicip harus kedap suara, laboratorium harus dibangun jauh dari keramaian

- Kadar Bau : ruang penilaian harus bebas bau-bauan asing dari luar (bebas bau parfum/rokok panelis), jauh dari pembuangan kotoran dan ruang pengolahan.

- Suhu dan Kelembaban : suhu ruang harus dibuat tetap seperti suhu kamar (20 – 25 ºC) dan kelembaban diataur sekitar 60%.

(4)

- Cahaya : cahaya dalam ruang tidak terlalu kuat dan tidak terlalu redup. 3) Bilik Pencicip (Booth)

Bilik pencicip terdapat dalam ruang pencicipan, bilik ini berupa sekatan-sekatan dengan ukuran panjang 60 – 80 cm dan lebar 50 – 60 cm. Bilik pencicip berupa bilik yang terisolir dan cukup untuk duduk satu orang panelis. Hal ini dimaksudkan agar tiap panelis dapat melakukan penilaian secara individual.

Tiap bilik pencicip dilengkapi dengan: jendela (untuk memasukkan sampel yang diuji), meja (untuk menulis/mencatat kesan, tempat meletakkan sampel, gelas air kumur), kursi bundar, kran pipa air, dan penampung air buangan. 4) Dapur Penyiapan Sampel

Dapur penyiapan sampel harus terpisah tetapi tidak terlalu jauh dari ruang pencicipan. Bau-bauan dari dapur tidak boleh mencemari ruang pencicipan. Kesibukan penyiapan sampel tidak boleh terlihat atau terdengar panelis di ruang pencicipan.

3. Persiapan Pengujian Organoleptik

Pengujian organoleptik merupakan tim kerjasama yang diorganisasi secara rapi dan disiplin serta dalam suasana antusiasme dan kesungguhan tetapi santai. Hal ini perlu agar data penilaian dapat diandalkan.

1) Organisasi Pengujian

Ada 4 unsur penting yang tersangkut dalam pelaksanaan pekerjaan pengujian organoleptik, yaitu : pengelola pengujian (disebut penguji), panel, seperangkat sarana pengujian dan bahan yang dinilai.

2) Komunikasi Penguji dan Panelis

Keandalan hasil penilaian atau kesan sangat tergantung pada ketepatan komunikasi antara pengelola dengan panelis. Informasi diberikan secukupnya, tidak kurang agar dapat dipahami panelis tetapi tidak berlebih supaya tidak bias. Ada tiga tingkat komunikasi antara penguji dan panelis, yaitu :

a) Penjelasan umum tentang : pengertian praktis, kegunaan, kepentingan, peranan dan tugas panelis. Hal ini diberikan dalam bentuk ceramah atau diskusi.

(5)

b) Penjelasan khusus : disesuaikan dengan jenis komoditi tertentu, cara pengujian, dan tujuan pencicipan. Penjelasan ini diberikan secara lisan menjelang pelaksanaan atau secara tulisan, 2 atau 3 hari sebelum pelaksanaan.

c) Instruksi : berisi pemberian tugas kepada panelis untuk menyatakan kesan sensorik tiap melakukan pencicipan. Instruksi harus jelas agar mudah dipahami, singkat agar cepat ditangkap artinya. Instruksi dapat diberikan secara lisan segera sebelum masuk bilik pencicip, atau secara tulisan dicetak dalam format pertanyaan. Format pertanyaan (questioner) : harus memuat unsur-unsur format yang terdiri dari informasi, instruksi dan responsi. Format pertanyaan harus disusun secara jelas, singkat dan rapi.

C. Metode Pengujian Organoleptik

Pada prinsipnya terdapat 4 jenis uji organoleptik, yaitu uji pembedaan (discriminative test), uji deskripsi (descriptive test), uji skalar, dan uji afektif (affective test). Kita menggunakan uji pembedaan untuk memeriksa apakah ada perbedaan diantara contoh-contoh yang disajikan. Uji deskripsi digunakan untuk menentukan sifat dan intensitas perbedaan tersebut. Kedua kelompok uji di atas membutuhkan panelis yang terlatih atau berpengalaman. Pada uji skalar penelis diminta menyatakan besaran kesan yang diperolehnya. Besaran ini dapat dinyatakan dalam bentuk besaran skalar atau dalam bentuk skala numerik. Sedangkan uji afektif didasarkan pada pengukuran kesukaan (atau penerimaan) atau pengukuran tingkat kesukaan relatif. Pengujian Afektif yang menguji kesukaan dan/atau penerimaan terhadap suatu produk dan membutuhkan jumlah panelis tidak dilatih yang banyak yang sering dianggap untuk mewakili kelompok konsumen tertentu.

