• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

PT Astra Honda Motor di bawah payung besar Astra Group, sebagai produsen sekaligus agen tunggal pemegang merek sepeda motor Honda di Indonesia, berusaha mempertahankan posisi brand-nya melalui pendekatan emosional kepada konsumen maupun masyarakat melalui ranah pendidikan. AHM menaruh perhatian besar pada pendidikan di Indonesia yang menjadi salah satu pilar dari empat pilar kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan yang meliputi lingkungan, income generating activity atau pemberdayaan masyarakat, dan kesehatan. CSR bukan lagi menjadi sebuah trend atau formalitas event sesaat. Lebih dari itu, CSR bisa menjembatani perusahaan untuk bersentuhan dan berkomunikasi langsung dengan konsumen dan masyarakat yang berdekatan dengan bisnis perusahaan. CSR menjadi alat yang penting untuk membangun kepercayaan kepada stakeholders. Dalam prakteknya, hasil dari CSR perusahaan dapat menjadi upaya brand building dan peningkatan corporate image.

Salah satu bentuk kepedulian AHM terhadap dunia pendidikan yaitu dengan berkomitmen rutin mengkampanyekan safety riding kepada setiap pelanggan motor Honda. Aktivitas tersebut menyentuh hampir semua lapisan mulai dari jenjang pendidikan taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Bentuknya pun beragam, mulai dari praktek berkendara yang aman, edukasi safety riding hingga sosialisasi kurikulum keselamatan berkendara di berbagai sekolah di berbagai provinsi di tanah air. Sosialisasi kurikulum keselamatan berkendara tersebut dikembangkan oleh AHM dengan menerapkan kurikulum pembelajaran etika berlalu lintas di sekolah-sekolah dari tingkat PAUD, SD, SMP, SMA di DIY. Program ini merupakan implementasi tanggung jawab sosial perusahaan dalam mendukung upaya mengurangi potensi kecelakaan lalu lintas di

(2)

masyarakat. Bekerjasama dengan instansi pemerintah, yaitu Dinas Pemuda dan Olahraga serta Polda DIY, AHM berkomitmen terhadap kesadaran berkendara, mengingat perusahaan ini mendominasi pasar sepeda motor di Indonesia.

Salah satu fenomena menarik pelaksanaan Corporate Social Responsibility yang diangkat dalam penelitian ini adalah pelaksanaan CSR yang diprakarsai oleh PT AHM dan dalam pelaksanaannya terjadi sinergi antara PT AHM dengan pemerintah daerah, yakni Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta. Bekerjasama dengan PT AHM, kedua belah pihak ini membentuk inisiatif dengan membuat “Model Integrasi Kurikulum Pendidikan Etika Berlalu Lintas” di kota Yogyakarta. Kolaborasi tersebut menjadi penting karena Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta sebagai pihak eksternal yang memiliki dan menguasai data objek sasaran sehingga hubungan kerjasama tersebut dapat menumbuhkan kekuatan, melengkapi strategi dan kapabilitas yang tidak dimiliki oleh perusahaan. Dalam hal ini, Dinas Pendidikan kota Yogyakarta lah yang memiliki kapasitas seutuhnya akan informasi dan pengetahuan mengenai pendidikan terutama perihal kurikulum.  

Fokus permasalahan penelitian ini terletak pada program CSR AHM bidang pendidikan, yaitu Kurikulum Etika Berlalu Lintas tingkat PAUD hingga SMA di kota Yogyakarta. Penelitian ini mengambil bidang pendidikan karena terdapat keunikan dalam program tersebut yang lebih menonjol dibandingkan 3 pilar kegiatan CSR AHM lainnya. Dengan diterapkannya kurikulum etika berlalu lintas, Pemprov DI Yogyakarta memberikan penghargaan kepada AHM sebagai Pelopor Pendidikan Etika Lalu Lintas Terintegrasi dalam kurikulum. Selain itu, AHM juga mendapatkan anugerah dari Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai Pelopor Implementasi Sekolah Model Budaya Etika Lalu Lintas. Fenomena ini menjadi unik di mana AHM sebagai perusahaan otomotif yang pertama masuk di bidang kurikulum pendidikan dalam program

(3)

CSR, bahkan beberapa kompetitor dalam industri sepeda motor belum ada yang menyentuh ranah kurikulum pendidikan.

Program kurikulum tersebut adalah dasar pemikiran bersama kedua belah pihak, yaitu PT AHM dan Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta. Pelaksanaan program ini didasarkan atas kebutuhan di lapangan bahwa banyak sekali ditemui pelanggaran, salah satunya yaitu pengguna sepeda motor yang usianya belum memenuhi syarat. Banyak dijumpai di jalanan atau bahkan sekolah dengan bebas membiarkan siswa yang belum menginjak usia kelayakan membawa kendaraan bermotor ke lingkungan sekolah. Hal ini menjadi keprihatinan besar akan kurangnya kesadaran di masyarakat terutama pelajar tentang peraturan lalu lintas. Oleh sebab itu, PT AHM bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta mencanangkan program pendidikan lalu lintas sebagai bentuk bimbingan dan pengetahuan dasar tentang kesadaran berlalu lintas. Program ini adalah gerakan inisiatif dan keprihatinan bersama antara kedua belah pihak atas pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas yang kerap menimpa masyarakat pengguna sepeda motor terutama kalangan pelajar. Program Kurikulum Etika Berlalu Lintas ini pertama kali dikembangkan di tingkat SMP sampai SMA pada tahun 2010, sedangkan untuk tingkat PAUD/TK hingga SD berjalan sejak September 2013.

