• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODOLOGI PENELITIAN. model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menguji perbedaan keefektifitasan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) dengan model pembelajaran individual berbasis CLT (Cognitive Load Theory) untuk siswa SMP ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika. Penelitian ini menggunakan beberapa variabel yang dikontrol sedemikian rupa untuk mendeskripsikan tentang kemampuan pemecahan masalah. Fokus pada penelitian ini juga pada hubungan antar variabel dalam membuat keputusan yang melibatkan kelompok-kelompok yang dipilih secara acak. Hal-hal tersebut sangat berkaitan erat dengan metode penelitian eksperimen. Oleh karena itu, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen tepatnya penelitian eksperimen semu atau quasi experiment (Sugiyono, 2012: 109).

B. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di kelas VIII C dan VIII D SMP N 1 Ngemplak, Sleman, Yogyakarta. Penelitian ini berlangsung pada tanggal 4 Mei 2016 sampai dengan 26 Mei 2016.

C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Jenis populasi pada penelitian ini adalah populasi sampling. Menurut Nazir (2005: 271), populasi ini adalah jenis populasi yang

(2)

banyak anggotanya tidak diketahui secara pasti atau tidak terbatas. Namun populasi ini ditentukan dari kemampuan subjek yang masuk populasi. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP yang belum mempelajari materi geometri garis singgung lingkaran.

2. Sampel Penelitian

Penelitian ini menggunakan teknik convenience sampling. Pada pada jenis pengambilan sampel ini, peneliti memilih partisipan tertentu karena mereka bersedia (Creswell, 2012: 145-146). Partisipan yang menjadi sampel pun belum mempelajari materi melukis garis singgung sehingga mewakili populasi. Selain itu, peneliti memiliki izin dan persetujuan dari pihak sekolah. Teknik ini pun merupakan teknik yang paling mudah serta membutuhkan waktu yang sedikit.

Kelas yang menjadi sampel penelitian adalah kelas VIIIC dan VIII D SMP N 1 Ngemplak. Sampel yang diambil untuk penelitian ini adalah 55 orang siswa.

Kedua kelas tersebut diberikan perlakuan berbeda. Kelas VIII C diberi perlakuan berupa model pembelajaran individual berbasis Cognitive Load Theory (CLT). Kelas VIII D diberikan perlakuan pembelajaran kooperatif model Student Team Achievement Division (STAD) dengan menggunakan pendekatan Problem Based Learning (PBL).

(3)

D. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas

a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran yang terdiri dua bagian, yaitu:

1) model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) dengan pendekatan Problem Based Learning (PBL)

2) model pembelajaran individual berbasis Cognitive Load Theory (CLT).

b. Variabel bebas lain yang digunakan sebagai tinjauan untuk menganalisis kemampuan pemecahan siswa adalah materi. Materi pada penelitian ini adalah materi garis singgung lingkaran. Materi ini merupakan salah satu materi yang tergolong kompleks dan membutuhkan berbagai kombinasi serta aturan yang diterapkan sesuai dengan kegiatan pemecahan masalah. Siswa harus mengaplikasikan hubungan-hubungan antar objek geometri serta sifat dan pengertian-pengertiannya.

Ada tiga bagian materi dalam penelitian ini, yakni:

1) melukis garis singgung yang ditarik dari titik di luar sebuah lingkaran

2) melukis garis singgung persekutuan dalam dua buah lingkaran

(4)

3) melukis garis singgung persekutuan luar dua buah lingkaran. Ketiga materi tersebut dipelajari oleh kedua kelas eksperimen dengan alokasi waktu pembelajaran dan tingkat kesulitan yang sama.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa SMP. Dalam hal ini, kemampuan pemecahan masalah yang akan dianalisis ada dua, yakni sebagai berikut.

1) Kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah

Kemampuan ini diukur dengan menggunakan soal retention test. Tipe soal yang digunakan merupakan soal yang mengukur kemampuan siswa dalam mengingat, memahami, serta mengaplikasikan konsep materi yang mereka pelajari saat proses pembelajaran. Level kesulitan yang diterapkan pada soal ini sama dengan level kesulitan soal yang ada pada masing-masing LKS. 2) Kemampuan pemecahan masalah tingkat tinggi

Kemampuan ini diukur dengan menggunakan soal transfer test. Tipe soal yang digunakan merupakan soal yang mengukur kemampuan analisis dan kreatifitas siswa dalam melukis garis singgung lingkaran. Level kesulitan yang diterapkan pada soal ini

(5)

pada masing-masing LKS. Dalam tes ini, siswa sangat mungkin menyelesaikan masalah melukis garis singgung dengan cara yang berbeda dari urutan langkah pada aplikasi, namun tetap pada koridor konsep dan indikator yang sama.

3. Variabel Kontrol

Variabel kontrol berfungsi untuk mengeliminasi adanya kemungkinan atau faktor yang mempengaruhi hasil eksperimen (Field, 2005: 117). Variabel ini bukan variabel inti yang menjadi perhatian dalam menjelaskan hasil. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah

a. Alokasi waktu per materi yang dibuat sama pada masing-masing kelas eksperimen

b. Soal tes yang sama c. Pengajar yang sama. E. Definisi Operasional Variabel

Agar meminimalisir perbedaan pandangan, maka peneliti memberikan batasan definisi operasional pada variabel-variabel yang akan diteliti. Beberapa diantaranya akan dijelaskan melalui rancangan RPP dan LKS secara spesifik, misal dalam hal model pembelajaran.

1. Keefektifan Pembelajaran Matematika

Keefektifan pembelajaran matematika adalah tingkat pencapaian tujuan pembelajaran sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Dalam

(6)

penelitian ini, keefektifan model pmebelajaran ditinjau dari seberapa tinggi hasil tes kemampuan pemecahan masalah.

2. Pretest dan Pembahasan

Peneliti perlu mengetahui apakah prior-knowledge kedua kelas eksperimen sama atau tidak sebelum eksperimen dimulai. Hal ini dilakukan dengan menggunakan pretest. Soal pretest berkaitan dengan cara melukis sebuah busur lingkaran, melukis sumbu dan lain-lain seperti yang telah dipaparkan pada Bab II.

