• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI DAN PERANCANGAN SISTEM ANTIFRAUD PADA FUNGSI PEMBELIAN DAN PENGELOLAAN PERSEDIAAN PT GLOBAL TERMINAL MARUNDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI DAN PERANCANGAN SISTEM ANTIFRAUD PADA FUNGSI PEMBELIAN DAN PENGELOLAAN PERSEDIAAN PT GLOBAL TERMINAL MARUNDA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI DAN PERANCANGAN SISTEM

ANTIFRAUD

PADA FUNGSI PEMBELIAN DAN

PENGELOLAAN PERSEDIAAN

PT GLOBAL TERMINAL MARUNDA

Vicky Constantin, Sudarmo

Universitas Bina Nusantara Jl. K. H. Syahdan No. 9 Kemanggisan/Palmerah Jakarta Barat 11480 Phone +62.21 534 5830 - +62.21 535 0660 Fax +62.21 530 0244 vickyflash@yahoo.com ABSTRAK

Kecurangan dapat terjadi pada semua jenis perusahaan. Penulis menemukan bahwa tidak banyak yang meneliti kualitas sistem anti kecurangan fungsi pembelian dan pengelolaan persediaan pada perusahaan jasa. PT Global Terminal Marunda merupakan perusahaan yang memberikan jasa penitipan peti kemas beserta layanan pelengkapnya. Uniknya, perusahaan ini memiliki nilai persediaan yang besar. Penulis memutuskan untuk mengevaluasi sistem anti kecurangan yang terdapat di PT Global Terminal Marunda dan menuangkan hasil penelitian ini dalam skripsi yang berjudul ”Evaluasi dan Perancangan Sistem Antifraud pada Fungsi Pembelian dan Pengelolaan Persediaan PT Global Terminal Marunda”. Untuk melaksanakan penelitian ini, penulis melakukan studi kepustakaan untuk menemukan teori-teori yang dapat mendukung penelitian. Selain itu penulis juga mencari informasi awal mengenai keseluruhan perusahaan. Penulis melakukan penelitian ini dengan membandingkan kondisi nyata di perusahaan dengan standar yang ditentukan terlebih dahulu. Dari penelitian yang dilaksanakan, penulis menemukan bahwa PT Global Terminal Marunda memiliki sistem anti kecurangan yang masih kurang baik. Ada beberapa jabatan dan fungsi yang masih dilaksanakan oleh satu karyawan yang sama. Selain itu perusahaan juga belum memiliki standar kerja yang dinyatakan secara tertulis. Perusahaan juga tidak melakukan pengawasan persediaan secara memadai. Berdasarkan kelemahan yang ditemukan, penulis menyarankan perusahaan untuk menyusun SOP dan job description yang dinyatakan secara tertulis untuk mendukung pembagian tugas dan tanggung jawab. Penulis juga menyarankan untuk menambah jumlah pegawai, mengawasi persediaan secara lebih ketat, serta melaksanakan audit.

(2)

PENDAHULUAN

Manusia cenderung melakukan kecurangan, baik yang dilakukan sendiri maupun dengan bekerja sama. Hampir di setiap kegiatan yang melibatkan manusia memungkinkan untuk terjadi kecurangan. Fraud atau kecurangan dapat terjadi di mana saja, mulai dari institusi pendidikan seperti sekolah, organisasi pelayanan masyarakat atau rumah sakit, institusi pemerintahan, dan tentu saja entitas bisnis. Singkatnya, fraud dapat dilakukan dimanapun dan oleh siapapun. Setiap pelaku fraud pasti memiliki alasan tersendiri. Alasan tersebut dapat berupa finansial maupun non finansial. Secara umum, ada tiga hal yang mendorong seseorang untuk melakukan fraud, yaitu tekanan, kesempatan, dan pola pikir si pelaku sendiri. Tekanan merupakan hal yang memotivasi seseorang untuk melakukan fraud, misalnya karena tuntutan keluarga untuk hidup mewah, adanya kebutuhan ekonomi yang mendadak, biaya hidup keluarga yang tinggi setelah menikah, dan hal – hal lain yang serupa. Selain tekanan, kesempatan atau peluang juga akan mendorong seseorang untuk melakukan fraud. Melihat aset yang tidak dijaga, pencatatan yang tidak diawasi, tidak adanya peraturan yang jelas digabungkan dengan sifat manusia yang tidak pernah puas, maka dapat meningkatkan terjadinya fraud. Pola pikir si pelaku atau rasionalisasi yaitu kecenderungan si pelaku untuk menganggap benar tindakannya dengan alasan tertentu, misalnya dengan alasan perusahaan berhutang kepada si pelaku, itu memang merupakan hak si pelaku, semua orang juga melakukan hal yang sama, dan alasan lain untuk membenarkan tindakannya.

