• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSIDING SEMINAR HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN BPTP KARANGPLOSO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROSIDING SEMINAR HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN BPTP KARANGPLOSO"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PROSIDING

SEMINAR HASIL

PENELITIAN/PENGKAJIAN

BPTP KARANGPLOSO

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KARANGPLOSO

(2)

UJI APLIKASI DAN PENGEMBANGAN RAKITAN TEKNOLOGI PHT TANAMAN KOPI

(Application assessement and improvement of IPM technology package on coffea)

L. Rosmahani, D. Rachmawati, Sarwono, E.Korlina, M.Soleh dan A.Suryadi

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Karangploso

ABSTRAK

Kopi arabika merupakan salah satu kopi yang diprioritaskan untuk dikembangkan di Jawa Timur, karena memiliki harga jual lebih tinggi dari pada Robusta, dengan pangsa pasar ekspor 72 %. Produksi dan mutu kopi perkebunan rakyat masih rendah terutama karena serangan hama penyakit, yang antara lain disebabkan oleh serangan PBKo (Hypothenemus hampei), nematoda parasit, penyakit karat daun (Hemileia vastatrix) dan antaraknose (Colletotrichum coffeeae). PHT merupakan konsep dan sekaligus teknologi pengendalian hama penyakit yang dilaksanakan dengan mengelola ekosistem setempat melalui berbagai tehnik pengendalian hama secara kompatibel dan tehnik pemantauan sedemikian rupa sehingga hama tetap seimbang dengan musuh alami. Pada penelitian/pengkajian ini ingin diperoleh rakitan teknologi PHT yang efektif mengendalikan hama-penyakit kopi serta menguntungkan uasahatani kopi. Penelitian dilakukan di Desa Kemiri, Kec. Jabung Kab. Malang, pada lahan kopi arabika umur 4 tahun, milik petani. Penelitian dilakukan sejak bulan April 1999 sampai dengan bulan Maret 2000. Perlakuan yang dicoba adalah penerapan PHT 1 dan PHT 2, masing-masing perlakuan diulang 3 kali . Data kedua perlakuan ini dianalisa dengan analisa sidik ragam, untuk membedakan perlakuan dilakukan uji beda dengan uji t. Sebagai pembanding diamati perlakuan cara petani setempat. Perlakuan PHT 1 adalah penerapan komponen pengendalan hama terpadu yang meliputi: kultur teknis: penyiangan, pemberian pupuk buatan dan pupuk kandang, pemangkasan ; pengendalian hama penyakit : pemantauan serangan hama – penyakit, pemberian nematisida sintetis, petik bubuk, racutan, aplikasi jamur B. bassiana, memangkas bagian tanaman yang terserang hama-penyakit, aplikasi fungisida sintetis. Sedangan perlakuan PHT 2 adalah penerapan komponen pengendalian hama terpadu yang meliputi : kultur teknis: penyiangan, pemberian pupuk buatan dan pupuk kandang, pemangkasan ; pengendalian hama penyakit : pemantauan serangan hama – penyakit, pemberian nematisida nabati (larutan sebuk biji mimba), petik bubuk, racutan, aplikasi jamur B. bassiana, memangkas bagian tanaman yang terserang hama-penyakit, aplikasi fungisida alami (bubur bordo). Hama-penyakit yang banyak menyerang tanaman kopi pada saat penelitian adalah nematoda parasit, penyakit karat daun dan antraknose. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat serangan hama-penyakit pada perlakuan PHT 1 dengan PHT 2 tidak berbeda namun lebih rendah dibandingkan dengan cara petani. Tingkat serangan nematoda parasit pada perlakuan PHT 1: 1,0 %, PHT 2: 0,86 % dan cara petani :12,0 %. Tingkat serangan karat daun pada PHT 1: 9,47 %, PHT 2 : 6,79 % dan cara petani : 19,75 %. Tingkat serangan penyakit antaraknose pada perlakuan PHT 1 : 1,91%, PHT 2 : 1,25 % dan cara petani 5,06 %. Produksi biji kopi basah pada pelakuan PHT 1 maupun PHT 2 tidak berbeda, namun keduanya berbeda dengan cara petani, produksi pada perlakuan PHT 1 : 2,8 kg/pohon, PHT 2 : 3,7 kg/pohon dan cara petani 0,4 kg/ pohon. Pendapatan usahatani dengan menerapkan perlakuan PHT 2 (Rp.10.868.000,-/ha) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan PHT 1 (Rp. 8.154.800,-/ha). Usahatani dengan cara petani mengalami kerugian sebesar Rp.165.750,-/ha.

