• Tidak ada hasil yang ditemukan

KORELASI ANTARA PANJANG DAN BERAT UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF DENGAN KEPADATAN BERBEDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KORELASI ANTARA PANJANG DAN BERAT UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF DENGAN KEPADATAN BERBEDA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KORELASI ANTARA PANJANG DAN BERAT UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF DENGAN KEPADATAN

BERBEDA

Adna Sumadikarta1, Srie Rahayu2, Rahman3

1&2

Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Pakuan, Bogor,

3

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, Bogor.

ABSTRAK

Udang vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan udang asli perairan di Amerika Latin. Udang ini masuk ke Indonesia pada tahun 2000 untuk menggantikan udang windu yang pada saat itu mengalami penurunan hasil produksi sedangkan permintaannya terus meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pertumbuhan udang vaname yang dipelihara dengan tingkat kepadatan berbeda dengan sistem intensif. Penelitian dilaksanakan selama satu siklus produksi (100 hari) dengan 4 perlakuan padat tebar dan 3 ulangan ( 75, 100, 125, 150 ekor/m2). Udang uji yang digunakan memiliki berat rata-rata awal 0,07±0,02 g/ekor dan panjang rata-rata awal 0,64±0,10 cm. Parameter uji meliputi kelangsungan hidup, laju pertumbuhan berat harian, pertumbuhan panjang harian, serta hubungan panjang dan berat udang vaname. Tingkat kelangsungan hidup pada udang vaname pada perlakuan 150 ekor/m2 memiliki nilai terendah 53,83% yang berbeda nyata terhadap setiap perlakuan (P<0,05) dan tertinggi pada perlakuan 75 ekor/m2 sebesar 92 %. laju pertumbuhan berat harian udang vaname tertinggi terdapat pada perlakuan 75 ekor/m2 (6,13%) yang berbeda nyata terhadap setiap perlakuan (P<0,05). Padat tebar yang berbeda memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan udang yang dipelihara. Semakin rendah kepadatan, maka kompetisi dalam perolehan oksigen dan ruang gerak lebih rendah. Pertumbuhan panjang harian dengan padat tebar 75 ekor/m2 memiliki nilai tertinggi (0,13) yang berbeda nyata terhadap perlakuan padat tebar 125 ekor/m2 dan 150 ekor/m2 (P<0,05). Berdasarkan hasil yang didapat dilihat nilai b dari masing-masing perlakuan menunjukkan pola pertumbuhan allometrik negatif (b < 3). Perlakuan 75 ekor/m2 memiliki nilai r tertinggi dengan nilai 95,71% dan perlakuan 125 ekor/m2 dengan nilai terendah 74%.

Kata Kunci : Udang Vaname, Tambak Intensif, Padat Penebaran. PENDAHULUAN

Udang vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan udang asli perairan di Amerika Latin. Udang ini masuk ke Indonesia pada tahun 2000 untuk menggantikan udang windu yang pada saat itu mengalami penurunan hasil produksi (Manoppo, 2011). Udang vaname adalah salah satu dari lima komoditas unggulan marikultur di Indonesia (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2010).

Pertumbuhan produksi udang Asia antara tahun 2010-2014 mengalami pasang surut. Dibandingkan beberapa negara Asia seperti China, Thailand, Vietnam, dan India, Sebenarnya Indonesia berada pada posisi tingkat produksi udang yang stabil. Tetapi pertumbuhannya masih rendah yaitu sebesar 2,80% pertahun. India adalah

negara yang menduduki produksi tertinggi pada tahun 2014 (FAO, 2012).

Untuk mengejar pertumbuhan produksi udang di Indonesia, pelaku pembudidaya udang melakukan intensifikasi yaitu dengan menambah jumlah padat tebar, sehingga target produksi akan tercapai. Sistem budidaya intensif udang vaname dapat menghasilkan panen lebih baik pada fluktuasi kualitas air yang maksimal serta dengan menerapkan padat tebar tinggi dengan padat tebar antara 40-100 ekor/m2 (Kordi, 2010)

Menurut Andriyanto dkk., (2013), pertumbuhan udang dipengaruhi oleh padat penebaran. Kepadatan yang tinggi dapat meningkatkan kompetisi dalam tempat hidup, makan, dan oksigen.