Penelitian ini penting untuk dikaji karena adanya dua hubungan kerjasama antara organisasi profit dengan pemerintah daerah. Proses perancangan dan pelaksanaan program CSR PT AHM dilakukan dengan menggandeng pihak eksternal yaitu Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta sebagai pihak outsourcing atau mitra pelaksana dalam membantu mengimplementasikan program CSR tersebut. Lebih lanjut, hubungan kerjasama tersebut tentunya tidak lepas dari kegiatan komunikasi, sistem dan koordinasi antara kedua belah pihak sehingga penelitian ini meninjau sudut pandang manajemen komunikasi antara PT AHM dengan Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta sebagai pemerintah setempat. Dengan kata lain, temuan utama dari penelitian ini adalah bagaimanakah proses

(4)

integrasi PT AHM dengan Dinas Pendidikan dalam melakukan hubungan kerjasama dan bagaimana pula kedua pihak ini mengelola proses komunikasi mulai dari tahap perencanaan hingga tahap evaluasi program CSR, baik dalam informing maupun interacting strategy. Berdasarkan atas hal tersebut, maka penelitian ini memfokuskan pada manajemen komunikasi antara PT AHM dengan Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta dalam penerapan program CSR PT AHM bidang pendidikan “Kurikulum Etika Berlalu Lintas” di tingkat SMP hingga SMA di kota Yogyakarta. Banyak sekali penelitian tentang CSR yang membahas tentang bentuk atau implementasinya dan manajemen CSR, sehingga dalam hal ini peneliti ingin membahas CSR dari sudut pandang lain yaitu manajemen komunikasi dengan stakeholder yang terlibat dalam proses pelaksanaan CSR itu sendiri. Sudut pandang ini tentunya penting untuk dikaji lebih dalam mengingat dalam suatu pengimplementasian program CSR tentunya suatu perusahaan menyadari pentingnya melibatkan pihak-pihak lain di luar perusahaan agar pelaksanaan program CSR dapat berjalan secara efektif. Hal ini sesuai dengan manfaat penelitian yang diharapkan dalam menambah kajian lebih dalam tentang praktek-praktek CSR dari sudut pandang manajemen komunikasi.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana manajemen komunikasi antara PT AHM dan Dinas Pendidikan kota Yogyakarta dalam penerapan program CSR “Kurikulum Etika Berlalu Lintas” tingkat SMP hingga SMA di Kota Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis manajemen komunikasi antara PT AHM dan Dinas Pendidikan kota Yogyakarta dalam penerapan program CSR “Kurikulum Etika Berlalu Lintas” tingkat SMP hingga SMA di Kota Yogyakarta

(5)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Teoritis:

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat guna meningkatkan pemahaman mengenai praktek-praktek CSR dalam sudut pandang manajemen komunikasi CSR

2. Praktis:

a. Kegunaan untuk perusahaan

Sebagai masukan pemikiran bagi perusahaan dalam kaitannya dengan manajemen komunikasi program-program CSR

b. Kegunaan untuk kegiatan studi

Sebagai literatur bagi mahasiswa Ilmu Komunikasi secara khusus, terutama bagi yang akan melakukan penelitian pada kajian yang sama yaitu CSR, baik secara teori maupun praktek-praktek kegiatan CSR dalam sudut pandang manajemen komunikasi CSR

E. Kerangka Teoritis

Corporate Social Responsibility (CSR) menjadi sebuah konsep yang masih tetap kontroversial bagi kalangan pebisnis maupun akademisi. Sebuah justifikasi logis diutarakan oleh kelompok yang mendukung pelaksanaan CSR mengapa sebuah perusahaan perlu menerapkan CSR bagi masyarakat di sekitarnya. Kelompok yang mendukung ini berpendapat bahwa perusahaan tidak dapat dipisahkan dari para individu yang terlibat di dalamnya, yakni pemillik dan karyawan. Oleh karena itu, mereka tidak boleh hanya memikirkan keuntungan finansial bagi perusahaannya saja, melainkan pula harus memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap publik, khususnya masyarakat yang tinggal di sekitar perusahaaan (Suharto, 2009: 101). Mereka juga berpendapat bahwa tanpa masyarakat perusahaan bukan saja tidak akan berarti, melainkan pula tidak akan berfungsi. Tanpa dukungan masyarakat, perusahaan mustahil

(6)

memiliki pelanggan, pegawai dan sumber-sumber produksi lainnya yang bermanfaat bagi perusahaan.

1. Corporate Social Responsibility (CSR)

Dunia usaha bukan lagi sekedar kegiatan ekonomi untuk menciptakan profit demi kelangsungan usahanya, melainkan juga mempunyai tanggung jawab terhadap sosial dan lingkungannya (Wibisono, 2007). Para pelaku bisnis pun kini meyakini bahwa Corporate Social Responsibility merupakan investasi bagi perusahaan demi pertumbuhan dan keberlanjutan (sustainability) perusahaan. Artinya, CSR bukan lagi dilihat sebagai sentra biaya (cost center) melainkan sebagai sentra laba (profit center) di masa mendatang (Wibisono, 2007).

Penerapan program Corporate Social Responsibility saat ini berada pada fase pertumbuhan terutama di Indonesia, meskipun dalam disiplin ilmu wacana tentang CSR masih dalam perdebatan, baik dari sudut pandang konsep, idealitas, pengaturan maupun tata cara pengimplementasian. Di satu sisi, program CSR merupakan kegiatan wajib bagi perusahaan akibat kebutuhan untuk mempertahankan reputasi perusahaan agar perusahaan tersebut memiliki citra yang sangat positif di mata public karena hal tersebut akan mempengaruhi corporate image, brand image maupun brand loyalty (Solihin, 2009: 163).

Pada tingkat lanjut, CSR nyatanya kini memasuki fase kemajuan di mana konsep tersebut tidak lagi dipandang sebagai keterpaksaan, melainkan sebagai kebutuhan. Dari yang semula dianggap sebagai cost, kini mulai diposisikan sebagai investasi sosial. Banyak perusahaan mempersoalkan dampak program CSR pada profit perusahaan. Para pelaku dituntut untuk ikut memikirkan program yang mampu mendukung sustainability perusahaan dan aktifitas CSR itu sendiri. Philip Kotler, dalam buku “CSR: Doing the Most Good for Your Compony and Your Cause” membeberkan beberapa alasan tentang perlunya perusahaan menggelar aktifitas itu. Disebutkan bahwa CSR bisa membangun brand

(7)

positioning, mendongkrak penjualan, memperluas pangsa pasar, meningkatkan loyalitas karyawan, mengurangi biaya operasional, serta meningkatkan daya tarik korporat di mata investor. Beberapa anggapan menyatakan bahwa CSR tidak memberikan hasil keuangan secara langsung dalam jangka pendek, namun CSR akan memberikan hasil baik langsung maupun tidak langsung pada keuangan perusahaan di masa mendatang.