(3)

ABSTRACT

Arabica coffee is one of the variety which priority to develop in Jawa Timur, because of the higher price compare to Robusta variety and the export market chance was 72 %. The production and quality of coffee from farmer field was still low, it was bacause of pest and diseases attacked for example by: coffee bery borer (Hypothenemus hampei), parasite nematode, rust diseas (Hemileia vastatrix), antraknose (Colletotrichum coffeae). Intergrated Pest Management was a concept and also pest and diseases controlled technics wich done by manage the local ecosystem, with several control technic of pest and disease wich compatible and monitoring technic. Until the pest and disease equal with his natural enemis. In this asessement/research want to ajust a technologi package of IPM wich effective to coffee pest and disease also profitable by coffea farming system. This asessement/research was conducted in desa Kemiri, kecamatan Jabung, Malang in 4 year farmer coffee plantation from April 1999 until Maret 2000. The treatment were aplicate the IPM1 and IPM 2, compared the farmer treatment. Replicate 3 times. Those data was analisis by analisa sidik ragam to differ of those treatment it analisis by t test. The IPM1 component including : cultural technic : weeding; pruning; controlled of pest and disease; by monitoring of pest and disease; application of sintetic nematicide ; cleaning of coffee bery borer attacked; application of B bassiana fungy; cutting of infected pest and disease attacked; application of sintetic fungy. The IPM 2 component including: cultural technic : weeding; pruning; controlled of pest and disease; by monitoring of pest and disease; application of natural (powder of mimba seed) nematicide; cleaning of coffee bery borer attacked; application of B bassiana fungy; cutting of infected pest and disease attacked; application of natural fungi (bordeaux mixture). The dominan pest and diseases attacked in the cofffee plantation was nematode parasite, rust desease, antracnose. The result of assessement was, persentage damage of pest and disease in IPM1 treatment was not with IPM 2, but lower if compared by farmer controlled technology. The percentage damage of parasite nematode in IPM1 : 1.0 %, IPM2 : 0.86 % and farmer technology : 12.0 %. The percentage damage of rust disease in IPM1 : 9.47 %, IPM 2 : 6.79 % and farmer technology : 19.75 %. While the percentage damage of antracnose in IPM1: 1.91 %. IPM 2: 1.25 % and farmer technology : 5.06 %. The production coffee bery, in IPM1: 2.8 kg/tree, in IPM 2: 3.7 kg/ tree , and farmer technology was : 0.4 kg/tree . The benefit of coffee farming sistem which applicate the IPM 2 (Rp.10,868,000,-/ha) was higher the IPM 1 (Rp.8,154,800,-/ha). The farming sistem by farmer technology was no profit/suffer of financial lost Rp.165,750,-/ha.

Key words: IPM, coffee, arabica

PENDAHULUAN

Kopi arabika, merupakan salah satu kopi yang diprioritaskan untuk dikembangkan di Jawa Timur (Disbun Dati I Jatim, 1998), karena memiliki harga jual lebih tinggi dari pada robusta, dengan pangsa pasar ekspor 72 % (Haratana dan Danimihardja, 1990). Di Jawa Timur tahun 1996 terdapat 977.575 ha tanaman kopi, sebagian besar (88,13 % atau 861.533 ha) adalah perkebunan rakyat (Bappeda Dati I Jatim, 1998), produksi dan mutunya masih rendah terutama karena serangan hama dan penyakit (BPTP Jatim, 1998), yang antara lain disebabkan oleh serangan hama penggerek buah kopi atau PBKo (Hypothenemus hampei), nematoda (terutama oleh Pratylenchus coffeae dan Radopholus similis) dan penyakit karat daun (Hemileia vastatrix), masing-masing dapat menurunkan produksi 10 –20 %, 28 – 78 % dan 20 – 70 % (Puslit Kopi dan Kakao, 1998). Di sentra pengembangan kopi arabika di kabupaten Malang, penyakit antraknose (Colletotrichum coffeae) juga menjadi masalah dngan tingkat serangan setara dengan penyakit karat daun.

Peranan hama dan penyakit pada usahatani kopi semakin terasa bila dikaitkan dengan ekspor. Yahmadi (1988) melaporkan bahwa 75 % dari produksi kopi Jawa Timur diekspor ke beberapa negara yang harus memenuhi persyaratan antara lain bebas hama-penyakit, sehingga pengendalian hama-penyakit menjadi sangat penting. Pada setiap program perlindungan tanaman di Indonesia, PHT telah merupakan dasar kebijaksanaan pemerintah dengan dasar hukum Inpresno.3 tahun 1986 dan UU no 12 tahun 1992 (Untung, 1993). Smith (1983 dalam

(4)

Oka, 1995) menyatakanbahwa istilah hama dalam penyakit mencakup di dalamnya adalah serangga, tikus, babi hutan, jamur , bakteri, virus dan sejenisnya, nematoda serta gulma. PHT merupakan konsep dan sekaligus teknologi pengendalian hama yang dilaksanakan dengan mengelola ekosistem setempat melalui berbagai tehnik pengendalian hama secara kompatibel dan tehnik pemantauan sedemikian rupa sehingga hama tetap seimbang dengan musuh alaminya (Untung, 1996). Sitepu dkk. (1997) menyarankan dalam melaksanakan kebijakan PHT hendaknya mengutamakan keterpaduan komponen-komponen yang kompatibel dan serasi dengan lingkungan setempat.