Melalui pretest tersebut akan diketahui pemahaman siswa tentang prior-knowledge yang diperlukan dalam materi pembelajaran. Soal pretest tersebut dibahas secara bersama-sama di masing-masing kelas eksperimen agar siswa memiliki prior-knowledge yang baik. Perlu diketahui bahwa kegiatan pretest dan pembahasannya merupakan kegiatan non-eksperimental. Karena fungsinya hanya untuk mengetahui tingkat pemahaman prior-knowledge yang diperlukan untuk materi pembelajaran melukis garis singgung lingkaran.

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Pendekatan PBL

Dalam penelitian ini, model pembelajaran STAD diterapkan pada kelas VIII D dari pertemuan pertama hingga terakhir. Susunan pembelajaran yang dilakukan berdasarkan RPP adalah sebagai berikut.

a. Pada tahapan awal pembelajaran, diadakan apersepsi yang berupa penyampaian tujuan, motivasi, dan juga pertanyaan sederhana

(7)

seperti, “apakah kalian mengetahui apa itu garis singgung lingkaran?”, dan lain sebagainya.

b. Penyajian Materi

Informasi di sini berbentuk rangkuman yang hanya meliputi pengertian dan sifat-sifat garis singgung saja. Informasi ini berfungsi sebagai bekal atau pengetahuan awal bagi siswa untuk mengetahui cara melukis garis singgung. Bagian pembelajaran ini dilakukan sebelum pembentukan kelompok dimulai dengan alokasi waktu 4 menit.

c. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok

Siswa pada kelas ini dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang siswa. Pembagian siswa didasarkan pada nilai kemampuan matematika yang didapatkan dari guru mata pelajaran yang bersangkutan. Setiap kelompok adalah homogen, sedangkan tiap anggota per kelompok adalah heterogen. Artinya setiap kelompok memiliki satu atau dua orang yang memiliki kemampuan matematika cukup tinggi, sedangkan anggota lainnya memiliki kemampuan sedang hingga rendah. d. Kegiatan pengerjaan LKS secara berkelompok

Setelah setiap kelompok menempatkan dirinya masing-masing, LKS lalu dibagikan kepada setiap kelompok. LKS yang dipelajari berbasis PBL. Langkah-langkahnya menurut John Dewey adalah sebagai berikut.

(8)

1) Merumuskan masalah

Siswa diberikan sebuah permasalahan yang berbeda pada setiap pertemuan. Pada pertemuan pertama, siswa diberikan sebuah permasalahan tentang materi satu, yaitu melukis garis singgung yang ditarik dari titik di luar sebuah lingkaran. Saat pertemuan kedua, permasalahan yang dimunculkan adalah melukis garis singgung persekutuan dalam dua buah lingkaran. Materi pada pertemuan terakhir menghadirkan permasalahan tentang melukis garis singgung persekutuan luar dua buah lingkaran.

2) Menganalisis masalah

Siswa mengingat kembali hubungan antara sifat-sifat dan pengertian garis singgung dengan masalah setelah memahami permasalahan yang ada pada LKS. Siswa harus mengingat sifat-sifat dan pengertian garis singgung yang ditarik dari titik di luar sebuah lingkaran agar dapat menyelesaikan LKS materi pertama. Begitu juga dengan materi kedua dan ketiga. Siswa harus mengingat sifat-sifat serta pengertian garis singgung persekutuan dalam dan luar dua buah lingkaran. 3) Merumuskan hipotesis

Siswa lalu menduga dan mencoba menyusun rencana penyelesaian. Hal ini dapat berupa sketsa sementara atau

(9)

Pada materi satu, siswa dapat membuat sketsa sementara garis singgung yang ditarik dari satu titik di luar sebuah lingkaran. Siswa pun dapat menambahkan keterangan berupa sifat-sifat atau objek-objek geometri yang terdapat pada sketsa. Begitu juga pada materi kedua, yaitu garis singgung persekutuan dalam dua buah lingkaran dan materi ketiga, garis singgung persekutuan luar dua buah lingkaran.

4) Mengumpulkan data

Siswa lalu memperhatikan kembali objek geometri apa saja yang seharusnya ada ketika dihubungkan dengan sifat atau pengertian garis singgung lingkaran. Misal, pada materi pertama, siswa harus memperhatikan titik di luar sebuah lingkaran dan garis yang menyinggung keduanya. Pada materi kedua dan ketiga, siswa harus memperhatikan hubungan antara garis singgung dan garis sentral yang menghubungkan kedua lingkaran. Setelah itu siswa menyesuaikan hubungan tersebut dengan masing-masing pengertian garis singgungnya.

5) Pengujian hipotesis

Setelah memeriksa perencanaan penyelesaian masalah, siswa lalu menguji hipotesis tersebut dengan melukis garis singgung lingkaran. Perencanaan tersebut dilakukan berdasarkan cara mereka masing-masing sesuai dengan sifat

(10)

dan juga pengertiannya. Pada materi pertama siswa menguji perencanaan yang mereka susun menjadi sebuah garis singgung yang ditarik dari titik di luar sebuah lingkaran. Materi kedua siswa melukis garis singgung persekutuan dalam dua buah lingkaran. Kegiatan melukis ini didasarkan pada langkah-langkah PBL sebelumnya. Hal serupa juga dilakukan pada pertemuan ketiga, materi garis singgung persekutuan luar dua buah lingkaran.

6) Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah

Diakhir pembelajaran siswa menyimpulkan tentang hubungan sifat-sifat garis singgung dan pengertiannya serta lukisan yang siswa buat. Kesimpulan ini dibuat sesuai dengan materi pembelajaran yang telah siswa dapatkan pada masing-masing pertemuan.

Pada pertemuan pertama, siswa menyimpulkan tentang hal-hal yang telah mereka pelajari tentang melukis garis singgung yang ditarik dari titik di luar sebuah lingkaran. Pertemuan kedua siswa menyimpulkan perbedaan dari materi melukis pertama dengan materi melukis kedua. Pertemuan ketiga siswa menyimpulkan apa perbedaan melukis garis singgung persekutuan dalam dua buah lingkaran dengan garis singgung persekutuan luar dua buah lingkaran.

