• Tidak ada hasil yang ditemukan

O4-97 '()*+,-. :(,-6+3+) Z(4+H:+,L4()9+=+0 '(=+,-4 <6(4L) 9+)?(4+)L=6(,4+ _+);+ '(=+,-49+=+0 Y9+,+ _(,1-3+

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "O4-97 '()*+,-. :(,-6+3+) Z(4+H:+,L4()9+=+0 '(=+,-4 <6(4L) 9+)?(4+)L=6(,4+ _+);+ '(=+,-49+=+0 Y9+,+ _(,1-3+"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

0

12345

6

737589843

1

3872 894

0

4 8

728

483

8 3





30 !"# !$%&$8" '()*+,-./'()+01+.+)/2+34-/5(,0()4+67/8(9+3/'+97/9()*+)/:+;+)* <6;(,*7=-6/>7*(,/4(,.+9+;/:+)9-)*+)/?7)(,+=/:+=67-0@/5(,,-0/9+) ?+*)(67-0

A$BCD91E&D$E4B$D3$"&E FG H FI '()*+,-./;J/9+)/K+0+/5(,0()4+67/L=(./M)N70/O(=-=L6(/9+=+0/',L6(6 J79,L=7676/-)4-3/?()7)*3+43+)/>7=+7/P7N7/MQ()*/PL)9L3 B$E FR HGS '()*+,-./'(0+3+7+)/?7)T+3/U+*-)* 4(,.+9+;/'L=+/K(0+3/8+,+. :(=7)Q7 VE GW H GX '()*+,-./'(01(,7+)/Y,7)/O+;7;+9+/Z(,1+*+7/:L)6()4,+679+)/K+0+ '(,()9+0+)/Z()7./O()4,L/[\()4,L6(0+/'-1(6Q()6]4(,.+9+;/8+T+ :(Q+01+.@/^7*L,74+69+)/Z(,+4/:(,7)*/_+)+0+) `$a$D Gb H SI O4-97/'()*+,-./:(,-6+3+)/Z(4+H:+,L4()9+=+0/'(=+,-4/J(36+)+@/<6(4L) 9+)/?(4+)L=6(,4+/_+);+/'(=+,-49+=+0/Y9+,+/_(,1-3+ !$B2"cd"& SR H SX e9()47f73+67/5-)*7/?73L,7N+/<,1-63-=+,/[5?<]97/J-4+)/K7)9-)* ?+)*,Lg(/'+)*3+=/Z+1-/:+1-;+4()/_+)h-)*/U+1-)*/Z+,+4/U+017

3"$E&2c6"i&$"$9$ED$EV$a$B Sb H WI ^L=-0(/<017)*/9+)/ZL1L4/Z+9+)/<)+3/:+017)*/'(,+)+3+)/M4+j+.

6(1+*+7/k(6;L)/'(01(,7+)/5OJ/9+)/'?OP

4D$ED$E i$l WR H IS

e9()47f73+67/U()769+)/'(,1+)T+3+)/M)9L073L,7N+/KL3+=97/J-4+) :+0;-6/Y)7g(,674+6/U+017

2c6"i&$"$9$E3"$E&D$E4#$CD IW H Im Mg+=-+67/?-4-/P+1+./'+97/KL3+=/'+6+)*/O-,-4/<6+=/:(Q+0+4+)/_-)*3+= e=7,/:+1-;+4()/_+)h-)*/U+1-)*/Z+,+4 4CE" In H RF e9()47f73+67/?-4-/Z(,+69+,7/'+97/KL3+=/'+6+)*/O-,-4/<6+=/:(Q+0+4+) '()*+1-+)/:+1-;+4()/_+)h-)*/U+1-)*/Z+,+4 `&C9$%a RG H RX <)+=7676/8+)/:+,+34(,76+67/O()T+j+/<=3+=L79/8+,7/_+)+0+)/:7)+ [\.7)Q.L)+/=(9*(,7+)+] 3%a$0BE Ib H mI

(2)

IDENTIFIKASI MUTU BERAS DARI PADI LOKAL PASANG SURUT ASAL KECAMATAN PENGABUAN KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT (IDENTIFICATION OF QUALITY TIDAL RICE FROM SUB PENGABUAN

DISTRICT WEST TANJUNG JABUNG)

