• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS UNIT RESPON HIDROLOGI DAN KADAR AIR TANAH PADA HUTAN TANAMAN DI SUB DAS CIPEUREU HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SANDY LESMANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS UNIT RESPON HIDROLOGI DAN KADAR AIR TANAH PADA HUTAN TANAMAN DI SUB DAS CIPEUREU HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SANDY LESMANA"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS UNIT RESPON HIDROLOGI DAN KADAR AIR TANAH

PADA HUTAN TANAMAN DI SUB DAS CIPEUREU

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT

SANDY LESMANA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Unit Respon Hidrologi dan Kadar Air Tanah pada Hutan Tanaman di Sub DAS Cipeureu Hutan Pendidikan Gunung Walat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Sandy Lesmana NIM E14080103

(4)

ABSTRAK

SANDY LESMANA. Analisis Unit Respon Hidrologi dan Kadar Air Tanah pada Hutan Tanaman di Sub DAS Cipeureu Hutan Pendidikan Gunung Walat. Dibimbing oleh Nana Mulyana Arifjaya.

Unit respon hidrologi (URH) merupakan unit analisis yang digunakan untuk mengetahui respon hidrologi pada suatu tutupan lahan, jenis tanah, dan kemiringan lereng. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku debit di Sub DAS Cipeureu dan perbedaan kadar air tanah serta volume aliran permukaan pada tegakan damar (Agathis loranthifolia), puspa (Schima wallichii), dan tusam (Pinus merkusii). Pembentukan unit respon hidrologi menggunakan ekstensi ArcSWAT 2009 pada aplikasi ArcGIS 9.3. Debit di Sub DAS Cipeureu memiliki waktu konsentrasi 1.5 jam dan waktu resesi 12.4 jam dengan rasio debit maksimum 1.79 kali debit minimum. Koefisien aliran permukaan langsung di Sub DAS Cipeureu rata-rata hanya 3.3% setiap kejadian hujan. Analisis kadar air tanah menunjukan URH pada tegakan puspa rata-rata 54.4% pada musim hujan dan 37.5% pada musim kemarau lebih besar dibandingkan URH damar dan tusam masing-masing 52.6% dan 40.5% pada musim hujan serta 34.4% dan 32.0% pada musim kemarau. Aliran permukaan di tegakan puspa lebih besar 0.0115 mm dibandingkan tegakan damar dan lebih besar 0.0228 mm dibandingkan tegakan tusam.

Kata kunci: Kadar air tanah, Sub DAS Cipeureu, Unit respon hidrologi

ABSTRACT

SANDY LESMANA. Analysis of Hydrological Response Unit and Soil Moisture at Plantation Forest at Cipeureu Sub Watershed Gunung Walat Educational Forest. Supervised by Nana Mulyana Arifjaya.

Hydrological Response Unit (HRU) it is an unit of analysis used to know the specific hydrological response at land cover, soil, and topographic characteristic. The purposes of this research are to know discharge of Cipeureu Sub Watershed and compare soil moisture and direct runoff at forested area of damar (Agathis loranthifolia), puspa (Schima wallichii), and tusam (Pinus merkusii). ArcSWAT 2009 extension on the application of ArcGIS 9.3 was used to define HRU. Discharge analysis at Cipeureu Sub Watershed result time of concentration 1.5 hours and time of recession 12.4 hours with maximum-minimum discharge ratio is 1.79 times. Cipeureu Sub Watershed have coefficient run off 3.3%. Analysis of soil moisture showed that HRU at puspa 54.4% in rainy season and 37.5% in dry season was greater than HRU at damar and tusam respectively 52.6% and 40.5% in rainy season and 34.4% and 32.0% in dry season. Run off at puspa was greater 0.0115 mm than damar and was greater 0.0228 mm than tusam

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

ANALISIS UNIT RESPON HIDROLOGI DAN KADAR AIR TANAH

PADA HUTAN TANAMAN DI SUB DAS CIPEUREU

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT

SANDY LESMANA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi :Analisis Unit Respon Hidrologi dan Kadar Air Tanah pada Hutan Tanaman di Sub DAS Cipeureu

Hutan Pendidikan Gunung Walat. Nama : Sandy Lesmana

NIM : E14080103

Disetujui oleh

Dr. Ir. Nana Mulyana Arifjaya, MSi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Ahmad Budiaman, MScFTrop Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2013 ini ialah Analisis Unit Respon Hidrologi dan Kadar Air Tanah pada Hutan Tanaman di Sub DAS Cipeureu Hutan Pendidikan Gunung Walat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Nana Mulyana Arifjaya, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada direksi dan pelaksana teknis lapangan Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) yang telah membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda Suhaimi H. Burlian (Alm), Ibunda Dedeh Permasari serta seluruh keluarga, saudara, dan teman-teman atas segala doa dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat sebagai referensi belajar.

Bogor, Juni 2014 Sandy Lesmana

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 1

Manfaat Penelitian ... 1

METODE ... 2

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 2

Data dan Bahan ... 2

Alat ... 2

Pengumpulan Data ... 2

Batas Sub DAS Cipeureu ... 2

Kadar Air Tanah ... 2

Curah Hujan dan Tinggi Muka Air ... 2

Prosedur Analisis Data ... 3

Batas DAS Cipeureu HPGW ... 3

Analisis Hidrograf ... 3

SCS Curve Number ... 4

Unit Respon Hidrologi ... 5

Kadar Air Tanah ... 5

Aliran Permukaan... 5

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 5

Batas Sub DAS Cipeureu ... 5

Analisis Hidrograf ... 6

SCS Curve Number ... 8

Unit Respon Hidrologi ... 9

Kadar Air Tanah ... 11

Aliran Permukaan... 13

SIMPULAN DAN SARAN ... 14

DAFTAR PUSTAKA ... 15

LAMPIRAN ... 17

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Hidrograf aliran... 8

Tabel 2 Bilangan kurva Sub DAS Cipeureu ... 9

Tabel 3 Unit respon hidrologi ... 10

Tabel 4 Kadar air tanah unit respon hidrologi ... 13

Tabel 5 Volume aliran permukaan ... 14

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Batas Sub DAS Cipeureu HPGW ... 6

Gambar 2 Hidrograf aliran ... 7

Gambar 3 Unit respon hidrologi Sub DAS Cipeureu ... 10

Gambar 4 Kadar air tanah musim hujan ... 11

Gambar 5 Kadar air tanah musim kemarau ... 12

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Peta lokasi penelitian ... 17