(2)

Budiardi dkk., (2005) menjelaskan bahwa padat penebaran merupakan faktor yang sangat menentukan, selain ketiga faktor lainnya yaitu tenaga kerja, pakan, dan pupuk. Selama ini belum diketahui padat penebaran yang optimum sehingga penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh padat tebar yang optimum terhadap pola pertumbuhan udang vaname di tambak dengan sistem intensif. Selanjutnya informasi tersebut akan digunakan sebagai acuan untuk proses produksi budidaya vaname dalam rangka memenuhi permintaan pasar akan kebutuhan udang vaname.

BAHAN DAN METODE

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah tambak udang 12 petak tambak dengan luas 3000 m2/petak, bak sortir, jala, saringan kasa mesh size 100 mm, timbangan pakan, timbangan digital, alat untuk kontrol pakan harian (anco). Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih udang vaname berasal dari hatchery daerah lampung yang berumur 26 hari terhitung dari awal benih menetas atau lebih dikenal dengan stadia Post Larva 10 (PL 10 yaitu stadia Post Larva pada umur 10 hari ), air laut, dan pakan komersil.

Persiapan Petak Tambak

Penelitian diawali dengan melakukan persiapan petak tambak yang akan digunakan untuk proses produksi sekitar 50 hari mulai dari pengangkatan lumpur, pengapuran, persiapan kincir dan pemasangan instalasi listrik hingga proses pengisian air.

Penebaran Benih Udang Vaname

Setelah tambak siap untuk produksi maka dilanjutkan dengan penebaran benih udang yaitu proses masuknya bibit udang ke tambak pemeliharaan. Menurut Kordi (2010) kriteria benih yang baik untuk siap tebar adalah ukuran benihnya seragam (homogenitas), warna tubuh transparan dan bersih, serta panjang benih PL 10 adalah 9 - 10 mm. Usus benih udang terlihat

berwarna coklat kehitaman,

hepatopankreas penuh dan berwarna gelap, berenang melawan arus dan menyebar, memberi respon jika benih disentuh atau disinari.

Pemeliharaan Udang vaname

Monitoring pemeliharaan udang vaname dilakukan secara teliti hingga akhir masa produksi dengan mengikuti prosedur tambak yang dipakai mulai dari pemberian pakan, Sampling udang, pengukuran kualitas air, hingga proses pemanenan. Sampling udang dilakukan pada pagi hari dengan cara udang dijaring menggunakan jala kemudian udang ditimbang menggunakan timbangan duduk 20 kg flat type atz-2 kemudian dihitung beratnya dengan menggunakan timbangan Digital Pocket Scale SF – 820, capacity 500g x 0,01g. Panjang diukur mulai dari rostrum sampai telson dengan menggunakan

penggaris untuk mengetahui

pertumbuhannya.

Kelangsungan Hidup Udang Vaname Menurut Effendie (2002) nilai kelangsungan hidup merupakan perbandingan antara jumlah organisme yang hidup pada akhir periode dengan jumlah organisme yang hidup pada awal periode. Kelangsungan hidup udang akan menentukan produksi yang diperoleh dan erat kaitannya dengan ukuran udang yang dipelihara. Jumlah padat tebar menentukan tingkat kelangsungan hidup udang.