Pada suatu perusahaan, fraud sudah menjadi hal yang umum. Banyak kasus kecurangan yang melibatkan perusahaan besar, baik yang dilakukan oleh karyawan terhadap perusahaan maupun yang dilakukan oleh perusahaan terhadap pihak - pihak yang bersangkutan seperti pemegang saham, pelanggan, pemberi pinjaman, dan pihak lain yang terkait. Fraud yang dilakukan oleh karyawan pasti merugikan perusahaan. Hal ini biasanya berbentuk pencurian aset perusahaan, penerimaan suap, penerimaan komisi, dan dalam bentuk tindakan lain yang merugikan perusahaan. Kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan biasanya dikenal dengan istilah management fraud atau financial statement fraud. Kecurangan ini memiliki tujuan yang berbeda – beda, mulai dari untuk menjaga harga saham, menghindari tarif pajak yang tinggi, atau bahkan untuk mendapatkan bonus dari perusahaan yang biasanya berkaitan dengan sistem insentif manajemen.

Setiap fraud yang dilakukan tentunya merugikan bagi perusahaan, oleh karena itu, perusahaan berusaha semaksimal mungkin untuk mencegah fraud. Pencegahan ini misalnya berupa standard operational

procedure atau SOP , pembentukan divisi audit, pemeriksaan di setiap tahap dari siklus penerimaan dan

pengeluaran, atau dengan menggunakan teknologi komputer, serta cara – cara lainnya. Prosedur operasi standar yang disusun secara tepat tentunya dapat benar - benar mengurangi terjadinya fraud. Orang yang akan melakukan fraud tentu akan mengurungkan niatnya jika dikekang dengan pengendalian yang ketat. Pembentukan divisi audit tidak selalu bisa mengurangi terjadinya fraud, bahkan beberapa perusahaan menganggap hal tersebut hanya akan menambah pengeluaran gaji karyawan. Pembentukan divisi audit haruslah beranggotakan orang - orang yang kompeten dan tentu saja independen untuk menjaga objektifitasnya. Seiring berkembangnya zaman, perusahaan mulai menggunakan teknologi untuk mendukung kegiatan operasinya, berarti pengendalian yang digunakan juga harus disesuaikan yaitu menjadi sistem yang terkomputerisasi. Pembuatan sistem pengendalian dengan memanfaatkan IT tidaklah murah. Inilah yang membuat perusahaan enggan mengaplikasikannya. Solusinya kembali ke pengendalian yang berupa peraturan tertulis seperti SOP yang terus diperbaharui.

Adanya sistem antifraud di perusahaan merupakan hal yang sangat penting. Dengan adanya hal tersebut, perusahaan dapat menekan terjadinya kerugian yang umumnya disebabkan oleh korupsi antara pihak internal dan eksternal perusahaan yang mempengaruhi siklus pendapatan serta pengeluaran perusahaan. Masalah yang akan dibahas pada penelitian ini berupa pentingnya sistem antifraud yang ada di perusahaan dan dibatasi pada fungsi pembelian dan fungsi pengelolaan persediaan. Dalam penelitian ini, masalah timbul dari lemahnya pengendalian perusahaan sehingga menyebabkan terjadinya kecurangan berupa penerimaan komisi dari pemasok yang mengakibatkan penerimaan barang yang tidak sesuai dengan standar mutu yang ditentukan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengendalian perusahaan terhadap fungsi pembelian dan pengelolaan persediaan, mengidentifikasi celah – celah pengendalian yang memungkinkan terjadinya kecurangan pada fungsi pembelian dan pengelolaan persediaan, memberikan rekomendasi untuk mengatasi kelemahan pengendalian perusahaan pada fungsi pembelian dan pengelolaan persediaan.

