• Tidak ada hasil yang ditemukan

Etos kerja pedagang etnis Cina yang mengelola toko obat Cina di Kotamadya Pontianak - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Etos kerja pedagang etnis Cina yang mengelola toko obat Cina di Kotamadya Pontianak - USD Repository"

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

ETOS KERJA PEDAGANG ETNIS CINA YANG

MENGELOLA TOKO OBAT CINA DI KOTAMADYA

PONTIANAK

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

JULIANA HERMANTO NIM : 019114003

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

i

ETOS KERJA PEDAGANG ETNIS CINA YANG

MENGELOLA TOKO OBAT CINA DI KOTAMADYA

PONTIANAK

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

JULIANA HERMANTO NIM : 019114003

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

“ Pertam a- tama, katakan pada dirimu apa yang akan kau

raih, lalu lakukan apa yang perlu kau lakukan “

( Epictetus )

K epada ayah-ibuku, yang tak pernah lelah dan berhenti mencintaiku

kepada saudaraku Hengky dan Dekky, yang selalu ada untukku

dan kepada dirimu, yang akan hadir sebagai cinta:

kepersembahkan karyaku

(6)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 22 Oktober 2008 Penulis

(7)
(8)

vi ABSTRAK

ETOS KERJA PEDAGANG ETNIS CINA YANG MENGELOLA TOKO OBAT CINA DI KOTAMADYA PONTIANAK

Juliana Hermanto 019114003 Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2008

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan etos kerja pedagang etnis cina yang mengelola toko obat Cina di kotamadya Pontianak. Etos kerja merupakan elemen paling penting dalam komponen sukses yang mampu melatarbelakangi keberhasilan dalam bekerja.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan menggunakan metode pengumpulan data wawancara dan observasi. Subjek dalam penelitian ini berjumlah tiga orang dengan kriteria etnis Cina yang berprofesi sebagai pedagang obat Cina, berkedudukan sebagai pengelola toko obat dan berdomisili di kotamadya Pontianak.

Hasil penelitian etos kerja pada ketiga subjek ditunjukkan dengan adanya pandangan kerja sebagai kewajiban moral, displin yang tinggi dan kebanggaan akan hasil karya. Hasil penelitian menggambarkan bahwa kerja merupakan kewajiban moral, ketiga subjek memandang kerja merupakan hal yang penting bagi kehidupan, kerja diperuntukkan bagi keluarga dan berguna untuk diri sendiri, mereka juga menganggap kerja sebagai anugerah dari Tuhan. Displin ditunjukkan dengan kesadaran akan peraturan dan rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan. Kebanggaan akan hasil karya mengarah pada perasaan bangga terhadap hasil kerja karena adanya penghargaan dari orang lain, dan keinginan untuk maju serta usaha dalam bekerja maksimal untuk menciptakan kualitas kerja terbaik. Keterkaitan ketiga indikator ini menggambarkan etos kerja pada pedagang etnis Cina yang mengelola toko obat Cina.

(9)

vii ABSTRACT

W O R K ETHOS OF THE CHINES E MERCHANTS WHO RUN CHINESE DRUG STORE IN PONTIANAK

Juliana Hermanto 019114003 Faculty of Psychology Sanata Dharma University

Yogyakarta 2008

The objective of this research is to describe the work ethos of the Chinese merchants who run Chinese drug store in Pontianak. Work ethos is the most essential element in success component providing success in work.

This research is a descriptive qualitative research by using observations and interviews as the data collection method. Subjects in this research are three people with criteria Chinese people running Chinese drug store that located in Pontianak.

The result of the work ethos from these three subjects shown by an opinion that work is moral obligation, a high discipline, and the pride to their works. The results of this research shows that work is moral obligation, for the subjects work is essential thing in life, work is service to their family and useful for themselves, they also consider work as a gift from God. Discipline is shown by the awareness to the rules and responsibilities in work. The pride to their works triggered by others people admiration and a strong will to success in business by creating the best quality in works. The connection of these three indicators shows the work ethos of the Chinese merchant running Chinese drug store.

(10)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan kasih dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini, yaitu :

1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi. M.Si., selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma dan dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan membantu hingga terselesaikannya skripsi ini.

2. Bapak Drs. H. Wahyudi, M.Si. dan Bapak YB. Cahya Widiyanto, S.Psi., M.Si. selaku dosen penguji yang telah banyak memberi masukan kepada penulis. 3. Bapak Siswo Widyatmoko, S.Psi. dan Ibu Sylvia C.M.Y.M., S.Psi, M.Psi.

selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak membantu selama masa perkuliahan.

4. Seluruh staf dosen Fakultas Psikologi USD yang telah memberikan banyak ilmunya.

5. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi USD: Mas Gandung, Bu Nanik, Pak Gie, Mas Muji, dan Mas Doni yang telah banyak membantu dan mempermudah dalam mengurus keperluan perkuliahan.

6. Sa Ie, Tua So, Pa Lun atas kesediaanya membantu penelitian skripsi ini. 7. Winny dan Deasy atas diskusi, dukungan dan bantuannya.

8. Octa dan Sius, atas diskusi dan dukungannya.

(11)

ix

10.Pak Priyo, Pak Toni, Bu Tiwi dan Mbak Tia atas bimbingannya selama di P2TKP. Buat temen-temen di P2TKP, Vinda Eko, Octa, Rani, Cwt., M’Yesi, Deasy, Kobo, Tyo, Etik, Anita, Lisna, Mas Adi, Desta dan Catrine, atas kerjasama, suka dan duka selama di P2TKP.

11.Buat temen-temen di kost 99999: Emi, Hani, Deasy, Vinda, Cicil, Lia, Nana, Octa, Tari, Grace, Maria, Diana, Cuprit, Borah, Iin, Marni dan semua yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas kebersamaan, suka dan duka selama di kost.

12.Buat temen-temen di kost Delima: Keket, Nia, Putri, mba’ Lusi, Dina, Lintang (thx printernya) dan semua yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih atas dukungan, kebersamaan, suka dan duka selama hampir setahun kebersamaan di kost.

13.Iis, atas pinjaman printernya.

14.Ibu dan bapak kost di Kost Delima dan 99999 yang sudah memberikan suasana kekeluargaan.

15.Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan-kekurangan dalam skripsi ini, maka segala bentuk saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan.

(12)

x DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v

ABSTRAK... vi

ABSTRACT... vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR SKEMA... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 8

A. Etos Kerja ... 8

1. Pengertian Etos Kerja... 8

(13)

xi

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Etos Kerja... 14

B. Pedagang... 16

1. Pengertian Pedagang... 16

2. Pedagang Obat Cina... 17

C. Etnis Cina ... 19

3. Pembagian Etnis Cina... 19

4. Ajaran-ajaran Yang Mempengaruhi Etnis Cina... 21

5. Orientasi Nilai Budaya Etnis Cina... 24

D. Etos Kerja Pedagang Etnis Cina yang Mengelola Toko Obat Cina di Kotamadya Pontianak... 27

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 30

A. Jenis Penelitian ... 30

B. Subjek Penelitian ... 30

C. Batasan Istilah... 31

D. Metode Pengambilan Data ... 32

1. Wawancara... 32

2. Observasi... 34

E. Analisis Data... 35

F. Pemeriksaan Keabsahan Data ... 37

1. Kredibilitas... 37

2. Dependebility ... 38

3. Triangulasi Data... 39

(14)

xii

A. Pelaksanaan Penelitian... 40

B. Hasil Penelitian Subjek 1-Huang... 42

C. Hasil Penelitian Subjek 2-Kiang... 53

D. Hasil Penelitian Subjek 3-Lun... 65

E. Ringkasan ... 77

F. Pembahasan ... 79

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 88

A. Kesimpulan ... 88

B. Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA... 91

(15)

xiii

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 1. Tabel panduan wawancara... 33

Tabel 2. Tabel Kode analisis hasil wawancara... 36

Tabel 3. Tabel waktu dan tempat pelaksanaan penelitian... 41

Tabel 4. Tabel data demografis subjek penelitian... 41

(16)

xiv

DAFTAR SKEMA

halaman Skema 1. Skema Kerangka Penelitian Etos Kerja Pedagang Etnis Cina

yang Membuka Toko Obat Cina di Kotamadya Pontianak... 29 Skema 2. Skema Hasil Penelitian Etos Kerja Pedagang Etnis Cina yang

(17)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Max Weber dalam buku karangannya The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (1958) pertama kali mempelajari tentang pengaruh etos kerja terhadap pembangunan masyarakat atau bangsa. Dalam buku itu Weber menyatakan bahwa ada hubungan antara perkembangan masyarakat dengan sikap masyarakat itu terhadap makna kerja. Dalam pengamatannya terhadap kaum Protestan Calvinist terdapat suatu anggapan bahwa kerja keras merupakan panggilan rohani untuk mencapai kesejahteraan mereka. Akibat dari semangat kerja keras ini melimpah pula kehidupan ekonomi mereka. Dengan bekerja keras serta hidup hemat dan sederhana para Calvinist dapat mencapai tingkat kehidupan yang relatif lebih tinggi dan mampu memfungsikan diri mereka sebagai wiraswastawan yang tangguh dan tulang punggung dari sistem kapitalis di Eropa.