(11)

Pada kegiatan mengerjakan LKS ini, guru tidak memberikan petunjuk apapun selain teknis pengerjaan LKS. Apabila terdapat pertanyaan dari siswa mengenai konten materi, maka siswa tersebut harus membaca lagi petunjuk yang tertera pada gambar tersebut. e. Presentasi

Setelah siswa mengerjakan LKS, guru memilih satu siswa secara acak untuk presentasi berdasarkan daftar nama pada presesnsi kelas. Nama yang dipanggil tersebut akan mewakili kelompoknya dalam presentasi.

f. Kuis

Setelah presentasi selesai, siswa kembali ke tempat duduk semula dan diberikan kuis. Kuis yang dilaksanakan pada penelitian ini ada dua, yakni: 1) tes kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah; 2) tes kemampuan pemecahan masalah tingkat tinggi.

Kedua tes ini masing-masing berisi 1-2 masalah melukis garis singgung lingkaran. Siswa mengerjakan kuis secara individu. Kuis ini akan dilaksanakan setiap akhir pertemuan. Berdasarkan akumulasi nilai individu tes ini, akan diumumkan kelompok terbaik setiap pertemuan.

g. Penghargaan

Penghargaan diberikan kepada kelompok terbaik. Kelompok terbaik ditentukan berdasarkan nilai kuis atau tes individu lalu di akumulasikan dengan nilai-nilai anggota kelompok lainnya. Nilai

(12)

akumulasi kelompok yang paling besar akan mejadi indikator kelompok terbaik. Penghargaan idealnya diberikan setiap akhir pertemuan, karena kuis diadakan pada tiap pertemuan juga. Namun, mempertimbangkan alokasi waktu yang sempit, maka penghargaan diberikan satu hari setelah penelitian selesai.

h. Penutup

Pada tahap ini siswa diberikan kesempatan untuk menyimpulkan apa yang mereka pelajari pada pertemuan itu. Siswa tidak diberikan pekerjaan rumah.

Tahapan-tahapan ini berlaku untuk setiap pertemuan pada saat eksperimen berlangsung yang membedakan hanya pada materi yang dipelajari.

3. Model Pembelajaran Individual Berbasis Cognitive Load theory (CLT) Model pembelajaran individual yang diterapkan dalam penelitian ini menggunakan pembelajaran langsung pada kelas VIII C. Pembelajaran langsung yang diterapkan merupakan pembelajaran langsung yang positif atau berpusat pada siswa.

Secara garis besar, pelaksanaan RPP untuk model pembelajaran ini adalah sebagai berikut.

a. Apersepsi

Pada tahapan awal pembelajaran, diadakan apersepsi yang berupa penyampaian tujuan, motivasi, dan juga pertanyaan sederhana seperti,

(13)

“apakah kalian mengetahui apa itu garis singgung lingkaran?”, dan lain sebagainya.

b. Penyajian Materi

Tahap ini menggunakan rangkuman untuk mengenalkan pengertian dan sifat garis singgung lingkaran sedangkan cara melukis dipelajari saat mengerjakan LKS secara individual. Rangkuman ini diberikan sebelum kegiatan mengerjakan LKS. Waktu yang diberikan, yakni 4 menit.

c. Pengembangan

Tahap ini termasuk dalam kegiatan pengerjaan LKS. Karena pada tahapan ini siswa dilatih untuk mengembangkan kemampuan melukis garis singgung. LKS yang digunakan pada model pembelajaran individual ini berbasis CLT. Langkah-langkah LKS ada 3, namun yang relevan dengan tahapan ini adalah worked example. Pada langkah ini siswa diberikan petunjuk melukis garis singgung lingkaran secara lengkap. Mulai dari materi pertama samapi materi ketiga. Materi pertama, siswa dijelaskan secara eksplisit langkah-langkah melukis garis singgung yang ditarik dari titik di luar sebuah lingkaran. Siswa mengikuti langkah-langkah tersebut dan berlatih melukis. Setelah selesai mengerjakan worked example, siswa diberikan kunci jawaban oleh guru untuk memeriksa hasil lukisan mereka.

(14)

Hal yang sama dilakukan saat materi kedua dan ketiga. Namun ada beberapa perbedaan langkah melukis, karena garis singgung yang dibuat berbeda tipe.

d. Latihan Terbimbing

Tahap ini juga termasuk dalam pengerjaan LKS. Latihan terbimbing yang dimaksudkan di sini adalah latihan yang memiliki bimbingan langkah walaupun tidak semua langkah tercantum pada petunjuk dalam LKS. Hal ini bertujuan agar siswa berlatih lebih baik. Langkah-langkah CLT yang relevan dengan tahap ini adalah completion problem.

Pada tahapan ini, walaupun contoh penyelesaian soal memiliki level yang sama, namun siswa tidak diperbolehkan melihat petunjuk, penyelesaian, pada tahap sebelumnya, yakni worked example. Pada langkah ini, penyelesaian yang disediakan tidak lengkap sehingga siswa dapat melengkapi bagian yang kosong sebagai bentuk latihan.

Siswa diberikan completion problem pada aktivitas II di LKS di setiap materi pembelajaran. Setelah selesai, siswa diberikan kunci jawaban oleh guru sebagai acuan untuk mengoreksi, apakah lukisan mereka benar atau tidak.

e. Latihan Mandiri

Tahap selanjutnya yaitu latihan mandiri. Latihan yang dimaksud di sini adalah proses di mana siswa berlatih menyelesaikan permasalahan melukis garis singgung lingkaran tanpa adanya petunjuk sama sekali.

(15)

Langkah CLT yang relevan dengan tahapan ini adalah problem solving. Pada langkah ini siswa benar-benar menyelesaiakan soal secara mandiri dan tidak melihat contoh penyelesaian pada tahap-tahap sebelumnya. Hal ini berlaku dari materi pertama hingga materi ketiga. Setelah selesai, siswa diberikan kunci jawaban oleh guru sebagai acuan untuk mengoreksi, apakah lukisan mereka benar atau tidak.

f. Kesimpulan

Sebenarnya tahapan ini dilaksanakan sebelum latihan mandiri dan setelah latihan terbimbing diadakan. Namun, karena basis yang digunakan di sini adalah CLT dan kesimpulan disertakan pada akhir pengerjakan LKS, maka simpulan yang ada pada tahapan pembelajaran diaplikasikan setelah siswa mengerjakan ketiga langkah pada LKS, yakni 1) worked example; 2) completion problem; dan 3) problem solving.