Lampiran 2 Peta tutupan lahan dan sebaran tanah Sub DAS Cipeureu ... 17

Lampiran 3 Kemiringan lereng Sub DAS Cipeureu ... 18

Lampiran 4 Anticedent moisture content ... 18

Lampiran 5 Laju infiltrasi kelompok hidrologi tanah ... 18

Lampiran 6 Bilangan kurva ... 19

Lampiran 7 Koefisien aliran permukaan langsung dan rasio debit... 20

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pola pengelolaan yang diaplikasikan pada kawasan hutan akan berdampak pada respon hidrologi di daerah aliran sungai (DAS). Mulyana (2000) menegaskan bahwa peningkatan aliran permukaan di DAS Ciwulan hulu terjadi akibat penebangan hutan tanaman pinus yang terindikasi dari peningkatan koefisien aliran permukaan langsung sebesar 22%. Anwar et al. (2011) menambahkan bahwa peningkatan aliran permukaan sebesar 10% di DAS Barito hulu setiap tahunnya diakibatkan oleh kegiatan pemanenan hutan. Menurut Hairiah et al. (2004) dalam Yulistyarini (2011) ketersediaan serasah yang tebal menutupi lantai hutan berdampak pada terkendalinya aliran permukaan pada saat musim hujan dan terjaganya pasokan debit sungai melalui baseflow pada musim kemarau.

Sub DAS Cipeureu yang memiliki luasan 17.974 ha terletak di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW). Tutupan lahan Sub DAS Cipeureu didominasi oleh tegakan damar (Agathis loranthifolia), puspa (Schima walichii), dan tusam (Pinus merkusii) yang selalu dijaga keberadaannya dan tidak dieksploitasi untuk hasil hutan kayunya. Manfaat yang dirasakan masyarakat sekitar terhadap keberadaan Sub DAS Cipeureu adalah sumber air yang mengalir sepanjang tahun (HPGW 2010).

Diduga keberadaan hutan tanaman campuran tersebut berhubungan dengan perilaku debit, kadar air tanah, dan aliran permukaan di Sub DAS Cipeureu. Untuk itu perlu dikaji perilaku debit Sub DAS Cipeureu melalui analisis hidrograf. Selain itu akan dikaji perbedaan kadar air tanah dan aliran permukaan pada tegakan damar, puspa, dan tusam yang mendominasi Sub DAS Cipeureu.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku debit di Sub DAS Cipeureu dan perbedaan kadar air tanah dan aliran permukaan pada tegakan damar, puspa, dan tusam di Sub DAS Cipeureu.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai pengetahuan tentang peran tegakan damar, puspa dan tusam terhadap perilaku debit, kadar air tanah, dan aliran permukaan di DAS.

(12)

2

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengambilan data dilakukan di Sub DAS Cipeureu Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Pengambilan data berlangsung dari bulan Juli 2013 - November 2013. Pengolahan dan analisis data dilakukan di laboratorium Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB.

Data dan Bahan

Bahan-bahan yang digunakan antara lain Digital Elevation Model (DEM) resolusi 90 meter dari Shuttle Radar Topography Modeling (SRTM), 30 meter dari AsterGDEM, dan 20 meter, peta administrasi HPGW, peta tutupan lahan, peta jenis tanah, peta kemiringan lereng serta peta jaringan sungai. Data-data yang dibutuhkan untuk penelitian ini antara lain batas Sub DAS Cipeureu HPGW, kadar air tanah, curah hujan, dan tinggi muka air.

Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain GPS Garmin 60csx, Demetra PAT 193478 E.M System Soil Tester Tokyo Japan, Automatic water level recorder (AWLR) Global Water 800 876 1172 model WL 16U-030-050 serial 1217003371, Automatic Weather Station (AWS) Davis Pro Vantage, dan aplikasi DNR Garmin serta ArcGIS 9.3 beserta ekstensi pendukungnya.

Pengumpulan Data

Batas Sub DAS Cipeureu

Batas Sub DAS Cipeureu didapatkan dari groundcheck dan hasil delineasi otomatis menggunakan ekstensi ArcSWAT 2009 pada aplikasi ArcGIS 9.3.

Kadar Air Tanah

Dengan menggunakan Demetra PAT 193478 E.M System Soil Tester Tokyo Japan, pengukuran kadar air tanah dilakukan pada musim hujan dan kemarau, masing-masing vegetasi, dan topografi di Sub DAS Cipeureu.

Curah Hujan dan Tinggi Muka Air

Data curah hujan diperoleh dari alat AWS yang dimiliki oleh HPGW dengan waktu rekam data setiap 15 menit sedangkan tinggi muka air diperoleh dari alat AWLR yang dipasang di Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) Sub DAS Cipeureu dengan rekam data setiap 15 menit.

(13)

3

Prosedur Analisis Data

Batas DAS Cipeureu HPGW

Hasil groundcheck dijadikan sebagai acuan untuk mengetahui perbedaan batas Sub DAS Cipeureu hasil delineasi otomatis.

Analisis Hidrograf

Debit aliran dihasilkan dari perkalian kecepatan aliran dan luas badan air pada stasiun pengamatan arus sungai (SPAS) Sub DAS Cipeureu. Hidrograf aliran (Sherman 1932) dalam (Arsyad 2010) digunakan untuk menggambarkan perilaku air terhadap waktu pada setiap kejadian hujan. Komponen-komponen yang diketahui dari hidrograf aliran antara lain:

1. Debit maksimum (Qp)

2. Debit minimum/ aliran dasar (Qbf) 3. Waktu konsentrasi (Tc)

4. Waktu resesi (Tr)

5. Debit Aliran permukaan langsung/ direct run off (Qdro)

Debit aliran permukaan langsung dihitung menggunakan persamaan (Seyhan 1990) berikut:

𝑄𝑑𝑟𝑜 = 𝑄 − 𝑄𝑏𝑓………(1)

Keterangan.

𝑄𝑑𝑟𝑜 = Debit aliran permukaan langsung (liter/s) 𝑄 = Debit aliran sungai (liter/s)

𝑄𝑏𝑓 = Debit minimum/ aliran dasar (liter/s)

Tebal aliran permukaan dihitung dengan menggunakan persamaan (Asdak 2007) berikut:

𝐷𝑅𝑂 = 𝑄𝑑𝑟𝑜 𝑥 𝑡 𝑥 1000

𝐴 𝑥 1000 ………...(2)

Keterangan.

𝐷𝑅𝑂 = Tebal aliran permukaan langsung (mm)

𝑄𝑑𝑟𝑜 = Total debit aliran permukaan langsung (liter/s) 𝑡 = Interval waktu pengamatan = 900 detik (s) 𝐴 = Luas Sub DAS Cipeureu = 180800 m²

1000 = Konversi satuan liter ke meter³ dan meter ke milimeter

Koefisien aliran permukaan langsung per kejadian hujan dihitung menggunakan persamaan (Asdak 2007) berikut :

C = 𝐷𝑅𝑂

𝑃 ………...(3)

Keterangan.