Para ahli ilmu sosial telah menjadikan penemuan Weber tersebut sebagai pegangan untuk melihat keberhasilan pembangunan terutama di negara- negara berkembang. Untuk menilai maju tidaknya usaha pembangunan suatu bangsa bisa dilihat dari ada tidaknya etos kerja yang memadai yang dimanifestasikan dalam kerja keras, hidup sederhana dan hemat.

(19)

kerjanya juga akan positif, orang akan bekerja keras dan berusaha mencapai hasil terbaik dalam pekerjaannya. Etos kerja bisa dilihat melalui tiga indikator (Cherrington dalam Nugroho, 1998), yaitu kerja sebagai kewajiban moral, disiplin kerja tinggi, dan kebaggaan akan hasil karya.

Etos kerja juga diyakini menjadi kunci sukses di balik keberhasilan bangsa-bangsa seperti Jepang dan Jerman dalam membangun kembali negara mereka. Bangsa Jerman dan Jepang yang pernah hancur total akibat perang dalam waktu relatif singkat mampu muncul sebagai negara dengan kekuatan ekonomi luar biasa, karena etos kerja mereka tidak ikut hancur. Demikian halnya dengan bangsa Korea dengan etos kerja mereka yang mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional negara mereka dengan mengagumkan serta mampu bersanding dengan bangsa Jepang sebagai negara yang pembangunannya melebihi bangsa-bangsa di negara Asia lainnya.

(20)

satunya adalah Indonesia sebanyak 73% (Naisbitt, 1995). Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar perekonomian di negara Indonesia dikuasai oleh etnis Cina, maka etos kerja yang ada pada etnis tentu saja akan berpengaruh terhadap pembangunan ekonomi di Indonesia. Oleh karena itu, etos kerja etnis Cina yang sukses di dunia bisnis ini merupakan hal yang menarik untuk dibahas.

Adicondro (1978) mengemukakan bahwa orang Cina pintar dalam berwirausaha. Menurutnya, orang-orang Cina perantauan umumnya mempunyai etos kerja ulet, tekun, hemat, dan berani berspekulasi dalam wirausaha. Kewirausahaan mereka ditandai oleh keinginan untuk menginvestasikan sumber daya dalam usaha jangka panjangnya, guna menghasilkan kesejahteraan materi dan jaminan bagi keluarga serta keturunan mereka. Naisbitt (1995) menyatakan bahwa di antara beberapa sifat orang Cina, kerja keras menduduki peringkat pertama atau faktor utama sedang sifat lain yang tampil cukup menonjol adalah keinginan untuk belajar, kejujuran, disiplin diri, dan kemandirian.

(21)

ketika berimigrasi ke negeri lain dan menghadapi persaingan yang relatif bebas (Fukuyama dalam Sinamo, 2002).

Persebaran etnis Cina meliputi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Kotamadya Pontianak yang merupakan ibukota Kalimantan Barat adalah daerah yang banyak memiliki penduduk etnis Cina. Berdasarkan komposisi penduduk kotamadya Pontianak menurut faktor suku bangsa dan pertumbuhannya pada tahun 1994, dari berbagai suku bangsa yang ada, etnis Cina merupakan suku bangsa terbanyak yang bermukim di daerah ini, yaitu berjumlah 123.184 jiwa (32,150 %), kemudian Melayu 98.526 jiwa (27,715 %), Bugis 49.666 jiwa (12,963 %) dan lain- lain. (Kanwil Depag 1995 dan Kanwil Depdikbud Kalbar 1991 dalam La Ode, 1997). Jadi tidak mengherankan bila etnis ini mempunyai aplikasi pengaruh yang terbesar jika dibandingkan dengan etnis lain yang bermukim di Pontianak. Di kotamadya Pontianak, terlihat nyata bahwa sarana kehidupan jasmaniah dan material etnis Cina melaju jauh lebih baik dibandingkan sarana kehidupan jasmaniah etnis lain di Kalimantan Barat (La Ode, 1997).

(22)

pertumbuhan ekonomi di kota Pontianak. Kontribusi sektor perdagangan didukung sektor angkutan, jasa, dan keuangan berjumlah sekitar 79,6 persen dari total kegiatan ekonomi kota (KompasOnline, 2001). Banyaknya kompleks pertokoan yang dimiliki oleh etnis Cina turut memperkuat kesan bahwa pusat perdagangan dan ekonomi dipegang oleh golongan ini.

Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan etos kerja etnis Cina di Kotamadya Pontianak yang diyakini sebagai kunci sukses etnis ini dalam perekonomian, khususnya dalam bidang perdagangan dikarenakan perdagangan merupakan mata pencaharian yang paling penting di antara etnis Cina di Indonesia (Vasanty, 1979). Selain itu, perdagangan memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dengan dunia kerja lain. Menurut Mutis (1995), dunia perdagangan mempunyai sifat yang keras, kompetitif, penuh tantangan, beresiko tinggi, dan bersifat spekulatif, sehingga hanya individu-individu dengan karakteristik tertentu yang berminat untuk terjun menekuninya.

(23)

karena mampu mempertahankan keberadaan obat-obat Cina dari awal keberadaannya sejak beratus-ratus tahun lalu. Bahkan meskipun merupakan obat tradisional asing, obat Cina sangat populer di Indonesia dan mampu me nandingi produk tradisional lokal yang ada. Di zaman yang serba modern seperti sekarang ini, dengan berkembangnya berbagai ilmu dan teknologi pengobatan yang canggih, dimana pengobatan dengan obat-obat tradisional dianggap tidak ilmiah, toko-toko obat Cina masih bisa ditemui dan terus berkembang di Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana etos kerja pedagang etnis Cina yang mengelola toko obat Cina di Kotamadya Pontianak. Etos kerja adalah komponen sukses yang paling primer (Sinamo, 2002). Etos kerja dilihat dengan menggunakan tiga indikator, yaitu kerja sebagai kewajiban moral, disiplin kerja tinggi dan kebanggaan akan hasil karya.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana etos kerja pedagang etnis Cina yang mengelola toko obat Cina di kotamadya Pontianak?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan deskripsi etos kerja pada pedagang etnis Cina yang mengelola toko obat Cina di Kotamadya Pontianak

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

(24)

menggeluti bidang obat Cina, terutama di bidang Psikologi Industri, Sosial dan Sumber Daya Manusia.

2. Manfaat Praktis

a) Bagi etnis Cina yang berprofesi sebagai pedagang, penelitian ini dapat memberikan gambaran dan meningkatkan pemahaman mengenai etos kerja pedagang etnis Cina khususnya yang mengelola toko obat Cina. b) Bagi masyarakat dan pelaku bisnis di kotamadya Pontianak, penelitian

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Etos Kerja

1. Pengertian Etos Kerja

Etos kerja menurut Cherrington (dalam Nugroho, 1998) adalah cara pandang seseorang terhadap perkerjaan atau dapat diartikan sebagai nilai kerja yang positif. Etos kerja ditunjukkan dalam tingkah laku atau setidaknya sikap terhadap suatu pekerjaan secara verbal. Sinamo (2002) juga mengungkapkan bahwa etos kerja adalah nilai-nilai dan doktrin kerja tertentu yang mewujud nyata pada perilaku kerja yang khas. Menurut Sudarso (1997) etos kerja menujuk pada perilaku manusia dalam bekerja atau melakukan pekerjaan dengan menekankan kepada semangat atau pembawaan dalam kerjanya. Sudarso (1997) mengungkapkan bahwa semangat dan pembawaan dalam bekerja juga menunjuk pada makna atau nilai kerja bagi pelaku kerja tersebut. Oleh karena itu etos kerja dapat dikatakan sebagai sikap manusia terhadap nilai atau makna kerja.

(26)

sebagai sesuatu yang luhur bagi eksistensi manusia, maka etos kerjanya akan mendalam, orang akan bekerja keras dan berusaha mencapai hasil terbaik. Begitu pula sebaliknya, apalagi kalau sama sekali tidak ada pandangan dan sikap terhadap kerja, maka etos kerja itu dengan sendirinya kurang mendalam, orang tidak akan bersungguh-sungguh dalam bekerja. Hal serupa juga diungkapkan Rahardjo (1992) bahwa secara sederhana etos kerja dapat diartikan sebagai suatu pola sikap, yang sudah mendasar, yang sudah mendarah daging, yang mempengaruhi perilaku secara konsisten, dan terus menerus. Di dalam situasi pembangunan ekonomi seperti sekarang, maka apa yang disebut etos kerja mengandung konotasi yang positif, tidak ada yang negatif.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas mengenai etos kerja, dapat disimpulkan bahwa etos kerja adalah cara pandang, sikap dan nilai yang dimiliki seseorang, kelompok atau bangsa terhadap kerja secara positif yang ditunjukkan dalam bentuk verbal dan perilaku.

2. Indikator Etos Kerja

Cherrington (dalam Nugroho, 1998) menyatakan ada tiga indikator dalam etos kerja, yaitu :

a. Kerja sebagai kewajiban moral

(27)

Lebih lanjut Anoraga dan Suyati (1995) menjelaskan bahwa bekerja adalah kewajiban dan dambaan bagi setiap orang untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan sepanjang masa.