Fitry Tafzi

Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi 36361

Abstract

Tanjung Jabung Barat District has alot of local tidal rice. They are cultivated for along time and can adaptation well. Local varities are a valuable asset if managed well and be a source of useful germplasm to assemble new varieties. The aim this research was to identify and characterize quality of tidal rice locally from Sub Pengabuan District West Tanjung Jabung. The research was done in two step. First, exploration of tidal rice to get paddy using a survey method. Further, evaluation quality of rice. The result showed, there are 12 local varieties of local tidal rice from Sub Pengabuan that its quality was identified. White degree of rice are 48.50 – 50.70 %, translucent 11.71 - 2.93 %. The dimension of rice are medium and long that the long of rice 5,37 – 6,91 mm, width of rice 2,03 – 2,53. Protein content of rice are 6,03 – 8,95 %. The rice has high amylose and temperature gelatinization. Taste of rice is pera. There are 5 varities of rice quality III, 6 varities quality IV and 1 varitie quality V base on SNI.

Keywords : exploration, rice, quality, tidal

PENDAHULUAN

Kabupaten Tanjung Jabung Barat merupakan salah satu sentra produksi padi di Provinsi Jambi. Luas tanam padi di Kabupaten Tanjung Jabung Barat pada tahun 2010 adalah 21.920 Ha. Kecamatan Pengabuan merupakan salah satu kecamatan penghasil padi di Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Lahan sawah yang dominan di Kecamatan pengabuan adalah lahan pasang surut. Lahan pasang surut banyak menyimpan varietas padi lokal. Padi tersebut telah ditanam secara turun temurun serta telah beradaptasi dengan baik dengan lingkungannya. Keragaman kultivar padi dapat digunakan sebagai sumber genetik dalam program pemuliaan tanaman padi untuk memperbaiki genetik dan atau menciptakan varietas unggul baru yang berdaya saing tinggi dan spesifik lokasi, khususnya untuk lahan-lahan marginal. Pengelolaan yang baik

terhadap varietas padi lokal akan sangat diperlukan.

Padi lahan pasang surut sangat beragam, sehingga sifat dan mutu beras yang dihasilkan juga beragam. Mutu beras mendapat perhatian penting karena akan mempengaruhi konsumen dalam memilih jenis beras yang diinginkan. Selain itu mutu beras juga diperlukan dalam perakitan varietas padi unggul baru. Perbaikan mutu beras terus dilakukan, baik terhadap mutu giling, mutu nasi maupun tampilan beras. Tampilan beras meliputi ukuran, bentuk, dan kebeningan butir yang erat kaitannya dengan mutu beras di pasar. Beras yang bermutu baik dihargai lebih tinggi daripada beras biasa. Standar mutu beras pasar bersifat subjektif, dan dikenal adanya kriteria mutu beras yang bersifat lokal dengan kriteria tertentu yang berlaku dan dapat diterima oleh produsen, pedagang, dan konsumen beras.

(3)

Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains

Mutu beras dipengaruhi oleh empat faktor yaitu genetis, lingkungan dan kegiatan prapanen, perlakuan pemanenan dan pasca panen. Mutu beras dipengaruhi oleh genetik, pengelolaan budidaya dan pasca panen. Mutu beras dapat berdasarkan pasar beras, Standar Nasional Indonesia dan berdasarkan kesukaan konsumen kesukaan terhadap panjang, bentuk dan rasa nasi berbeda-beda antar kelompok konsumen karena dipengaruhi lokasi, suku, lingkungan, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan. Beras dari padi lokal pasang surut sangat beragam. Keanekaragaman beras dari padi lokal pasang surut belum banyak diketahui karakteristiknya. Untuk itu perlu diidentifikasi karakteristik dan mutu beras padi lokal pasang surut.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama dilakukan eksplorasi padi lokal pasang surut di Kecamatan Batara Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Eksplorasi dilakukan untuk mendapatkan sampel padi lokal pasang surut. Pengambilan sampel dilakukan secara sengaja (Purposive Stratified