Penghitungan nilai kelangsungan hidup udang menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

SR = Kelangsungan hidup (%)

Nt = Jumlah individu pada akhir perlakuan (hari ke-t)

No = Jumlah individu pada awal perlakuan (hari ke-0)

Sr = 𝑁𝑡

(3)

Laju Pertumbuhan Berat Harian Udang Vaname

Menurut De Silva dan Anderson (1995) pertumbuhan didefinisikan sebagai perubahan ikan dalam berat, ukuran maupun volume seiring dengan berubahnya waktu. Laju pertumbuhan harian udang vaname adalah perhitungan bertambahnya berat, ukuran dan volume yang dihitung secara berkala yaitu setiap minggu dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

LPBH = laju pertumbuhan berat harian (%) W = berat awal pemeliharaan (g)

Wt = berat akhir pemeliharaan (g) t = waktu pemeliharaan (hari)

Pertumbuhan Panjang Harian Udang Vaname

Menurut Yustina dkk., (2003) pertumbuhan panjang harian dapat dihitung berdasarkan rumus yaitu :

Keterangan :

G = Pertumbuhan panjang harian

L2 = Panjang pada akhir pengamatan (cm) L1 = Panjang pada awal pengamatan (cm) T = Lama waktu antara akhir pengamatan dan

awal pengamatan

Hubungan Panjang dan Berat Udang Vaname

Pola pertumbuhan udang vaname dianalisis menggunakan regresi dengan melihat hubungan antara panjang tubuh

dan beratnya. Hubungan panjang berat digambarkan dalam dua bentuk yaitu isometrik dan alometrik (Effendie, 2002). Untuk kedua pola ini berlaku persamaan :

W = a Lb Dimana:

W= Berat total (g)

L = Panjang tubuh udang (cm) a dan b = Konstanta

Untuk mendapatkan parameter a dan b, digunakan analisis regresi dengan Log W sebagai y dan Log L sebagai x. Untuk menguji nilai b = 3 atau b ≠ 3 dilakukan uji t (untuk lanjutan dari hasil hipotesis). Nilai b adalah nilai konstanta untuk menetukan hubungan panjang dan berat udang apakah allometrik atau isometrik. Setelah dilakukan analisa data pertumbuhan panjang dan berat udang, akan diperoleh hasilnya. Pertumbuhan allometrik positif diperloleh jika nilai b>3, artinya pertumbuhan berat lebih besar dari panjang tubuhnya. Jika nilai b<3 artinya pertumbuhan panjang tubuhnya lebih besar dari beratnya maka allometrik negatif. Apabila b=3 artinya pertumbuhan panjang tubuh sama dengan beratnya maka bersifat isometrik (Effendie, 2002).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kelangsungan Hidup Udang Vaname Hasil pengamatan tingkat kelangsungan hidup udang vaname selama pemeliharaan yang disajikan pada Gambar 4 berkisar antara 61,53 - 92% pada setiap perlakuan. Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan 75 ekor/m2 dengan nilai 92% yang berbeda nyata dengan perlakuan 150 ekor/m2.

LPBH = Wt – W0/t1-t0 x 100%

(4)

Gambar 4. Tingkat Kelangsungan Hidup Udang Vaname Pada Kepadatan Tebar Berbeda

Tingkat kelangsungan hidup pada udang vaname berdasarkan grafik diatas dapat dilihat pada perlakuan 150 ekor/m2 memiliki nilai kelangsungan hidup terendah 61,53% yang berbeda nyata terhadap setiap perlakuan (P<0,05) (lampiran 1). Hal ini dikarenakan semakin tinggi padat tebar akan meningkatkan kompetisi dalam mendapatkan makanan, oksigen, dan tempat untuk hidup. Hal ini membuat udang yang sedang dalam masa molting rentan terhadap serangan udang lainnya. Menurut Syahid dkk., (2006) kepadatan benih udang yang terlalu tinggi menyebabkan terjadinya variasi kematian benih yang berbeda-beda, sebagai akibat dari adanya sifat kanibal (saling memangsa).

Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup udang. Padat tebar yang tinggi menyebabkan kandungan bahan organik seperti ammonia yang berasal dari sisa pakan dan ekskresi dari udang juga makin tinggi. Sisa pakan akan meningkatkan ammonia yang bersifat toksik bagi udang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Badare (2001) bahwa kualitas air turut mempengaruhi kelulushidupan organisme perairan yang dibudidayakan. Sedangkan menurut Boyd (1992) hasil akumulasi organik yang bersifat toksik pada udang menyebabkan pemakaian oksigen untuk oksidasi bahan organik lebih tinggi dibandingkan kecepatan difusi oksigen ke dalam air. Hal ini berakibat buruk pada udang karena dapat menyebabkan oksigen

berkurang hingga batas yang merugikan kehidupan udang.