(14)

4

DRO = Volume aliran permukaan langsung (mm) P = Curah hujan (mm)

Rasio debit maksimum dan minimum per kejadian hujan dihitung mengunakan persamaan (Asdak 2007) berikut:

Rasio Q = 𝑄𝑄𝑝

𝑏𝑓………..(4)

Keterangan.

𝑄𝑝 = Debit puncak/maksimum (liter/s) 𝑄𝑏𝑓 = Debit minimum/baseflow (liter/s) SCS Curve Number

Bilangan kurva di Sub DAS Cipeureu diketahui berdasarkan retensi air maksimum yang dihitung menggunakan persamaan berikut:

𝑆 = 𝑃−𝐼𝑎 2 –𝑄(𝑃−𝐼𝑎)

𝑄 ……….(5)

Keterangan.

Q = Volume aliran permukaan (mm) 𝑃 = Curah hujan (mm)

𝐼𝑎 = Abstraksi awal (mm) diduga dari intersepsi tegakan rata-rata yaitu

14.7 % dari curah hujan harian

𝑆 = Retensi air maksimum potensial (mm)

Persamaan 5 diturunkan dari persamaan (US-SCS 1973) dalam Arsyad (2010) berikut:

Q = 𝑃−𝐼𝑎 ²

𝑃−𝐼𝑎 +𝑆………(6)

Keterangan.

Q = Volume aliran permukaan (mm) 𝑃 = Curah hujan (mm)

𝐼𝑎 = Abstraksi awal (mm)

𝑆 = Retensi air maksimum potensial (mm)

Berdasarkan retensi air maksimum potensial yang diketahui menggunakan persamaan 5, bilangan kurva dihitung menggunakan persamaan berikut:

𝐶𝑁 =𝑆+254 25 400………..(7)

Keterangan.

𝑆 = Retensi air maksimum potensial (mm) 𝐶𝑁 = Bilangan kurva aliran permukaan

(15)

5 Persamaan 7 diturunkan dari persamaan (US-SCS 1973) dalam Arsyad (2010) berikut:

S = 25 400𝐶𝑁 − 254………...(8)

Keterangan.

𝑆 = Retensi air maksimum potensial (mm) 𝐶𝑁 = Bilangan kurva aliran permukaan

Bilangan kurva merupakan nilai ketetapan yang digunakan untuk menduga aliran permukaan berdasarkan tata guna lahan dan kelompok hidrologi tanah. Retensi air maksimum potensial adalah potensi air yang mampu diinfiltrasikan ke dalam tanah.

Unit Respon Hidrologi

Unit respon hidrologi (URH) dihasilkan dari overlay peta tutupan lahan, peta jenis tanah, dan peta kemiringan lereng dengan menggunakan ekstensi ArcSWAT pada aplikasi ArcGIS 9.3.

Kadar Air Tanah

Kadar air tanah di seluruh wilayah Sub DAS Cipeureu diduga dan dipetakan menggunakan interpolasi inverse distance weight (IDW) pada aplikasi ArcGIS 9.3 berbekal kadar air tanah yag telah diketahui. Hasil pengukuran kadar air tanah di Sub DAS Cipeureu ditabulasikan berdasarkan musim dan URH.

Aliran Permukaan

Berbekal bilangan kurva, persamaan 6 dan 8, dan inisial abstraksi pada masing-masing tegakan, volume aliran permukaan di setiap tegakan dapat diketahui. Abstraksi awal dalam persamaan 6 diduga dari intersepsi tegakan hasil penelitian Kaimuddin (1994) pada damar, puspa, dan tusam yang masing-masing adalah 14.7%, 15.7%, dan 13.7% dari curah hujan harian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Batas Sub DAS Cipeureu

Terdapat perbedaan antara batas Sub DAS Cipeureu hasil groundcheck dan delineasi otomatis dengan model SWAT menggunakan data DEM 90 meter, 30 meter, dan 20 meter. Berikut ini dilampirkan peta batas-batas Sub DAS Cipeureu hasil groundcheck, delineasi otomatis, dan data manajemen HPGW:

(16)

6

Gambar 1 Batas Sub DAS Cipeureu HPGW

Berdasarkan luasannya, Sub DAS Cipeureu hasil groundcheck memiliki luasan sebesar 18.08 ha. Luasan tersebut lebih besar dibandingkan luasan hasil delineasi otomatis menggunakan data DEM 90 meter, 30 meter, dan 20 meter masing-masing 3.43 ha, 4.65 ha, dan 12.02 ha. Sementara itu, Sub DAS Cipeureu yang bersumber dari database HPGW memiliki luasan 17.974 ha, tidak berbeda jauh dengan luasan hasil groundcheck. Perbedaan antara batas Sub DAS Cipeureu hasil delineasi otomatis dan hasil groundcheck diduga disebabkan oleh data DEM yang digunakan untuk delineasi otomatis tidak mewakili keadaan di lapangan. Menurut Schuol dan Abbaspour (2006), keakuratan hasil keluaran model SWAT dipengaruhi keterwakilan parameter yang digunakan terhadap keadaan di lapangan.

Analisis Hidrograf

Gambar 2 memperlihatkan respon debit aliran Sub DAS Cipeureu terhadap intensitas hujan yang bervariasi. Intensitas hujan yang rendah menyebabkan waktu konsentrasi debit aliran mencapai puncaknya berlangsung lama dan sebaliknya intensitas hujan yang tinggi menyebabkan waktu konsentrasi berlangsung singkat. Berdasarkan hidrograf (a), (c), dan (d) intensitas hujan 15.1 mm/jam, 7.1 mm/jam, dan 2.27 mm/jam menyebabkan debit aliran Sub DAS Cipeureu membutuhkan waktu 2 jam - 3 jam untuk mencapai puncaknya. Berbeda dengan hidrograf (b), intensitas hujan tinggi 26.4 mm/jam menyebabkan waktu konsentrasi debit berlangsung 1 jam.

(17)

7

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 2 Hidrograf aliran (a) 29 September 2013, (b) 2 Oktober 2013, (c) 19 Oktober 2013, dan (d) 29 Oktober 2013.

Curah hujan Debit Debit aliran dasar

Berdasarkan Gambar 2, terdapat perbedaan waktu resesi antara hidrograf (a) dan (c) dengan hidrograf (b) dan (d). Pada hidrograf (a) dan (c) waktu resesi debit hanya berlangsung singkat yaitu 3 jam - 8 jam. Berbeda dengan hidrograf (b) dan (d), waktu resesi tergolong panjang yaitu 12 jam - 18 jam. Berdasarkan keadaan di lapangan, beberapa hari sebelum tanggal 29 September 2013 dan 19 Oktober 2013 tidak terjadi hujan. Seyhan (1990) menegaskan periode tidak hujan akan menyebabkan ketidakjenuhan tanah terhadap air meningkat sehingga suatu waktu hujan, air akan lebih banyak diinfiltrasikan dan pasokan air aliran permukaan akan berkurang yang menyebabkan waktu resesi debit menjadi singkat.