Sampling). Setiap jenis gabah yang didapat

diambil sebanyak 1 kg. Tahap kedua dilakukan identifikasi mutu beras padi lokal

pasang surut. Contoh gabah sebanyak 1 kg dari masing-masing varietas digiling menjadi beras. Terhadap beras yang dihasilkan diidentifikasi sifat fisik, kimia, fisikokimia dan mutunya. Sifat fisik yang diamati adalah derajat putih, kebeningan, panjang, lebar, rasio panjang dan lebar (Mudjisihono, 1994). Sifat kimia yang diamati kandungan amilosa dan protein. Sifat fisikokimia yang diamati adalah uji alkali, suhu gelatinisasi dan konsistensi gel (Mudjisihono, 1994). Identifikasi mutu beras dilakukan berdasarkan standar mutu beras menurut SNI 01-6128-1999. Parameter mutu yang diamati adalah derajat sosoh, kadar air, beras kepala, butir utuh, butir patah, butir menir, butir mengapur, dan butir kuning/rusak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Fisik Beras

Sifat fisik beras yang sangat erat hubungannya dengan mutu beras dan tingkat penerimaan konsumen adalah derajat putih, kebeningan, ukuran butir (panjang dan lebar), dan rasio panjang dan lebar yang mencerminkan bentuk butiran beras. Sifat fisik beras dari varietas padi lokal pasang surut di Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat disajikan pada Tabel 1.

Hasil identifikasi menunjukkan bahwa Tabel 1. Sifat fisik beras padi lokal pasang surut asal Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung

Barat No Varietas Derajat Putih (%) Kebe-ningan (%) Panjang (mm) Lebar (mm) Rasio P/L Ukuran Beras Bentuk Beras

1 Sakban 50,8 2,58 5,74 2,18 2,63 Sedang Sedang

2 Benut 58,9 2,03 5,64 2,36 2,39 Sedang Sedang

3 Mentik 54,3 1,71 5,89 2,53 2,33 Sedang Sedang

4 Pepuyuh 52,6 2,54 6,07 2,16 2,81 Panjang Sedang

5 Selasih 54,5 2,52 5,65 2,36 2,39 Sedang Sedang

6 Semut 58,7 2,91 5,37 2,23 2,41 Sedang Sedang

7 Kuatik Bancik 54,5 2,12 5,58 2,48 2,25 Sedang Sedang 8 Buntut Semut 54,2 2,73 6,91 2,03 3,40 Panjang Lonjong

9 Monyet 48,5 1,79 5,99 2,31 2,59 Panjang Sedang

10 Asoka 49,2 2,58 6,05 2,15 2,81 Panjang Sedang

11 Kodok 52,9 1,98 5,47 2,16 2,53 Sedang Sedang

(4)

bahwa derajat putih dari beras padi lokal pasang di Kecamatan Pengabuan beragam antara 48.50 – 50.70 %. Suismono et al (2003) menyatakan derajat putih beras di Indonesia berkisar antara 42 – 60 %. Derajat putih paling tinggi adalah beras Benut, sedangkan yang terendah adalah beras Monyet. Derajat putih beras akan mempengaruhi kilap beras. Derajat putih berkorelasi dengan derajat sosoh beras. Semakin tinggi derajat putih maka derajat sosoh akan semakin tinggi (Setyono dan Wibowo, 2008).

Kebeningan biji merupakan sifat agronomis yang diturunkan. Nilai kebeningan beras padi lokal pasang surut asal Kecamatan Pengabuan adalah 1.71-2.93 %. Beras yang yang memiliki nilai kebeningan paling rendah adalah beras Mentik, sedangkan yang tertinggi adalah beras Menying. Nilai kebeningan yang rendah menunjukkan tingkat kekeruhan pada endosperm beras yang dikenal sebagai white back (noda putih) adalah rendah. Tingkat kebeningan dari beras giling mempengaruhi kesukaan konsumen, pada umumnya konsumen menyukai beras yang butir bijinya bening. Konsumen Asia Tenggara adalah menyukai beras berbentuk sedang hingga lonjong. Secara visual semakin luas daerah chalky pada permukaan beras semakin rendah kesukaan atau penerimaan konsumen. Adanya chalky pada permukaan beras karena granula pati pada daerah chalky tidak membentuk ikatan kompak via-a-vis dengan daerah transusen (Setyono dan Wibowo, 2008).