Dari pengkajian tahun 1997/1998 dan 1998/1999 telah dihasilkan teknologi PHT yang efektif mengendalikan hama PBKo, dengan menggunakan larutan jamur B. bassiana, nematoda parasit, penyakit karat daun dan antaraknose, pestisida yang digunakan untuk mengendalikan nematoda parasit, penyakit karat daun dan antaraknose adalah perstisida sintetis, yaitu pestisida dengan bahan aktif karbofuran untuk mengendalikan nematoda dan fungisida dengan bahan aktif cuprioksida untuk mengendalikan penyakit karat daun dan antraknose ( Rosmahani, dkk., 1999). Adanya harga kopi yang berfluktuasi serta harga pestisida sintetis yang mahal serta kesadaran akan pengurangan penggunaan pestisida sintetis, dicoba digunakan pertisida nabati dan alami yang lebih murah dan ramah lingkungan untuk menekan serangan nematoda parasit, penyakit karat daun dan antraknose pada tanaman kopi arabika.

Serbuk biji mimba adalah salah satu pestisida nabati yang mengandung azadirachtin , aplikasi larutan serbuk biji mimba ini pada tanam tembakau diketahui dapat menekan populasi nematoda parasit jenis Melidogine incognita 81,7 – 94,7 %, dengan dosis 15 gram tepung daun mimba/lubang tanam ( Supriyono dan Dalmadiyo, 1977). Ekstrak dari tanaman mimba (Azadirachta indica) ini efektif sebagai penolak makan, repelen, toksikan, sterilan dan pengganggu pertumbuhan terhadap berbagai hama dan aman terhadap manusia dan hewan (Jacobson, 1989). Bubur bordo adalah salah satu fungisida alami yang merupakan campuran dari trusi dan larutan kapur tohor yang dilarutkan dalam air. Fungisida alami ini diketahui dapat menekan serangan berbagai penyakit karat dan cacar daun.

Sehubungan dengan adanya hal-hal tersebut diatas, maka pada pengkajian ini dicoba menerapkan PHT tanaman kopi dengan menggunakan larutan jamur B. Bassiana untuk menekan serangan hama PBKo selain dengan petik bubuk, lelesan, racutan, penggunaan larutan sebuk biji mimba untuk menekan serangan nematoda parasit, menggunakan larutan bubur bordo untuk menekan serangan penyakit karat daun dan antraknose. Tujuan pengkajian ini adalah untuk memperoleh rakitan teknologi PHT yang efektif mengendalikan hama-penyakit kopi serta menguntungkan usahatani kopi

BAHAN DAN METODA

Pengkajian dilaksanakan di kebun kopi, milik petani di desa Kemiri, Kec. Jabung , pada bulan April 1998 sampai dengan bulan Maret 1999, menggunakan rancangan petak berpasangan, dengan 3 kali ulangan. Perlakuan terdiri dari 2 teknologi pengendalian hama, penyakit tanaman kopi, yaitu (1) rakitan teknologi PHT 1, merupakan rakitan PHT tahun 1998/1999 dan (2) rakitan teknologi pengendalian PHT 2, yang merupakan pengembangan dari PHT 1, sebagai pembanding adalah pengendalian hama,penyakit cara petani. Tanaman kopi yang digunakan adalah jenis arabika umur 4 tahun. Tiap perlakuan terdiri dari sekitar 150 pohon kopi. Selama pengkajian pada tanaman kopi tidak dijumpai hama kutu putih (Planococcus citri), penggerek batang /cabang (Zuezera coffeae) dan penyakit jamur upas (Upasia salmonicolor), sehingga pengendalian hama, penyakit tersebut tidak dilakukan.

Tabel 1. Komponen teknologi yang diterapkan

Komponen teknologi

PHT 1 PHT 2 Cara petani Kultur teknis:

Penyiangan

Dilakukan mulai satu minggu setelah panen , sebelum saat pemupuk an dan diulang bila gul ma menutup tanah

Dilakukan mulai satu minggu setelah panen, sebelum saat pemu puk an dan diulang bila gul ma menutup tanah

Dilakukan se belum saat pemupukan

(5)

Pupuk buatan

Pupuk kandang

Pemangkasan

Diberikan 2 kali/th, se kali ½ takaran setelah panen dan se kali ½ takaran pada saat bu ah berumur 2 bulan. Takar an pupuk buatan per po hon:Urea: 200 g, SP 36: 80 g, KCl: 160 g.