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 8.00 15.00 22.00 29.00 36.00 43.00 0 3 6 9 12 15 18 Cu rah h u jan (m m ) D e b it (Li te r/ s) Waktu (Jam) 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 8.00 16.00 24.00 32.00 40.00 0 2 4 6 8 10 Cu rah h u jan (m m ) D e b it (Li te r/ s) Waktu (Jam) 0.00 6.00 12.00 18.00 24.00 30.00 8.00 12.00 16.00 20.00 24.00 28.00 0 1 2 3 4 5 Cu rah h u jan (m m ) D e b it (Li te r/ s) Waktu (Jam) 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 8.00 13.00 18.00 23.00 28.00 33.00 0 2 4 6 8 10 12 14 Cu rah h u jan (m m ) D e b it (Li te /s) Waktu (Jam)

(18)

8

Tabel 1 Hidrograf aliran

Tanggal (mm) P (liter/s) ∑Q (liter/s) Qp (liter/s) Qbf (liter/s) ∑Qdro (jam) Tc (jam) Tr (mm) DRO C Qp/ Qbf 29/09/2013 30.8 127.74 20.25 9.40 24.38 2 8 0.49 0.016 2.15 02/10/2013 26.6 213.88 22.23 9.11 31.73 1 18 0.64 0.024 2.44 05/10/2013 3.8 95.76 9.76 8.25 5.00 2 8 0.10 0.026 1.18 19/10/2013 14.2 67.70 14.42 9.98 7.81 2 3 0.16 0.011 1.45 20/10/2013 20.0 176.87 18.28 9.69 21.86 1 14 0.44 0.022 1.89 22/10/2013 11.6 159.70 14.12 9.69 14.38 1 13 0.29 0.025 1.46 26/10/2013 24.8 185.79 23.37 9.69 40.47 1 13 0.81 0.033 2.41 27/10/2013 16.6 242.37 20.59 10.28 36.84 1 18 0.74 0.044 2.00 28/10/2013 14.6 199.94 19.06 10.57 51.91 2 11 1.04 0.071 1.80 29/10/2013 7.2 198.20 14.50 11.17 19.44 3 12 0.39 0.054 1.30 01/11/2013 18.4 220.53 17.53 10.87 35.71 1 15 0.72 0.039 1.61 03/11/2013 5.8 203.47 12.32 10.87 7.77 1 16 0.16 0.027 1.13 Rata-rata 0.033 1.74

P: Curah hujan, Q: Debit, Qp: Debit puncak, Qbf : Debit aliran dasar, Qdro: Debit aliran permukaan langsung, Tc: Waktu konsentrasi, Tr: Waktu resesi, DRO: aliran permukaan langsung, C: Koefisien aliran permukaan langsung, Qp/Qbf: Rasio debit maksimum-minimum

Berdasarkan Tabel 1, waktu konsentrasi di Sub DAS Cipeureu berkisar antara 1 jam - 3 jam dengan rata-rata 1.5 jam. Waktu konsentrasi yang tergolong pendek tersebut disebabkan oleh topografi di Sub DAS Cipeureu yang didominasi kemiringan lereng agak curam sampai dengan sangat curam. Hal ini ditegaskan oleh Hendrayanto et al. (2001) waktu konsentrasi yang pendek antara lain disebabkan oleh dominasi kemiringan lereng yang curam pada DAS. Waktu resesi di Sub DAS Cipeureu berkisar antara 3 jam - 18 jam dengan rata-rata 12.4 jam. Rata-rata waktu resesi tersebut lebih besar daripada waktu resesi Sub DAS Cipeureu hasil penelitian Rusdiana et al. (2002) yaitu 8.7 jam. Rusdiana et al. (2002) menyimpulkan waktu resesi Sub DAS Cipeureu yang tergolong panjang menandakan kualitas penutup lahan yang baik.

Berdasarkan Tabel 1, koefisien aliran permukaan langsung Sub DAS Cipeureu berkisar antara 1.1% - 7.1% dengan rata-rata 3.3%. Mulyana (2000) menegaskan DAS berhutan yang mampu mengendalikan aliran permukaan langsung memiliki koefisien aliran permukaan yang lebih kecil dibandingkan DAS tidak berhutan. Dominasi hutan tanaman campuran di Sub DAS Cipeureu mampu mengendalikan aliran permukaan sehingga curah hujan yang berubah menjadi aliran permukaan langsung hanya 3.3%. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa debit maksimum Sub DAS Cipeureu berkisar antara 1.3 - 2.44 kali lipat debit minimum dengan rata-rata 1.79 kali lipat. Mulyana (2000) mendapati rasio debit maksimum dan minimum di suatu Sub DAS Cikawung yang tidak berhutan mencapai 21 kali lipat. Ditinjau dari rasio debit maksimum dan minimum yang lebih kecil dibandingkan DAS tidak berhutan tersebut dapat disimpulkan bahwa Sub DAS Cipeureu yang tertutupi hutan tanaman campuran mampu menjaga pasokan air ketika musim kemarau dan mengendalikan aliran permukaan ketika musim hujan.

SCS Curve Number

Metode SCS Curve number (CN) (US-SCS 1973) dalam (Arsyad 2010) digunakan untuk memprediksi laju dan volume aliran permukaan di suatu lahan. Berdasarkan volume aliran permukaan yang dihasilkan dari analisis hidrograf,

(19)

9 bilangan kurva Sub DAS Cipeureu dapat diketahui. Berikut ini dilampirkan bilangan kurva Sub DAS Cipeureu pada setiap kejadian hujan.

Tabel 2 Bilangan kurva Sub DAS Cipeureu setiap kejadian hujan

Tanggal Q

(mm)

P (mm)

Kandungan air tanah

(aktual) CN CN (AMCII) 29/09/2013 0.49 30.8 AMC I 16 31 02/10/2013 0.64 26.6 AMC I 25 42 05/10/2013 0.10 3.8 AMC I 71 86 19/10/2013 0.16 14.2 AMC I 22 39 20/10/2013 0.44 20.0 AMC I 28 46 22/10/2013 0.29 11.6 AMC II 44 44 26/10/2013 0.81 24.8 AMC I 32 52 27/10/2013 0.74 16.6 AMC II 50 50 28/10/2013 1.04 14.6 AMC II 65 65 29/10/2013 0.39 7.2 AMC III 74 54 01/11/2013 0.72 18.4 AMC II 44 44 03/11/2013 0.16 5.8 AMC I 63 80 CN tertimbang 53

Q: Volume aliran permukaan, P: Curah hujan, CN: bilangan kurva, AMC: Kandungan air tanah sebelumnya

Kandungan air tanah sebelumnya atau Anticedent moisture content (AMC) mempengaruhi volume aliran permukaan. (Mc Cuen 1982) dalam (Arsyad 2010) mendefinisikan AMC sebagai berikut dan tabel kriteria AMC berdasarkan jumlah curah hujan 5 hari sebelumnya pada Lampiran 4.