Ukuran dan bentuk butiran beras merupakan dasar dalam menentukan mutu beras dalam pasar internasional. Ukuran beras padi lokal pasang surut asal Kecamatan Pengabuan yang didapat panjangnya berkisar antara 5,37 – 6,91 mm. Beras yang paling pendek adalah beras semut, sedangkan yang terpanjang adalah beras Buntut Semut. Ukuran beras yang didapat termasuk kategori sedang dan panjang. Dari 12 padi varietas yang didapat 4 varietas memiliki beras berukuran panjang dan 8 varietas berukuran sedang. Umumnya beras di Indonesia berukuran sedang sampai panjang. Beras

berukuran panjang lebih disukai di pasaran internasional dibandingkan dengan beras berukuran sedang dan pendek. Pada Negara tertentu beras berukuran pendek lebih disukai seperti di Jepang, Korea dan Taiwan. Wibowo et al (2007) menyatakan konsumen dan pedagang di Jawa Tengah menyukai beras yang ramping dan berukuran panjang. Beras yang ramping memiliki rendemen yang lebih tinggi dan harga yang mahal.

Lebar beras yang didapat berkisar antara 2,03 – 2,53 mm. Beras yang paling lebar adalah beras Mentik, sedangkan yang terkecil adalah beras Buntut Semut. Rasio panjang lebar padi yang didapat berkisar antara 2,25 – 3,40. Berdasarkan rasio panjang/lebar bentuk beras dibedakan atas tiga tipe yaitu lonjong, sedang dan bulat (Suismono et al., 2003). Semua varietas padi yang didapat memiliki beras berbentuk sedang, kecuali padi varietas Buntut Semut memiliki beras berbentuk lonjong. Ukuran dan bentuk beras merupakan karakter dominan yang diturunkan sifat genetik induk padinya serta dapat digunakan sebagai parameter penentuan kemurnian suatu varietas. Karakter panjang dan bentuk beras dipengaruhi oleh faktor genetik, agroekosistem dan kesuburan lahan (Setyono dan Wibowo, 2008).

Sifat Kimia

Sifat kimia beras akan mempengaruhi mutu tanak nasi yang dihasilkan. Sifat kimia beras dari padi lokal pasang surut asal Kecamatan Pengabuan disajikan pada Tabel 2.

Kandungan protein beras dari padi lokal pasang surut asal Kecamatan Pengabuan berkisar antara 6,03 – 8,95 %. Beras dengan kandungan protein paling rendah adalah beras Semut, sedangkan yang tertingi adalah Benut. Kandungan protein akan mempengaruhi mutu tanak dan rasa nasi. Protein mempengaruhi sifat dan pengembangan dan viskositas pati (Setiono et al. 1988). Protein beras bersifat menghambat penyerapan air dan pengembangan granula pati ketika beras ditanak, sehingga membatasi kemampuan pati melakukan gelatinisasi sempurna (Setyono dan Wibowo, 2008). Makin rendah kadar

(5)

Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains

Tabel 2. Sifat kimia beras padi lokal pasang surut asal Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat No Varietas Protein (%) Amilosa (%) Kriteria Kandungan Amilosa Beras

Tingkat Kepulenan Nasi Berdasarkan Amilosa

1 Sakban 7,84 27,07 Tinggi Pera

2 Benut 8,95 27,55 Tinggi Pera

3 Mentik 8,34 27,66 Tinggi Pera

4 Pepuyuh 6,70 28,18 Tinggi Pera

5 Selasih 8,23 28,14 Tinggi Pera

6 Semut 6,03 28,74 Tinggi Pera

7 Kuatik Bancik

8,43 25,85 Tinggi Pera

8 Buntut Semut 7,51 27,90 Tinggi Pera

9 Monyet 7,96 26,72 Tinggi Pera

10 Asoka 6,92 30,10 Tinggi Pera

11 Kodok 6,49 27,38 Tinggi Pera

12 Menying 6,76 27,76 Tinggi Pera

proteinnya, beras cenderung menghasilkan nasi yang lebih pera. Beras dengan kadar protein kecil dari 8,5 % cenderung pera. Hal ini berhubungan dengan sifat polaritas protein terhadap air. Faktor genetik, teknologi budidaya dan agroekosistem wilayah penanaman padi mempengaruhi kualitas protein beras (Setyono dan Wibowo, 2008).

Padi lokal pasang surut asal Kecamatan Pengabuan memiliki kandungan amilosa berkisar antara 25,85 – 30,10 %. Beras dengan kandungan amilosa yang paling tinggi adalah beras Asoka dan yang terendah adalah beras Kuatik Bancik. Berdasarkan kadar amilosanya beras dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu beras dengan kadar amilosa tinggi (25 – 30 %), sedang (20 -24 %), dan rendah (< 20 %). Semua varietas padi yang didapat memiliki beras dengan kandungan amilosa tinggi (>25 %). Kandungan amilosa dalam beras ditentukan oleh faktor genetik (Setyono dan Wibowo, 2008).