Diberikan setelah pem berian pupuk buatan, dengan takaran: 10-15 kg/ pohon/th

- Pada tanaman kopi : a.Pangkasan bentuk b.Pangkasan produksi - Pada naungan, secara berkala sesuai keadaan

Diberikan 2 kali/th, se kali ½ takaran setelah panen dan se kali ½ ta karan pada saat buah berumur 2 bulan.Takar an pupuk buatan per po hon : Urea : 200 g, SP 36: 80 g, KCl: 160g.

Diberikan setelah pem berian pupuk buatan, dengan takaran : 5 – 7,5 kg /pohon, pada akhir musim hujan dan 2 kg bokasi (bahan utama pupuk kandang) /pohon pada awal musim hujan

- Pada tanaman kopi : a.Pangkasan bentuk b.Pangkasan produksi - Pada naungan , secara berkala sesuai keadaan

Diberikan se kali setelah panen.Takaran pupuk bu atan per pohon : Urea 50 g. Diberikan 2 ka li setahun dengan takar an 10–15 kg/ pohon/th Pada tanaman kopi dan pada naungan tidak dilaku kan pe mangkasan. Pengendalian hama, penyakit 1. Nematoda 2. PBKo 3. Karat daun 4. Antraknose

Keputusan pengenda lian berdasarkan peman tauan Ada serangan pada ta hun sebelumnya, dibe ri nematisida sin tetis 70 g/ pohon.Tanaman terserang parah, dibong kar lubang diberi nema tisida Ada serangan pada ta hun sebelumnya, me nyiang gulma, dilaku kan petik bubuk, racu tan dan aplikasi lar. Ja mur B. Bassiana, dosis 2,5 kg bahan padat/ ha, aplikasi dilakukan 3 kali Ada serangan, memang kas bag. tan. yang terse rang. -Dikendalikan dengan fungisida sintetis (b.a. cupri oksida), jika se rangan mencapai 15 %

Ada serangan, memang kas bag. tan yang terse rang. -Dikendalikan dengan fungisida sintetis (b.a. tembaga hidroksida), 2 minggu sekali, jika se rangan mencapai 15 %

Keputusan pengenda lian berdasarkan peman tauan Ada serangan pada ta hun sebelumnya, dibe ri sebuk biji mimba 30 g/ pohon.Tanaman ter serang parah, dibong kar, lubang diberi serbuk biji mimba Ada serangan pada ta hun sebelumnya, me nyiang gulma, dilaku kan petik bubuk, racu tan dan aplikasi lar. Ja mur B. Bassiana, dosis 2,5 kg bahan padat/ ha, aplikasi dilakukan 3 kali Ada serangan, memang kas bag. tan. yang terse rang. -Dikendalikan dengan fungisida: bubur bordo, jika serangan mencapai 15 % Ada serangan, memang kas bag. tan yang terse rang. -Dikendalikan dengan fungisida: bubur bordo, jika serangan mencapai 15 % Tidak diken dalikan Tidak diken dalikan Tidak dikendalikan Tidak dikendalikan

(6)

Data yang dikumpulkan meliputi tingkat serangan hama dan penyakit, produksi, biaya produksi dan penerimaan dari usahatani kopi:

a. Serangan hama dan penyakit: Tingkat serangan nematoda Dihitung dengan ketentuan:

P = b/a x 100 %, keterangan: P = tingkat serangan nematoda

b = jumlah tanaman terserang nematoda a = jumlah tanaman yang diamati - Tingkat serangan PBKo

Pada tanaman contoh ditentukan 4 cabang sesuai dengan arah mata angin, untuk diambil jumlah buah yang terserang PBKo dan yang sehat pada setiap 5 dompol buah/ cabang.

Tingkat serangan dihitung dengan menggunakan rumus : P = a/b x 100 %, keterangan: P = tingkat serangan a = jumlah buah terserang

b = jumlah buah yang diamati - Intensitas serangan penyakit karat daun dan antraknose

Pada setiap tanaman contoh ditentukan 4 cabang sesuai dengan arah mata angin. Sepuluh daun (maksimum) dihitung dari daun yang terdekat dengan batang utama diamati. Tingkat serangan penyakit ditentukan dengan menggunakan score sbb:

0 = tidak ada serangan

1 = infeksi sangat lemah (1/8 permukaan daun tertutup spora/bercak) 2 = infeksi lemah (1/6 permukaan daun tertutup spora/bercak) 3 = infeksi sedang (¼ permukaan daun tertutup spora/bercak) 4 = infeksi parah (½ permukaan daun tertutup spora/bercak)