Laju Pertumbuhan Berat Harian Udang Vaname

Hasil pengamatan laju pertumbuhan harian disajikan pada Gambar 5. Laju pertumbuhan berat harian selama pemeliharaan berkisar antara 5,63-6,13%. Laju pertumbuhan berat harian tertinggi diperoleh pada perlakuan 75 ekor/m2 dengan nilai 6,75% yang berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya(5,63%).

Pertumbuhan merupakan pertambahan berat, panjang, dan volume dalam satuan waktu tertentu. Berdasarkan grafik di atas, laju pertumbuhan berat harian udang vaname tertinggi terdapat pada perlakuan 75 ekor/m2 (6,13%) yang berbeda nyata terhadap setiap perlakuan (100, 125 dan 150 ekor/m2) (P<0,05) (lampiran 1). Hal ini menunjukkan padat tebar yang berbeda memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan udang yang dipelihara. Menurut Haryanto (2006) bahwa semakin rendah kepadatan, maka kompetisi dalam perolehan oksigen dan ruang gerak lebih rendah.

Kepadatan tebar yang rendah memberikan pengaruh distribusi pakan yang cenderung merata, sehingga pertumbuhan memiliki ukuran yang lebih seragam dan memiliki nilai bobot tinggi. Laju pertumbuhan perlakuan 100 ekor/m2 (5,62%), perlakuan 125 ekor/m2 (5,58%) dan perlakuan 150 ekor/m2 (5,63%) memiliki padat tebar yang lebih tinggi dibanding perlakuan 75 ekor/m2. Laju pertumbuhan harian yang rendah dapat disebabkan oleh kadar oksigen yang turun,

92,00± 2,80 84,67± 2,80 80,00± 2,80 61,53± 2,80 0 20 40 60 80 100 A B C D K ela ng sung an H id up (%) 6,13±0,25 5,63±0,25 5,59±0,25 5,64±0,25 0 2 4 6 8 10

75 ekor/m2 100 ekor/m2 125 ekor/m2 150 ekor/m2

L aj u P er tu m buha n B er at H ar ia n (% ) a b b b b b b a

(5)

sehingga udang mengalami stress dan penurunan nafsu makan. Hal ini menyebabkan laju pertumbuhan menurun (Budiardi, 2005).

Pertumbuhan Panjang Harian Udang Vaname

Hasil dari pertumbuhan panjang harian udang vaname disajikan pada Gambar 6. Pertumbuhan panjang harian tertinggi terdapat pada perlakuan 75 ekor/m2 ( 0,13 cm) yang berbeda nyata terhadap perlakuan 125 ekor/m2 (0,12 cm) dan 150 ekor/m2 (0,11 cm).

Gambar 6. Pertumbahan Panjang Harian Udang Vaname Pada Kepadatan Tebar Berbeda

Pertumbuhan panjang harian berdasarkan grafik di atas dapat dilihat pada perlakuan dengan padat tebar 75 ekor/m2 memiliki nilai tertinggi (0,13) yang berbeda nyata terhadap perlakuan padat tebar 125 ekor/m2 dan 150 ekor/m2 (P<0,05). Hal ini menunjukkan perbedaan padat tebar mempengaruhi pertumbuhan panjang pada udang. Menurut Kaligis (2005) pertambahan panjang tumbuh udang didukung oleh intensitas udang moulting. Padat tebar yang tinggi mengakibatkan ruang gerak udang terbatas sehingga pertumbuhan panjang pada perlakuan 150 ekor/m2 lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya.