Kandungan amilosa beras sangat mempengaruhi mutu tanak nasi yang dihasilkan yaitu tingkat kepulenanan nasi. Semua varietas padi yang didapat memiliki kandungan amilosa yang tinggi sehingga dihasilkan nasi dengan rasa pera. Beras dengan kandungan amilosa tinggi setelah ditanak akan menjadi kering, pera dan cepat keras setelah dingin. Disamping itu beras

dengan kandungan amilosa tinggi dalam pemasakan akan menyerap air lebih banyak dan mempunyai kemekaran nasi yang tinggi. Beras dengan kandungan amilosa tinggi cocok untuk penderita diabetes.

Menurut Setiono et al. (1988), kandungan amilosa berhubungan erat dengan pembentukan gel dari pati beras selama pemasakan. Kenaikan kadar amilosa beras akan meningkatkan kemampuan granula pati untuk menyerap air, sehingga beras tersebut mempunyai kemampuan untuk mengembang menjadi lebih besar. Dengan kata lain semakin tinggi kandungan amilosa beras tersebut, menghasilkan nasi lebih pera. Damardjati (1989) menyatakan kadar amilosa beras berkorelasi negatif dengan sifat kepulenan, kelengketan, ras dan kelunakan. Sifat Fisikokimia Beras

Sifat fisiko kimia beras akan mempengaruhi mutu tanak nasi. Sifat fisikokimia beras antara lain suhu gelatinisasi dan konsistensi gel. Sifat fisikokimia beras dari padi lokal pasang surut asal Kecamatan Pengabuan disajikan pada Tabel 3.

Hasil pengujian skor uji alkali pada beras padi lokal pasang surut asal Kecamatan pengabuan berkisar antara 2,00 – 2,41 dan suhu gelatinisasi beras semuanya diatas 74 ºC. Suhu gelatinisasi dapat diartikan sebagai suhu

(6)

Tabel 3. Sifat fisikokimia beras padi lokal pasang surut asal Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat No Varietas Uji Alkali (Skor) Suhu Gelatinisasi (°C) Kriteria Suhu Gelatinisasi Konsitensi Gel (mm) Tekstur Nasi

1 Sakban 2,00 >74 Tinggi 98 Lunak

2 Benut 2,17 >74 Tinggi 82 Lunak

3 Mentik 2,00 >74 Tinggi 98 Lunak

4 Pepuyuh 2,00 >74 Tinggi 86 Lunak

5 Selasih 2,00 >74 Tinggi 73 Lunak

6 Semut 2,00 >74 Tinggi 74 Lunak

7 Kuatik Bancik 2,00 >74 Tinggi 69 Lunak 8 Buntut Semut 2,00 >74 Tinggi 83 Lunak

9 Monyet 2,00 >74 Tinggi 97 Lunak

10 Asoka 2,41 >74 Tinggi 98 Lunak

11 Kodok 2,00 >74 Tinggi 82 Lunak

12 Menying 2,00 >74 Tinggi 100 Lunak

pada saat ganula pati mulai menyerap air dan mengembang dalam air panas. Suhu gelatinisasi beras merupakan karakter yang menunjukkan lamanya waktu yang diperlukan untuk memasak beras menjadi nasi. Hasil penelitian menunjukkan semua beras yang dihasilkan mempunyai suhu gelatinisasi tinggi. Beras dengan suhu gelatinisasi tinggi memerlukan lebih banyak air dan lebih lama waktu pemasakan dari pada beras yang mempunyai suhu gelatinisasi rendah bila ditanak. Disamping itu beras dengan suhu gelatinisasi tinggi jika ditanak kurang mengembang bila dibandingkan dengan beras yang bersuhu gelatinisasi rendah.

Nilai konsistensi gel dapat digunakan sebagai indeks kelunakan nasi dari beras dengan kadar amilosa tinggi. Konsistensi gel beras dari padi lokal pasang surut asal Kecamatan Pengabuan berkisar antara 69 – 100 mm. Beras dengan konsistensi gel paling rendah adalah beras Buntut Semut, sedangkan yang paling tinggi adalah beras Menying. Konsistensi gel menunjukkan tekstur nasi setelah dingin. Semakin rendah konsistensi gelnya semakin lunak tekstur nasi yang dihasilkan. Menurut Santosa et al. (1988), beras dengan nilai konsistensi gel besar dari 60 mm bila ditanak cendrung bertekstur lunak. Semua beras yang didapat memiliki nilai konsistensi gel diatas 60 mm. Hal ini

berarti semua beras tersebut menghasilkan nasi bertekstur lunak.