Menurut Anoraga dan Widiyanti (1990) dalam pandangan modern dalam melihat kerja menyatakan bahwa moral dari pekerjaan dan pegawai tidak mempunyai kaitan langsung dengan kondisi fisik atau material dari pekerjaan. Pekerjaan yang betapapun berat, berbahaya, akan dilaksanakan dengan senang hati oleh satu tim kerja yang memiliki solidaritas kelompok yang kokoh dan moral tinggi.

Dengan demikian, kerja merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia, maka selama manusia hidup ia harus bekerja. Kerja merupakan bagian paling dasar dari kehidupan manusia yang dapat memberikan status dari masyarakat, juga mengikat individu lain, sehingga mampu memberi isi dan makna dari kehidupan manusia yang bersangkutan.

(28)

menempatkan diri sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik atau dapat juga dikatakan bahwa hanya dengan bekerja manusia memanusiakan dirinya (Tasmara, 1994). Dalam tradisi Buddhisme dan Hinduisme, kerja adalah sebuah panggilan suci, kewajiban suci, tugas sakral untuk mengerjakan sesuatu atau disebut dengan dharma (Sinamo, 1992).

Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kerja sebagai kewajiban moral adalah menganggap kerja sebagai hal yang penting dalam kehidupan manusia. Bekerja tidak hanya dimaksudkan untuk mencari kekayaan ekonomis semata-mata, akan tetapi juga membuat hidup berguna bagi diri sendiri dan orang lain serta berhubungan dengan Tuhan. Oleh karena itu, meskipun kekayaan ekonomis dan materi telah terpenuhi, orang akan tetap bekerja.

b. Disiplin kerja tinggi

Gani seperti dikutip oleh Prihananti (2000) menyatakan etos kerja sangat erat dengan disiplin kerja bahkan sangat identik. Disiplin yang tinggi merupakan salah satu hal yang harus dimiliki untuk dapat memantapkan suatu etos kerja (Manullang, 1997).

(29)

diri sendiri, dan bukan suatu paksaan dari luar. Setiap bentuk paksaan dari luar hanya dapat berlangsung untuk sementara waktu saja. Selanjutnya, untuk dapat berdisiplin diri, seseorang perlu menyediakan diri untuk bertanggung jawab dalam suatu tugas atau pekerjaan. Dalam kaitannya dengan pekerjaan, disiplin adalah suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan baik yang tertulis atau tidak (Nitisemito, 1982).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa disip lin kerja merupakan salah satu hal penting dalam etos kerja, yang diwujudkan dengan sikap dan tingkah laku yang penuh tanggung jawab dalam suatu tugas dan pekerjaan, atas kesadaran diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang dianggap tepat dan benar sesuai dengan peraturan baik tertulis atau tidak, sebagai ekspresi dari kedewasaan.

c. Bangga akan hasil karyanya

(30)

Perasaan bangga terhadap karyanya merupakan perasaan harga diri yang positif. Digolongkan demikian karena berkaitan dengan hal- hal positif yang dialami seseorang karena adanya penghargaan dari orang lain. Di dalam perasaan bangga terkandung keinginan untuk mempertahankan dan berbuat sebaik-baiknya agar hasil yang dicapai tidak menurunkan perasaan bangganya.

Kartono (dalam Nugroho, 1998) menyatakan bahwa pekerja yang mempunyai perasaan bangga atas hasil karyanya lebih bertenaga dan bergairah dalam bekerja karena rasa bangga atas hasil karyanya yang berkualitas merupakan sukses bagi dirinya. Ia menganggap orang lain mengenal dirinya dari keahliannya sehingga seakan-akan produk karyanya ditafsirkan dari penampilan dirinya, sehingga ia akan terhina bila tidak menghasilkan karya yang baik.

Perasaan bangga terhadap karya ini mengandung pengertian akan tanggung jawab individu dan inisiatif individu (Nugroho, 1998). Lebih lanjut dijelaskan bahwa tanggung jawab individual memberikan sumbangan terhadap hasil karya, sedangkan inisiatif individu memberikan sumbangan terhadap cara-cara yang baik untuk bekerja. Cherrington (dalam Nugroho, 1998) berpendapat bahwa inisiatif individu merupakan prediktor kuat dari rasa bangga atas hasil karyanya.

(31)

berbuat sebaik-baiknya agar produk keahliannya berkualitas sehingga tidak menurunkan perasaan bangganya.

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Etos Kerja

Etos kerja seseorang erat kaitannya dengan kepribadian, perilaku, dan karakternya (Siregar, 2000). Menurutnya, setiap orang memiliki internal being

yang merumuskan siap dirinya dan dibentuk oleh delapan elemen yang saling terkait satu sama lain, yaitu pola pikir, keyakinan, budaya, kepentingan, keterlibatan, kinerja, gaya hidup, dan tujuan. Respon dari internal being

terhadap tuntutan external dunia kerja inilah yang kemudian menetapkan etos kerja seseorang. Etos kerja atau mentalitas dasar seseorang terhadap kerja tidak bisa terlepas dari nilai- nilai yang dimilikinya (Suwanto dalam Nugroho, 1998). Nilai tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia karena nilai terbentuk dan dimiliki individu melalui proses yang lama, yaitu sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya (Adisubroto, 1993).

(32)

pekerjaan yang dilakukan dapat memenuhi target. Lebih lanjut, lingkungan dan proses yang ada dalam suatu komunitas sangat berpengaruh dalam menimbulkan etos kerja (www.edents.bravepages.com).

Suryohadiprojo (1988) berpendapat lain, menurutnya motivasi merupakan faktor penting yang mempengaruhi etos kerja, karena motivasi bisa menumbuhkan pandangan dan sikap yang menghargai kerja sebagai sesuatu yang luhur. Selain itu, ia juga mengungkapkan faktor kepeminpinan sebagai hal yang mampu menumbuhkan etos kerja. Menurutnya, kepemimpinan yang menunjukkan pandangan dan sikap yang tepat juga akan diikuti oleh semua pihak yang memandangnya sebagai panutan.

Magnis (1978) memandang perkembangan suatu etos kerja dalam masyarakat hanya terpenuhi apabila pekerjaan mereka mendapat imbalan yang wajar, dihargai sebagai kesibukan manusiawi dan membuka kemungkinan untuk maju.

(33)

Dari uraian-uraian di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi etos kerja dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

• Faktor internal, yang meliputi predisposisi seseorang yang ada dan telah melekat dalam diri seseorang, seperti : agama, motivasi, nilai-nilai yang dianut, budaya, pola pikir, kepribadian, dan sebagainya.

• Faktor eksternal, yaitu hal-hal dari luar yang memberi masukan dan pengaruh pada diri seseorang, seperti : lingkungan, kepemimpinan, keluarga, keterlibatan, dan sebagainya.

B. Pedagang

1. Pengertian Pedagang

Partono (1979) mendefinisikan pedagang sebagai mereka yang menjalankan kegiatan dalam usaha memindahkan hal atas barang dari seseorang untuk orang lain terus menerus sebagai sumber penghidupannya. Kegiatan utama pedagang bermula dari penerimaan barang dagangan, penyimpanan, sampai dengan penyerahan barang tersebut kepada orang lain. Kegiatan pedagang tidak hanya terbatas pada usaha untuk memindahkan hak atas suatu benda, akan tetapi mereka dapat ikut menaikkan arti dan nilai barang, dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan.

(34)

bersifat menetap. Berdasarkan besar kecilnya usaha, jenis toko ini dapat dibagi menjadi toko perdagangan kecil, yaitu toko yang menyediakan barang-barang kebutuhan sehari- hari secara kecil-kecilan dan menjual langsung kepada konsumen secara eceran. Selain itu, juga ada toko perdagangan besar, yaitu toko yang menyediakan barang dalam jumlah besar dan menjual langsung kepada konsumen secara eceran atau kepada pedagang kecil dalam jumlah agak besar.

2. Pedagang Obat Cina

Pedagang obat Cina umumnya membuka usaha di pusat-pusat perdagangan di Kotamadya Pontianak. Mereka biasanya memilih rumah-rumah petak atau yang biasa dikenal rukodang (rumah-rumah, toko, gudang) untuk menjalankan aktivitas perdagangan mereka. Rukodang ini merupakan tempat usaha dan dapat pula dijadikan tempat tinggal sehari-hari sekaligus mempunyai fungsi sebagai gudang untuk menyimpan barang-barang usaha mereka.

(35)

Barang-barang yang disediakan dalam toko obat Cina umumnya berupa produk-produk kesehatan dan obat-obatan. Walaupun bernama toko obat Cina, tetapi obat-obatan yang dijual tidak seluruhnya obat-obatan yang berasal dari Cina. Selain obatan dari Cina, di toko ini juga dijual obat-obat produk dalam negeri, baik modern maupun tradisional. Obat-obat-obatan Cina yang dijual di toko ini juga berbagai macam. Ada jenis obat yang merupakan produk obat Cina yang sudah jadi. Selain itu juga terdapat jenis obat tradisional Cina yang bahan-bahan obat ini umumnya berupa tumbuhan, yaitu bagian-bagian tanaman seperti daun, bunga, ranting, kulit batang, kulit akar, umbi yang diyakini mempunyai khasiat-khasiat penyembuhan. Jenis obat yang terakhir ini juga yang menjadi ciri khas dari toko obat Cina, yang membedakannya dengan toko obat lain.