5 = infeksi sangat parah (> ½ permukaan daun tertutup spora/bercak) Hasil pengamatan dihitung dengan menggunakan rumus:

%

100

)

(

x

ZxN

nxV

P

Keterangan: P = Intensitas serangan

n = Jumlah daun dari setiap kategori serangan V = Nilai numerik dari kategori serangan

Z = Nilai numerik dari kategori serangan tertinggi N = Jumlah daun yang diamati

b. Produksi

Produksi dihitung dengan menimbang berat basah biji kopi pertanaman contoh, kemudian dibandingkan antar perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN I. Tingkat serangan hama dan penyakit kopi

(7)

PBKo dan nematoda parasit, sedangkan penyakit yang dominan adalah penyakit karat daun dan antraknose.

Tabel 2. Tingkat serangan hama dan penyakit kopi Perlakua n Tingkat serangan (%) * Nemato da PBKo Karat daun Antaraknose PHT 1 1,0 a 0 a 9,47 a 1,91 a PHT 2 0,86 a 0 a 6,79 a 1,25 a Cara petani 12,0 b 1,0 a 19,75 b 5,06 b

Keterangan:*) Angka-angka sekolom yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji t, pada taraf kepercayaan 95 %

Penerapan PHT 1 maupun PHT 2, diawali dengan kegiatan kultur teknis yaitu menyiang gulma yang ada dibawah tanaman kopi, membersihkan buah kopi (berukuran > 5 mm) yang ada di tanaman maupun yang jatuh di tanah (racutan dan lelesan) yang dilanjutkan dengan petik bubuk, memangkas bagian tanaman yang tidak produktif, wiwilan, cabang terserang hama dan penyakit, memupuk tanaman dengan pupuk kandang dan pupuk buatan : ZA, SP 36, KCl diawal dan diakhir musim penghujan, memberi nematisida pada tanaman yang terserang nematoda parasit. Cara tersebut diatas disamping memutus daur hidup hama-penyakit dan menghilangkan sumber infeksi, tanaman kopi juga dirangsang untuk tumbuh optimal. Palti dan Rotem (1983) mengemukakan bahwa tindakan kultur teknis yang meminimalkan sumber infeksi, meningkatkan keberhasilan pengendalian penyakit.

Rendahnya serangan hama PBKo pada lokasi pengkajian penerapan diduga karena ekosistem pertanaman kopi tahun ini yang kurang mendukung bagi perkembangan hama tersebut, tetapi aplikasi jamur B. Bassiana selama periode pembentukan buah, menyebabkan hama PBKo (H. hampei) mati terparasit (Sulistyowati, 1998), sehingga buah kopi terbebas dari serangan hama PBKo.

Aplikasi nematisida sintetis (bahan aktif karbofuran) maupun nematisida nabati (larutan sebuk biji mimba), dapat menekan serangan nematoda. Tanaman terserang yang diaplikasi dengan larutan serbuk biji mimba, meskipun belum dapat sembuh total, namun sudah menunjukkan gejala penyembuhan (recovery) yaitu tanaman membentuk tunas-tunas baru. Hal ini mungkin karena aplikasi baru dilakukan satu kali. Kemampuan larutan serbuk biji mimba dalam menyembuhkan gejala nematoda diduga karena larutan sebuk biji mimba mengandung 4 senyawa yaitu azadirachtin, salanin, nimbin dan meliantriol yang dapat mempengaruhi perkembangan mikroorganisme (Sudarmadji, 1993). Pengendalian kimiawi menggunakan racun nematoda (nematisida sintetis) merupakan tindakan paling mudah dan cepat dalam mengendalian nematoda, namun disadari bahwa alternatif tersebut memerlukan biaya cukup mahal baik dilihat dari biaya langsung maupun pengaruhnya terhadap lingkungan (Wiryadiputra, 1998). Pada pengkajian ini penggunaan larutan sebuk biji mimba masih harus diamati lebih lama (lebih dari satu tahun) untuk dapat menghasilkan penyembuhan yang lebih mantab.

Aplikasi fungisida sintetis (bahan aktif tembaga hidroksida) maupun fungisida alami (bubur bordo) pada periode vegetatif, mengakibatkan permukaan tanaman tertutup racun jamur, sehingga jamur H.vastatrix dan C. coffeae terhalang menginfeksi daun, hal ini mengakibatkan penyakit karat daun dan antraknose terhambat perkembangannya. Penggunaan fungisida alami bubur bordo pada pengakjian ini tampak dapat menekan serangan penyakit karat daun setaraf dengan penggunaan fungisida sintetik. Pada saat pengkajian, aplikasi fungisida utamanya ditujukan untuk mengendalikan penyakit karat daun karena keadaan serangan yang melebihi ambang batas pengendalian dicapai lebih dulu oleh penyakit karat daun (lebih dulu mencapai