Mutu Beras

Mutu beras giling merupakan faktor penting yang menentukan klasifikasi mutu beras. Mutu giling mencakup berbagai kriteria, yaitu rendemen beras kepala, persentase beras pecah dan derajat sosoh. Mutu beras giling dipengaruhi proses pasca panen dan varietas. Mutu beras giling dari padi lokal pasang surut asal Kecamatan Pengabuan diuji menurut SNI No 01-6128-1999. Hasil identifikasi terhadap komponen mutu beras disajikan pada Tabel 4.

Derajat sosoh biasanya dipakai untuk mengukur derajat terpisahnya aleuron beras. Derajat sosoh akan mempengaruhi mutu dan harga beras, karena derajat sosoh berhubungan dengan warna putih beras. Semakin tinggi derajat sosoh semakin putih warna beras. Derajat sosoh dari beras yang diteliti semuanya adalah 100 %. Derajat sosoh semua beras padi lokal pasang surut yang didapat telah memenuhi syarat mutu SNI.

Kadar air beras dari padi lokal pasang surut asal Kecamatan Pengabuan berkisar antara 10,8 – 11,5 % Beras dengan kadar air tertinggi adalah beras kodok yaitu 11,5 %, sedangkan yang terendah adalah beras Semut yaitu 10,8 %. Kadar air beras dipengaruhi oleh

(7)

Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains

Tabel 4. Komponen dan penggolongan mutu beras padi ladang lokal asal Kabupaten Tanjung Jabung Barat. No Varietas Derajat Sosoh (%) KA (%) Beras Kepala (%) Butir Utuh (%) Butir Patah (%) Butir Menir (%) Butir Mngapur (%) Butir Kunig (%) Mutu Beras 1 Sakban 100 11.1 83.94 81.93 14.44 1.62 0.47 0.25 IV 2 Benut 100 11.1 89.96 84.97 8.84 1.20 0.83 0.27 IV 3 Mentik 100 11.0 90.15 88.50 9.15 0.35 0.51 2.14 IV 4 Pepuyuh 100 11.2 93.95 89.41 4.56 1.49 1.83 0.06 IV 5 Selasih 100 10.9 84.20 81.92 14.73 1.07 0.40 0.20 IV 6 Semut 100 10.8 92.11 90.16 7.27 0.62 0.79 0.18 III 7 Kuatik Bancik 100 10.9 86.13 84.90 13.20 0.67 0.04 0.38 III 8 Buntut Semut 100 11.6 90.28 87.05 8.69 1.03 0.17 0.24 IV 9 Monyet 100 11.1 70.76 67.62 28.48 0.76 0.63 0.59 V 10 Asoka 100 11.4 95.92 94.98 3.50 0.58 0.40 0.17 III 11 Kodok 100 11.5 96.28 95.04 3.37 0.35 0.05 0.19 III 12 Menying 100 11.4 91.22 85.99 7.81 0.97 0.53 0.01 III

cara dan lama pengeringan gabah. Kadar air semua beras padi lokal pasang surut yang didapat telah memenuhi syarat SNI. Semua beras yang didapat memiliki kadar air dibawah 14% sehingga aman untuk disimpan.

Jumlah beras kepala padi lokal pasang surut asal Kecamatan Pengabuan berkisar antara 83,4 – 96,28%. Beras dengan jumlah persentase beras kepala terendah adalah beras Sakban, sedangkan yang tertinggi adalah beras kodok. Beras kepala adalah beras baik sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran lebih besar atau sama dengan 0,6 bagian dari panjang rata-rata butir beras. Persentase beras kepala dipengaruhi oleh varietas, lingkungan tempat tumbuh, panen dan penanganan pasca panen. Damardjati et al. (1989), menyatakan bahwa panen dengan sabit dan dirontok dengan mesin perontok menghasilkan beras kepala yang lebih rendah dibandingkan bila dipanen dengan ani-ani dan dirontok dengan cara iles. Persentase beras kepala juga dipengaruhi oleh proses penyosohan. Semakin dalam atau sempit celah friksi selama proses penyosohan, maka kemungkinan beras kepala yang dihasilkan akan semakin berkurang, tetapi derajat putih akan meningkat (Wibawo et al., 2007). Jumlah beras kepala juga dipengaruhi oleh ukuran dan bentuk gabah. Gabah yang ramping menghasilkan beras kepala lebih

rendah dibandingkan gabah berukuran pendek.