(3)

METODE PENELITIAN

Untuk memperoleh data yang relevan dengan penelitian yang akan dilaksanakan, penulis melakukan pengumpulan data dengan beberapa teknik sebagai berikut:

1. Penelitian Literatur (Literature Research)

Penelitian ini dilaksanakan dengan mencari informasi dari buku – buku, jurnal, hasil penelitian terdahulu, internet serta sumber – sumber lain yang kemudian dijadikan sebagai landasan teori. 2. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi dengan cara peninjauan langsung ke objek penelitian. Adapun kegiatan ini meliputi hal – hal sebagai berikut:

a. Pengamatan (Observation)

Penulis mencari informasi dengan mengamati kegiatan yang berkaitan dengan fungsi pembelian dan pengelolaan persediaan.

b. Wawancara (Inquiry)

Penulis mencari informasi dengan melakukan wawancara dengan karyawan yang bertanggung jawab atas kegiatan pembelian dan pengelolaan persediaan.

c. Dokumentasi (Documentation)

Penulis mencari informasi dengan mempelajari dokumen – dokumen pendukung yang digunakan dalam proses pembelian dan pengelolaan persediaan.

d. Pelaksanaan Ulang (Reperformance)

Penulis mencari informasi dengan melakukan pelaksanaan ulang atas prosedur pembelian dan pengelolaan persediaan.

e. Daftar Pertanyaan (Questionnaires)

Penulis mencari informasi dengan membuat daftar pertanyaan yang berkaitan dengan pengendalian perusahaan terhadap fungsi pembelian dan pengelolaan persediaan dan membandingkan antara apa yang dilaksanakan dengan peraturan yang tertulis.

HASIL DAN BAHASAN

Sebelum melakukan pemeriksaan, penulis harus menyusun program dan prosedur pemeriksaan yang akan menjadi acuan penelitian. Program dan prosedur pemeriksaan merupakan rincian langkah-langkah yang dilaksanakan peneliti dalam menemukan dan mengevaluasi bukti-bukti maupun temuan lain yang didapat untuk dianalisis lebih lanjut. Secara umum, program audit terdiri atas tujuan pemeriksaan, prosedur pemeriksaan yang sesuai, sumber informasi yang terlibat, dan penjelasan atas kelemahan sistem anti kecurangan yang ditemukan penulis. Hal-hal tersebut akan dirinci sebagai berikut:

Evaluasi atas Struktur Organisasi

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menganalisa struktur organisasi yang dimiliki perusahaan. Struktur organisasi yang baik tentunya dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kecurangan secara keseluruhan.

Untuk memperoleh informasi lanjutan, penulis melaksanakan prosedur-prosedur berikut:

a. Melakukan wawancara dengan perwakilan manajemen (HRD).

b. Meminta gambaran struktur organisasi yang dimiliki perusahaan saat ini.

c. Meminta uraian tugas dan tanggung jawab yang dimiliki perusahaan untuk menganalisa adanya perangkapan tugas dan tanggung jawab yang meningkatkan kemungkinan terjadinya kecurangan.

d. Mempelajari alur perintah dari manajemen puncak hingga ke bagian operasional. Evaluasi atas Fungsi Pembelian

Fungsi pembelian mencakup semua proses pembelian mulai dari permintaan barang dari divisi yang membutuhkan hingga pembelian tersebut disetujui oleh manajer yang berkaitan dan dilaksanakan.

Informasi mengenai fungsi pembelian yang lebih dalam diperoleh melalui langkah-langkah berikut ini:

a. Melakukan wawancara dengan manajer pembelian.

b. Meneliti pihak-pihak mana saja yang bertanggung jawab atas aktivitas pembelian.

c. Meneliti apakah perusahaan memiliki prosedur pembelian yang dinyatakan secara tertulis dan dilaksanakan secara tepat.

(4)

d. Mempelajari dan mengevaluasi kebijakan-kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan aktivitas pembelian serta mendeteksi kelemahan prosedur-prosedur pembelian yang memungkinkan terjadinya kecurangan.

e. Mengamati secara langsung proses pembelian barang dari awal hingga akhir.

f. Meneliti dokumen-dokumen yang digunakan dalam transaksi pembelian

g. Meneliti apakah perusahaan menerapkan sistem safety stock dan reorder point.

h. Meneliti apakah perusahaan melakukan pemilihan pemasok.

i. Meneliti prosedur pemilihan pemasok yang dilaksanakan perusahaan. j. Meneliti sistem otorisasi dokumen pada fungsi pembelian.