Pada materi pertama siswa diharapkan dapat memahami cara melukis garis singgung yang ditarik dari titik di luar sebuah lingkaran. Untuk materi kedua siswa diharapkan dapat memahami perbedaan materi satu dengan materi kedua. Begitu juga pada materi ketiga, dimana siswa memahami perbedaan antara garis singgung persekutuan dalam dan luar dua buah lingkaran serta cara melukisnya.

(16)

g. Evaluasi

Setelah proses pengerjaan LKS secara individu selesai siswa lalu mengerjakan tes. Ada dua tes, yakni: 1) tes kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah; 2) tes kemampuan pemecahan masalah tingkat tinggi. Kedua tes ini berisi 1-2 masalah melukis garis singgung lingkaran. Siswa mengerjakan kuis atau tes ini secara individu. Kuis ini akan dilaksanakan setiap akhir pertemuan. Tidak ada penghargaan yang diberikan seperti pada model pembelajaran STAD.

h. Penutup

Siswa diberikan kesempatan untuk menyimpulkan apa yang mereka pelajari pada pertemuan itu. Siswa tidak diberikan pekerjaan rumah.

Guru hanya memberikan petunjuk mengenai sistematika teknis dalam pengerjaan LKS sedangkan pertanyaan yang berhubungan dengan isi LKS, siswa harus mengerjakannya sendiri. Tahapan-tahapan ini berlaku untuk setiap pertemuan pada saat eksperimen berlangsung yang membedakan hanya pada materi yang dipelajari.

4. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan untuk menggunakan pengetahuan dan informasi yang telah dipelajari untuk menyelesaikan masalah. Kemampuan pemecahan masalah yang diukur

(17)

dalam penelitian ini ada dua, yakni kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah dan tingkat tinggi.

Seperti yang sudah dijelaskan pada Bab II bahwa kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah diukur berdasarkan 3 tingkatan awal Taksonomi Bloom versi revisi. Tingkatan tersebut adalah: (1) mengingat; (2) memahami; dan (3) mengaplikasikan. Kemampuan pemecahan masalah tingkat tinggi diukur berdasarkan 3 tingkatan akhir setelahnya. Ketiga tingkatan tersebut, antara lain: (4) menganalisis; (5) mengevaluasi; dan (6) membuat.

Indikator pemecahan masalah yang diacu dalam penelitian ini merupakan indikator secara khusus yang merujuk pada sifat-sifat garis singgung lingkaran.

F. Desain Penelitian 1. Prosedur Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu, dengan menggunakan desain Posttest-Only Group Design. Prosedur dalam penelitian adalah sebagai berikut.

a. Adanya kegiatan pretest dan pembahasannya untuk mengetahui pemahaman siswa tentang prior-knowledge dalam hal melukis garis singgung lingkaran, seperti melukis sebuah busur lingkaran, melukis dua garis yang saling sejajar, dan melukis dua garis yang saling tegak lurus. Kegiatan ini dilaksanakan di kedua kelas eksperimen. Namun, kegiatan bukan merupakan bagian dari eksperimen. Nilai dari pretest

(18)

tidak digunakan sebagai data karena pertimbangan pelaksanaan kegiatan yang singkat sehingga tidak menggambarkan kemampuan matematika secara keseluruhan.

b. Peneliti mengumpulkan data rerata nilai siswa sebelum eksperimen dari guru mata pelajaran matematika. Fungsinya adalah sebagai berikut.

1) Pembagian kelompok pada kelas VIII D dengan model pembelajaran STAD

2) Menguji homogenitas antara kedua kelas. Walaupun sampel diambil secara acak dan telah diasumsikan bahwa variansi dari masing-masing kelas adalah homogen, namun tetap dilakukan uji secara statistik untuk menjamin homogenitasnya.

c. Melakukan pembelajaran sesuai langkah pada masing-masing model pembelajaran yang diterapkan pada kelas VIII C dan VIII D. Banyaknya pertemuan adalah tiga kali sesuai dengan banyaknya materi yang dibahas.

d. Siswa mengerjakan tes pada tiap pertemuan setelah melakukan pembelajaran. Tes tersebut terdiri dari dua bagian, yakni sebagai berikut.

1) Tes kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah

Tes ini yang berfungsi untuk mengukur pemecahan masalah yang tingkat kesulitannya seperti pada LKS atau tingkat rendah

(19)

2) Tes kemampuan pemecahan masalah tingkat tinggi

Tes ini berfungsi untuk mengukur pemecahan masalah yang tingkat kesulitannya lebih dari LKS dan lebih aplikatif atau tingkat tinggi.

2. Desain Eksperimen

Desain eksperimen untuk menggambarkan penelitian yang dilakukan dijabarkan pada Tabel 3.1.

Keterangan:

A : Pembelajaran matematika yang menggunakan model kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) dengan pendekatan Problem Based Learning (PBL)

B : Pembelajaran matematika yang menggunakan model pembelajaran individual berbasis Cognitive Load Theory (CLT)

1 : Materi pembelajaran pada pertemuan pertama, yakni melukis garis singgung yang ditarik dari titik di luar sebuah lingkaran. 2 : Materi pembelajaran pada pertemuan dua, yakni melukis

garis singgung persekutuan dalam dua buah lingkaran.

3 : Materi pembelajaran pada pertemuan tiga, yakni melukis garis singgung persekutuan luar dua buah lingkaran.

Kelompok Perlakuan Posttest Perlakuan Posttest Perlakuan Posttest

A A A

B B B

(20)

: Kelas yang diberi perlakuan dengan model STAD dengan pendekatan PBL

: Kelas yang diberi perlakuan model pembelajaran individual berbasis CLT

: Tes kemampuan pemecahan masalah yang terdiri dari tes kemampuan pemecahan tingkat rendah dan tinggi pada pertemuan pertama pada kelas A

: Tes kemampuan pemecahan masalah yang terdiri dari tes kemampuan pemecahan tingkat rendah dan tinggi pada pertemuan pertama pada kelas B

: Tes kemampuan pemecahan masalah yang terdiri dari tes kemampuan pemecahan tingkat rendah dan tinggi pada pertemuan kedua pada kelas A

: Tes kemampuan pemecahan masalah yang terdiri dari tes kemampuan pemecahan tingkat rendah dan tinggi pada pertemuan kedua pada kelas B

: Tes kemampuan pemecahan masalah yang terdiri dari tes kemampuan pemecahan tingkat rendah dan tinggi pada pertemuan ketiga pada kelas A

: Tes kemampuan pemecahan masalah yang terdiri dari tes kemampuan pemecahan tingkat rendah dan tinggi pada pertemuan ketiga pada kelas B.