Jumlah butir utuh padi lokal pasang surut asal Kecamatan Pengabuan berkisar antara 67.62 – 95.04 %. Jumlah beras dengan persentase butir utuh terendah adalah beras Monyet, sedangkan yang tertinggi adalah beras Kodok. Butir utuh adalah butir-butir beras baik sehat maupun cacat, yang utuh atau tidak ada yang patah sama sekali. Berdasarkan persentase butir utuhnya semua beras tersebut termasuk golongan I menurut SNI, dengan persentase butir utuh minimal 60 %.

Jumlah butir patah padi lokal pasang surut asal Kecamatan Pengabuan berkisar antara 3,5 – 14.73 %. Jumlah beras dengan persentase butir patah terendah adalah beras Asoka, sedangkan yang tertinggi adalah beras Selasih. Butir Patah adalah butir beras baik sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran kurang dari 0,6 bagian, tetapi lebih lebih besar dari 0,2 bagian panjang rata-rata butir utuh. Berdasarkan persentase butir patahnya semua beras tersebut termasuk golongan II dan III menurut SNI, dengan persentase butir patah maksimal 15 %. Tidak ada yang masuk golongan mutu I (persentase butir patah 0 %).

Jumlah butir menir padi lokal pasang surut asal Kecamatan Pengabuan berkisar antara 0,35 – 1,62 %. Jumlah beras dengan persentase butir menir terendah adalah beras

(8)

Mentik, sedangkan yang tertinggi adalah beras Sakban. Butir menir adalah beras patah, baik yang sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran lebih kecil atau sama dengan 0,2 bagian panjang rata-rata butir beras utuh. Berdasarkan persentase butir menirnya semua beras tersebut termasuk golongan III dan IV menurut SNI, dengan persentase butir patah maksimal 2 %. Tidak ada yang masuk golongan mutu I dan II (persentase butir menir 0 %).

Jumlah butir mengapur padi lokal pasang surut asal Kecamatan Pengabuan berkisar antara 0,05 – 1,83 %. Jumlah beras dengan persentase butir menir terendah adalah beras Kodok, sedangkan yang tertinggi adalah beras Pepuyuh. Butir mengapur adalah butir beras berwarna putih seperti kapur dan bertekstur lunak akibat proses fisiologi yaitu karena adanya pati yang tidak berkembang secara sempurna. Hal ini menyebabkan beras lebih rapuh dan mudah hancur bila digiling, selain itu juga kurang disukai konsumen. Butir mengapur berasal dari gabah yang masih muda atau pertumbuhan yang kurang sempurna atau faktor genetik. Menurut Nugraha et al, (1982) persentase butir mengapur dipengaruhi varietas, jarak tanam, jumlah bibit per lubang dan dosis pupuk yang diberikan. Berdasarkan persentase butir mengapurnya semua beras tersebut termasuk golongan III SNI dengan persentase butir mengapur maksimal 1 %, kecuali beras Pepuyuh yang termasuk golongan IV.

Jumlah butir kuning padi lokal pasang surut asal Kecamatan Pengabuan berkisar antara 0,01 – 2,14 %. Jumlah beras dengan persentase butir mengapur terendah adalah beras Menying, sedangkan yang tertinggi adalah beras Mentik. Butir kuning adalah beras kepala, beras patah dan beras menir yang berwarna kuning, kuning kecoklatan atau kekuning-kuningan akibat proses perubahan warna yang terjadi selama perawatan. Butir rusak adalah adalah beras kepala, beras patah dan menir berwarna putih/bening, putih mengapur, kuning dan merah yang mempunyai lebih dari satu bintik yang merupakan noktah. Berdasarkan persentase butir kuning/rusak semua beras

tersebut termasuk golongan III menurut SNI dengan persentase butir mengapur maksimal 1 %, kecuali beras mentik yang termasuk golongan IV. Beras yang didapat tidak ada yang memenuhi syarat mutu I dan II SNI (butir kuning/rusak 0 %).