1. Uji Pembedaan (Discriminative Test)

Pengujian pembedaan digunakan untuk menetapkan apakah ada perbedaan sifat sensorik atau organoleptik antara dua sampel. Meskipun dapat saja disajikan sejumlah sampel, tetapi selalu ada dua sampel yang dipertentangkan.

Uji ini juga dipergunakan untuk menilai pengaruh beberapa macam perlakuan modifikasi proses atau bahan dalam pengolahan pangan suatu industri,

(6)

atau untuk mengetahui adanya perbedaan atau persamaan antara dua produk dari komoditi yang sama. Jadi agar efektif sifat atau kriteria yang diujikan harus jelas dan dipahami panelis. Keandalan (reliabilitas) dari uji pembedaan ini tergantung dari pengenalan sifat mutu yang diinginkan, tingkat latihan panelis dan kepekaan masing-masing panelis. Pengujian pembedaan ini meliputi :

a) Uji pasangan (Paired comparison atau Dual comparation) b) Uji segitiga (Triangle test)

c) Uji duo-trio

d) Uji pembanding ganda (Dual Standard) e) Uji pembanding jamak (Multiple Standard) f) Uji rangsangan tunggal (Single Stimulus) g) Uji pasangan jamak (Multiple Pairs) h) Uji tunggal

2. Uji Deskripsi (Descriptive Test)

Pengujian-pengujian sebelumnya penilaian sensorik didasarkan pada satu sifat sensorik, sehingga disebut “penilaian satu dimensi”. Pengujian ini merupakan penilaian sensorik yang didasarkan pada sifat-sifat sensorik yang lebih kompleks atau yang meliputi banyak sifat-sifat sensorik, karena mutu suatu komoditi umumnya ditentukan oleh beberapa sifat sensorik. Pada uji ini banyak sifat sensorik dinilai dan dianalisa sebagai keseluruhan sehingga dapat menyusun mutu sensorik secara keseluruhan. Sifat sensorik yang dipilih sebagai pengukur mutu adalah yang paling peka terhadap perubahan mutu dan yang paling relevan terhadap mutu. Sifat-sifat sensorik mutu tersebut termasuk dalam atribut mutu.

3. Uji Skalar

Pada uji skalar penelis diminta menyatakan besaran kesan yang diperolehnya. Besaran ini dapat dinyatakan dalam bentuk besaran skalar atau dalam bentuk skala numerik. Besaran skalar digambarkan dalam: pertama, bentuk garis lurus berarah dengan pembagian skala dengan jarak yang sama. Kedua, pita skalar yaitu dengan degradasi yang mengarah (seperti contoh degradasi warna dari sangat putih sampai hitam). Pengujian skalar ini meliputi :

(7)

a. Uji Skalar Garis

b. Uji Skor (Pemberian Skor atau Scoring)

c. Uji Perbandingan Pasangan (Paired Comparison) d. Uji Perbandingan Jamak (Multiple Comparison) e. Uji Penjenjangan (Uji Pengurutan atau Ranking)

4. Uji Afektif (Affective Test)

Uji penerimaan menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau qualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenangi. Pada uji ini panelis mengemukakan tanggapan pribadi yaitu kesan yang berhubungan dengan kesukaan atau tanggapan senang atau tidaknya terhadap sifat sensoris atau kualitas yang dinilai. Uji penerimaan lebih subyektif dari uji pembedaan.