(21)

G. Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Penelitian ini menggunakan dua RPP Eksperimen, yakni RPP eksperimen untuk kelas yang menggunakan model pembelajaran STAD dan RPP eksperimen untuk kelas yang menggunakan model pembelajaran individual berbasis CLT. Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2.

2. Lembar Kerja Siswa (LKS)

LKS merupakan media pembelajaran yang digunakan untuk memfasilitasi siswa dalam berkegiatan pada pembelajaran matematika. LKS digunakan agar siswa dapat memecahkan masalah pada materi garis singgung lingkaran. LKS yang digunakan pada masing-masing kelas eksperimen berbeda. LKS untuk kelas dengan model pembelajaran STAD menggunakan langkah-langkah pendekatan PBL sedangkan kelas eksperimen dengan model pembelajaran individual mengunakan tahapan pemecahan masalah berbasis CLT. Kedua jenis LKS tersebut masing-masing disediakan untuk tiga pertemuan.

LKS yang digunakan dalam penelitian ini didesain oleh peneliti dan telah dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan validator. LKS selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2.

(22)

H. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah siswa. Tes ini dilakukan pada setiap akhir pertemuan sedangkan kemampuan awal matematika siswa diketahui dari nilai siswa sebelum materi penelitian dilangsungkan. Ada dua jenis tes yang diadakan, yang pertama adalah tes kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah. Taraf kesulitannya persis sama dengan soal yang ada pada LKS. Kedua adalah tes kemampuan pemecahan masalah tingkat tinggi, yang dilaksanakan setelah tes kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah, berlangsung. Tes kemampuan pemecahan masalah tingkat tinggi ini berfungsi untuk mengukur kepahaman siswa dalam memecahkan masalah siswa juga. Namun bentuk soal yang dihadirkan berbeda dengan tes kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah dan LKS. Pada tes kemampuan pemecahan masalah tingkat tingi soal lebih aplikatif.

Kedua tes tersebut berbentuk tes uraian. Masing-masing tes berisi satu sampai dua soal. Pada tes ini dihadirkan jumlah soal yang sedikit karena mempertimbangkan alokasi waktu yang hanya sedikit dan dilaksanakan setiap akhir pembelajaran.

Materi yang disajikan pada posttest ini sesuai dengan materi yang dipelajari pada kelas VIII semester genap, yakni melukis garis singgung lingkaran. Pada pertemuan posttest yang pertama, materi yang akan dievaluasikan adalah melukis garis singgung lingkaran yang ditarik dari

(23)

titik di luar lingkaran. Pada pertemuan kedua, materi yang akan dievaluasikan adalah melukis garis singgung persekutuan dalam dua buah lingkaran. Pada pertemuan ketiga materi yang akan dievaluasikan yakni melukis garis singgung persekutuan luar dua buah lingkaran.

Kemampuan pemecahan masalah yang diukur dari indikator soal tes yang merujuk pada sifat-sifat garis singgung lingkaran. Hal ini dimaksudkan untuk melihat refleksi dari pemahaman siswa pada materi garis singgung lingkaran dan kemampuannya dalam menerapkan sifat-sifat tersebut pada suatu masalah yang berhubungan dengan materi tersebut.

Ada pun indikator yang digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah pada materi garis singgung lingkaran dapat dilihat pada lampiran 2 berikut instrumen pada penelitian ini.

I. Validitas dan Reliabilitas

Agar dapat benar-benar mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika pada siswa, maka instrumen yang dibuat perlu diuji validitas dan reliabilitasnya. Karena dalam penelitian, intrumen yang digunakan harus valid dan reliabel. 

1. Validitas Instrumen

Menurut Sugiyono (2012: 173), instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah valid. Berdasarkan kedua uraian di atas maka didapatkan bahwa maksud dari validitas merujuk pada kemampuan suatu instrumen penelitian untuk mengukur apa yang hendak diukur.

(24)

Sebelum penelitian dilakukan, instrumen yang digunakan diperiksa terlebih dahulu apakah memiliki validitas isi, melalui teknik penilaian expert judgement (Sugiyono, 2012:173). Secara teknis pengujian validitas isi dapat dibantu dengan menggunakan kisi-kisi. Selain itu, untuk instrumen yang berbentuk tes, pengujian validitas dapat dilakukan dengan membandingkan isi instrumen dengan materi yang dipelajari.

Validitas isi pada instrumen yang hendak dinilai yakni berdasarkan kesesuaian instrumen tersebut dengan SK, KD, dan indikator pembelajaran. Setelah instrumen ini dibuat, maka instrumen ini dikonsultasikan kepada validator, yakni Endah Retnowati, M. Ed., Ph.D. dan Kana Hidayati, M.Pd.

Perbaikan instrumen yang disarankan oleh validator antara lain ada pada bagian isi dan bahasa. Hal-hal yang harus diperbaiki pada bagian isi adalah aspek pemilihan bilangan yang sebaiknya tidak terlalu sulit dikalkulasikan oleh siswa kelas VIII SMP, sehingga mengurangi resiko kesalahan. Pada bagian bahasa, hal yang harus diperhatikan adalah penggunaan kata-kata yang mudah dimengerti siswa pada petunjuk pengerjaan soal dan LKS.

Setelah dilakukan perbaikan, kemudian instrumen ini dikonsultasikan kembali kepada ahli atau validator sehingga instrumen ini dikatakan valid dan siap digunakan. Kategori validitas instrumen dapat dilihat pada Tabel 3.2.

(25)

Tabel 3. 2 Kategori Validitas Instrumen

No. Rentang Skor Kategori Keterangan

1

x

1,8 SB Sangat Baik 2 0,6

x

1,8 B Baik 3 0,6

x

0,6 C Cukup 4 1,8

x

0,6 K Kurang 5

x

1,8 SK Sangat Kurang (Widoyoko, 2009: 238). Instrumen yang diuji validitasnya meliputi RPP, LKS, dan soal tes kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah dan tingkat tinggi pada semua materi. Hasil pengukuran validitas instrumen dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3. 3 Hasil Uji Validitas Instrumen No. Instrumen

STAD-PBL Individu-CLT

Skala 5 Skala 1 Skala 5 Skala 1

Skor Kategori Skor Kategori Skor Kategori Skor Kategori

1 RPP 39 SB 39 SB

2 LKS 36 B 6 layak 76 SB 66 layak

No. Instrumen Skala 5 Skala 1 Skor Kategori Skor Kategori

1 Posttest 20 SB 7 layak

Keterangan dari ahli atau validator dan hasil validasi dapat dilihat pada lampiran 5.