Mutu beras giling padi lokal pasang surut asal Kecamatan Pengabuan tidak ada yang termasuk golongan I dan II, hal ini disebabkan tingginya kadar butir menir, butir mengapur dan butir rusak dari beras yang dihasilkan. Menurut Damardjati (1989) mutu beras giling dipengaruhi oleh sifat genetik varietas, lingkungan tumbuh, kegiatan prapanen dan pasca panen.

KESIMPULAN

Dari penelitian yang dilakukan didapat 12 varietas padi lokal pasang surut asal Kecamatan Pengabuan. Beras padi lokal pasang surut yang didapat memiliki nilai derajat putih adalah 48.50 – 50.70 %, nilai kebeningan 11.71 - 2.93 %. Beras yang didapat termasuk beras berukuran sedang dan panjang dimana panjang berasnya 5,37 – 6,91 mm, lebar beras 2,03 – 2,53. Beras yang didapat umumnya berbentuk sedang hanya satu yang berbentuk lonjong. Kandungan protein beras adalah 6,03 – 8,95 %. Beras yang didapat termasuk beras dengan kandungan amilosa tinggi, memiliki suhu gelatinisasi tinggi, memiliki rasa nasi pera dan bertekstur lunak. Berdasarkan SNI terdapat 5 varietas yang termasuk mutu III, 6 varietas mutu IV dan 1 varietas mutu I.

DAFTAR PUSTAKA

Damardjati, SD. 1989. Struktur Kandungan Gizi Beras. Padi Buku 1. Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Mudjisihono, R. Buku Petunjuk Analisa Mutu Gabah dan Beras di Laboratorium. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Sukamandi.

Santosa, Chatib, C dan Halomoan, B. 2006. Penilaian sifat fisik dan mutu gabah

(9)

Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains

terhadap produksi beras di Kota Padang, Sumatera Barat.. Jurnal Teknologi Pertanian Andalas. Vol 10 No 2.

Setiono, A dan Wibowo, P. 2008. Seleksi mutu beras hubungannya dengan karakteristik beberapa galur padi inbrida dan hibrida. Seminar Nasional Padi 2008.

Setiono, A.N. Yuadina, E.Y. Purwani dan D.S. Damardjati. 1988. Preferensi kosumen dan pola sebaran mutu beras

di beberapapasar di Medan. Prosiding Hasil Penelitian Pasca Panen Pertanian. Jakarta 17 – 18 Desember 1988. Suismono, A. Setyono, S.D. Indrasari, P.

Wibowo dan I. Las. 2003. Evaluasi Mutu Beras Berbagai Varietas Padi di Indonesia. Balai Penelitian Tanaman Padi.

Wibowo, P, Indrasari, SD dan Handoko, DD. 2007. Apresiasi Hasil Penelitian Padi 2007.

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Pengaruh Identitas Terhadap Kebijakan Luar Negeri Israel Setelah melewati berbagai hal dan pada akhirnya berhasil mendirikan sebuah negara, membuat bangsa Yahudi

Penelitian menggunakan 60 ekor ayam pedaging, dua puluh ekor ayam di awal penelitian diambil darahnya untuk pengamatan titer antibodi asal induk terhadap infeksi virus

Berapapun jumlah saluran masukan yang dimiliki oleh sebuah gerbang OR, maka tetap memiliki prinsip kerja yang sama dimana kondisi keluarannya akan berlogic 1 bila salah

Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang

Pada uji Dissolved Oxygen (DO) dan uji Biological Oxygen Demand (BOD) perlakuan awal yang dilakukan ialah memasukkan sampel ke dalam botol winkler yang bertutup dengan cara

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas/smt Kelas/smt : : II II / / II N NO O S SK K K KD D TA T AT TA AP P M MU UK KA A// INDIKATOR  INDIKATOR  PENUGASAN PENUGASAN

2 Wakil Dekan Bidang I SALINAN TERKENDALI 02 3 Wakil Dekan Bidang II SALINAN TERKENDALI 03 4 Manajer Pendidikan SALINAN TERKENDALI 04 5 Manajer Riset dan Pengabdian

Pengawasan kualitas merupakan alat bagi manajemen untuk memperbaiki kualitas produk bila dipergunakan, mempertahankan kualitas produk yang sudah tinggi dan