(8)

tingkat serangan 15 %), namun dari pengamatan serangan penyakit antraknose, ternyata keadaan serangannnya ikut menurun, sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan bubur bordo untuk mengendalikan serangan karat daun dapat sekaligus menekan serangan panyakit antraknose. 2. Produksi

Rata-rata produksi tanaman kopi arabika umur 4 tahun per pohon pada masing-masing perlakuan adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Produksi tanaman kopi arabika umur 4 tahun Perlakuan

pengendalian

Produksi biji basah

(kg/pohon) * Kenakian produksi (%) PHT 1 2,8 a 617 PHT 2 3,7 a 848 Cara petani 0,4 b -

Keterangan: *) Angka-angka sekolom yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji t, pada taraf kepercayaan 95 %

Rata-rata produksi biji basah tanaman kopi yang pengendaliannya dengan cara petani adalah 0,39 kg/pohon, atau 671–848% lebih rendah dari pada rata-rata produksi tanaman kopi yang pengendaliannya menerapkan PHT 1 maupun PHT 2 (Tabel 3). Lebih rendahnya produksi tanaman kopi yang dipelihara dengan cara petani diduga disebabkan oleh keberhasilan penerapan PHT dalam menurunkan serangan hama, penyakit dan pemenuhan kebutuhan nutrisi tanaman untuk memproduksi biji. Melalui penerapan PHT, serangan hama,penyakit terkendali, kebutuhan nutrisi tanaman terpenuhi, sehingga tanaman tumbuh optimal dan mampu berbuah sesuai potensinya.

3. Biaya produksi, penerimaan dan keuntungan usahatani

Pada pengkajian ini perhitungan pendapatan usahatani tidak memasukkan komponen biaya sewa tanah, pembelian bibit, tenaga kerja tanam bibit kopi dan naung an serta biaya usahatani sebelummya. Hal ini karena pengkajian dilaksanakan pada per tanaman kopi yang telah berumur 4 tahun, milik petani setempat.

Tabel. 4. Biaya produksi, penerimaan dan pendapatan usahatani kopi Arabika umur 4 tahun (Jabung, 1999)

Komponen usahatani Nilai ekonomi per ha

PHT 1 PHT 2 Cara

petani Biaya produksi (Rp) 4.697.200 6.115.000 1.572.000 Produksi biji kopi basah

(kg) 8.568 11.322 1.221 Harga jual (Rp) 1.500 1.500 1.250 Penerimaan (Rp) 12.852.00 0 16.983.00 0 1.526.250 Pendapatan (Rp) 8.154.800 10.878.00 0 (-) 165.750 B/C Ratio 1,74 1,78 (-) 0,10

Penerapan kombinasi komponen PHT meliputi menyiang, memupuk, memetik kopi yang terserang PBKo, aplikasi jamur B. Bassiana, aplikasi nematisida pada tanaman yang

(9)

terserang nematoda, aplikasi fungisida pada saat tanaman terserang karat daun 15 %, memangkas bagian tanaman yang sakit dan tidak produktif, ternyata masih menguntungkan dibandingkan dengan cara petani. Harga biji kopi basah pada perlakuan pengendalian cara petani lebih rendah, karena saat panen kopi petani hanya dilakukan dua kali, karena produksi per pohon tidak banyak sehingga biji yang dipanen tercampur antara yang berwarna merah dan yang hijau. Harga biji kopi yang tercampur antara yang merah dan yang hijau lebih rendah dibanding dengan harga biji kopi yang berwarna merah.

Usahatani kopi cara petani membutuhkan biaya lebih rendah karena dalam usahataninya hanya melakukan penyiangan 2 kali, tanpa pemangkasan naungan, pemupukan dengan pupuk kandang yang sama banyak dengan cara PHT dan pupuk buatan Urea 50 gr/tanaman atau di bawah dosis anjuran. Keadaan ini diduga menyebabkan tanaman kopi yang dipelihara cara petani kurang berproduksi optimal, serangan penyakit tidak ditekan, karena kopi arabika KT termasuk jenis kopi arabika yang respon terhadap pemupukan yang tinggi dan cukup rentan terhadap serangan hama dan penyakit.