Tujuan uji penerimaan ini untuk mengetahui apakah suatu komoditi atau sifat sensorik tertentu dapat diterima oleh masyarakat. Uji ini tidak dapat untuk meramalkan penerimaan dalam pemasaran. Hasil uji yang menyakinkan tidak menjamin komoditi tersebut dengan sendirinya mudah dipasarkan

Uji penerimaan ini meliputi : a. Uji Kesukaan atau Uji Hedonik

Pada uji ini panelis mengemukakan tanggapan pribadi suka atau tidak suka, disamping itu juga mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat kesukaan disebut juga skala hedonik. Skala hedonik ditransformasi ke dalam skala numerik dengan angka menaik menurut tingkat kesukaan. Dengan data numerik tersebut dapat dilakukan analisa statistik.

b. Uji Mutu Hedonik

Pada uji ini panelis menyatakan kesan pribadi tentang baik atau buruk (kesan mutu hedonik). Kesan mutu hedonik lebih spesifik dari kesan suka atau tidak suka, dan dapat bersifat lebih umum.

D. Contoh Aplikasi Pengawasan Mutu Produk Pangan (Uji Organoleptik) Pada jurnal yang disusun oleh Pramuditya dkk. (2014), produk yang akan dianalisis mutunya adalah bakso yang diperoleh dari 10 pedagang bakso (A, B, C, D, E, F, G, H, I, J) di Kota Malang. Bakso yang digunakan adalah jenis bakso

(8)

halus. Dalam SNI, salah satu syarat mutu bakso adalah teksturnya kenyal, namun dalam syarat tersebut tidak terdapat nilai teksturnya. Salah satu faktor yang mempengaruhi tekstur bakso adalah lama pemanasannya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai kekerasan bakso yang disukai masyarakat untuk direkomendasikan sebagai syarat dalam SNI dan untuk mengetahui pengaruh lama pemanasan terhadap nilai kekerasan serta korelasi antara parameter kimia dan tekstur bakso.

Metode pengawasan mutu yang digunakan adalah uji afektif atau preference

test. Adapun bahan pendukung yang digunakan untuk analisis kimia adalah tablet

kjeldahl, H2SO4 pekat, aquades, larutan NaOH 40%, larutan asam borat 3%, indikator pp, indikator metil merah dan HCl 0,10 N yang diperoleh dari CV Makmur Sejati Malang. Alat-alat yang digunakan untuk uji kesukaan adalah kuisioner dan wadah tempat sampel. Peralatan yang digunakan dalam proses pemanasan bakso adalah panci, kompor (Rinnai), stopwatch, dan termometer. Alat yang digunakan untuk analisis fisik dan kimia adalah timbangan digital analitik (Denver Instrument M-310), cawan petri, oven (Memmert), desikator, lemari asam (ChemFast), labu kjeldahl (Buchi), destilator (Buchi), labu Erlenmeyer (Pyrex), pipet tetes, pipet volume (HBG), bola hisap (Merienfiel), buret (Schott Duran), statif, labu ukur (Pyrex), spatula kaca, beaker glass (Pyrex), dan tensile strength (Imada).

1. Kesukaan terhadap Tekstur

Skala yang diberikan adalah angka 1 – 5, dan skor kesukaan panelis terhadap tekstur bakso berkisar antara 1,90 – 4,10 (sangat tidak menyukai – menyukai). Tekstur bakso yang paling disukai oleh panelis adalah tekstur sampel E dan yang paling tidak disukai adalah tekstur sampel B. Bakso A, C, D, E, dan F lebih disukai oleh panelis karena memiliki kekerasan yang sesuai dengan selera panelis, dimana teksturnya lebih keras sehingga menimbulkan sensasi yang lebih baik ketika digigit jika dibandingkan dengan bakso B, H, I, dan J yang bertekstur lebih lunak. Tekstur bakso yang lebih keras diduga disebabkan oleh kandungan daging yang lebih banyak. Protein daging mengikat hancuran daging dan mengemulsi lemak sehingga menimbulkan tekstur yang kompak dan kenyal.

(9)

Selain itu, tekstur yang lebih keras juga bisa disebabkan oleh penggunaan tepung tapioka yang lebih banyak.