2. Reliabilitas Instrumen

Instrumen dikatakan reliabel apabila hasil evaluasi yang dihasilkan konsisten jika digunakan pada subjek yang sama. Pada penelitian ini, untuk mengetahui reliabel atau tidaknya suatu intrumen digunakan rumus Alpha Cronbach dengan bantuan program SPSS. Tinggi rendahnya reliabilitas instrumen dapat dilihat pada Tabel 3.4.

(26)

Tabel 3. 4 Kategori Reliabilitas Instrumen

Rentang Kategori Reliabilitas

0,90 1,00 sangat tinggi

0,70 0,90 tinggi

0,40 0,70 sedang

0,20 0,40 rendah

0,20 sangat rendah

(Jihad. & Haris, 2013:181). Intrumen yang diuji reliabilitasnya meliputi soal tes kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah dan tingkat tinggi pada semua materi. Hasil pengukuran reliabilitas instrumen dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Tabel 3. 5 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen

Instrumen Skor Kategori

Reliabilitas Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Tingkat Rendah

Materi Pertama 0,738 Tinggi

Materi Dua 0,628 Sedang

Materi Tiga 0,686 Sedang

Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Tingkat Tinggi

Materi Pertama 0,500 Sedang

Materi Dua 0,694 Sedang

Materi Tiga 0,487 Sedang

Keterangan:

Materi garis singgung yang ditarik dari titik di luar sebuah lingkaran Materi garis singgung persekutuan dalam dua buah lingkaran Materi garis singgung persekutuan luar dua buah lingkaran

Berdasarkan hasil uji reliabilitas pada Tabel 3.5, diperoleh kategori minimal sedang pada instrumen tes kemampuan pemecahan masalah matematika, baik tingkat rendah maupun tingkat tinggi. Oleh karena itu, instrumen yang dibuat dapat dikatakan reliabel sehingga dapat digunakan untuk penelitian.

(27)

J. Teknik Pengumpulan Data 1. Data Posttest

Data posttest digunakan untuk memperoleh data kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah dan tingkat tinggi pada siswa, sesudah diberi perlakuan, tepatnya setiap akhir pembelajaran. Perlakuan di sini artinya adalah model pembelajaran yang diterapkan pada masing-masing kelas. Untuk kelas VIII C menggunakan model pembelajaran individual berbasis CLT sedangkan kelas VIII D menggunakan model pembelajaran STAD dengan pendekatan PBL. Banyaknya pertemuan yang dilaksanakan selama penelitian didesain sebanyak tiga kali.

Kriteria efektivitas kedua model dengan masing-masing pendekatan tersebut terhadap kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah dan tingkat tinggi, dilihat dari data statistik dengan menggunakan Repeated Measured MANOVA. Untuk menentukan mana diantara keduanya yang lebih efektif, dapat dilihat dari perbandingan nilai rata-rata yang lebih besar di antara kedua kelas eksperimen.

2. Data Non-tes

Data non-tes yang digunakan dalam penelitiaian ini diperoleh berdasarkan hasil observasi. Observasi yang dilakukan bertujuan untuk melihat keterlaksanaan pembelajaran matematika pada masing-masing kelas eksperimen, yakni kelas dengan model pembelajaran individual berbasis CLT dan kelas dengan model pembelajaran STAD dengan pendekatan PBL. Teknik observasi ini menggunakan lembar observasi.

(28)

Lembar observasi tersebut diisi dengan cara memberikan tanda centang pada kolom “ya” apabila aspek yang diamati terlaksana, memberikan tanda centang pada kolom “tidak” apabila aspek yang diamati tidak terlaksana, serta menuliskan deskripsi dari hasil pengamatan.

K. Teknik Analisis Data

1. Deskripsi Hasil Pelaksanaan Penelitian

Deskripsi hasil pelaksanaan ini merupakan uraian dari pelaksanaan penelitian yang telah dilakukan. Pembelajaran yang dilakukan pada penelitian ini sebanyak tiga kali pertemuan. Masing-masing kelas eksperimen mendapatkan jumlah pertemuan yang sama. Kelas eksperimen yang ada pada kelas VIII C yakni pembelajaran dengan model individual berbasis CLT. Untuk kelas VIII D menggunakan model pembelajaran STAD dengan pendekatan PBL.

2. Analisis Deskriptif

a. Obsevarsi Keterlaksanaan Pembelajaran

Observasi keterlaksanaan pembelajaran didukung dengan adanya lembar observasi. Lembar observasi dikembangkan sesuai dengan prosedur eksperimen. Hal ini bertujuan untuk menjamin pembelajaran terlaksana sesuai dengan prosedur eksperimen. Data hasil observasi yang digunakan untuk penelitian ini diperoleh dari lembar observasi yang digunakan untuk kedua kelas eksperimen. Hasil observasi akan dianalisis berdasarkan jawaban pada lembar tersebut. Skor 1 untuk jawaban “ya” dan skor 0 untuk jawaban “tidak”. Perhitungan

(29)

presentase hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran (P) dapat dikalkulasikan dalam rumus berikut

100%.

b. Kemampuan Pemecahan Masalah

Analisis deskriptif juga digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah siswa berdasarkan data posttest pada kedua kelas eksperimen. Teknik statistik yang digunakan dalam mendeskripsikan data penelitian ini, meliputi mean dan standar deviasi. Perhitungan analisis deskriptif untuk kemampuan pemecahan masalah baik tingkat rendah maupun tingkat tinggi dilakukan dengan bantuan program SPSS.

3. Analisis Data

a. Uji Prasyarat Analisis 1) Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui data berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas ini dilakukan pada ketiga tes kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah dan juga tes kemampuan pemecahan masalah tingkat tinggi pada masing-masing kelas eksperimen.