Kondisi I : Tanah dalam keadaan kering tetapi tidak sampai pada titik Layu.

Kondisi II : Keadaan rata-rata Kondisi III : Tanah jenuh air

Pada AMC II, Bilangan kurva di Sub DAS Cipeureu berkisar antara 31-86 dengan bilangan kurva tertimbang adalah 53. Berdasarkan CN tertimbang tersebut dan meninjau tabel bilangan kurva (Mc Cuen 1982) dalam (Arsyad 2010) pada lampiran 5 dan 6, tutupan hutan Sub DAS Cipeureu tergolong ke dalam klasifikasi hutan baik dan masuk ke dalam kelompok hidrologi tanah B. Laju infiltrasi minimum di Sub DAS Cipeureu diduga 4 mm/jam - 8 mm/jam.

Unit Respon Hidrologi

Unit respon hidrologi (URH) merupakan unit analisis terkecil yang dibentuk dari kesamaan parameter berpengaruh seperti penggunaan lahan, tanah, dan topografi yang homogen (Mulyana 2012). Sub DAS Cipeureu dibagi menjadi 19 unit respon hidrologi yang terdiri dari 1 tutupan lahan, 1 jenis tanah, dan 1 kemiringan lereng. Unit respon hidrologi telah banyak digunakan untuk menganalisis respon hidrologi di DAS. Junaidi (2009) dan Adrionita (2011)

(20)

10

mendapati URH yang menyusun DAS Cisadane dan Citarum hulu masing-masing 778 URH dan 1 503 URH. Pada Gambar 3 disajikan peta unit respon hidrologi Sub DAS Cipeureu.

Gambar 3 Unit respon hidrologi Sub DAS Cipeureu

Berdasarkan luasannya, unit respon hidrologi puspa_latosol merah kuning_25 - 40 memiliki luasan terbesar yaitu 2.92 Ha. Luasan terkecil 0.04 dimiliki oleh unit respon hidrologi dengan kombinasi damar_latosol merah kuning_0 - 8, puspa_latosol merah kuning_0 - 8, tusam_latosol merah kuning_15 - 25, dan tusam_latosol merah kuning_25 - 40. Pada Tabel 3 dilampirkan unit respon hidrologi beserta luasannya.

Tabel 3 Unit respon hidrologi

No Unit respon hidrologi Luas (ha)

1 Damar_Latosol merah kuning_0 – 8 0.04

2 Damar_Latosol merah kuning_8 – 15 0.16

3 Damar_Latosol merah kuning_15 – 25 0.92

4 Damar_Latosol merah kuning_25 – 40 1.64

5 Damar_Latosol merah kuning_>40 0.48

6 Damar_Litosol_8 – 15 0.08

7 Damar_Litosol_15 – 25 0.16

8 Damar_Litosol_25 – 40 0.16

9 Puspa_Latosol merah kuning_0 – 8 0.04

10 Puspa_Latosol merah kuning_8 – 15 0.12

(21)

11 Tabel 3 Unit respon hidrologi (lanjutan)

No Unit respon hidrologi Luas (ha)

11 Puspa_Latosol merah kuning_15 – 25 1.24

12 Puspa_Latosol merah kuning_25 – 40 2.92

13 Puspa_Latosol merah kuning_>40 2.40

14 Semak_Latosol merah kuning_8 – 15 0.08

15 Semak_Latosol merah kuning_15 – 25 0.36

16 Semak_Latosol merah kuning_25 – 40 0.96

17 Semak_Latosol merah kuning_>40 0.36

18 Tusam_Latosol merah kuning_15 – 25 0.04

19 Tusam_Latosol merah kuning_25 – 40 0.04

Kadar Air Tanah

Kadar air tanah merupakan ketersedian air di dalam pori-pori tanah yang antara lain dibutuhkan oleh vegetasi untuk proses pertumbuhan (Baskoro dan Tarigan 2007). Hasil dari pengukuran didapati kadar air tanah berdasarkan topografi, vegetasi dan musim yang berbeda. Pada Gambar 4 dan 5, dilampirkan peta sebaran kadar air tanah di Sub DAS Cipeureu.

Gambar 4 Peta kadar air tanah pada musim hujan

Berdasarkan Gambar 4 dan 5 dapat dilihat gradasi warna kuning, hijau dan biru yang menandakan kadar air tanah rendah hingga tinggi. Pada daerah yang berdekatan dengan sungai (polyline kuning) memiliki kadar air tanah yang lebih tinggi dibandingkan daerah yang berjauhan dengan sungai. Daerah lembah yang identik dengan keberadaan air/sungai memiliki kadar air yang lebih tinggi

(22)

12

dibandingkan dengan daerah lereng dan punggung bukit. Menurut Asdak (2007) hal tersebut dipengaruhi oleh kemampuan tanah mengalirkan air dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah melalui pori tanah sehingga air akan terakumulasi di tempat yang lebih rendah. Gambar 4 didominasi oleh warna biru dengan kadar air tanah berkisar 45% - 57% sedangkan Gambar 5 didominasi warna hijau biru dengan kadar air tanah berkisar 27% - 36%.

Gambar 5 Peta kadar air tanah pada musim kemarau

Tabel 4 dilampirkan kadar air tanah berdasarkan (URH) dan musim di Sub DAS Cipeureu. Berdasarkan Tabel 4, selisih kadar air tanah antara musim hujan dan kemarau adalah 15.2%. Peralihan musim di Sub DAS Cipeureu dapat menyebabkan penambahan atau pengurangan kadar air tanah sebesar 15.2%.

Semak belukar memiliki kadar air tanah rata-rata 57.1% pada musim hujan dan 39.2% pada musim kemarau lebih tinggi dibandingkan vegetasi lain. Berdasarkan jenis pohonnya, puspa memiliki kadar air tanah lebih tinggi dibandingkan damar dan tusam. Puspa memiliki kadar air tanah rata-rata 54.4% pada musim hujan dan 37.5% pada musim kemarau sedangkan damar dan tusam masing-masing memiliki rata-rata kadar air tanah 52,6% dan 40.5% pada musim hujan serta 34.4% dan 32% pada musim kemarau. Salah satu yang mempengaruhi kadar air pada tanah yang bervegetasi adalah laju evapotranspirasi. Pudjiharta (1995) dalam indrajaya dan handayani (2008) menegaskan jumlah air yang dievapotranspirasikan pinus (5.4 mm/hari) lebih tinggi dari pada jenis vegetasi lainnya yang digunakan untuk pembangunan hutan tanaman. Hal yang sama diungkapkan Rusdiana et al. (2002) bahwa sekitar 3.2 - 3.4 (mm/hari) air yang dievapotranspirasikan pinus lebih besar daripada jumlah air yang dievapotranspirasikan puspa yaitu berkisar 2.2 - 3.2 (mm/hari) dan tidak jauh berbeda dengan kemampuan agathis mengevapotranpirasikan air yaitu antara 3.2 - 3.6 (mm/hari).