Evaluasi atas Pengelolaan Persediaan

Setelah melaksanakan pembelian, barang yang diterima tidak hanya disimpan, tetapi harus dikelola dan diawasi penggunaannya. Proses penerimaan barang pun harus dilakukan dengan baik dan benar.

Untuk mendapatkan informasi mengenai pengelolaan persediaan pada PT GTM, peneliti melaksanakan langkah-langkah berikut ini:

a. Melakukan wawancara dengan perwakilan dari bagian gudang.

b. Meneliti pihak-pihak mana saja yang bertanggung jawab atas persediaan. c. Meneliti prosedur penerimaan barang.

d. Mengamati proses penerimaan barang secara langsung.

e. Mengamati sistem pengkodean yang diaplikasikan pada persediaan di gudang. f. Meneliti apakah persediaan disimpan dengan rapi di gudang.

g. Meneliti kesesuaian jumlah barang antara kartu persediaan dan persediaan fisik. h. Meneliti prosedur pengeluaran barang dari gudang.

i. Meneliti dokumen-dokumen pendukung yang digunakan dalam pengeluaran barang terutama yang memerlukan otorisasi.

j. Mengamati proses pengeluaran barang secara langsung.

Dari observasi langsung yang dilakukan dengan mengacu pada kuesioner di atas, penulis menemukan bahwa perusahaan memiliki sistem anti kecurangan yang dibuktikan dengan keadaan-keadaan berikut ini

a. Organisasi

1. Perusahaan memiliki uraian tugas dan tanggung jawab yang dinyatakan secara tertulis.

b. Fungsi pembelian

1. Sebelum melakukan pembelian, divisi yang membutuhkan barang menyerahkan

spesifikasi barang yang akan dibeli kepada bagian pembelian terlebih dahulu.

2. Kegiatan pembelian dilakukan dengan membandingkan harga dari beberapa pemasok terlebih dahulu.

3. Perusahaan memiliki prosedur pemilihan supplier yang dinyatakan secara tertulis. 4. Untuk mengurangi peluang terjadinya kecurangan, perusahaan melakukan penggantian

pemasok. Penggantian pemasok hanya dilakukan untuk barang tertentu.

5. Sebelum pembelian dilaksanakan, bagian pembelian melakukan negosiasi harga terlebih dahulu dengan pemasok.

6. Dalam melaksanakan pembelian, terdapat dokumen pendukung berupa form permintaan barang, form pesanan pembelian, dan surat penawaran dari pemasok.

7. Kegiatan pembelian harus mendapatkan persetujuan dari kepala divisi dan manajer pembelian pada form permintaan barang dan pesanan pembelian.

8. Untuk barang tertentu, otorisasi terakhir harus diminta dari manajemen untuk melaksanakan pembelian.

9. Bagian pembelian menyimpan salinan dokumen pembelian sebagai bukti transaksi. 10. Fungsi pembelian dipisahkan dengan bagian penerimaan barang dan gudang untuk

mencegah terjadinya kecurangan.

11. Perusahaan mengaplikasikan sistem reorder point untuk mencegah terjadinya kehabisan barang.

c. Fungsi pengelolaan persediaan

1. Bagian gudang melakukan pencocokkan barang yang diterima dengan spesifikasi yang ditentukan.

2. Perusahaan memiliki prosedur keluar masuk barang dari gudang.

3. Persediaan dikelompokkan sesuai dengan jenis barang maupun pihak penggunanya.

4. Hanya bagian gudang saja yang memiliki akses terhadap barang-barang yang ada di gudang.

(5)

5. Perusahaan melaksanakan pemeriksaan fisik terhadap barang di gudang setiap enam bulan sekali.

6. Perusahaan melaksanakan pencocokkan hasil penghitungan persediaan di gudang dengan

catatan di bagian akuntansi.

7. Bagian gudang bertanggung jawab penuh atas semua barang yang disimpan di gudang. 8. Bagian gudang melaksanakan pencatatan atas barang-barang yang disimpan.