Di lain sisi, menurut Friedman (Solihin, 2009: 6), tanggung jawab sosial perusahaan adalah menjalankan bisnis sesuai dengan keinginan pemilik perusahaan atau para shareholder dalam menghasilkan uang sebanyak mungkin yang sejalan dengan tujuan utama dari perusahaan korporasi tersebut, yaitu memaksimalkan laba atau nilai pemegang saham (shareholder’s value). Friedman bahkan memandang para manajer yang memiliki pendapat bahwa pimpinan perusahaan memiliki tanggung jawab sosial terhadap masyarakat merupakan manajer yang bertindak tidak sejalan dengan keinginan para pemegang saham. Asumsi ini juga masih diyakini oleh beberapa perusahaan bahwa aktivitas CSR hanya membuang biaya operasional dan waktu serta tidak memberikan dampak langsung yang signifikan bagi perusahaan. Mereka berpendapat bahwa tanggung jawab mereka hanyalah kepada shareholders untuk memberikan laba sebanyak-banyaknya bagi perusahaan sedangkan tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan sudah diwakilkan melalui pajak yang telah disetorkan kepada pemerintah atas pajak bangunan usaha sehingga sisanya adalah menjadi tanggung jawab pemerintah untuk melakukan berbagai kebajikan kepada publik dan lingkungan.

Terlepas dari pro dan kontra CSR, para pelaku bisnis mulai berinisiatif dalam memberikan kontribusi bagi peningkatan kehidupan manusia dan lingkungan. Hal ini disadari atas kondisi masing-masing perusahaan yang berada di lingkungan masyarakat sekitar. Sifat keberadaan perusahaan dapat mempengaruhi apresiasi dan keberpihakan masyarakat terhadap perusahaan itu sendiri. Disinilah letak penting

(8)

keberpihakan perusahaan terhadap masyarakat yang perlu diwujudkan dalam bentuk kesediaan melaksanakan tanggung jawab sosial. Seperti penelitian CSR mengenai PT Coca Cola Indonesia, melalui Coca Cola Foundation Indonesia (CCFI) yang ikut serta mengimplementasikan program CSR nya melalui program rumah belajar atau Learning Center (Chairunisa, 2009: 44), salah satunya di Yogyakarta dengan nama Jogja Study Center. Program tersebut bertujuan sebagai salah satu upaya meningkatkan pendidikan dan kualitas sumber daya masyarakat Indonesia dengan memberikan bantuan material maupun teknis untuk mengembangkan dan memberdayakan perpustakaan umum menjadi sebuah ‘Rumah Belajar’ bagi masyarakat sekitarnya. Melalui contoh program pemberdayaan perpustakaan ini, dunia usaha semakin menyadari bahwa perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single botom line yaitu nilai perusahaan (Corporate Value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya saja, namun juga harus memperhatikan aspek sosial dalam lingkungannya.

Beranjak dari fase perkembangan CSR yang kini mulai kerap digalakkan oleh banyak perusahaan di Indonesia, maka penelitian ini pun tak luput dari fenomena pengimplementasian CSR sebagai investasi sosial jangka panjang yang dapat memberikan kontribusi bagi perusahaan itu sendiri. Program CSR “Kurikulum Etika Berlalu Lintas” yang diterapkan oleh PT AHM di kota Yogyakarta merupakan salah satu perwujudan tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat melalui kepeduliannya terhadap keselamatan berlalu lintas pengguna motor di Indonesia yang dikembangkan melalui kurikulum pendidikan. Penelitian ini mencoba melihat fenomena program CSR sebagai suatu kebutuhan bagi sebuah perusahaan di mana di satu sisi aktivitas CSR tersebut dianggap sebagai investasi jangka panjang bagi perusahaan kaitannya dengan produk yang dikeluarkan oleh persuhaan itu sendiri. Di sisi lain, program CSR diyakini sebagai sebuah bentuk kewajiban bagi perusahaan dalam berkontribusi memberikan manfaat dan kesejahteraan bagi bangsa

(9)

dan negara. Program CSR “Kurikulum Etika Berlalu Lintas” bagi AHM merupakan sebuah bentuk tanggung jawab atas produk yang dihasilkan perusahaan yang berkontribusi dalam kemajuan mobilitas masyarakat di Indonesia termasuk atas peristiwa-peristiwa kecelakaan lalu lintas yang menimpa pengguna motor. Tentu saja posisi AHM di sini menjadi ikut bertanggung jawab sehingga perusahaan ingin melepaskan stigma bahwa sepeda motor adalah salah satu mesin pembunuh manusia. Di samping itu, tentu saja aktivitas CSR ini merupakan kesempatan bagi suatu perusahaan untuk mempertahankan brand positioning maupun citra perusahaan di mata masyarakat demi keberlangsungan aktivitas bisnis perusahaan. Bagaimanapun CSR memang memberikan benefit bagi perusahaan seperti meningkatkan kesan baik perusahaan, mengangkat popularitas brand, menciptakan preferensi konsumen terhadap merek produk perusahaan dan situasi-situasi menguntungkan lainnya yang dapat diperoleh perusahaan melalui pelaksanaan CSR.

John Elkingston, pencetus prinsip Tripple Bottom Line, menegaskan definisi CSR sebagai berikut (Wahyudi dan Azheri, 2008: 33):

corporate Social Responsibility is a concept that organisation, especially (but not only) corporations, have an obligation to consider the interests of customers, employees, shareholders, communities and ecological considerations in all aspects of their operations. This obligation is been to extend beyond their statutory obligation to company with legislation

Rumusan CSR tersebut menekankan pada konsep suatu perusahaan untuk melaksanakan kewajiban terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, masyarakat dan lingkungan dalam semua aspek aktivitas perusahaan. Kemudian dijelaskan pula bahwa kewajiban yang dimaksud jauh lebih luas daripada sekedar kewajiban mematuhi peraturan perundang-undangan yang ada. Akan tetapi pada kenyataannya, hingga kini masih belum ada kesatuan pandangan mengenai pengertian maupun

(10)

ruang lingkup CSR, sehingga implementasi CSR itu sendiri tergantung dari pemahaman dan kebutuhan perusahaan yang bersangkutan.

Social responsibility tak lain adalah komitmen keberlanjutan dari suatu bisnis untuk bertindak secara etis dan berkontribusi bagi pembangunan ekonomi serta meningkatkan kualitas kehidupan di sekitar lingkungan kerja, komunitas dan masyarakat umumnya. Erna menegaskan bahwa kontribusi suatu korporasi dalam pembangunan Indonesia tidak hanya ditentukan melalui kegiatan bisnis, tetapi juga melalui kontribusi kepada lingkungan sekitar (Hadi, 2011: 114). Oleh karena itu, perusahaan perlu mengembangkan apa yang disebut sebagai Corporate Social Responsibility. Diharapkan perusahaan membangun nilai yang tidak hanya didasarkan pada penciptaan nilai secara ekonomi, namun harus memasukkan tanggung jawab sosial terhadap masyarakat dan lingkungan.