(23)

13 Tabel 4 Kadar air tanah unit respon hidrologi

Unit respon hidrologi Luas

(ha)

Kadar air tanah(%) Musim

hujan

Musim kemarau

Selisih

musim hujan dan kemarau

Damar_Litosol_8-15 0.08 36.5 28.5 8.0

Damar_Litosol_15-25 0.16 40.0 15.0 25.0

Damar_Litosol_25-40 0.16 42.0 31.0 11.0

Rata-rata 39.5 24.8 14.7

Damar_Latosol merah kuning_0-8 0.04 50.0 32.0 18.0

Damar_Latosol merah kuning_8-15 0.16 49.3 31.3 18.0

Damar_Latosol merah kuning_15-25 0.92 52.6 36.4 16.2

Damar_Latosol merah kuning_25-40 1.64 54.0 36.2 17.8

Damar_Latosol merah kuning_>40 0.48 57.2 36.2 21.0

Rata-rata 52.6 34.4 18.2

Puspa_Latosol merah kuning_0-8 0.04 52.0 35.0 17.0

Puspa_Latosol merah kuning_8-15 0.12 52.0 35.0 17.0

Puspa_Latosol merah kuning_15-25 1.24 53.8 38.0 15.8

Puspa_Latosol merah kuning_25-40 2.92 55.1 39.7 15.4

Puspa_Latosol merah kuning_>40 2.40 59.0 39.7 19.3

Rata-rata 54.4 37.5 16.9

Tusam_Latosol merah kuning_15-25 0.04 40.0 31.0 9.0

Tusam_Latosol merah kuning_25-40 0.04 41.0 33.0 8.0

Rata-rata 40.5 32.0 8.5

Semak_Latosol merah kuning_8-15 0.08 54.0 37.5 16.5

Semak_Latosol merah kuning_15-25 0.36 55.6 38.0 17.6

Semak_Latosol merah kuning_25-40 0.96 56.7 38.3 18.4

Semak_Latosol merah kuning_>40 0.36 62.0 43.0 19.0

Rata-rata 57.1 39.2 17.9

Aliran Permukaan

Bilangan kurva setiap kejadian hujan pada Tabel 2 dijadikan sebagai input untuk mengetahui volume aliran permukaan pada masing-masing vegetasi dengan menggunakan metode SCS Curve Number (CN) (US-SCS 1973) dalam (Arsyad 2010). Tabel 5 memperlihatkan perbedaan aliran permukaan pada setiap vegetasi pohon yang menutupi lahan Sub DAS Cipeureu. Puspa memiliki volume aliran permukaan yang lebih besar dibandingkan damar dan tusam. Puspa memiliki volume aliran permukaan berkisar antara 0.1023 mm – 1,0635 mm dengan rata-rata volume aliran permukaan sebesar 0.5098 mm. Jumlah tersebut lebih besar daripada volume aliran permukaan pada damar dan tusam yang masing-masing berkisar antara 0.1 mm – 1.04 mm dan 0.0977 mm – 1.0168 mm dengan rata-rata volume aliran permukaan sebesar 0.4983 mm dan 0.4870 mm. Volume aliran permukaan yang mengalir di suatu lahan bervegetasi dipengaruhi oleh terintersepsinya hujan oleh tajuk sehingga mengurangi volume hujan yang jatuh ke permukaan tanah sebagai masukan untuk aliran permukaan. Kemampuan vegetasi

(24)

14

pinus yang lebih efektif mengendalikan aliran permukaan dibandingkan vegetasi damar dan puspa dipengaruhi oleh kemampuan mengintersepsikan hujan. Menurut Kaimuddin (1994) rata-rata curah hujan yang diintersepsikan tusam, damar, dan puspa masing-masing sebesar 15.7%, 14.7%, dan 13.7%. Hujan netto yang jatuh di tegakan tusam akan lebih rendah dibandingkan tegakan damar dan puspa.

Menurut Hairiah et al. (2004) dalam Yulistyarini (2011) ketersediaan seresah yang tebal menutupi lantai hutan berdampak pada terkendalinya aliran permukaan pada saat musim hujan. Produktivitas serasah tertinggi dimiliki oleh tegakan tusam sebesar 13.12 ton/ha/tahun sedangkan pada tegakan damar dan puspa masing-masing sebesar 9.39 ton/ha/tahun dan7.31 ton/ha/tahun (Rusdiana et al 2002). Berdasarkan produktivitas serasah tersebut, tegakan tusam lebih lebih besar perannya dalam mengendalikan aliran permukaan dibandingkan tegakan damar dan puspa.

Tabel 5 Volume aliran permukaan setiap vegetasi tutupan lahan

Tanggal P

(mm)

Volume aliran permukaan (mm)

Damar Puspa Tusam

29/09/2013 30.8 0.4900 0.5014 0.4787 02/10/2013 26.6 0.6400 0.6549 0.6253 05/10/2013 3.8 0.1000 0.1023 0.0977 19/10/2013 14.2 0.1600 0.1637 0.1563 20/10/2013 20.0 0.4400 0.4502 0.4299 22/10/2013 11.6 0.2900 0.2967 0.2833 26/10/2013 24.8 0.8100 0.8287 0.7915 27/10/2013 16.6 0.7400 0.7570 0.7232 28/10/2013 14.6 1.0400 1.0635 1.0168 29/10/2013 7.2 0.3900 0.3989 0.3812 01/11/2013 18.4 0.7200 0.7366 0.7036 03/11/2013 5.8 0.1600 0.1637 0.1563 Rata-rata 0.4983 0.5098 0.4870

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Perilaku debit di Sub DAS Cipeureu memiliki waktu konsentrasi 1.5 jam dan waktu resesi 12.4 jam dengan rasio debit maksimum 1.79 kali debit minimum. Curah hujan yang berubah menjadi aliran permukaan langsung di Sub DAS Cipeureu rata-rata hanya 3.3%.