9. Pencatatan persediaan di bagian gudang selalu dicocokkan dengan jumlah persediaan fisiknya pada saat stock opname.

10. Penulis tidak menemukan adanya perbedaan spesifikasi barang yang ada di gudang dengan spesifikasi yang seharusnya

11. Di dalam gudang, persediaan ditata secara rapi.

12. Kegiatan stock opname dilaksanakan oleh pegawai yang bukan berasal dari bagian gudang untuk mengurangi peluang terjadinya fraud.

13. Untuk meminta barang dari gudang, ada dokumen-dokumen yang harus dilengkapi terlebih dahulu.

Dari observasi tersebut, penulis juga menemukan adanya kelemahan dalam sistem anti kecurangan yang ada di PT GTM. Kelemahan-kelemahan tersebut disebabkan karena hal-hal berikut ini:

a. Organisasi

1. Struktur organisasi sudah memadai tetapi pelaksanaannya menjadi kurang baik karena masih terjadi perangkapan jabatan.

2. Pemisahan tugas dan tanggung jawab tidak berjalan dengan baik karena ada beberapa fungsi yang seharusnya dijalankan oleh pihak yang berbeda tetapi dilaksanakan oleh satu orang yang sama.

3. Terdapat perangkapan jabatan dengan alasan untuk menghemat biaya.

4. Pegawai mungkin saja melaksanakan tugas tanpa mematuhi uraian tugas dan tanggung jawab yang dinyatakan secara tertulis.

5. Perusahaan tidak memiliki divisi internal audit, ini meningkatkan peluang terjadinya kecurangan.

b. Fungsi pembelian

1. Perusahaan tidak memiliki prosedur pembelian barang yang dinyatakan secara tertulis. Pembelian dilakukan dengan mengikuti cara pembelian yang pernah dilakukan.

2. Karena tidak ada prosedur pembelian yang dinyatakan secara tertulis, tentu saja pegawai tidak melaksanakan pembelian sesuai prosedur.

3. Pegawai tidak selalu melaksanakan prosedur pemilihan pemasok dengan alasan tertentu. c. Fungsi pengelolaan persediaan

1. Perusahaan tidak memiliki prosedur penyimpanan barang yang dinyatakan secara tertulis. 2. Pegawai melaksanakan penyimpanan barang sesuai dengan prosedur yang tidak tertulis. 3. Fungsi penerimaan barang dan gudang dilaksanakan oleh satu orang pegawai yang sama. 4. Gudang tidak selalu diawasi.

Prosedur-prosedur yang dilaksanakan oleh penulis mendapatkan hasil berupa informasi mengenai fungsi pembelian dan pengelolaan persediaan yang dapat dianalisis lebih dalam lagi. Dari informasi tersebut, penulis dapat menemukan kelemahan-kelemahan yang dapat meningkatkan peluang terjadinya kecurangan pada fungsi pembelian dan pengelolaan persediaan.

Pertama, tidak adanya prosedur pembelian yang dinyatakan secara tertulis. Dari observasi langsung di

lapangan, peneliti menemukan bahwa pegawai pembelian melaksanakan kegiatan pembelian hanya berdasarkan pada prosedur lisan atau dengan cara yang “sudah biasa” dilakukan. Tidak ada prosedur tertulis yang digunakan sebagai acuan kegiatan. Seharusnya perusahaan membuat suatu prosedur pembelian yang dinyatakan secara tertulis untuk memudahkan proses pembelian serta mengurangi kemungkinan adanya suatu proses yang terlewatkan yang berakibat meningkatnya kemungkinan kolusi antara bagian pembelian dengan pemasok. Perusahaan menganggap tanpa prosedur tertulis pun perusahaan sudah bisa melaksanakan pembelian selama ini, sejak awal berdiri hingga saat ini. Tanpa adanya prosedur pembelian yang dinyatakan secara tertulis, bagian pembelian yang akan melakukan pembelian barang mungkin saja tidak mendapatkan pemasok yang terbaik dan harga yang terbaik. Tidak hanya itu, pegawai pembelian dapat melakukan perjanjian komisi dengan pemasok tanpa sepengetahuan manajer pembelian. Tidak menutup juga kemungkinan terjadinya kolusi antara pegawai pembelian yang berakibat pada pembelian barang yang tidak sesuai dengan kebutuhan maupun spesifikasi yang diberikan.