Hubungan Panjang dan Berat Udang Vaname

Berdasarkan hasil analisis hubungan panjang dan berat udang vaname, model perhitungan hubungan panjang dan berat pada setiap perlakuan

berturut-turut adalah W = 5,5728 L0,6026 dengan nilai b sebesar 0,6026, W = 5,539 L0,4958 dengan nilai b sebesar 0,4958, W = 8,588 L0,3488 dengan nilai b sebesar 0,3488, dan W = 9,837 L0,3148 dengan nilai b sebesar 0,3148. Pada setiap perlakuan ini menunjukkan hubungan yang sangat erat dengan nilai r berkisar 0,7487- 0,9571. Grafik hubungan panjang dan berat pada setiap perlakuan dapat dilihat pada gmbar 7, 8, 9 dan 10. Gambar 7. Menunjukkan hubungan panjang dan berat udang vaname pada kepadatan 75 ekor/m2.

Gambar 7. Hubungan Panjang dan Berat Udang Vaname Kepadatan Tebar

75 ekor/m2.

Hubungan panjang dan berat dengan kepadatan 100 ekor/m2 ditunjukkan dengan Gambar 8 dibawah ini.

Gambar 8. Hubungan Panjang dan Berat Udang Vaname Kepadatan Tebar 100 ekor/m2.

0,132± 0,007 0,128± 0,007 0,120± 0,007 0,114± 0,007 0,000 0,050 0,100 0,150 75 ekor/m2 100 ekor/m2 125 ekor/m2 150 ekor/m2 P a n ja n g H a ria n ( c m ) y = 5,5728x0,6026 R² = 0,9571 26,00 26,50 27,00 27,50 28,00 28,50 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 B er at T ubuh (g r) Panjang Tubuh (cm) y = 8,5882x0,3488 R² = 0,7488 19,50 20,00 20,50 21,00 21,50 22,00 0,00 5,00 10,00 15,00 B er at T ubuh (g r) Panjang Tubuh (cm)

(6)

Gambar 9 menunjukkan hubungan panjang dan berat udang vaname dengan kepadatan tebar 125 ekor/m2.

Gambar 9. Hubungan Panjang dan Berat Udang Vaname Kepadatan Tebar 125 ekor/m2.

Hubungan panjang dan berat udang vaname dengan kepadatan tebar 150 ekor/m2 ditunjukkan oleh Gambar 10

Gambar 10. Hubungan Panjang dan Berat Udang Vaname Kepadatan Tebar 150 ekor/m2.

Berdasarkan hasil data di atas dapat dilihat nilai b dari masing-masing perlakuan menunjukkan pola pertumbuhan allometrik negatif (b < 3). Perlakuan 75 ekor/m2 memiliki nilai r tertinggi dengan nilai 95,71% dan perlakuan 125 ekor/m2 dengan nilai terendah 74%. Menurut Arikunto (2002) nilai korelasi yang berkisar antara 0,7 - 1,00 berarti memiliki nilai korelasi yang tinggi, sedangkan nilai 0,00 - 0,2 memiliki nilai korelasi rendah (tidak berkorelasi). Nilai korelasi pada setiap perlakuan menunjukkan nilai korelasi yang positif (0,7 - 1,00) hal ini menunjukkan pertumbuhan panjang dan berat saling berhubungan erat.

Nilai b yang rendah diduga akibat dari lingkungan serta tingkah laku udang itu sendiri. Seperti halnya penelitian dari Djadja (2001) pada ikan petek memiliki hasil nilai allometrik negatif, sedangkan pada penelitian Mulfizar dkk., (2012) memiliki nilai allometrik positif. Hal ini diduga terkait perbedaan lingkungan karena sampling diperairan yang berbeda. Harga b yang berada diluar kisaran 2,5 – 3,5 udang itu mempunyai bentuk tubuh yang diluar batas kebiasaan bentuk tubuh ikan yang umum (Effendie 2002).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tingkat kelangsungan hidup udang vaname yang optimum terdapat pada perlakuan 75 ekor/m2 dengan persentase tertinggi 92 % yang berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya.