Pada musim hujan, kadar air tanah di HRU tegakan puspa (Schima walichii) lebih besar 1.8% dibandingkan HRU tegakan damar (Agathis loranthifolia) dan lebih besar 13.9% dibandingkan HRU tegakan tusam (Pinus merkusii). Pada musim kemarau, kadar air tanah di HRU tegakan puspa lebih besar 3.1% dibandingkan HRU tegakan damar dan lebih besar 5.5% dibandingkan HRU tegakan tusam. Aliran permukaan di tegakan puspa lebih besar 0.0115 mm dibandingkan tegakan damar dan lebih besar 0.0228 mm dibandingkan tusam.

(25)

15

Saran

Kegiatan agroforestry di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) sebaiknya dilakukan pada tegakan puspa (Schima wallichii) daripada tegakan damar (Agathis loranthifolia) dan tusam (Pinus merkusii). Hal tersebut ditinjau dari kadar air tanah puspa lebih tinggi dibandingkan damar dan tusam. Selain itu kegiatan agroforestry pada tegakan puspa merupakan bagian dari konservasi tanah dan air yang bertujuan untuk mengendalikan aliran permukaan.

DAFTAR PUSTAKA

Adrionita. 2011. Analisis debit sungai dengan menggunakan model SWAT pada berbagai penggunaan lahan di DAS Citarum hulu Jawa Barat[tesis]. Bogor(ID). Institut Pertanian Bogor.

Anwar M, Pawitan H, Murtilaksono K, Jaya I N S. 2011.Respon hidrologi akibat deforestasi di DAS Barito hulu, Kalimantan Tengah. Jurnal Manajemen Hutan Tropika.8(3): 119-126.

Arsyad S. 2010. Konservasi tanah dan air.Bogor(ID). 2010. IPB pr.

Asdak C. 2007. Hidrologi dan pengelolaan daerah aliran sungai.Bandung(ID). Gadjah Mada Univ pr.

Baskoro D P T, Tarigan S D. 2007. Karakteristik kelembaban tanah pada beberapa jenis tanah.Jurnal Tanah dan Lingkungan. 9(2):77-81

Hendrayanto, Mulyana N, Rusdiana O, Wasis B. 2001. Respon hidrologi Daerah Aliran Sungai (DAS) berhutan jati (Tectona grandis) (Studi kasus di DAS Cijurey, KPH Purwakarta, PT. Perhutani Unit III Jawa Barat). Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 7(2):7-18.

[HPGW] Hutan Pendidikan Gunung Walat. 2010. Manajemen plan of Gunung Walat Educational Forest. Bogor(ID). Fahutan IPB.

Indrajaya Y dan Handayani W. 2008.Potensi hutan Pinus merkusii jungh.Et de Vriese. sebagai pengendali tanah longsor di Jawa. Info Hutan. 5(3): 231-240.

Junaidi E. 2009. Kajian berbagai alternatif perencanaan pengelolaan DAS Cisadane menggunakan model SWAT[tesis]. Bogor(ID). Institut Pertanian Bogor.

Kaimuddin. 1994. Kajian model pendugaan intersepsi hujan pada tegakan Pinus merkusii, Agathis loranthifolia,dan Schima wallichii di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi[tesis]. Bogor(ID). Institut Pertanian Bogor

Mulyana N. 2000. Pengaruh hutan pinus (Pinus merkusii) terhadap karakteristik hidrologi di Sub DAS Ciwulan hulu KPH Tasikmalaya Perum Perhutani unit III Jawa barat [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Mulyana N. 2012. Analisis luas tutupan hutan terhadap ketersediaan Green Water dan Blue Water di Sub DAS Gumbasa dan Sub DAS Cisadane hulu dengan aplikasi model SWAT[disertasi]. Bogor(ID). Institut Pertanian Bogor.

(26)

16

Rusdiana O, Arifjaya N M, Hendrayanto. 2002. Pengaruh hutan tanaman campuran terhadap tata air dan perlindungan tanah dalam pengelolaan hutan berwawasan ekosistem di Sub DAS Cipeureu, Gunung Walat. Bogor(ID). Pusbanghut PT Perhutani-Fakultas Kehutanan IPB.

Schuol J, Abbaspour K C. 2006. Calibration and uncertainty issues of hydrological model (SWAT) applied to West Africa. Advances in Geosciences 9 :137-143.

Seyhan E. 1990. Dasar-dasar hidrologi.Yogyakarta(ID). Gadjah Mada Univ Pr. Yulistyarini T. 2011. Keragaman vegetasi dan pengaruhnya terhadap laju infiltrasi

di daerah resapan mata air Seruk, Desa Pesanggrahan-Batu. Berk. Penel. Hayati Edisi Khusus. 5(F): 39-43.

(27)

17 Lampiran 1 Peta lokasi penelitian

(28)

18

Lampiran 3 Peta kemiringan lereng Sub DAS Cipeureu

Lampiran 4 Anticedent moisture content (Mc Cuen 1982) dalam (Arsyad 2010). Kandungan air tanah sebelumnya

(AMC)

Total curah hujan 5 hari sebelumnya(mm) Musim Kemarau Musim Hujan

I <13 <35

II 13-28 35-53

III >28 >53

Lampiran 5 Laju infiltrasi kelompok hidrologi tanah (Mc Cuen 1982) dalam (Arsyad 2010).

Kelompok hidrologi tanah Laju Infiltrasi minimum (mm per jam)

A 8.0 – 12.0

B 4.0 - 8.0

C 1.0 - 4.0

(29)

19 Lampiran 6 Bilangan kurva (Mc Cuen 1982) dalam (Arsyad 2010).

No Penggunaan tanah/perlakuan/kondisi hidrologi

Kelompok hidrologi tanah

A B C D

1 Pemukiman

Luas kapling % Kedap air

< 500 m² 65 77 85 90 92

1000 m² 38 61 75 83 87

1300 m² 30 57 72 81 86

2000 m² 25 54 70 80 85

4000 m² 20 51 68 79 84

2 Tempat parkir di aspal, atap, dan jalan aspal,

dan lain-lain 98 98 98 98

3 Jalan umum:

Beraspal dan saluran

pembuangan air 98 98 98 98

Kerikil 76 85 89 91

Tanah 72 82 87 89

4 Daerah perdagangan dan pertokoan (85% kedap) 89 92 94 95

5 Daerah industri (72% kedap) 81 88 91 93

6 Tempat terbuka, padang rumput yang dipelihara, taman, lapangan golf, kuburan, dan lain-lain:

Kondisi baik: 75% atau

lebih tertutup rumput 39 61 74 80 Kondisi sedang: 50%-75%

tertutup rumput 49 69 79 84

7 Bera-larikan menurut lereng 77 86 91 94

8 Tanaman semusim:

Menurut lereng Buruk 72 81 88 91

Baik 67 78 85 89

Menurut kontur Buruk 70 79 84 88

Baik 65 75 82 86

Kontur & teras Buruk 66 74 80 82

Baik 62 71 78 81

9 Padi-padian:

Menurut lereng Buruk 65 76 84 88

Baik 63 75 83 87

Menurut kontur Buruk 63 74 82 85

Baik 61 73 81 84

Kontur & teras Buruk 61 72 79 82

Baik 59 70 78 81

10 Leguminosa ditanam rapat:

Menurut lereng Buruk 66 77 85 89

Baik 58 72 81 85

Menurut kontur Buruk 64 75 83 85

Baik 55 69 78 83

Kontur & teras Buruk 63 73 80 83

(30)

20

Lampiran 6 Bilangan kurva (Mc Cuen 1982) dalam (Arsyad 2010) (lanjutan).