(6)

Kedua, perusahaan tidak memiliki prosedur pengelolaan persediaan yang dinyatakan secara tertulis baik

untuk barang yang diterima dari pemasok maupun barang yang diminta oleh divisi lain untuk digunakan. Pegawai gudang yang hanya berjumlah satu orang melaksanakan proses keluar masuk barang berdasarkan penjelasan lisan dari manajer. Selain itu, pencatatan persediaan masih dilakukan secara semi komputer. Komputer hanya digunakan untuk menyimpan data persediaan yang dicatat secara manual ke Ms. Excel, tidak ada perangkat lunak spesifik yang digunakan oleh perusahaan. Sistem pengkodean yang ada pada setiap barang juga dilakukan secara manual, tidak ada sistem nomor identifikasi yang dapat ditelusur dengan mudah. Idealnya perusahaan memiliki tata cara pengelolaan persediaan yang dinyatakan secara tertulis agar kegiatan pengelolaan persediaan dapat berjalan dengan baik. Perusahaan menganggap kegiatan pengelolaan persediaan sudah berjalan dengan baik walaupun tidak ada prosedur yang dinyatakan secara tertulis. Proses pengelolaan persediaan yang mencakup keluar masuk barang dan pencatatannya menjadi tidak terlalu jelas.

Ketiga, kegiatan penerimaan, pengelolaan, dan pengeluaran barang dari gudang dilakukan oleh satu orang

yang sama. Salah satu cara untuk mencegah terjadinya kecurangan adalah dengan melakukan pembagian tugas yang baik dan benar. Tugas penerimaan barang dan bagian penyimpanan sebaiknya dipisah karena pada saat barang diterima dari pemasok, barang tersebut akan diperiksa terlebih dahulu oleh bagian gudang dan bagian yang terkait sebelum disimpan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memastikan barang yang diterima sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan perusahaan. Dengan digabungnya tugas penerimaan barang dan bagian penyimpanan, seorang pegawai tersebut mungkin saja menerima barang yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan namun tetap disimpan di gudang walaupun kemungkinan barang yang diterima memiliki kualitas atau spesifikasi yang lebih rendah dari yang seharusnya. Perusahaan menganggap satu orang saja sudah cukup untuk menjalankan fungsi penerimaan barang dan pengelolaan persediaan. Oleh karena itu perusahaan mengganggap tidak perlu adanya pemisahan pada fungsi-fungsi tersebut.

Keempat, Gudang tidak memiliki pengamanan khusus, hanya gembok dan pintu terali. Gudang yang berisi

persediaan dan perlengkapan sebaiknya diawasi secara penuh setiap saat. Hal ini dilakukan untuk mencegah hilang atau rusaknya persediaan baik karena pencurian maupun musibah seperti kebakaran. Keadaan tersebut disebabkan karena perusahaan menduduki kavling yang disewa sendiri (GTM1,2,3) dan memandang tidak perlu dilakukan pengawasan spesifik untuk gudang. Keadaan gudang dan tempat penyimpanan persediaan lain yang tidak diawasi memungkinkan adanya kehilangan maupun kerusakan pada persediaan.

Kelima, pemeriksaan fisik terhadap persediaan di gudang hanya dilakukan setiap enam bulan sekali oleh

bagian akuntansi, padahal PT GTM memiliki kurang lebih 650 jenis persediaan. Perusahaan yang memiliki banyak persediaan seharusnya melakukan pemeriksaan fisik barang secara lebih intensif. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan maupun kecurangan.

SIMPULAN DAN SARAN

Setelah melaksanakan penelitian secara langsung terhadap fungsi pembelian dan pengelolaan persediaan pada PT GTM, penulis menemukan bahwa perusahaan memiliki sistem anti kecurangan yang belum terlalu baik dan masih memerlukan beberapa perbaikan. Kelemahan sistem anti kecurangan pada fungsi pembelian dan pengelolaan persediaan tersebut disebabkan karena hal-hal sebagai berikut:

1.Perusahaan tidak memiliki prosedur operasi standar yang dinyatakan secara tertulis pada fungsi pembelian dan pengelolaan persediaan, perusahaan mengandalkan komando secara lisan dalam pelaksanaan tugas. Walaupun kegiatan operasional perusahaan tetap dapat berjalan tanpa adanya