Pelaksanaan PHT antara lain bertujuan menekan serangan hama dan penyakit serta meningkatkan pendapatan petani (Wiraatmadja, 1998). Penerapan PHT2 yaitu mengganti fungisida sintetis dengan fungisida alami (bubur bordo) dan nematisida nabati larutan serbuk biji mimba, dapat menekan biaya produksi, meningkatkan penerimaan maupun pendapatan usahatani kopi dibandingkan dengan penerapan PHT 1. Menurut Suhardjan (1998), PHT memadukan berbagai metode pengelolaan tanaman budidaya dalam perpaduan yang paling efektif untuk mencapai stabilitas produksi, dengan kerugian seminimal mungkin bagi manusia dan lingkungan. (Tabel 4), dapat menekan biaya produksi, meningkatkan penerimaan maupun pendapatan usahatani kopi dibandingkan dengan penerapan PHT 1. Dengan demikian dari pengkajian ini diketahui bahwa rakitan teknologi PHT yang efektif mengendalikan hama penyakit kopi arabika di Kab.Malang adalah: menyiang, memupuk, memangkas naungan, memangkas bagian tanaman yang tidak produktif, memetik biji kopi yang terserang PBKo, aplikasi jamur B. bassiana, 3 kali selama periode pembentukan buah, pengendalian penyakit karat daun dan anrtraknose dengan pemangkasan bagian tanaman yang terserang, aplikasi fungisida alami bubur bordo jika serangan penyakit mencapai 15 % dan mengendalikan nematoda dengan nematisida nabati, larutan serbuk biji mimba.

KESIMPULAN

1. Penerapan PHT meliputi kultur teknis: menyiang, memupuk, memangkas naungan dan bagian tanaman yang tidak produktif, memetik biji kopi yang terserang PBKo, aplikasi jamur B. bassiana 3 kali selama periode pembentukan buah, pengendalian penyakit karat daun dan anrtraknose dengan pemangkasan bagian tanaman yang terserang, aplikasi fungisida alami bubur bordo jika serangan penyakit mencapai 15 % dan mengendalikan nematoda dengan nematisida nabati, larutan serbuk biji mimba, efektif mengendaliakn hama PBKo, nematoda parasit, penyakit karat daun dan antraknose.

2. Tanaman kopi arabika yang dipelihara dengan menerapkan PHT2 berproduksi 11.322 kg biji kopi basah/ha atau 848 % lebih tinggi dari pada tanaman kopi yang dipelihara dengan cara petanidan memberi keuntungan Rp. 10.868.000,-/ha.

(10)

SARAN

Penggunaan serbuk biji mimba untuk menekan serangan nematoda parasit perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut untuk mendapatkan hasil yang lebih mantab.

Harga biji kopi basah saat pengkajian lebih rendah dari tahun sebelumnya yaitu Rp. 1.250,- - Rp. 1.500,-/kg. Sehingga penggunaan sarana produksi yang membutuhkan biaya rendah namun efektif dapat segera diperkenalkan kepada petani kopi, misalnya penggunaan fungisida alami bubur bordo untuk menekan serangan penyakit karat daun dan antraknose pada tanaman kopi.

DAFTAR PUSTAKA

Bappeda Dati I Jatim. 1998. Program pembangunan perkebunan Jawa Timur. Workshop Pengendalian Hama Terpadu pada Komoditas Kopi, 24 Pebruari 1998 di Surabaya. Bagpro PHT-PR/IPM-SECP Jatim. 1-6.

BPTP Jatim. 1998. Program BPTP Jawa Timur yang mendukung pelaksanaan proyek PHT-PR/IPM-SECP Jawa Timur. Workshop Pengendalian Hama Terpadu pada Komoditas Kopi, 24 Pebruari 1998 di Surabaya. Bagpro PHT-PR/IPM-SECP Jatim. 1 – 3. Disbun Dati I Jatim, 1998. Program pengembangan kopi rakyat di Jawa Timur, Workshop

Pengendalian Hama Terpadu pada Komoditas Kopi, 24 Pebruari 1998 di Surabaya. Bagpro PHT-PR/IPM-SECP Jatim. 1– 8.

Hartana, I dan S. Danimihardja. 1990. Program penelitian komoditas kopi di Indonesia Simposium Kopi, 20 – 21 Nopember 1990 di Surabaya. 230 – 233.

Oka, I.N. 1995. Pengendalian hama terpadu dan implementasinya di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 136-140.

Jacobson, M. 1989. Botanical pesticides: Past, Present and Future. In Pesticides of Plant Origin. ACS. Symposium Series. 387. Eds. J.T. Arnason, B.J.R. Philogene and P. Morand. 1-10.

Palti, J. dan J. Rotem. 1983. Cultural practices for the control of crop diseases. In. Johnston and Booth (Ed); Plant Pathologist Pocketbook. Second Edition. Commonwealth Mycological Institute, London. 183-190.

Puslit Kopi dan Kakao, 1998. Program penelitian PHT tanman kopi. Workshop Pengendalian Hama Terpadu pada Komoditas Kopi, 24 Pebruari 1998 di Surabaya. Bagpro PHT-PR/IPM-SECP Jatim. 1-9.