2. Penentuan Atribut Mutu Tekstur

Penentuan atribut mutu tekstur bakso berupa nilai kekerasan yang baik dilakukan dengan mencari bakso dengan tekstur yang paling disukai panelis dalam uji kesukaan pada penelitian tahap pertama dan mengukur nilai kekerasannya. Dari uji kesukaan yang telah dilakukan, produk dengan tekstur yang paling disukai adalah produk E. Sampel yang memiliki nilai kesukaan 4,05 adalah sampel dengan lama pemanasan 0 menit, sedangkan sampel yang memiliki nilai kesukaan 3,60 adalah sampel dengan lama pemanasan 5 dan 10 menit. Nilai kekerasan sampel dengan lama pemanasan 0 menit adalah 15,97 N, nilai kekerasan sampel dengan lama pemanasan 5 menit adalah 11,73 N, dan nilai kekerasan sampel dengan lama pemanasan 10 menit adalah 11,50 N. Dengan demikian, kisaran nilai tekstur bakso yang disukai panelis dan direkomendasikan kepada Standar Nasional Indonesia adalah 11,50 – 15,97 N.

3. Pemenuhan Standar SNI

Bakso yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kadar air yang sesuai dengan SNI, namun kadar proteinnya tidak memenuhi. Kadar protein bakso tersebut adalah 4,83%, sementara kadar protein yang ditetapkan dalam SNI adalah minimal 9%. Dari perhitungan neraca massa, dengan asumsi daging yang digunakan adalah jenis lemusir, jika massa bakso adalah sebesar 100 g, daging yang digunakan dalam bakso tersebut adalah sebesar 28,23 g dan tepung sebesar 19,22 g. Dengan demikian, perbandingan antara tepung dan daging dalam bakso tersebut adalah 1 : 1,50.

Dari perhitungan yang dilakukan, untuk dapat memenuhi syarat kadar protein yang ditetapkan oleh SNI, perbandingan antara tepung dan daging yang digunakan haruslah minimal sebesar 1 : 7,95. Dengan demikian, untuk bakso sebesar 100 g, tepung yang diperlukan adalah sebesar 6,70 g dan daging sebesar 53,25 g.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

E-Book Pangan. 2006. Ebookpangan 2006: Pengujian Organoleptik (Evaluasi

Sensori) Dalam Industri Pangan. Terdapat di:

http://www.tekpan.unimus.ac.id/.../Pengujian-Organoleptik-dalamIndustri-Pangan.html (Diakses pada 18 Oktober 2017 pukul 21.14 WIB)

Feigenbaum, A. V. 1992. Kendali Mutu Terpadu. Jakarta: Penerbit Erlangga. Pramuditya, Galih dan Yuwono, Sudarminto Setyo. 2014. Penentuan Atribut

Mutu Tekstur Bakso sebagai Syarat Tambahan dalam SNI dan Pengaruh Lama Pemanasan Terhadap Tekstur Bakso. Jurnal Pangan dan Agroindustri

Vol. 2 No. 4 p. 200 – 209, Malang.

Soekarto, Soewarno T. 1981. Penilaian Organoleptik, untuk Industri Pangan dan

Hasil Pertanian. PUSBANGTEPA: Food Technology Development Center,

Institut Pertanian Bogor.

Yamit, Zulian. 2001. Manajemen Kualitas Produk dan Jasa. Yogyakarta: Penerbit Ekonisia.

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini, variabel umur memiliki besar koefisien yang negatif sebesar 1,019, hal ini sesuai dengan hipotesis dalam penelitian ini, yang menyebutkan bahwa umur

terlihat bahwa nilai koefisien determinasi yang dihasilkan adalah sebesar 0,228 hasil yang diperoleh menunjukan bahwa keadilan distributif, keadilan prosedural dan

Dari hasil uji bukti tersebut terbukti Fiskus mengoreksi Peredaran Usaha dengan asumsi-asumsi yang tidak didasarkan bukti yang kuat, sedangkan PT E mampu

Metode peningkayan mutu pembelajaran dalam menghadapi USBN di MI Nurul Huda Kepanjen Kidul Blitar menerapkan metode ceramah. Hal ini biasanya digunakan untuk penyampaian

Penjelasan mengenai proses belajar Perencanaan Pengajaran Biologi (misalnya bagaimana Saudara memulai belajar matakuliah ini, strategi apa yang Saudara gunakan untuk

$ami juga menyadari sepenuhnya bah(a di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. )leh sebab itu, kami berharap adanya kritik, kekurangan dan jauh

fokus permasalahan yang ingin dikaji peneliti adalah metode yang digunakan guru dalam pembelajaran masih dengan menggunakan metode ceramah, minat baca dan menulis siwa