Untuk itu, PT Astra Honda Motor berkomitmen untuk berkontribusi kepada masyarakat sebagai komunitasnya. PT AHM peduli terhadap pengembangan kehidupan masyarakat Indonesia khususnya kaum pelajar. AHM menyadari akan pentingnya pendidikan berkendara yang baik dan benar. Melalui program CSR AHM mengembangkan program bidang pendidikan yang mencangkup ranah mulai dari tingkat PAUD/TK, SD, SMP, SMA dan SMK di seluruh Indonesia. AHM menyelenggarakan pendidikan etika berlalu lintas yang diimplementasikan melalui kurikulum di sekolah-sekolah di Indonesia. Orientasi AHM dalam program CSR ini menjadi bagian dari strategi perusahaan, seperti dijelaskan oleh Hadi (2011: 152) bahwa perusahaan beranggapan terdapat peran stakeholders eksternal dalam mendukung eksistensi dan survival perusahaan. Namun, satu hal yang perlu diketahui bahwa adanya variabilitas praktek tanggung jawab sosial perusahaan yang cukup beragam merujuk pada satu alasan, yakni belum adanya standar pelaksanaan praktek CSR yang padu dan komprehensif bagi setiap perusahaan.

(11)

2. Model Pelaksanaan Corporate Social Responsibility

Menurut Setianto (2012: 68), model pelaksanaan praktek-praktek CSR di Indonesia pada umumnya dilakukan oleh perusahaan melalui divisi Human Resources Development atau Public Relations. Di lain pihak, pola pelaksanaan CSR dilakukan perusahaan dengan membentuk yayasan yang terpisah dari induk organisasi namun tetap bertanggungjawab kepada direksi perusahaan. Pola-pola implementasi CSR tersebut seperti dikatakan oleh Saidi dan Abidin bahwa sedikitnya ada empat model atau pola CSR yang umumnya diterapkan di Indonesia (Suharto, 2009: 110):

a. Keterlibatan langsung: Perusahaan menjalankan program CSR secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara.

b. Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan: Perusahaan mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau grupnya. Model ini merupakan adopsi dari model yang lazim diterapkan di perusahaan-perusahaan di negara maju. Beberapa yayasan yang didirikan perusahaan diantaranya Yayasan Dharma Bhakti Astra, Yayasan Coca Cola Company.

c. Bermitra dengan pihak lain: Perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerjasama dengan lembaga sosial atau NGO, instansi pemerintah, universitas, media masa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya.

d. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium: Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Pola ini lebih berorientasi pada pemberian hibah perusahaan yang bersifat hibah pembangunan. Pihak konsorsium atau lembaga sosial yang dpercayai oleh perusahaan-perusahaan yang mendukungnya secara pro aktif mencari mitra kerjasama dari kalangan lembaga operasional dan kemudian mengembangkan program yang disepakati bersama.

(12)

3. Manajemen Komunikasi

Pendekatan manajemen dibutuhkan oleh setiap organisasi karena tanpa manajemen semua usaha akan sia-sia dan pencapaian tujuan akan lebih sulit. Menurut Handoko, salah satu alasan utama diperlukannya manajemen adalah untuk mencapai tujuan organisasi atau pribadi (Suprapto, 2009: 131).

Komunikasi dapat mencapai tujuan secara efektif apabila setiap unsur yang ada dalam proses komunikasi dikelola sedemikian rupa dengan mengaitkan beberapa fungsi manajemen, yakni fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, penggiatan dan pengendalian. Hal ini bisa menjadi lebih jelas apabila digambarkan dalam tabel seperti berikut ini:

Tabel 1. 1 Matrik Hubungan Fungsi Manajemen dan Unsur-Unsur Komunikasi

Fungsi Manajemen

Unsur-Unsur Komunikasi

Komunikator Pesan Media Khalayak Efek

Planning

Organizing

Actuating

Controlling

Sumber: (Suprapto, 2009: 131)

Dari matrik tersebut dapat diperoleh gambaran bagaimana mengelola aktivitas komunikasi agar mampu mencapai sasaran dan tujuan diselenggrakannnya kegiatan komunikasi. Berdasarkan matriks tersebut, maka yang harus dilakukan adalah sebagai berikut (Suprapto, 2009: 132): a. Menyusun perencanaan untuk komunikator, pesan, media, khalayak

dan rencana pengaruhnya

b. Mengorganisasikan komunikator, pesan, media, khalayak dan pengaruh yang diinginkan

c. Menggiatkan komunikator, pesan, media dan pengaruh yang diinginkan

(13)

d. Mengontrol/ mengawasi komunikator, penyajian pesan, pemilihan dan penggunaan media, pemilihan dan penetapan khalayak serta pengaruh yang diharapkan.

Manajemen komunikasi yang dilaksanakan dalam suatu aktivitas melalui suatu method of communication and state of being. Metode tersebut berkaitan erat dengan beberapa kegiatan utamanya, yaitu human relations, komunikasi manajemen dan komunikasi bisnis (Ruslan, 2002: 72). Dapat disimpulkan bahwa pada akhirnya manajemen akan berperan atau sebagai penggerak aktivitas komunikasi dalam usaha pencapaian tujuan komunikasi itu sendiri.

Dalam kaitannya dengan CSR, komunikasi bukanlah sesuatu yang hidup sendiri. Sehingga manajemen komunikasi CSR dalam penelitian ini diartikan sebagai “bagaimana kedua belah pihak berinteraksi serta bagaimana pihak-pihak tersebut merencanakan dan melaksanakan proses komunikasi yang efektif dalam aktifitas program CSR.” Aspek yang perlu diperhatikan dalam proses ini adalah pertama, arus informasi dari komunikator ke komunikan. Kedua, bagaimana sistem komunikasi antara kedua belah pihak dalam perancangan hingga pelaksanaan program CSR tersebut. Ketiga, jalinan antara jaringan komunikasi kedua pihak tersebut dengan komunikasi media. Sehingga manajemen komunikasi dalam hal ini dimaksudkan bahwa komunikasi harus terlibat dalam setiap fase perencanaan (planning) program CSR, pengorganisasian program (organizing), pelaksanaan program (actuating), dan pengawasan (controlling).