Rosmahani, L., M. Cholil M, D. Rachmawati, Handoko, E. Korlina, Sarwono, Sri Sukamto, M. Soleh dan A. Suryadi. 1999. Laporan Hasil Penelitian : Uji apliksi kombinasi komponen PHT hama penggerek buah kopi (PBKo) dan penyakit karat daun kopi. Badan Litbang Pertanian. BPTP Karangploso, Malang. 13 hal.

Sitepu, D., A. Kardinan dan A. Asman. 1997. Hasil penelitian dan peluang penggunaan pestisida nabati. Seminar Evaluasi dan Pemantapan Program PHT Tanaman erkebunan. Puslitbang Tanaman Industri, Bogor 23-24 April 1997. 1-2.

Soehardjan, M. 1998. Penelitian PHT pada Tanaman Perkebunan. Kumpulan Materi Pelatihan Pengelolaan Organisme Pengganggu Tanaman Kopi. Juni 1998 di Puslit Kopi dan Kakao Jember . 1-3.

Sudarmadji, D. 1993. Prospek dan kendala dalam pemanfaatan mimba sebagai insektisida nabati. (Eds) D. Sitepu, P. Wahid, M. Soehardjan, S. Rusli, Ellyda A.W., Ika M., D. Soetopo. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dalam Rangka pemanfaatan Pestisida Nabati, Bogor, 1-2 Desember 1994. 222-228

Sulistyowati, E. 1998. Pengelolaan hama utama tanaman kopi. Materi Pelatihan Pengelolaan Organisme Pengganggu Tanaman kopi, 8-13 Juni 1998. Puslit Koka Jember. 1-3. Supriyono dan G. Dalmadiyo. 1977. Pengaruh waktu pemberian daun mimba (Azadirachta

(11)

indica)terhadap populasi nematoda puru akar (Meloidogine incognita). Prosiding

Kongres Nasional XIV. Seminar Ilmiah PFI, Palembang 27-29 Oktober 1997. 178-180.

Untung, K. 1993. Konsep pengendalian hama terpadu. Andi Ofset, Yogyakarta. 69-70. ________. 1996. Pengembangan sistem pertanian berkelanjutan berwawasan lingkungan.

Seminar Nasional Berwawasan Lingkungan, 29 Juli 1996, USI Pematangsiantar. 1-13 Wiraatmadja, R. 1998. Pelembagaan dan peasyarakatan pengendalian hama terpadu tanamana pangan dan hortikultura. Kumpulan Materi Pelatihan Pengelolaan Organisme Pengganggu Tanaman Kopi, Juni 1998 di Puslit Kopi dan Kakao Jember. 2-5. Yahmadi, M. 1998. Peluang dan tantangan pemasaran kopi Jawa Timur. Workshop

Pengendalian Hama Terpadu pada Komoditas Kopi, 24 Pebruari 1998 di Surabaya. Bagpro PHT-PR/IPM-SECP Jatim. 1-8.

(12)

Gambar

Tabel 1. Komponen teknologi yang diterapkan  Komponen
Tabel 2. Tingkat serangan hama dan penyakit kopi  Perlakua n  Tingkat serangan (%)       * Nemato da  PBKo  Karat daun  Antaraknose  PHT 1      1,0      a       0     a     9,47    a     1,91  a  PHT 2      0,86    a       0     a     6,79    a     1,25  a

Referensi

Dokumen terkait

Penolakan untuk berubah, dari lembaga sekolah dan guru merupakan hal yang masih wajar mengingat kompetensi berbasis komputer masih rendah melek teknologi, dengan

Seorang wanita cenderung akan mempunyai resiko yang semakin lebih besar ketika melahirkan, bahkan tidak jarang menimbulkan kematian pada ibu atau bayi yang

Pada fungsi ini, sistem akan menghasilkan rekomendasi koleksi-koleksi wallpaper yang belum pernah diunduh oleh pengguna, berdasarkan koleksi-koleski wallpaper yang telah

Dengan menggunakan analogi terhadap pembahasan tentang metode Euler dan metode Leap-Frog pada bab yang lalu, maka kita dapat menyimpulkan bahwa ketelitian untuk metode ini

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Untuk mengetahui seberapa besar minat berwirausaha siswa SMK Negeri 1 Adiwerna, (2)

Dengan model rancangan arsitektur enterprise yang digunakan dalam makalah ini sepenuhnya mengadopsi pada penerapan TOGAF ADM sebagai salah satu metode yang bisa digunakan

Sedangkan yang menjadi isu permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1).Apakah yang menjadi faktor penyebab kekerasan dalam Rumah Tangga yang Dilakukan oleh suami

Cash flow (aliran kas) merupakan sejumlah uang kas yang keluar dan yang masuk sebagai akibat dari aktivitas perusahaan dengan kata lain adalah aliran kas yang terdiri