Pada sampel yang banyak, populasi dapat diasumsikan berdistribusi normal. Banyaknya sampel yang memenuhi asumsi tersebut adalah lebih dari 30 (Field, 2005: 138). Namun, pada

(30)

penelitian ini uji normalitas dilakukan untuk melihat gambaran persebaran data secara lebih jelas. Uji normalitas yang dilakukan adalah Skewness dan Kurtosis (Field, 2005:138). Uji Q-Q atau Q-Q Test juga dilakukan sebagai pertimbangan lain dalam pengujian normalitas (Field, 2005:164).

Ketentuan uji normalitas tes kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah dan juga tes kemampuan pemecahan masalah tingkat tinggi dengan menggunakan Skewness dan Kurtosis adalah sebagai berikut adalah sebagai berikut. Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal apabila nilai mutlak dari Z skewness lebih dari 1,96 (p < 0,05). Ketentuan tersebut juga berlaku untuk Uji Kurtosis dengan mengamati nilai mutlak dari Z kurtosis (Field, 2005:138). 2) Uji Homogenitas

Asumsi lain adalah homogenitas. Walaupun pada penelitian eksperimen sampel yang diuji diasumsikan memiliki varian yang sama. Namun, peneliti juga perlu mempertimbangkan hasil uji homogenitas. Uji ini didasarkan pada kemampuan awal siswa yang ditunjukkan oleh nilai rata-rata matematika siswa yang diperoleh dari guru mata pelajaran yang bersangkutan (Sugijono, 2012: 214). Uji homogenitas pada penelitian ini menggunakan Uji Levene’s dengan bantuan program SPSS.

Ketentuan keputusan uji homogenitas varians kelompok data adalah sebagai berikut. Data kemampuan awal siswa, pada kelas

(31)

ekperimen dengan model STAD dengan pendekatan PBL dan pendekatan individu berbasis CLT, berasal dari populasi yang memiliki varians homogen apabila nilai signifikansi lebih dari 0,05. Keputusan uji dan kesimpulan diambil pada taraf signifikansi 0,05. b. Uji Hipotesis

Uji hipotesis yang dilakukan bertujuan untuk menjawab rumusan masalah. Hasil uji tersebut kemudian dianalisis dari semua variabel terikat. Analisis tersebut dirangkum untuk menemukan dan menyimpulkan hasil penelitian.

Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan uji repeated measured MANOVA dengan bantuan program SPSS. Penggunaan program SPSS bertujuan agar proses analisis data lebih teliti dan juga cepat.

Effect size dan diagram garis juga ditampilkan untuk mengetahui pengukuran secara objektif dari pengaruh perlakuan yang diberikan. Rentang pengukuran tersebut adalah 0-1 (Field, 2005: 57). Nilai 1 mengindikasikan bahwa efek memiliki pengaruh sempurna. Menurut Cohen (1988), effect size terbagi menjadi tiga kategori antara lain, 1) efek kecil (0,20); 2) efek sedang (0,50); dan 3) efek besar (0,80).

Effect size yang digunakan dalam penelitian ini adalah partial

eta squared. Partial eta squared ) berfungsi untuk

(32)

dan memperhatikan pengaruh dari variabel lain (Field, 2005: 414-415).

Selanjutnya data posttest digunakan sebagai landasan pengukuran kemampuan pemecahan masalah siswa. Data posttest ada dua, yakni tes kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah dan tingkat tinggi yang selanjutnya akan dianalisis masing-masing jenis tes tersebut per kelas eksperimen.

1) Uji Hipotesis Pertama

Untuk menjawab rumusan masalah yang pertama, maka kita perlu mengetahui apakah terdapat pengaruh secara signifikan pada kedua pembelajaran yang diterapkan ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah dan juga tingkat tinggi.

Ketentuan keputusannya adalah sebagai berikut. Tidak terdapat pengaruh secara signifikan model pembelajaran STAD dengan pendekatan PBL dan individual berbasis CLT pada kemampuan masalah pemecahan masalah tingkat rendah apabila nilai signifikansi ( yang didapatkan dari tabel Test of Between-Subject Effect, nilainya kurang dari 0,05. Ketentuan tersebut juga berlaku untuk kemampuan pemecahan masalah tingkat tinggi.

Setelah itu untuk mengetahui mana model yang lebih baik maka kita dapat melihat dari nilai rerata yang ada pada masing-masing kelas eksperimen. Berikut adalah hipotesisnya.

(33)

(i) Uji Hipotesis Pertama Ditinjau dari Kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah ataupun tingkat tinggi

Uji berikutnya yang dilakukan, yakni menemukan mana yang lebih efektif, model STAD dengan pendekatan PBL ataukah model individual berbasis CLT pada kemampuan masalah pemecahan masalah baik tingkat rendah ataupun tingkat tinggi.

Hipotesisnya adalah sebagai berikut.

: Model pembelajaran STAD dengan pendekatan PBL tidak lebih baik secara signifikan dari model individual berbasis CLT pada kemampuan masalah pemecahan masalah baik tingkat rendah ataupun tingkat tinggi.

: Model pembelajaran STAD dengan pendekatan PBL lebih baik secara signifikan dari model individual berbasis CLT pada kemampuan masalah pemecahan masalah tingkat rendah baik tingkat rendah ataupun tingkat tinggi.

: : Keterangan:

: rata-rata nilai kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah pada kelas dengan model STAD dengan pendekatan PBL

: rata-rata nilai kemampuan pemecahan masalah tingkat tinggi pada kelas dengan model STAD dengan pendekatan PBL

(34)

: rata-rata nilai kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah pada kelas dengan model individual berbasis CLT

: rata-rata nilai kemampuan pemecahan masalah tingkat tinggi pada kelas dengan model individual berbasis CLT

Keputusan yang diambil apabila rata-rata nilai pada kelas dengan model STAD dengan pendekatan PBL lebih rendah atau sama dengan rata-rata nilai pada kelas dengan model individual-CLT maka artinya model pembelajaran STAD dengan pendekatan PBL tidak lebih baik secara signifikan dari model individual-CLT pada kemampuan masalah pemecahan masalah baik tingkat rendah ataupun tingkat tinggi.

2) Uji Hipotesis Kedua

Uji hipotesis kedua untuk menjawab rumusan masalah yang kedua, yaitu apakah perbedaan materi melukis geometri mempengaruhi efektivitas pembelajaran ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah ataupun tingkat tinggi.