F. Kerangka Konsep

Pada penelitian ini, beberapa konsep penting dipaparkan terlebih dahulu agar memudahkan peneliti memahami alur berfikir dengan penerapan teori-teori yang berhubungan. Ada beberapa konsep yang dijadikan acuan dalam menganalisis rumusan masalah, yaitu konsep Corporate Social Responsibility, manajemen komunikasi serta konsep

(14)

outsourcing yang diartikan sebagai pihak ketiga dalam pelaksanaan program CSR perusahaan. Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan sebelumnya, dapat dipahami bahwa manajemen komunikasi dalam penelitian ini merujuk pada pengelolaan proses komunikasi dalam pengimplementasian program CSR yang meliputi mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi.

Corporate Social Responsibility dalam penelitian ini adalah program CSR yang dilakukan oleh PT AHM di bidang pendidikan, yaitu program Kurikulum Etika Berlalu Lintas yang ditujukan untuk tingkat PAUD hingga SMA/ SMK di kota Yogyakarta. Perhatian PT AHM yang cukup besar di bidang pendidikan melandasi tercetusnya program tersebut disertai dengan kepedulian perusahaan untuk mengurangi potensi kecelakaan lalu lintas yang banyak terjadi di kalangan pengguna kendaraan bermotor. Sehingga PT AHM, dengan menggaet beberapa pihak eksternal untuk melakukan kerja sama dalam program CSR tersebut, melakukan pembinaan dan sosialisasi tentang etika berlalu lintas yang dibidik melalui bidang pendidikan agar menyentuh para pelajar sedini mungkin, baik sebagai pengguna jalan raya maupun calon pengguna kendaraan bermotor. Program yang sudah berjalan sejak tahun 2010 itu mendapatkan penghargaan dari Pemerintah Provinsi D.I. Yogyakarta dan MURI sebagai pelopor pendidikan etika berlalu lintas yang diintegrasikan ke dalam kurikulum pendidikan anak sekolah. Fenomena ini menjadi unik ketika PT AHM sebagai perusahaan yang bergerak di industri otomotif berhasil bertindak sebagai korporasi pertama yang masuk dalam bidang kurikulum pendidikan untuk program CSR perusahaan.

Manajemen komunikasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah bagaimana proses integrasi dan koordinasi PT AHM dengan Dinas Pendidikan kota Yogyakarta dalam melakukan hubungan kerjasama serta bagaimana pula kedua pihak ini mengelola proses komunikasi dalam tahap perencanaan hingga evaluasi program CSR Kurikulum Etika Berlalu Lintas, baik dalam informing strategy maupun interacting strategy.

(15)

Manajemen komunikasi dapat diartikan sebagai bagaimana pengelolaan dalam proses pengkomunikasian program CSR antara PT AHM dengan Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta. Dengan kata lain, di dalam proses koordinasi dan komunikasi dalam menjalin hubungan kerjasama antara kedua organisasi tersebut dibutuhkan adanya pengelolaan sedemikian rupa dengan mengaitkan empat fungsi manajemen, yaitu fungsi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi.

Sedangkan konsep outsourcing dalam penelitian ini adalah salah satu pola atau model pengimplementasian program CSR. Pola ini adalah pola keterlibatan tidak langsung perusahaan dalam mengimplementasikan program CSR nya dengan menyerahkan proses pelaksanaannya kepada pihak ke tiga. Berdasarkan konsep tersebut, PT AHM dalam pelaksanaan program CSR Kurikulum Etika Berlalu Lintas diserahkan kepada pihak ketiga dengan bermitra kepada Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, selaku instansi pemerintah lokal. Dengan kata lain, pada pola ini PT AHM tidak terlibat langsung dalam pelaksanaan program CSR di lapangan. Akan tetapi, kerjasama kedua belah pihak ini dapat dikatakan sebagai kolaborasi bersama sebagai sebuah pola atau model untuk pengkomunikasian program CSR yang strategis.

G. Metodologi Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sifat deskriptif diarahkan untuk menggambarkan fenomena yang terjadi berkaitan dengan manajemen komunikasi dalam penerapan program CSR PT AHM bidang pendidikan. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode studi kasus untuk menjawab pertanyaan bagaimana manajemen komunikasi antara instansi pemerintah selaku stakeholder eksternal dengan korporasi sehubungan dengan program CSR PT AHM “Kurikulum Etika Berlalu Lintas”. Penelitian studi kasus tidak hanya diaplikasikan pada sebuah kasus tertentu saja, namun suatu fenomena unik yang menjadi isu atau

(16)

wacana juga dapat dianalisis dengan metode studi kasus. Berikut dijabarkan metodologi dalam penelitian ini.

1. Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus. Stake berargumen bahwa studi kasus bisa berarti “proses mengkaji kasus” sekaligus “hasil dari proses pengkajian” tersebut (Denzin dan Lincoln, 2009: 300). Analisis studi kasus dalam penelitian ini bertujuan untuk memberikan pandangan, pengetahuan tentang suatu fenomena praktek program CSR dan menyelidiki serta menganalisis isu-isu yang teridentifikasi dalam wacana manajemen komunikasi CSR (Wimmer dan Dominick, 2011: 141). Jenis penelitian ini adalah eksploratif berdasarkan tujuannya dalam mengeksplorasi proses manajemen komunikasi antara PT AHM dengan Dinas Pendidikan dalam program CSR.

Yin (1989: 23) menjelaskan bahwa terdapat tiga karakteristik utama metode penelitian studi kasus yang membedakannya dengan strategi ataupun metode penelitian lainnya. Ketiga karakteristik utama tersebut adalah kebaruan fenomena sosial yang diteliti, sedikit atau bahkan tidak adanya keterlibatan atau kontrol peneliti dalam fenomena sosial yang diteliti, serta dapat digunakannya berbagai sumber data untuk menjelaskan fenomena sosial secara lebih mendalam dan terperinci. Selain itu, pemilihan studi kasus dianggap sangat cocok karena dalam penelitian ini akan menjawab pertanyaan how dan why. Pendekatan studi kasus berusaha menjawab pertanyaan penelitian how dan why.