SOP yang dinyatakan secara tertulis, tanpa SOP perusahaan tidak dapat menilai kinerja mereka

secara tepat. Hal ini disebabkan karena tidak adanya standar yang dapat dijadikan acuan dalam menilai ketepatan cara pelaksanaan kegiatan operasional. Selain itu, tanpa SOP yang dinyatakan secara tertulis perusahaan akan kesulitan dalam melakukan pelatihan terhadap pegawai baru. 2.Terdapat perangkapan jabatan pada fungsi penerimaan barang dan pengelolaan persediaan. Pada

perusahaan kecil yang memiliki nilai persediaan rendah, perangkapan jabatan memang dilakukan dengan sengaja untuk menekan biaya, namun pada perusahaan dengan nilai persediaan yang sangat besar seperti PT GTM, perangkapan jabatan pada fungsi penerimaan barang dan pengelolaan persediaan akan mengakibatkan resiko kerugian karena masalah pada persediaan seperti hilang, rusak, tidak sesuai dengan spesifikasi, dsb.

3.Perusahaan tidak melaksanakan pengawasan penuh terhadap persediaan. Persediaan yang terletak di gudang tidak diawasi sama sekali. Perusahaan hanya menggunakan pintu terali besi dan

(7)

gembok untuk menjaga persediaan. Sedangkan pada persediaan yang ada di lapangan seperti oli dan solar, perusahaan hampir tidak melakukan pengawasan sama sekali.

Berdasarkan temuan kelemahan yang disajikan di atas, penulis akan memberikan saran-saran perbaikan yang dapat dipertimbangkan oleh manajemen perusahaan sebagai cara untuk mengurangi maupun mencegah kemungkinan terjadinya kecurangan pada PT GTM. Melihat perusahaan yang memiliki prospek sangat baik untuk berkembang, saran-saran yang akan diberikan adalah sebagai berikut:

1.Perusahaan harus menyusun seperangkat prosedur operasi yang dinyatakan secara tertulis sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan operasional. Prosedur-prosedur tersebut atau yang lebih dikenal dengan istilah Standard Operating Procedures tentunya harus dilaksanakan, bukan hanya sebagai formalitas perusahaan. SOP yang disusun dan dilaksanakan dengan baik akan membantu perusahaan dalam mengurangi kemungkinan terjadinya kecurangan karena semua proses yang terdaftar harus diikuti dengan benar. Penggunaan SOP juga akan membantu perusahaan untuk menilai kinerja karyawan dengan membandingkan antara kegiatan nyata dengan standar yang ditentukan.

2.Perusahaan seharusnya juga memiliki job description yang dinyatakan secara tertulis dan dilaksanakan dengan benar. Uraian tugas dan tanggung jawab yang benar akan mengurangi kemungkinan terjadinya kecurangan karena setiap jabatan sudah dibatasi tugas dan tanggung jawabnya.

3.Perusahaan seharusnya mengaplikasikan pemisahan tugas dan tanggung jawab yang baik pada fungsi-fungsi yang berpotensi terjadi kecurangan. Fungsi penerimaan barang dan penyimpanan barang seperti keadaan yang ditemukan penulis di lapangan sebaiknya dipisahkan satu sama lain untuk mencegah terjadinya kecurangan saat penerimaan barang.

4.Perusahaan seharusnya mempertimbangkan untuk menambah jumlah pegawai. Penambahan

jumlah pegawai ini terutama difokuskan pada struktur manajemen dan pada fungsi pengelolaan persediaan mulai dari penerimaan barang hingga penyimpanan barang di gudang.

5.Perusahaan seharusnya melakukan pengawasan lebih terhadap persediaan yang disimpan di gudang maupun di lapangan. Pengawasan yang dilakukan dapat berupa penggunaan CCTV yang ditempatkan di lokasi penyimpanan persediaan maupun dengan menugaskan satpam untuk memeriksa persediaan setiap beberapa jam sekali.

6.Perusahaan harus mengadakan kegiatan audit secara berkala. Kegiatan ini bertujuan untuk menemukan adanya penyimpangan kegiatan operasi dari standar yang ditetapkan.