Laju pertumbuhan harian yang tertinggi pada perlakuan 75 ekor/m2 dengan presentase 6,13% yang berbeda nyata terhadap setiap perlakuan. Panjang harian pada perlakuan 75 ekor/m2 memiliki nilai tertinggi 0,13 g yang berbeda nyata terhadap perlakuan 100 ekor/m2 dan 150 ekor/m2. Hasil perhitungan bobot panjang pada setiap perlakuan menunjukkan pertumbuhan allometrik negatif dimana pertumbuhan panjang lebih cepat daripada berat tubuhnya dengan nilai korelasi tinggi pada setiap perlakuan (0,74-0,95).

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai korelasi antara panjang dan berat udang vaname (litopenaeus vannamei) yang dipelihara secara intensif dengan kepadatan berbeda pada tambak full linning. Sistem ini bertujuan untuk mengurangi dampak akumulasi amonia yang berlebih dari dasar tambak dan menjaga lingkungan perairannya agar tetap stabil sehingga diperoleh hasil sesuai dengan target produksi.

y = 8,5882x0,3488 R² = 0,7488 19,50 20,00 20,50 21,00 21,50 22,00 0,00 5,00 10,00 15,00 B er at Tubuh ( g r) Panjang Tubuh (cm) y = 9,837x0,3148 R² = 0,9483 20,50 21,00 21,50 22,00 22,50 23,00 0,00 5,00 10,00 15,00 B er at Tubuh ( g r) Panjang Tubuh (cm)

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Arifiantini, R.I. 2012. Teknik Koleksi Dan Evaluasi Semen Pada Hewan. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor.

Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

Indah S. 2006. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Akar kolesom (Talinum triangulare Willd) Selama 45 hari terhadap Spermatogenesis Tikus Putih . Skripsi Fakultas

Farmasi Universitas

Pancasila.Jakarta. Hal 16-19.

Rajendra CE., Gopal S. M., Mahaboob A. N., Yashoda S. V., Manjula M. 2011 Phytochemical Screening Of The

Rhizome Of Kaempferia galanga. International Journal of Pharmacognosy and Phytochemical Research; 3 (3): 61 - 63

Wiguna, A. 2012. Pemanfaatan Ekstak Daun Kemangi (Ocimum basilicum L) sebagai Stimulan Hormon Testosteron pada Anak Ayam Jantan. Skripsi Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Pakuan. Bogor.

Wahyoedi.2004. Efek Androgenik Ekstak Etanol Cabe Jawa (Piper retrofractum Vahl) pada Anak Ayam. Jurnal bahan alam Indonesia Perhimpunan Peneliti Bahan Obat Alami. Hal 201-204

Gambar

Gambar 4. Tingkat Kelangsungan Hidup Udang  Vaname Pada Kepadatan Tebar Berbeda

Referensi

Dokumen terkait

dalam Effendie, 1997) terhadap hubungan panjang total dan berat tubuh udang putih ( Litopenaeus vannamei ) yang dipelihara pada tambak dengan sistem budidaya intensif full plastic

Judul :Analisis Pendapatan Petani Tambak Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)Secara Tradisional (Studi Kasus di Kecamatan Duduksampeyan Kabupaten

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pertumbuhan, tingkat kelangsungan hidup, dan rasio konversi pakan udang vaname (Litopenaeus vannamei) yang dipelihara pada

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah chitosan berpengaruh dalam menekan pertumbuhan mikroba Total Plate Count (TPC) udang vaname (Litopenaeus vannamei)

lanjut dengan menganalisis pemanfaatan dolomit dalam pakan buatan terhadap periode molting udang vaname (Litopenaeus vannamei) di tambak dengan kondisi yang berbeda dari

Pengaruh Penambahan Serbuk Daun Binahong (Anredera Cordifolia) dalam Pakan terhadap Kelulushidupan dan Histopatologi Hepatopankreas Udang Vaname (Litopenaeus

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari performa udang vaname yang dipelihara dengan sistem semi intensif pada kondisi air tambak dengan kelimpahan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari performa udang vaname yang dipelihara dengan sistem semi intensif pada kondisi air tambak dengan kelimpahan