2. Sumber dan Jenis Data

Sumber data dalam penelitian ini dibagi atas dua jenis data, yaitu sumber data lisan (sumber data primer) dan tertulis (sumber data sekunder). Sumber data secara lisan diperoleh melalui wawancara dan observasi yang kemudian dicatat melalui catatan tertulis. Hal ini dilakukan

(17)

untuk memperoleh informasi mendalam mengenai fenomena tertentu. Sedangkan data tertulis dalam penelitian ini meliputi sumber buku, dokumen, majalah dan literatur lainnya.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian bertempat di Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, Jalan Hayam Wuruk 11 Yogyakarta. Di lokasi ini peneliti akan menemui Samiyo (Kepala Bidang Pengembangan Pendidikan, Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta) selaku Ketua I Tim Pelaksana Program, untuk melakukan wawancara terkait program CSR PT AHM “Kurikulum Etika Berlalu Lintas”. Pertimbangan yang mendasari pemilihan lokasi adalah karena Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta yang mengelola dan melaksanakan program CSR PT AHM “Kurikulum Etika Berlalu Lintas” di tingkat PAUD/TK hingga SMA/SMK di kota Yogyakarta.

Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara kepada manager CSR PT AHM, yaitu Yudi Yozardi yang berlokasi di kantor pusat PT AHM, Jl. Laksda Yos Sudarso - Sunter I, Jakarta Utara. Dikarenakan keterbatasan waktu pihak AHM (Yudi Yozardi) dalam wawancara tatap muka, sehingga proses wawancara dilakukan via email. Peneliti juga akan mengecek pelaksanaan program tersebut di lapangan dengan mendatangi salah satu sekolah SMP, SMA dan SMK di kota Yogyakarta yang menjadi sekolah model terintegrasi “Kurikulum Etika Berlalu Lintas” sehingga didapatkan hasil observasi yang mendalam. Penelitian dilakukan mulai bulan Juli 2014 hingga Agustus 2014. Penelitian yang akan dilakukan untuk lingkup sekolah antara lain:

a. SMP Negeri 5 Yogyakarta, Jl. Wardani No. 1 Yogyakarta

Peneliti memilih SMPN 5 menjadi salah satu lokasi penelitian di samping karena sekolah ini menjadi salah satu sekolah model integrasi penyelenggaraan program pendidikan etika berlalu lintas, salah satu tim penyusun buku pedoman program pendidikan etika berlalu lintas merupakan kepala sekolah SMPN 5 ini.

(18)

b. SMA Negeri 6 Yogyakarta, Jl. C. Simanjuntak 2 Yogyakarta

SMAN 6 juga merupakan sekolah model integrasi di mana salah satu tim penyusun buku pedoman program pendidikan etika berlalu lintas merupakan kepala sekolah SMAN 6. Selain itu, sekolah ini menjadi contoh bagi sekolah-sekolah yang lain atas beberapa program sekolah terkait dengan program pendidikan etika berlalu lintas, seperti stikerisasi, lomba pidato tentang berlalu lintas, lomba poster.

c. SMK Negeri 2 Yogyakarta, Jl. A. M Sangaji 47 Yogyakarta

Sekolah ini menjadi satu dari empat sekolah model integrasi tingkat SMK yang rutin dan konsisten dalam menerapkan program pendidikan etika berlalu lintas kepada peserta didik baik melalui mata pelajaran maupun budaya-budaya sekolah di sepanjang tahun.

4. Instrumen Penelitian

Ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan berperan-serta. Oleh karena itu, peranan manusia sebagai instrumen penelitian dalam sebuah penelitian sangat penting. Peneliti dalam hal ini bertindak sebagai instrumen penelitian di mana peneliti sebagai alat pengumpul data yang secara langsung melakukan pengamatan terhadap suatu fenomena atau kasus yang dijadikan objek penelitian (Moleong, 2005: 168).

5. Teknik Pengumpulan Data

Empat sumber data yang dapat digunakan dalam studi kasus yaitu dokumen, wawancara, observasi dan artefak fisik (Wimmer dan Dominick, 2011: 143). Berdasarkan keempat sumber data tersebut, penelitian ini menggunakan tiga sumber data atau teknik pengumpulan data yaitu dokumen, wawancara dan observasi (direct observation).

a. Wawancara: Penelitian ini menggunakan teknik wawancara mendalam (indepth interview) dengan memakai daftar pertanyaan sebagai acuan. Panduan wawancara digunakan agar data yang dikumpulkan dapat

(19)

terfokus ke arah topik yang ingin diungkap dan untuk menghindari terjadinya penyimpangan dari masalah yang diteliti. Beberapa pihak terkait pelaksanaan program “Kurikulum Etika Berlalu Lintas” tingkat SMP hingga SMA/SMK di kota Yogyakarta yang menjadi narasumber antara lain:

1) Kepala Bidang Pengembangan Pendidikan, Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta (Samiyo), selaku Ketua I Tim Pelaksana Program 2) Manager CSR PT Astra Honda Motor (Yudi Yozardi)

3) Juru bicara tim Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta yang bertugas sebagai penghubung antara Dinas Pendidikan dan AHM (Erni Februaria)

4) Kepala Sekolah SMPN 5 Yogyakarta (Sugihardjo), beliau merupakan bagian dari tim penyusun pedoman penyelenggaraan pendidikan etika berlalu lintas

5) Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia SMAN 6 Yogyakarta (Purwanti Susilastuti)

6) Waka Kesiswaan SMK Negeri 2 Yogyakarta (Kharis), sebagai salah satu pihak yang berkapasitas dalam program ELL di SMK 2 7) Guru Kejuruan Teknik Kendaraan Ringan (TKR) SMK Negeri 2

Yogyakarta (Ridho Saputro), salah satu tim budaya SMKN 2 yang juga mengetahui lebih dalam tentang program ELL yang diselenggrakaan di SMKN 2

b. Observasi langsung: Teknik dimana peneliti mengamati secara langsung objek yang diteliti dengan mengamati langsung ke lokasi penelitian. Tujuannya adalah untuk menelaah sebanyak mungkin informasi kegiatan CSR PT AHM tersebut, baik melalui catatan lisan maupun tertulis. Observasi yang dilakukan peneliti merupakan observasi nonpartisipan agar peneliti dapat melakukan penelitian secara objektif. Selain melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait di lapangan, peneliti juga melakukan tinjauan di lokasi guna mengamati dan kemudian mencatat hal-hal yang berkaitan