Latar belakang profesi ini umumnya berawal dari usaha keluarga yang terus diturunkan dan dikembangkan, biasanya kakek atau orang tua mereka juga membuka toko obat Cina. Profesi sebagai pedagang yang mengelola toko obat Cina ini merupakan profesi utama, yaitu profesi yang diandalkan sebagai sumber pendapatan yang paling penting dalam perekonomian keluarga. Pedagang ini umumnya merupakan kepala keluarga yang menjadi tulang punggung keluarga untuk mencari nafkah.

(36)

waktu mereka sehari- hari untuk melakukan aktivitas di toko obat. Relasi sosial mereka juga lebih banyak terjalin pada saat bekerja, terutama dengan karyawan, pembeli dan masyarakat di sekitar lingkungan toko obat. Dalam berkerja, biasanya mereka hanya dilengkapi sarana hiburan seadanya bahkan kadang tidak ada, ditambah dengan kegiatan yang monoton sehingga memungkinkan seorang pedagang mengalami kebosanan, sehingga memerlukan kesabaran terutama jika berhadapan dengan pembeli. Walaupun demikian, tidak tampak adanya usaha untuk menurunkan jam kerja ataupun aktivitas, bahkan mereka cenderung sulit meninggalkan rutinitas mereka.

C. Etnis Cina

1. Pembagian Etnis Cina

(37)

menggunakan bahasa setempat. Dalam hal ini mereka telah mengalami proses akulturasi dengan kebudayaan dimana mereka dilahirkan dan dibesarkan. Seorang peranakan biasanya, tapi tidak selalu, dilahirkan dari perkawinan campuran dengan orang pribumi (Tan, 1981). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembagian tersebut lebih didasarkan pada derajat penyesuaian dan akulturasi terhadap kebudayaan Indonesia, dan derajat akulturasi itu juga tergantung kepada jumlah generasi yang telah menetap.

Lebih lanjut Vasanty (1979) menambahkan bahwa proses akulturasi sangat kurang di tempat-tempat di Indonesia seperti halnya di Kalimantan Barat dan Sumatra Timur. Hal ini dipertegas Skinner (1981) yang menyatakan bahwa sangat sedikit hal yang bisa orang Tionghoa temui pada kebudayaan penduduk pribumi Kalimantan. Walaupun banyak di antara orang Tionghoa di Kalimantan Barat dan Sumatra Timur itu mungkin sudah banyak juga yang lahir di Indonesia, tetapi mereka masih akan disebut orang Tionghoa totok oleh orang Indonesia (Vasanty, 1979). Untuk di Kalimantan barat, salah satu yang memperkuat hal tersebut adalah penggunaan bahasa Cina sebagai bahasa pergaulan bagi masyarakat etnis Cina di daerah tersebut.

(38)

2. Ajaran-ajaran Yang Mempengaruhi Etnis Cina

Telah disebutkan sebelumnya bahwa segala sepak terjang, perilaku, sikap dan tindakan manusia berakar pada pengaruh tradisi dan nilai- nilai budaya yang masih atau pernah mengaturnya. Oleh karena itu, pada bagian ini akan dibahas bagian dari budaya yang merupakan pedoman bagi seluruh etnis Cina di Indonesia. Dalam pembahasan tentang budaya Cina ini, tidak akan dibedakan antara budaya totok atau peranakan, melainkan akan diambil nilai yang rata-rata dianut dan menjadi pedoman hidupnya. Hal ini dikarenakan meskipun berbeda, keduanya memiliki akar yang sama dan dibedakan dengan kultur yang lain.

Hariyono (1993) berpendapat bahwa kebudayaan dan kehidupan suatu masyarakat banyak dipengaruhi oleh sistem kepercayaannya. Husodo (1985) berpendapat bahwa ajaran-ajaran yang banyak memberikan pengaruh pada perkembangan dasar berpikir, pendangan hidup, dan filsafat orang-orang Cina adalah Budhisme, Taoisme, dan Konfusionisme. Menurut Hariyono (1993), diantara ketiga kepercayaan tersebut, ajaran Konfusianisme atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kong Hu Cu diyakini paling berpengaruh dan mendarah daging dalam kehidupan orang Cina sehari- hari. Ajaran ini juga diduga menyumbangkan kekhasan kultur Cina dan banyak mempengaruhi pola pikir orang Cina.

a. Tao / Taoisme

(39)

Taoisme, tempat individu tidak begitu penting jika dibandingkan kepentingan keluarga, dan keluarga merupakan struktur dasar sosial. Kewajiban seseorang bukan langsung untuk dirinya sendiri dan bukan untuk bangsa atau negara, tetapi hanya diperuntukkan bagi keluarga besarnya. Keluarga merupakan tempat perlindungan dari segala pengaruh luar dan hubungan kekeluargaan terjalin sangat erat serta dekat, menyebabkan pengaruh dari luar sulit sekali mempengaruhi tata kehidupan orang Cina. Oleh karena itu menurut Husodo (1985) bangsa Cina selalu menjaga kemurnian rasnya dan menutup diri dari pengaruh ras lain. Lebih lanjut Husodo menjelaskan bahwa rasa kesatuan dalam keluarga ini merupakan modal utama dalam perjuangan hidup dimana mereka berada. Menurut Hariyono (1993) ajaran Taoisme banyak mempengaruhi orang Cina mengenai hidup sederhana, Jalan Tengah (hubungan keseimbangan yang mengatasi dua dikotomi yang berjauhan) dan penyesuaian diri dengan lingkungan sehingga manusia dapat hidup di manapun dia berada.

b. Kong Hu Cu / Konfusianisme

(40)

keluarga, penghormatan anak kepada orang tua memegang peranan kunci, karena itu dikembangkan konsep kesalehan sang anak. Kewajiban para anak kepada orang tua merupakan sumber seluruh kebajikan.

Perwujudan materi secara real menjadi tuntutan mitos rasa bakti anak kepada orang tua. Namun, dalam perkembangannya, ungkapan rasa bakti ini tidak hanya dalam bentuk materi, tetapi dapat berubah pada segala upaya untuk dapat memperoleh sesuatu yang memiliki nilai tinggi, seperti dalam bentuk keinginan untuk mencapai sesuatu yang terbaik menge nai cita-cita, pekerjaan, pemilikan suatu benda, status sosial, dan sebagainya.

Dengan berjalannya waktu, ajaran-ajaran Konfusius yang membentuk sifat dan perilaku manusia Cina banyak mendapat bias tanpa lagi mengetahui makna nilai primernya. Seperti ajaran bakti kepada orang tua, akan melahirkan manusia Cina yang rajin bekerja, dalam kasus-kasus tertentu menjadi workaholic atau materialistis, sehingga mereka menjadi kaya.

c. Budhisme / Budha

(41)

dengan cara melakukan tindakan yang benar, yaitu mencari pengetahuan, kehendak yang benar, perkataan yang benar, perilaku yang baik, ucapan yang benar, pikiran yang benar dan renungan yang benar.

Agama adalah bagian yang tidak terpisahkan dari tradisi budaya masyarakat Cina. Paham Tao banyak dihubungkan dengan nasib manusia, yaitu manusia sebagai individu dalam hubungannya dengan alam semesta, sedangkan paham Budha dikaitkan dengan hubungan manusia sebagai individu dengan keadaan masa depan, yaitu Nirwana dan alam semesta (Husodo, 1985). Kong Hu Cu mengajarkan hubungan antar manusia yang memupuk sikap orang Cina untuk mencintai keluarga dan dunia. Kemudian ajaran Konghucu bercampur dengan spiritisme tradisional menghasilkan budaya kekeluargaan yang kuat dimana keluarga menjadi basis pelestarian tradisi dan budaya. Budhisme yang masuk tidak bertentangan dengan ajaran Taoisme maupun Konfusionisme sehingga mudah diterima oleh orang Cina dan mencampuradukkan ketiga ajaran tersebut menjadi satu. Dari latar belakang tradisi dan agama itu dapat melihat mengapa orang-orang Cina mewarisi tradisi budaya kekeluargaan yang kuat, disamping sifat-sifat jalan tengah yang dipraktekkan.