: Tidak terdapat terdapat pengaruh perbedaan materi melukis pada kemampuan pemecahan tingkat rendah ataupun tingkat tinggi. : Terdapat pengaruh perbedaan materi melukis pada kemampuan

pemecahan tingkat rendah ataupun tingkat tinggi. :

(35)

: atau atau

Uji pengaruh perbedaan materi ini dilakukan dengan menggunakan uji repeated measured MANOVA dengan bantuan program SPSS.

Keputusan yang diambil apabila nilai signifikansi ( yang didapatkan dari tabel Tests of Within-Subjects Effects (baris “Materi”), nilainya lebih dari atau sama dengan 0,05, maka diterima.

Apabila ditolak maka analisis lebih lanjut yang harus dilakukan adalah menentukan materi mana yang paling sulit bagi siswa, sehingga mempengaruhi nilai tes kemampuan pemecahan masalah tingat rendah ataupun tingkat tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari total nilai rata-rata pada masing-masing tes. Total nilai rata-rata tes yang paling rendah merupakan salah satu indikasi bahwa tes tersebut merupakan tes paling sulit untuk siswa.

3) Uji Hipotesis Ketiga

Uji hipotesis ketiga untuk menjawab rumusan masalah yang ketiga, yaitu apakah perbedaan efektivitas model pembelajaran ditentukan oleh materi pembelajaran ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah baik tingkat rendah maupun tingkat tinggi. Untuk mengetahui hal tersebut, maka kita perlu mengetahui apakah terdapat interaksi atau tidak antara model dan materi pembelajaran.

Berdasarkan interaksi tersebut akan diketahui pula apakah efektivitas pembelajaran ditentukan atau tidak oleh materi

(36)

pembelajaran, ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah baik tingkat rendah maupun tingkat tinggi.

(i) Hipotesis interaksi antara model pembelajaran dengan ketiga materi dilihat dari kemampuan pemecahan masalah matematika tingkat rendah.

Hipotesis yang digunakan sebagai berikut.

: Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan ketiga materi dilihat dari kemampuan pemecahan masalah matematika tingkat rendah.

: Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan ketiga materi dilihat dari kemampuan pemecahan masalah matematika tingkat rendah.

Keputusan yang diambil apabila nilai signifikansi ( yang didapatkan dari tabel Tests of Within-Subjects Effects (baris “Model*Materi”), nilainya lebih dari atau sama dengan 0,05, maka diterima.

Jika ditolak, maka analisis lebih lanjut yang perlu dilakukan adalah menentukan pada materi apa interaksi itu terjadi serta model mana yang lebih efektif pada interaksi tersebut. Jika terdapat grafik berupa dua ruas garis yang berpotongan, maka hal tersebut merupakan bentuk interaksi dari model pembelajaran dan materi. Pada ruas garis materi yang berpotongan, dapat dilihat manakah model pembelajaran yang lebih efektif pada masing-masing materi.

(37)

Analisis berikutnya yang dilakukan adalah menguji apakah model pembelajaran yang diterapkan memiliki perbedaan pengaruh pada masing-masing materi tes. Analisis ini menggunakan uji t. Keputusan yang diambil apabila nilai signifikansi ( yang didapatkan lebih dari atau sama dengan 0,05, maka artinya model pembelajaran yang diterapkan memiliki pengaruh pada hasil tes dalam suatu materi. (ii) Hipotesis interaksi antara model pembelajaran dengan ketiga

materi dilihat dari kemampuan pemecahan masalah matematika tingkat tinggi.

Hipotesis yang digunakan sebagai berikut.

: Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan ketiga materi dilihat dari kemampuan pemecahan masalah matematika tingkat tinggi.

: Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan ketiga materi dilihat dari kemampuan pemecahan masalah matematika tingkat tinggi.

Keputusan yang diambil apabila nilai signifikansi ( yang didapatkan dari tabel Tests of Within-Subjects Effects (baris “Model*Materi”), nilainya lebih dari atau sama dengan 0,05, maka diterima.

Jika ditolak, maka analisis lebih lanjut yang perlu dilakukan adalah menentukan pada materi apa interaksi itu terjadi serta model mana yang lebih efektif pada interaksi tersebut. Jika terdapat grafik

(38)

berupa dua ruas garis yang berpotongan, maka hal tersebut merupakan bentuk interaksi dari model pembelajaran dan materi. Pada ruas garis materi yang berpotongan, dapat dilihat manakah model pembelajaran yang lebih efektif pada masing-masing materi.

Analisis berikutnya yang dilakukan adalah menguji apakah model pembelajaran yang diterapkan memiliki perbedaan pengaruh pada masing-masing materi tes. Analisis ini menggunakan uji t. Keputusan yang diambil apabila nilai signifikansi ( yang didapatkan lebih dari atau sama dengan 0,05, maka artinya model pembelajaran yang diterapkan memiliki pengaruh pada hasil tes dalam suatu materi.

Gambar

Tabel 3. 2 Kategori Validitas Instrumen
Tabel 3. 4 Kategori Reliabilitas Instrumen

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

1. Memberikan pretest kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Memberikan pretest dalam kepada kelas esksperimen dan kelas kontrol sebelum dilakukannya treatment teknik

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan hasil penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

Tes hasil belajar berupa sekumpulan soal-soal yang harus dikerjakan oleh siswa dalam rentang waktu tertentu untuk mengetahui sejauh mana siswa menguasai materi yang telah

menggunakan pretest dan posttest pada kelas eksperimen untuk melihat efektivitas media permainan kartu soal sebagai permainan bahasa dalam pembelajaran bahasa. Jepang khususnya

a. Melakukan studi pendahuluan dengan cara menganalisis kurikulum dan menelaah pustaka untuk menyusun rencana pembelajaran pada konsep sistem peredaran darah

Penelitian tindakan kelas ini dimulai ketika peneliti melaksanakan observasi di SD Kota Bandung. Permasalahan yang ditemukan adalah rendahnya kemampuan kerjasama siswa

Soal pretest tentang penguasaan konsep diberikan pada siswa (subjek penelitian) sebelum pembelajaran dimulai untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Soal posttest

Rumusan masalah dalam skripsi ini adalah (1) Bagaimana proses penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) pada mata pelajaran fiqih