(20)

dengan program “Kurikulum Etika Berlalu Lintas”. Sebagai contoh, saat melakukan observasi di SMAN 6 Yogyakarta, peneliti mengambil gambar salah satu kendaraan siswi yang telah tertempel stiker “Tertib Berlalu Lintas SMAN 6 Yogyakarta”. Stiker tersebut sebagai tanda bahwa siswi yang bersangkutan telah berhak dan layak untuk membawa kendaraan bermotor ke sekolah. Begitu pula saat melakukan observasi di SMKN 2 Yogyakarta, peneliti mengambil beberapa dokumentasi pihak sekolah yang berkaitan dengan etika lalu lintas, seperti meminta dokumentasi kepada Waka Kesiswaan (Kharis) saat pihak kepolisian (Polresta kota Yogyakarta) memberikan penyuluhan dan bimbingan kepada seluruh siswa-siswi baru di awal Masa Orientasi Siswa (MOS) tentang etika berkendara.

c. Dokumentasi: Dokumen yang dikumpulkan dan dianalisis dapat berupa tulisan atau gambar. Dokumentasi sendiri merupakan salah satu sumber pengumpul data di mana sumber dokumentasi ini diperoleh dari beberapa data atau dokumen, laporan, buku, surat kabar dan juga bacaan lainnya yang mendukung penelitian ini. Peneliti mencoba mencari dan mengumpulkan dokumen-dokumen terkait pelaksanaan program CSR PT AHM bidang pendidikan, yaitu “Kurikulum Etika Berlalu Lintas” tingkat SMP hingga SMA/SMK di kota Yogyakarta. Seperti saat melakukan pengumpulan data di SMKN 2 Yogyakarta, selain mewawancarai pihak yang berkompeten mengenai program pendidikan etika lalu lintas ini, peneliti juga mengumpulkan beberapa dokumen dari Waka Kesiswaan, seperti surat pernyataan bagi siswa baru (kelas 10) yang menyatakan bahwa “selama tidak membawa SIM dan STNK dilarang membawa kendaraan ke sekolah”. Selain itu, peneliti juga mengambil foto beberapa rambu-rambu yang berkaitan dengan etika berlalu lintas di sekolah dan mengambil contoh stiker yang tertempel di motor-motor para siswa kelas 11 dan 12. Stiker kelayakan diedarkan kepada para siswa dengan maksud agar siswa menempel stiker tersebut di kendaraannya masing-masing sebagai

(21)

tanda bahwa siswa telah memenuhi aturan untuk membawa motor ke sekolah. Seperti hal nya saat peneliti mencari data di SMAN 6. Peneliti menemui salah satu guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, yaitu Purwanti Susilastuti. Selain melakukan wawancara, peneliti juga mendapatkan arsip silabus untuk kelas X semester 1 tentang Etika Lalu Lintas (ELL)—memahami ketentuan-ketentuan lalu lintas dan angkutan jalan. Tidak hanya itu, peneliti juga mendapatkan salah satu bahan ajar ELL dalam bentuk format power point (ppt) yang berisikan panduan, artikel dan latihan bagi siswa tentang materi ELL itu sendiri. Semua dokumentasi yang berkaitan tentang pendidikan etika lalu lintas tersebut dikumpulkan untuk selanjutnya diolah dan dianalisis oleh peneliti.

6. Teknik Analisis Data

Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif yang dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Data yang terkumpul dapat berupa catatan lapangan dan komentar peneliti, foto, dokumen berupa laporan, biografi, artikel. Oleh karena itu, proses analisis data dalam hal ini ialah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode dan mengkategorikannya sehingga dapat ditarik kesimpulan. Aktivitas dalam analisis data tersebut terbagi dalam tiga langkah analisis, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification (Sugiyono 2008: 246):

a. Reduksi data (Data reduction)

Pada saat peneliti ke lapangan, data yang didapat akan banyak, kompleks dan rumit, sehingga perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas. Mereduksi data adalah suatu bentuk analisis yang mempertajam, memilih, memfokuskan, membuang, menyusun data dalam suatu cara untuk mendapatkan

(22)

gambaran akhir. Peneliti akan mengelompokkan data ke dalam tiga kategori untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan topik penelitian. Tiga kategorisasi tersebut antara lain:

1) CSR PT AHM (konsep serta model pelaksanaan CSR PT AHM bidang pendidikan Kurikulum Etika Berlalu Lintas)

2) Pelaksanaan CSR PT AHM Kurikulum Etika Berlalu Lintas di jenjang sekolah tingkat SMP dan SMA/SMK

3) Proses manajemen komunikasi dalam penerapan program CSR Kurikulum Etika Berlalu Lintas antara AHM dengan Dinas Pendidikan

Pada proses reduksi ini, peneliti akan mengelompokkan data yang termasuk dalam tiga kategori tersebut. Di samping itu, data di luar tiga kelompok tersebut tetap akan dimasukkan dalam analisis sebagai data pendukung, seperti hal-hal yang masih berkaitan tentang program Kurikulum Etika Berlalu Lintas. Setelah melalui proses wawancara dengan beberapa pihak-pihak yang terkait mulai dari perencanaan hingga evaluasi program tersebut, peneliti mengumpulkan data wawancara yang berupa rekaman suara dan dokumen hasil observasi, kemudian mentranskrip wawancara dalam bentuk tulisan. Selanjutnya, setelah semua salinan wawancara terkumpul, peneliti memilah hasil wawancara yang sesuai dengan koridor-koridor rumusan masalah, yaitu manajemen komunikasi PT AHM dengan Dinas Pendidikan kota Yogyakarta dalam penerapan program CSR “Kurikulum Etika Berlalu Lintas” tingkat SMP hingga SMA/SMK di kota Yogyakarta. Tidak hanya transkrip wawancara, dokumen yang telah terkumpul pun, baik berupa foto ataupun arsip lainnya dikumpulkan untuk selanjutnya disaring untuk menghasilkan data yang lebih jelas dan tepat, kemudian dapat dikelompokkan sesuai dengan ketiga kategori masing-masing.

b. Penyajian data (Data Display)

Adalah suatu kumpulan informasi yang tersusun dan membolehkan pendeskripsian maupun kesimpulan dalam bentuk teks naratif. Melalui