3. Orientasi Nilai Budaya Etnis Cina

(42)

hubungan manusia dengan alam, persepsi waktu, hubungan manusia dengan sesama.

a. Mengenai hakekat hidup

Pada orang Cina, baik melalui pengaruh filsafat Konfusius maupun filsafat Budha dapat dikatakan bahwa hakekat hidup itu adalah sengsara, dukkha. Akan tetapi, manusia dapat berikhtiar membebaskan diri dari penderitaan itu melalui kesempurnaan hubungan sosial.

b. Hakekat kerja

Etos tentang kerja pada orang Cina banyak dipengaruhi oleh ajaran Konfusius. Dalam Konfusianisme, terdapat ajaran yang disebut “Hubungan Segi Tiga”, yaitu hubungan antara Konfusianisme, keluarga, dan kerja. Konfusius menaruh perhatian yang penting pada keluarga, sehingga etos kerja pun dihubungkan dengan keluarga. Konfusius memberikan ajaran tentang kerja, seperti ajarannya tentang Jen yang membuat orang rajin bekerja, dan ajarannya untuk mengejar dan menyimpan kekayaan, dan sebagainya. Mereka bekerja untuk bakti dan menjaga nama baik orang tua serta menunjukkan kesetiaannya kepada keluarga, agar kebahagiaan di akherat dapat tercapai.

c. Hubungan antara manusia dengan alam

(43)

d. Persepsi mengenai waktu

Pada orang Cina, selain memiliki orientasi waktu masa lalu dan masa kini, ada kecenderungan memiliki orientasi waktu masa yang akan datang juga. Sehubungan dengan alam pemikiran fungsional pada kultur Cina, ada kecenderungan manusia Cina memiliki orientasi pada masa yang akan datang, namun untuk jangka waktu yang pendek yang bersifat praktis. Dalam suatu kerja misalnya, manusia Cina lebih berani mengorbankan atau mengubah sesuatu demi kelangsungan hidup di masa yang akan datang, meskipun itu tampak suatu “gambling sekalipun.

e. Hubungan antara manusia dengan sesamanya

Terdapat adanya nilai sosial suka tolong- menolong dan memiliki solidaritas yang tinggi pada sistem kekerabatan. Hanya saja, pada kultur Cina, penekanannya kepentingan keluarga lebih utama daripada individu dan masyarakat.

(44)

Naisbitt (1995) menyatakan bahwa diantara beberapa sifat orang Cina, kerja keras menduduki peringkat pertama atau faktor utama, sedang sifat yang lain yang tampil cukup menonjol adalah keinginan untuk belajar, kejujuran, disiplin diri, dan kemandirian.

D. Etos Kerja Pedagang Etnis Cina yang Mengelola Toko Obat Cina di Kotama dya Pontianak

Etos kerja adalah cara pandang, sikap, dan nilai yang dimiliki seseorang, kelompok atau bangsa terhadap kerja secara positif yang ditunjukkan dalam bentuk verbal dan perilaku. Etos kerja merupakan elemen paling penting dalam komponen sukses yang mampu melatarbelakangi keberhasilan dalam bekerja.

(45)
(46)

29

Skema 1. Kerangka Penelitian Etos Kerja Pedagang Etnis Cina yang Mengelola Toko Obat Cina di Kotamadya Pontianak

Pedagang etnis Cina yang mengelola toko obat Cina di kotamadya Pontianak

Kerja sebagai kewajiban

moral

Disiplin kerja tinggi

Kebanggaan akan hasil

karya

Kerja sebagai hal yang penting, kerja tidak hanya mencari materi tetapi berguna untuk diri sendiri dan orang lain, memandang hubungan kerja dengan Tuhan

Sikap dan tanggung jawab terhadap tugas dan pekerjaan, kesadaran diri dalam menaati peraturan

Perasaan yang dialami karena adanya penghargaan, mempertahankan dan berbuat sebaik-baiknya agar produk keahlian berkualitas

(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif merujuk pada segi alamiah yaitu penelitian yang tidak mengadakan perhitungan. Penelitian ini bertumpu pada deskripsi permasalahan yang dihadapi dengan cara menggambarkan secara apa adanya fenomena yang ditemukan pada saat penelitian berlangsung (Moleong, 2004). Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk membuat pecandraan (deskriptif) secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu (Suryabrata, 2002).

Dalam penelitian kualitatif deskriptif peneliti tidak berusaha memanipulasi setting penelitian, melainkan melakukan studi terhadap suatu fenomena dalam situasi dimana fenomena tersebut ada (Poerwandari, 1998). Penelitian ini bermaksud untuk menggambarkan etos kerja pedagang etnis Cina yang mengelola toko obat Cina di Kotamadya Pontianak secara komperhensif dan natural.

B. Subjek Penelitian

(48)

Pemilihan subjek penelitian dalam penelitian kualitatif disesuaikan dengan kekhususan dan kecocokan konteks pene litian (Poerwandari, 1998). Subjek penelitian dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam penelitian ini subjek yang dipilih adalah yang memiliki kriteria sebagai berikut :

1. Subjek adalah etnis Cina yang berprofesi sebagai pedagang obat Cina, minimal 1 tahun.

2. Berkedudukan sebagai pengelola toko obat yang berada di posisi atas atau memiliki kewenangan terhadap kelangsungan toko obat dan mengelola secara langsung serta secara fisik hadir di toko obat setiap hari. Jadi dalam posisi tersebut pedagang toko obat yang dimaksud dapat saja pemilik toko obat tersebut atau orang yang diberi kepercayaan oleh pemilik toko obat untuk mengelola manajerial toko obat tersebut secara langsung.

3. Subjek berdomisili di Kotamadya Pontianak.

C. Batasan Istilah

Penelitian ini adalah penelitian mengenai etos kerja pedagang etnis Cina yang mengelola toko obat Cina di Kotamadya Pontianak. Dalam penelitian ini, variabel yang akan diteliti adalah etos kerja. Indikator- indikator etos kerja yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut:

(49)

juga membuat hidup berguna bagi diri sendiri dan orang lain serta cara memandang hubungan kerja dengan Tuhan.

2. Disiplin kerja yaitu sikap dan tingkah laku yang penuh tanggung jawab terhadap suatu tugas dan pekerjaan serta kesadaran diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang dianggap tepat dan benar sesuai dengan peraturan baik tertulis atau tidak.

3. Perasaan bangga terhadap hasil karya yaitu perasaan harga diri yang positif yang dirasakan berkaitan dengan hal- hal positif yang dialami karena adanya penghargaan dari orang lain serta keinginan untuk mempertahankan dan berbuat sebaik-baiknya agar produk keahliannya berkualitas.

D. Metode Pengambilan Data

Penelitian ini menggunakan dua metode dalam pengambilan data, yaitu metode wawancara dan observasi.

1. Wawancara

(50)

wawancara digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang harus dibahas, sekaligus sebagai dasar pengecekan (checklist) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Dengan pedoman yang ada, peneliti melakukan proses wawancara dan menyesuaikan dengan konteks aktual saat wawancara berlangsung.

Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana etos kerja pada etnis Cina yang mengelola toko obat Cina di kotamadya Pontianak. Tema-tema yang diangkat dalam proses wawancara adalah tema yang berkaitan dengan indikator dalam etos kerja, yaitu kerja sebagai kewajiban moral, disiplin kerja yang tinggi, dan kebanggaan akan hasil karya.

Berikut ini adalah guide interview yang memuat tema pertanyaan yang akan digunakan dalam penelitian :

Tabel 1. Panduan Wawancara

No. Hal yang diungkap Acuan Pertanyaan

1. Kerja sebagai kewajiban moral

o Pandangan tentang kerja dalam kehidupan, apakah penting atau tidak.

o Alasan dan tujuan bekerja o Perasaan terhadap kerja

(51)

2. Disiplin kerja yang tinggi o Pelaksanaan prosedur/peraturan di toko

o Kesadaran diri dalam menaati peraturan

o Perasaan terhadap peraturan

o Kegiatan dan tanggung jawab selama jam kerja

3. Kebanggan akan hasil karya

o Perasaan terhadap hasil kerja o Tercapainya tujuan dalam bekerja o Rencana kedepan terhadap usaha o Usaha yang dilakukan selama ini

2. Observasi

Metode pendukung lain dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi. Observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan-hubungan antar aspek dalam fenomena (Banister dkk, dalam Poerwandari, 1998). Tujuan observasi adalah mendeskripsikan setting

(52)

hasil wawancara subjek penelitian, juga sebagai data tambahan atas informasi yang belum diungkap melalui wawancara. Observasi yang digunakan dala m penelitian ini adalah observasi non partisipan.

.

E. Analisis Data

Menurut Patton (dalam Moleong, 2004) analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis isi (content analysis). Dalam hal ini peneliti tidak memaksakan diri untuk membatasi penelitian pada upaya-upaya menerima atau menolak dugaan-dugaan, melainkan mencoba memahami situasi (make sense of situasion), sesuai dalam bagaimana situasi tersebut menampilkan diri.

Analisis data terhadap data-data wawancara dan observasi yang diperoleh akan diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Organisasi Data

(53)

2. Pengkodean (Koding)

Koding merupakan salah satu langkah dalam proses analisis data yang dimaksudkan untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan data secara lengkap dan mendetail agar peneliti dapat menemukan makna dari kata yang dikumpulkannya. Data-data yang diperoleh akan dimasukkan ke dalam kolom-kolom lebar yang bertuliskan nomor- nomor yang mewakili variabel-variabel yang telah dicantumkan dalam buku kode, sehingga data yang diperoleh memunculkan gambaran etos kerja pedagang etnis Cina yang mengelola toko obat Cina. Langkah- langkah yang dilakukan meliputi :

a. Menyusun transkipsi verbatim (kata demi kata) atau catatan lapangannya sedemkian rupa sehingga ada dua kolom kosong yang cukup besar di sebelah transkip. Hal ini dapat mempermudah membubuhkan kode-kode atau catatan-catatan tertentu di atas transkip tersebut.

b. Selanjutnya adalah pemberian koding yaitu memberi kode untuk masing- masing jawaban yang terkait dengan indikator-indikator etos kerja. Kode yang dipilih adalah kode yang mudah diingat dan dapat mewakili masing- masing aspek. Berikut kode-kode yang digunakan:

Tabel 2. Kode Analisis Hasil Wawancara Indikator Etos Kerja Kode Kerja sebagai kewajiban moral KM

Disiplin kerja DK

(54)

3. Interpretasi

Interpretasi dilakukan setelah peneliti melakukan koding terhadap hasil wawancara. Interpretasi dilakukan dalam upaya untuk memahami data secara lebih ekstensif sekaligus mendalam. Tema-tema yang diperoleh dari proses koding dikelompokkan berdasarkan penggolongan dari ke tiga indikator etos kerja.