7.Perusahaan harus melakukan pemeriksaan fisik persediaan dengan jangka waktu yang lebih pendek.

REFERENSI

Albrecht, W. S., Albrecht, C. C., Albrecht, C. O., & Zimbelman, M. (2009). Fraud Examination. (3rd ed.). Mason, USA: South-Western Cengage Learning.

Amrizal. (2007). Pencegahan dan Pendeteksian Kecurangan oleh Internal Auditor.

http://www.bpkp.go.id/unit/investigasi/cegah_deteksi.pdf. Diakses tanggal 11 April 2012.

Arens, A. A., Elder, R. J., Beasley, M. S. (2012). Auditing and Assurance Services: an Integrated Approach (14th ed.). Essex, England: Pearson Education, Inc.

Association of Certified Fraud Examiners, Report to the Nations on Occupational Fraud and Abuse (Austin, USA: ACFE, 2010).

Bearley, M. S., Buckless, F. A., Glover, S. M., & Douglas, F. (2009). Auditing Cases, an Interactive

Learning Approach (4th ed). USA: Prentice Hall.

Boynton, W. C., & Johnson, R. N. (2006). Modern Auditing: Assurance Services and the Integrity of

Financial Reporting (8th ed.). Hoboken, New Jersey: John Wiley and Sons, Inc.

Coenen, Tracy L. (2012). Fraud Prevention.

http://www.fraudessentials.com/fraud-prevention. Diakses tanggal 13 Juni 2012

Jones, F. L., & Rama, D. V. (2003). Accounting Information Systems: A Business Process Approach (1sted.). Mason, Ohio: South Western, Thomson.

Lam, N., & Lau, P. (2009). Intermediate Financial Reporting: an IFRS Perspective (2nd ed.). Singapore: McGraw Hill.

Larson, Traci. (2003). Five steps to a fraud prevention program.

http://findarticles.com/p/articles/mi_m0ITW/is_10_85/ai_n14897327/. Diakses tanggal 13 Juni 2012. Porter, B., Simon, J., Hatherly, D. (2003). Principles of External Auditing (2nd ed.). Chichester, England:

John Wiley and Sons, Inc.

Sudarmo dan Soedarsono, Etika dalam Fraud Audit, Jakarta: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP, 2008.

(8)

Sudaryati, D. (2009). Pencegahan dan Pendeteksian Kecurangan oleh Auditor Internal dalam Mendukung

Good Corporate Governance.

http://umk.ac.id/jurnal/jurnal/2009/sosbud%20juni%202009/PENCEGAHAN%20DAN%20PENDET EKSIAN%20KECURANGAN.pdf. Diakses tanggal 11 April 2012.

Tunggal, Amin Widjaja, Forensic & Investigative Accounting, Pendekatan Kasus, Jakarta: Harvarindo, 2012.

Wells, J. T. (2007). Corporate Fraud Handbook: Prevention and Detection (2nd ed). Hoboken, New Jersey: John Wiley and Sons, Inc.

RIWAYAT PENULIS

Vicky Constantin lahir di kota Jakarta pada 26 Agustus 1990. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang akuntansi pada tahun 2012.

Referensi

Dokumen terkait

Kepada Usaha Kerupuk Singkong UD Kelompok Tani Kulim Unggul yaitu hasil analisis BEP yang ada dapat dijadikan masukan dan pertimbangan dalam melakukan kegiatan

GEGUTU TIMUR/POS 3

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mamberikan informasi bagi pasien post section caesaria untuk menyusui dengan metode berbaring (Side Lying Position)

Teknik pembahasan pada modul kali ini akan membahas seputar permasalahan yang sering terjadi pada dunia reparasi ponsel dikalangan para teknisi yang akan atau

Peserta didik melakukan penyelidikan / percobaan melalui lembar kerja mandiri siswa (LKMS) tentang getaran pada bandul (LK.1) dan telaah bahan bacaan / pustaka

1) Klaster I - Program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga. Klaster ini adalah kelompok program yang memberikan bantuan dan perlindungan sosial yang ditujukan bagi

Dengan latar belakang adanya kerjasama di wilayah Subosukawonosraten yang diwadahi oleh Badan Kerjasama Antar Daerah dengan bentuk wilayah Subosukawonsraten yang monosentris