(23)

proses ini, maka data yang telah dikategorikan oleh peneliti akan tersusun rapi sehingga peneliti semakin mudah memahami temuan data yang didapatkan dari lapangan. Setelah semua catatan lapangan dikumpulkan oleh peneliti, baik berupa data lisan maupun tertulis (arsip, foto, dokumen), maka tugas berikutnya adalah menyaring dan mengelompokkan data. Data dikelompokkan sesuai dengan tiga kategori yang telah disebutkan di atas. Peneliti mengkategorikan data sesuai tujuan penelitian, yaitu untuk menganalisis manajemen komunikasi. Oleh karena itu, hal ini dirasa perlu bagi peneliti untuk mengkategorikan data ke dalam unsur-unsur manajemen komunikasi program Kurikulum Etika Berlalu Lintas. Selanjutnya, setelah data yang terpilih dikelompokkan ke dalam kategori manajemen komunikasi, hasil temuan di-break down ke dalam analisis pendekatan fungsi manajemen dan komunikasi. Peneliti menganalisis data mana yang termasuk dalam perencanaan (pesan, komunikator, media, khalayak dan pengaruh), pengorganisasian (pesan dan media komunikasi, komunikator, serta khalayak), dan pelaksanaan (pesan, komunikator, media, penerima pesan, dan pengaruh yang diinginkan) dalam manajemen komunikasi. Data yang berupa foto juga turut disertakan dalam analisis untuk lebih menjelaskan dan membuktikan analisis secara jelas dan terperinci.

c. Penarikan kesimpulan (Conclusion Drawing/Verification)

Langkah ke tiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman (dikutip oleh Sugiyono, 2008: 252) adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Setelah dilakukan penyajian data dengan kategori yang jelas, maka peneliti mulai mencatat suatu makna, sebab akibat, alur. Selanjutnya, melalui temuan tersebut peneliti dapat menarik kesimpulan yang dapat berupa hubungan kausal, hipotesis atau bahkan teori. Selain analisis data berdasarkan hubungan fungsi manajemen dan unsur-unsur komunikasi, hubungan partnership antara AHM dengan Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta juga kemudian dapat

(24)

dilihat adanya suatu makna hubungan mutualisme antara dua institusi, profit dan pemerintah daerah. Selain itu, fenomena atau permasalahan yang ditemukan di lapangan juga turut dianalisis bersama data lainnya agar peneliti dapat melihat gejala yang muncul dan menarik kesimpulan atas hasil analasis tersebut, seperti hambatan yang muncul dalam pelaksanaan program yang menyebabkan tersendatnya rangkaian pelaksanaan program pendidikan etika lalu lintas di Yogyakarta.

7. Reliabilitas dan Validitas Data

Untuk mengkonfirmasi keabsahan data, pengecekan dibutuhkan untuk menguji data dan analisis data. Salah satu teknik dalam menguji keabsahan data adalah triangulasi. Triangulasi adalah sebuah teknik untuk mengecek validitas data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data dan sumber data itu sendiri. Ada empat macam triangulasi menurut Denzin (dikutip oleh Moleong, 2001: 330), yaitu teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori. Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tiga macam triangulasi, yaitu melalui penggunaan sumber, metode dan teori.

Triangulasi sumber digunakan ketika peneliti menganalisis permasalahan penelitian dengan menggunakan lebih dari satu sumber untuk memvalidasi hasil analisis. Pengumpulan data dilakukan kepada PT AHM dan Dinas Pendidikan serta kepada beberapa sekolah yang menjadi sekolah model integrasi Kurikulum Etika Berlalu Lintas. Data dari ketiga sumber tersebut dideskripsikan dan dikategorisasikan mana pandangan yang sama dan mana yang berbeda. Kemudian, peneliti menganalisis data-data tersebut sehingga dapat menghasilkan suatu kesimpulan. Triangulasi dengan menggunakan metode dilakukan melalui cara seperti wawancara dengan informan atau narasumber dan observasi langsung. Dalam penelitian ini, untuk menguji kredibilitas teknik ini dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.

(25)

Data yang diperoleh melalui wawancara lalu dicek dengan hasil observasi dan dokumentasi. Jika hasil data tersebut berbeda-beda maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan untuk memastikan data yang lebih benar keabsahannya (Sugiyono, 2008: 274). Selanjutnya, triangulasi teori digunakan dengan menerapkan berbagai teori, perspektif dan bahan referensi lainnya yang sesuai dengan bidang kajian penelitian yang relevan selama proses analisis dan interpretasi data. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori manajemen komunikasi sesuai dengan judul penelitian, teori Corporate Social Responsibility yang meliputi konsep CSR, manfaat, pola implementasi CSR, partnership pemerintah dan swasta dalam CSR serta teori tentang government relations dalam pelaksanaan CSR. Peneliti berasumsi bahwa teori dan perspektif tersebut sangat relevan dan tepat untuk menganalisis manajemen komunikasi antara PT AHM dan Dinas Pendidikan kota Yogyakarta dalam penerapan program CSR “Kurikulum Etika Berlalu Lintas” di Kota Yogyakarta.

Gambar

Tabel 1. 1 Matrik Hubungan Fungsi Manajemen dan  Unsur-Unsur Komunikasi

Referensi

Dokumen terkait

Hasil wawancara dengan menggunakan pertanyaan kuesioner kualitas hidup yang dilakukan pada 7 pasien kanker payudara ditemukan bahwa pasien kanker payudara yang

Dalam melaksanakan analisis pengembangan sistem informasi perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan puskesmas berdasarkan beban kerja, dilakukan wawancara mendalam ( indepth interview

Penelitian dilakukan di Malili, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan dengan menggunakan metode wawancara mendalam/indepth interview menggunakan lembar pertanyaan (kuesioner)

Data primer adalah data yang diperoleh dari lapangan melalui wawancara langsung dengan responden menggunakan kuesioner (daftar pertanyaan) yang mencakup identitas

Dengan cara teknik wawancara secara lebih dalam (in-depth interview) peneliti inggin menggali informasi bagaimana strategi komunikasi pemasaran online yang dilaksanakan oleh

Wawancara (interview) yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan tanya jawab/dialog secara langsung dengan masyarakat pengguna air minum isi ulang dan

Selanjutnya adalah teknik wawancara mendalam (indepth interview) yaitu teknik yang digunakan untuk mendapatkan jawaban menganai masalah yang diteliti dengan mewawancarai informan

Hasil dari penelitian ini, diharapkan teknik scramble dapat digunakan sebagai salah satu acuan teknik pembelajaran yang didasarkan pada keaktifan siswa terutama