4. Penarikan Kesimpulan

Tahap akhir yang dilakukan adalah penarikan kesimpulan tentang etos kerja pedagang etnis Cina yang mengelola toko obat Cina.

F. Pemeriksaan Keabsahan Data 1. Kredibilitas

(55)

Strangle dan Sarantakos (dalam Poerwandari, 1998) menyatakan bahwa dalam pnenelitian kualitatif, validitas dicoba dicapai tidak melalui manipulasi variabel, melainkan melalui orientasinya, dan upayanya mendalami dunia empiris, dengan menggunakan metode yang paling cocok untuk pengambilan dan analisis data. Konsep yang dipakai adalah validitas kumulatif, validitas komunikatif, validitas argumentatif, validitas ekologis.

2. Depende bility

Dependability menggantikan istilah reliabilitas dalam penelitian kuantitatif. Melalui konstrak dependability peneliti memperhitungkan perubahan-perubahan yang mungkin terjadi menyangkut fenomena yang diteliti, juga perubahan dalam desain sebagai hasil dari pemahaman yang lebih mendalam tentang setting yang diteliti. Peneliti perlu menyadari kompleksitas konteks yang dihadapinya dengan menggunakan strategi desain penelitian yang luwes. Oleh karena itu, peneliti perlu mengkonsentrasikan diri pada pencatatan rinci fenomena yang diteliti, termasuk interrelasi aspek-aspek yang berkaitan.

(56)

mempelajari data, mengajukan pertanyaan kritis bila perlu, bahkan melakukan analisis kembali.

3. Triangulasi Data

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2004). Terdapat empat teknik triangulasi yaitu sumber, metode, penyidik, dan teori (Denzin, 1978; dalam Moleong, 2004).

(57)

BAB IV

PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian

Peneliti melakukan beberapa persiapan sebelum memulai untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini. Sebelum dapat menentukan subjek yang akan dimintai bantuannya, maka peneliti mencari informasi dahulu mengenai calon-calon yang memungkinkan untuk menjadi subjek penelitian kepada orang-orang yang memiliki informasi yang relevan. Selanjutnya setelah menentukan subjek penelitian, peneliti berusaha menjalin kedekatan dengan subjek penelitian atau rapport. Pada proses rapport, peneliti menemukan bahwa salah satu subjek meskipun berkedudukan sebagai pemilik toko obat, akan tetapi tidak terlibat dalam pengelolaan toko obat, oleh sebab itu peneliti tidak mengikutsertakannya dalam proses penelitian dan mencoba mencari subjek lainnya yang sesuai dengan kriteria seperti yang telah ditentukan sebelumnya. Rapport yang dilakukan peneliti adalah dengan berkunjung ke toko subjek selama beberapa kali dan mencoba mendekatkan diri dengan para subjek sebelum dilaksanakannya penelitian.

(58)

Setelah tahap persiapan, peneliti kemudian melakukan proses penelitian. Selama proses pegambilan data, peneliti sengaja menggunakan bahasa Tio Ciu dalam proses wawancara maupun ketika berkomunikasi dengan para subjek penelitian. Hal ini dimaksudkan agar mampu menciptakan suasana yang familiar bagi subjek sehingga ia merasa nyaman selama wawancara karena bahasa Tio Ciu merupakan bahasa pergaulan yang dipakai oleh para subjek penelitian sehari- hari.

Tabel 3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Subjek Tempat Tanggal Waktu

Toko obat sekaligus

rumah subjek

Tabel 4. Data Demografis Subjek Penelitian

Keterangan Subjek 1 Subjek 2 Subjek 3

Posisi di toko obat Pemilik sekaligus pengelola

Pemilik sekaligus

pengelola Pengelola Sumber penghasilan

sebagai pedagang obat cina Penghasilan utama Penghasilan utama

Penghasilan utama

Status pernikahan Menikah Menikah Menikah

(59)

B. Hasil Penelitian Subjek 1 – Huang 1. Gambaran Umum Subjek 1 – Huang

Subjek adalah pedagang obat Cina yang telah menekuni bisnis obat Cina kurang lebih selama 8 tahun. Ia pertama kali terjun ke bisnis obat Cina sejak menikah dengan suaminya. Setelah menikah, ia dan suaminya diberikan sebuah toko obat Cina oleh mertuanya yang juga berprofesi sebagai pedagang obat Cina. Bersama dengan suaminya ia diminta untuk mengurusi toko obat yang merupakan cabang dari toko obat Cina mertuanya. Mereka diberi wewenang untuk mengelola segala hal yang berhubungan dengan toko obat tersebut, akan tetapi kepemilikan toko obat tersebut masih atas nama mertuanya sehingga keuangan toko obat tersebut masih dipegang oleh mertuanya. Mereka juga harus melaporkan perkembangan toko obat tersebut kepada mertuanya. Setelah kurang lebih 5 tahun, mertuanya memberikan toko obat Cina yang selama ini mereka kelola untuk secara penuh menjadi hak milik mereka, mertuanya juga menarik diri dan tidak lagi terlibat dalam pengelolaan toko obat tersebut.

(60)

hanya sedikit bingung dengan obat-obatan Cina yang tidak pernah ia kenal sebelumnya.

Meskipun menjadi pedagang obat Cina, subjek juga masih terlibat penuh dalam mengurusi anak-anaknya. Dari pernikahannya dengan suaminya, subjek dikarunia 3 orang anak. Kedua anak subjek masih duduk di bangku SD, sedangkan anak bungsunya masih belum bersekolah. Setiap harinya subjek memulai aktivitasnya dari pagi hari sebagai ibu rumah tangga yaitu belanja, masak dan mengurusi anak-anaknya sekolah. Setelah itu sekitar pukul 08.00 ia akan beralih kepada profesinaya sebagai pedagang yaitu mengurusi bon dan menjaga tokonya hingga tengah hari. Sekitar pukul 18.00-19.00 ia akan beristirahat sejenak di atas, setelah itu ia akan kembali memulai aktivitasnya hingga toko obatnya tutup. Setiap hari minggu, toko obat subjek hanya buka pada pagi hari sampai pukul 12.00, kemudian buka lagi pada sore hari pukul 18.00 – tutup sekitar pukul 21.00. Waktu libur beberapa jam selama hari minggu tersebut biasa digunakan subjek untuk mengajak anak-anaknya berjalan-jalan atau sekedar mengunjungi orang tua dan keluarganya.

(61)

menangani pembayaran, sampai memesan barang dan menentukan harga jual. Karena itu subjek memiliki wewenang yang sangat besar di toko obat yang menjadi milik ia dan suaminya.

2. Analisis Data Subjek 1 – Huang a. Kerja Sebagai kewajiban Moral

Berdasarkan hasil penelitian, Huang memandang kerja sebagai sesuatu yang penting, karena itu menurutnya manusia wajib untuk bekerja. Ia juga beranggapan bahwa orang akan menjadi lebih berguna bila bekerja, menurutnya kerja berguna untuk diri sendiri dan orang lain. Ia bekerja mencari uang yang berguna untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan membantu orang tuanya. Hal yang mendorong Huang untuk bekerja keras adalah keinginan untuk memberikan kehidupan yang lebih baik kepada keluarga, yaitu orang tua dan adik-adiknya. Selama ini Huang membantu perekonomian orang tuanya, seperti membantu membeli rumah dan mobil serta membiayai sekolah adik-adiknya. Bagi Huang keluarga sangatlah penting, karena itu ia mengutamakan agar orang tua dan adik-adiknya berkecukupan terlebih dahulu, setelah itu baru ia memikirkan anak-anaknya. Menurut Huang anak-anaknya masih kecil karena itu kebutuhan mereka juga masih belum terlalu banyak. Hal itu terlihat dari ungkapan Huang:

“Ya itulah, pertama tuh aku buat pihak ibuku sana baik dulu, buat sampai perhatikan mereka sampai cukup dulu..”

85)

(62)

segala ada lah kita bantu, beli mobil segala, soalnya kita cari duit gimana ya bilangnya, kita cari duit kita ada uang, kalau orang tua kita berkesusahan di sana, kita kan gak bisa juga, iya kan.”

Selain itu Huang juga berkeinginan untuk membeli sebuah rumah sebagai tempat usahanya. Selama ini untuk tempat usahanya Huang masih harus menyewa, karena itu Huang merasa bahwa ia masih perlu untuk bekerja keras.

Selain faktor materi dan membantu orang lain, bagi Huang kerja juga bertujuan untuk dirinya sendiri, kerja merupakan wujud eksistensi Huang agar ia tidak diremehkan oleh orang lain. Selain itu juga ada kepuasan pribadi yang Huang dapatkan dari bekerja yaitu perasaan positif berupa perasaan senang dan bahagia yang ia rasakan ketika bekerja, yang membuatnya tidak terpaksa dalam bekerja.