No Penggunaan tanah/perlakuan/kondisi hidrologi

Kelompok hidrologi tanah

A B C D

11 Padang rumput pengembalaan:

Buruk 68 79 86 89

Sedang 49 69 79 84

Baik 39 61 74 80

Menurut kontur Buruk 47 67 81 88

Sedang 25 59 75 83

Baik 6 35 70 79

12 Padang rumput dipotong-baik 30 58 71 78

13 Hutan Buruk 45 66 77 83

Sedang 36 60 73 79

Baik 25 55 70 77

14 Perumahan petani 59 74 82 86

Lampiran 7 Perhitungan koefisien aliran permukaan langsung dan rasio debit maksimum-minimum.

Curah hujan tanggal 29 September 2013 = 30.8 mm Total debit aliran permukaan langsung = 24.38 liter/s

Debit maksimum = 20.25 liter/s

Debit minimum = 9.40 liter/s

Luas Sub DAS Cipeureu = 180800 m²

Interval waktu pengamatan = 1 Jam = 60 menit = 3600 detik (s) Tebal DRO = (∑Debit DRO x 3600)/Luas Sub DAS Cipeureu

Tebal DRO = 0.49 mm

Koefisien aliran permukaan langsung = Curah hujan/Tebal DRO = 30.8 mm/0.49 mm = 0.016

Rasio debit maksimum dan minimum = Debit maksimum/Debit minimum = 20.25 liter/s / 9.40 liter/s

= 2.15

(31)

21 Lampiran 8 Perhitungan bilangan kurva Sub DAS Cipeureu dan volume aliran

permukaan tegakan

Curah hujan tanggal 29 September 2013 (P) = 30.8 mm Volume aliran permukaan (Q) = 0.48 mm Intersepsi tegakan rata-rata = 14.7 %

Inisial abstraksi (Ia) = 14.7 % x 30.8 mm = 4.5276 mm Retensi parameter (S) = ((P-Ia)² - (Q x (P-Ia)) / Q

Retensi parameter (S) = 1 382.38 mm Bilangan kurva (CN) = 25 400/ (S+254) Bilangan kurva (CN) = 16

Intersepsi tegakan Tusam (Pinus merkusii) = 15.7 %

Inisial abstraksi (Ia) = 15.7 % x 30.8 mm = 4.8356 mm Volume aliran permukaan tegakan Tusam (Pinus merkusii)

Q = (P-Ia)²/((P-Ia)+S Q = 0.4787 mm

(32)

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Baturaja, Sumatera Selatan pada tanggal 31 Januari 1990 putra kedua dari tiga bersaudara pasangan Suhaimi H Burlian (Alm) dan Dedeh Permasari. Pada tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Ogan Komering Ulu (OKU). Pada tahun yang sama, penulis masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dengan mayor Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan

Selama di IPB, penulis aktif mengikuti himpunan profesi Forest Management Student Club (FMSC) sebagai anggota divisi keprofesian (2009-2010), kepanitian pengenalan mahasiswa baru di Departemen Manejemen Hutan tahun 2011, kepanitian pengenalan Fakultas Kehutanan tahun 2010 dan 2011.

Penulis pernah terlibat dalam proyek pemetaan lahan sawah Provinsi Bengkulu tahun 2012 sebagai surveyor dari Kementerian Pertanian, Partisipan konferensi dan workshop ke 3 Soil Water Assessment Tool (SWAT) tahun 2013 di Bogor Jawa Barat, dan Efektifitas sumur resapan di Kabupaten Mojokerto Jawa Timur (2014). Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Pangandaran dan Gunung Sawal (2010), Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Perum Perhutani KPH Cianjur Jawa Barat (Unit III), dan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (2011), serta Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT Suka Jaya Makmur, Alas Kusuma Grup, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat (2012). Selain itu penulis menjadi asisten mata kuliah Ilmu Ukur Tanah dan Pemetaan Wilayah, Hidrologi Hutan, dan Pengelolaan Ekosistem DAS. Untuk Memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di IPB, penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Unit Respons Hidrologi dan Kadar Air Tanah pada Hutan Tanaman di Sub DAS Cipeureu Hutan Pendidikan Gunung Walat di bawah bimbingan Dr. Ir. Nana Mulyana Arifjaya, MSi.

Gambar

Gambar 1  Batas Sub DAS Cipeureu HPGW
Gambar 2  Hidrograf aliran (a) 29 September 2013, (b) 2 Oktober 2013,   (c) 19 Oktober 2013, dan (d) 29 Oktober 2013
Tabel 1  Hidrograf aliran
Tabel 2  Bilangan kurva Sub DAS Cipeureu setiap kejadian hujan
+5

Referensi

Dokumen terkait

“Analisis Operasional Mura&gt;bahah pada Produk Tabungan Emas Terhadap Keuntungan Dana Titipan di Pegadaian Syariah Cabang Blauran Surabaya”.. Identifikasi dan Batasan

Sasaran Just in Time menitik beratkan pada perbaikan berkesinambungan (continuos improvement) untuk mencapai tingkat produktivitas yang lebih tinggi, kualitas dan

Menurut Winkel (dalam Bete, 2018: 20) menegaskan bahwa motivasi berprestasi merupakan daya penggerak dalam diri peserta didik untuk mencapai taraf prestasi

Pada kondisi DO terendah yaitu 0.13mg/L (Gambar 6) terlihat pada perlakuan PA5 (perlakuan tanpa aerasi dan penambahan pakan) terjadi pada hari kelima setelah pemberian

Perbedaan itu ada karena manusia adalah makhluk individu yang setiap individu memiliki ciri-ciri khas sendiri tapi dari perbedan tersebut kita harus bisa

Perancangan dan pembangunan aplikasi pengecekan LJK tes psikologi Rothwell Miller Interest Blank (RMIB) dapat memeriksa hasil jawaban LJK keseluruhan dengan tepat dan

Pada suatu area atau stok yang belum diterapkan ketentuan pelestarian dan pengelolaan, dalam hal ini kegiatan penangkapan tersebut dilaksanakan dengan cara yang

8 salah satu dari metode yang diterapkan guru di kelas adalah metode Learning Community yang merupakan penerapan metode yang mampu mengubah peserta didik untuk