10)

“Ya pekerjaan ya bisa buat kita senang, tidak terpaksa kerja, lalu tuh bahagia, pokoknya kita senanglah kerjanya.”

(63)

61)

Kalau buka toko kan bisa ketemu banyak orang, dengar orang cerita ini cerita itu gitu, biasa orang beli barang kan cerita, gosiplah…itu kan buat kita ngerasa baik juga, gimana ya bilangnya, pokoknya kita jualan barang kan kita biasa sama orang ngobrol, ngelakuin ini ngelakuin itu.”

Huang menyukai pekerjaannya sekarang, meskipun suatu saat dalam segi materi semuanya telah terpenuhi, Huang memilih akan tetap bekerja, bukan betujuan untuk mengumpulkan materi lagi tetapi untuk mencapai kepuasaan pribadi. Hal itu terlihat dari ungkapan Huang :

12)

“Ya, kalau kerja yang kusuka, aku pasti kerja terus, mungkin bukan untuk materi lagi lah, tapi untuk kepuasaanlah…”

Huang merasa bahagia dengan pekerjaannya sekarang, menurut Huang kerja bukanlah beban tetapi juga bersenang-senang. Huang menikmati kerja yang ia jalani sekarang karena selain bisa menghasilkan uang, ia juga menyukai suasana kerja yang ada. Baginya kerja yang dijalaninya sekarang bukanlah rutinitas yang membosankan, kegiatan sehari-hari selama bekerja dan orang-orang yang ditemuinya setiap hari membuat suasana kerja terasa menyenangkan untuknya.

25)

(64)

Huang sudah terbiasa bekerja dan menyukai pekerjaanya, ia merasa ada yang kurang bila harus meninggalkan rutinitas kerja dalam waktu lama, sehari saja tidak melakukan aktivitas kerja akan terasa membosankan untuknya. Bila diberi waktu beberapa hari untuk berlibur ia mungkin dapat bersantai, tetapi ia akan merasa susah dan tidak tahan bila harus meninggalkan kerjaan dalam waktu lama.

21)

“Kalau cuma satu dua hari sih menikmati juga, santai hehe (sambil tertawa kecil), tapi kalau untuk waku lama satu bulan gitu kayaknya gak tahan, soalnya udah biasa kerja begini kan, jadi pasti ada yang gak cukuplah, maksudnya pasti ada yang kuranglah.”

Huang memandang ada hubungan antara kerja dan Tuhan, ia merasa kerja adalah takdir yang sudah ditentukan, karena sebelumnya tidak pernah terpikirkan olehnya untuk menjalani pekerjaannya sekarang. Baginya kerja adalah anugerah Tuhan karena ia bisa memperoleh uang sekaligus kebahagiaan dalam kerja. Hal ini terungkap dari ungkapan Huang :

31)

“Ya, iyalah bisa begitu, memberi pekerjaan yang membuat bahagia, trus mendapat duit lagi, wah..benar-benar anugerah.”

b. Disiplin Kerja

(65)

orang yang suka menunda- nunda pekerjaannya, apalagi bila ia sedang bersemangat, ia akan terus menuntaskan pekerjaannya. Hal tersebut menunjukkan Huang tidak perna h melepaskan tugas dan tanggung jawabnya selama di toko. Huang hanya akan pergi meninggalkan toko bila ada waktu luang untuk pergi dan semua pekerjaannya telah ia selesaikan, ia juga tidak pernah seharian penuh lepas tangan dari tugasnya. Bila ia harus pergi beberapa jam meninggalkan toko, ia akan menyerahkan tanggung jawab mengurus toko pada suaminya, dikarenakan ia merasa suaminya mampu menangani semua pekerjaan ditoko.

54)

Oh nggaklah, biasa tuh kerja udah beres aku baru jalan, ada waktu baru jalan”

55)

“Ya selesaikan dululah baru jalanlah. Aku orangnya tuh gak bisa biarkan pekerjaan ditunda-tunda gitu, apalagi kalau pas lagi semangat kerja, hantam terus hahaha.”

(66)

50)

Nggaklah, kalau misalnya sampe serain ke orang aku kan udah gak lagi kan, udah gak nyambung, aku maunya semuanya tuh aku tau, jadi semua aku tau kan, soalnya toko ini kan memang punyaku dan punya Liang hia lah, tapi semuanya jalannya tuh harus aku tahu biar semuanya nyambung, kalau sampai satu aja kelewat kan bisa kacau.”

Huang juga menunjukkan adanya sikap menerima peraturan yang berlaku di tokonya, ia melaksanakan rutinitas sehari-harinya dalam bekerja mengikuti jadwal kerja yang telah disepakati bersama, yang menunjukkan ia menyadari betul jalannya peraturan mengenai waktu kerja di tokonya. Huang sendiri terlibat dalam pengaturan jadwal tersebut, ia tidak keberatan dengan jadwal kerja yang disepakati dan melaksanakan semua peraturan yang berdasarkan kesadaran sendiri.

41)

Iya, iya memang sih selain udah diatur, emang jatuhnya emang begitu, waktunya memang banget pasnya haha...” 42)

“ya, bukan paksaanlah, emang aku suka gini juga koq”

c. Bangga Akan Hasil Karya

(67)

17) “Misalnya aku dipandang orang bisa kerja ini kerja itu, ya kita bangga lah kerjanya…”

17) “Tapi kalau misalnya orang dekat kita gak bisa lihat hasil kerja kita kan sedih lah, tapi misalnya orang dekat udah tau kita kerja ini kerja itu begitu berat dari pagi sampai malam, puas lah…”

Usaha Huang dalam mempertahankan perasaan puas dan bangganya adalah dengan cara meningkatkan kualitas kerja dan meningkatkan pelayanan. Ia berusaha tetap santai dan tidak menganggap kerja sebagai beban serta menyediakan diri mela yani orang bukan hanya sekedar mencari uang. Dengan demikian ia berharap usahanya tersebut dapat menarik pelanggan dan membuat tokonya semakin maju.

26) “Ya, usahanya cuman…santai ajalah, jangan dianggap bebanlah, otomatis kalau kita santai gini kan kerjaan kita melayani..pembeli kan dilayani dengan baik kan otomatis kan kerjaan kita makin baik kan makin gak bosen. Seperti kami melayani gini kan kita kan apa ya..ada orang kadang kan melayani orang kan asal-asalan sekedar cuma dapat duit, kalau kita kan konsultasi, ngobrol gini gitu, ya dari situlah kita buat toko kita makin rame, menarik langganan.

Huang merasa bahwa kualitas seseorang tidak hanya dipandang dari hasil pencapaiannya tetapi juga cara mencapainya. Menurutnya orang yang berkualitas adalah orang tidak hanya mencari uang dalam bekerja, tetapi juga mampu menampilkan kualitas kerja yang baik dan bisa menikmati pekerjaannya.

(68)

Huang juga memperhatikan kualitas kerjanya, ia berusaha melakukan yang terbaik dalam kerja. Selama ini, Huang merasa bahwa ia sudah berusaha agar hasil kerjanya maksimal tapi ia masih belum puas dan masih memiliki pikiran untuk terus maju, ia berkeinginan untuk membuat usahanya agar berkembang lebih besar lagi dan tidak berhenti hanya sampai saat ini.

33) “Maksudnya tuh…maksudnya kalau misalnya aku usaha sih sudah maksimal lah, tapi pikiranku untuk maju lagi sih masih jauh lagi, gak cukup sampai di sinilah.”

35) “Ya udah beri terbaik, tapi untuk supaya lebih…tapi kalau puas sampai disini sih jauhlah, masih banyaklah kepengennya”

Huang menyatakan bahwa ia suka memimpin dan menangani semua hal terutama yang menjadi milik keluarganya, hal ini juga disebabkan karena suaminya tidak begitu tertarik untuk memimpin toko. Huang merasa senang dengan kemampuannya memimpin, karena apa yang dilakukan Huang dalam menangani suatu toko tidaklah banyak dilakukan oleh wanita di Pontianak. Hal ini menunjukkan adanya perasaan bangga pada Huang karena mampu menangani pekerjaan yang umumnya dilakukan pria.

Ah…wanita yang suka memimpin kali ya haha (sambil tertawa), pas…dapat suami yang tidak suka begitu, jadi otomatis semua kita yang turun tanganlah. Kalau sekarang misalnya suamiku bisa turun tangan ya tapi aku merasa ak u pun gak bisa, aku orangnya tuh kayaknya tuh maunya mempimpin, semuanya aku tuh mau ngurus.”

(69)

didapatnya selama ini berkat usaha darinya. Sifat Huang yang suka memimpin dan pantang menyerah ini menurutnya bagus dalam bidang usaha, juga memberi andil dalam kemajuan tokonya.

“Iya, butuh sifat ini. Eh, kalau misalnya tidak ada sifat seperti itu mungkin tidak bisa maju.”

“Iya, aku orangnya tuh pantang menyerah, seperti sekarang misalnya mau cari barang ini aku gak ada kan, aku harus cari sampai dapat, usahakan untuknya, ya begitulah”

3. Kesimpulan Etos Kerja Subjek Secara Umum

Huang menganggap kerja sebagai hal yang penting dalam hidupnya, bekerja berguna untuk orang lain dan dirinya sendiri. Tujuan Huang bekerja yang diperuntukkan untuk orang lain berkaitan dengan faktor materi yaitu untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan membantu orang tuanya. Sedangkan bekerja yang berguna untuk dirinya sendiri yaitu kerja sebagai wujud eksistensi Huang agar tidak diremehkan orang lain dan membuat Huang merasa bahagia. Selain itu, relasi sosial juga ia dapatkan dengan bekerja. Huang tetap akan bekerja meskipun kekayaan materi telah terpenuhi. Dalam kaitannya dengan Tuhan, Huang memandang kerja sebagai takdir dan anugerah dari Tuhan, karena ia bisa memperoleh materi dan kebahagiaan secara bersamaan dalam kerja.

(70)

pekerjaan bila tidak diperlukan serta melepaskan tanggung jawabnya selama di toko.

Huang menunjukkan adanya perasaan bangga terhadap hasil karyanya. Huang merasa bangga dengan kemampuan memimpinnya dan sikap pantang menyerahnya ikut yang memberi andil terhadap kemajuan usahanya. Huang selalu melakukan yang terbaik dan berusaha agar hasil kerjanya maksimal karena ia berpendapat bahwa orang yang berkualitas adalah orang yang mampu menampilkan hasil terbaik sekaligus mampu menikmati pekerjaannya. Dalam bekerja Huang membutuhkan pengakuan dari orang lain terhadap hasil kerjanya, pengakuan tersebut memacunya untuk semakin bersemangat dalam bekerja. Huang masih belum merasa puas dengan hasil yang ia capai sampai saat ini, ia masih menyimpan keinginan untuk memajukan usahanya. Upaya yang dilakukan Huang untuk mewujudkan keinginannya tersebut adalah dengan meningkatkan kualitas kerja dan meningkatkan pelayanan.

C. Hasil Penelitian Subjek 2 – Kiang 1. Gambaran Umum Subjek 2 – Kiang

(71)

pertamanya masih berumur 7 tahun. Ia merintis bisnis ini bersama suaminya yang juga merupakan karyawan toko obat Cina ayahnya, sehingga suaminya cukup menguasai mengenai obat-obatan Cina. Bermodal uang secukupnya dan rumah sewaan, ia membuka toko obatnya secara kecil-kecilan. Dengan berlalunya waktu, toko obatnya semakin berkembang dan ia mampu membeli sebuah ruko di kawasan strategis di kota Pontianak sehingga ia tidak perlu menyewa rumah lagi untuk bisnisnya.

Subjek mengandalkan usaha toko obat Cina ini sebagai penghasilan utama dan satu-satunya untuk keluarganya. Penghasilan dari toko obat Cina memang memperbaiki taraf hidup keluarganya. Dari awalnya yang hanya hidup hanya pas-pasan dan tidak memiliki apa-apa, kini subjek hidup berkecukupan dan mampu membiayai anak-anaknya. Bahkan, dari hasil toko obat Cinanya ia berhasil membeli 2 ruko dikawasan strategis di kota Pontianak, beberapa rumah dan tanah.

(72)

membuka toko obat sendiri di kota Pontianak. Anak perempuan keempatnya dan menantunya juga baru merintis usaha toko obat Cina di kota Pontianak.

Setiap harinya sebelum membuka toko obatnya, biasanya subjek berbelanja ke pasar untuk membeli kebutuhan sehari-hari keluarganya. Setelah itu ia memulai aktivtasnya sebagai pedagang obat Cina, yaitu mengurus manajerial dan keuangan toko, dari melayani pembeli, mengecek dan memesan barang hingga pembayaran dan penentuan harga jual. Subjek memiliki waktu kerja dari pagi sampai malam di toko dan memiliki waktu istirahat sekitar 2 jam setiap sorenya sekitar pukul 16.00 – 18.00. Pada hari minggu, toko obat subjek memulai aktivitasnya dari pukul 08.00 – 12.00, kemudian buka kembali dari pukul 18.00 – tutup toko sekitar pukul 21.00. Waktu libur beberapa jam setiap hari minggu itu biasa digunakan subjek untuk berjalan-jalan atau mengunjungi keluarga. Dalam pengelolaan toko obat, subjek lebih banyak mendominasi dalam kepemimpinan di toko obat. Karena itu tidak mengherankan subjek memiliki wewenang yang sangat besar dan merupakan pembuat keputusan di toko obat.

2. Analisis Data Subjek 2 – Kiang a. Kerja Sebagai kewajiban Moral

(73)

wajib untuk bekerja. Tujuan Kiang bekerja adalah untuk mencari uang demi anak-anaknya. Ia berkeinginan memberikan bagian (warisan) untuk anak-anaknya, bila mereka sudah bekerja dan berkecukupan ia baru merasa puas. Hal ini menunjukkan bahwa Kiang bekerja demi orang lain.

4) “Ya untuk anak, cari duit nanti kan untuk anak.”

6)“Kurasa sih tidak ada, asal untuk anak, anak udah bisa kerja cukuplah.”

64)“... lalu sebagian lagi kita kerja kan untuk anak kita, nanti suatu hari anak satu orang dapat satu bagian..”

Akan tetapi menurut Kiang ia bekerja juga tidak hanya demi uang, karena dengan bekerja akan ada aktivitas otak dan gerak, dengan demikian bekerja juga berguna bagi otak dan tubuhnya supaya tidak sakit-sakitan. Selain bekerja bisa berakibat baik untuk otak dan tubuhnya, dengan adanya kegiatan yang dilakukannya setiap hari, akan membantunya dalam menghabiskan waktu dan melewati hari. Hal ini berarti selain untuk orang lain, Kiang bekerja juga untuk dirinya sendiri. Oleh karena itu Kiang menyatakan meskipun suatu saat ia telah memiliki banyak uang dan anak-anaknya sudah tidak membutuhkan bantuannya lagi, ia akan tetap bekerja, hanya saja ia akan mengurangi beban kerjanya agar tidak perlu bekerja terlalu keras lagi. Hal ini terlihat dari ungkapan Kiang :

9)

(74)

Menurut Kiang bila ia diberi kesempatan untuk memilih, ia lebih memilih untuk bekerja daripada tidak bekerja. Menjaga toko terasa lebih menyenangkan baginya karena ia bisa bertemu dan mengobrol dengan orang-orang serta melakukan kegiatan dengan pelanggan, hal tersebut akan membuat waktu terasa cepat berlalu. Hal ini menunjukkan bahwa Kiang merasa bahwa relasi sosialnya terjalin ketika ia bekerja.

69) “Oh iyalah, jaga toko lebih enak lah, kan kadang ketemu orang kan ada ngobrol-ngobrol kan bisa lebih cepat lewat hari.”

69)“Kadang kita jual barang kan ada duduk ada ngobrol, ada ngapa-ngapain juga, kita kan cepat lewatin hari, cepat bisa berlalu hari demi hari, kamu lihat lah, sebentar saja udah tengah hari.”

Menurut Kiang ia sudah merasa terbiasa bekerja, ia tidak akan bisa bila hanya disuruh duduk diam dan tidak bekerja. Bagi Kiang, suka atau tidak terhadap pekerjaan orang harus tetap bekerja. Bila tidak bekerja Kiang akan merasa stress dan tidak bisa menghabiskan waktu, sedangkan bila bekerja akan membuatnya merasa lebih baik, sehingga bila suatu saat ia tidak bekerja semua akan terasa aneh baginya dan ia tidak akan tahan. Oleh karena itu, tidak terpikirkan oleh Kiang untuk tidak bekerja, ia berkeinginan untuk bekerja terus, hanya saja ia tidak akan bekerja terlalu berat lagi bila sudah tua.

16)

Gambar

Tabel 1. Panduan Wawancara
Tabel 2. Kode Analisis Hasil Wawancara
Tabel 3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

8 Pengertian yang lebih luas diberikan oleh Munir Fuady yang menyebutkan bahwa hukum perbankan adalah seperangkat kaedah hukum dalam bentuk

pelestarian siklus hidup hewan berdasarkan lafal, intonasi dan ekspresi. Variabel bebas adalah PI-MTPS. PI-MTPS adalah pembelajaran yang.. menekankan siswa untuk mencari

Hasil analisis dan pembahasan di atas, untuk mengukur berapa besar kontribusi/penerimaan sektor pariwisata berupa pajak hotel dan pajak restoran tersebut

Uji heterokedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika

Berdasarkan persamaan tersebut, dapat dijelaskan bahwa variabel kualitas produk dan kualitas layanan mempunyai pengaruh positif terhadap Keputusan pembelian sepeda

Berdasarkan hasil Jembatan Dana P.APBD Kab Biaya sebagaimana tersebut 2017, Pejabat Pengadaan Ba Asahan T.A 2017, menetapkan.. Lanjutan

3.1 Skema Kerja Penelitian Daya Inhibisi Fraksi dari Ekstrak Etanol Daun Pacar Kuku ( Lawsonia inermis Linn.) terhadap Aktivitas Enzim Xantin Oksidase

Biotechnology Second Edition Volume 9: Enzymes, Biomass, Food and Feed.. VCH Verlagsgesellschaft