• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI DESKRIPTIF HARGA DIRI PENYANYI WANITA SOLO ORGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "STUDI DESKRIPTIF HARGA DIRI PENYANYI WANITA SOLO ORGAN"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI DESKRIPTIF HARGA DIRI PENYANYI WANITA SOLO ORGAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Nama : Drian Warih Endro Gunanto NIM : 019114121

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

MOTTO

Or a n g y a n g ber h ar a p k ep a da K u ak a n k u ber k a t i sel a l u (Y er em i a 17 : 7)

Sebab untuk Allah tidak ada yang mustahil (L ukas 1 : 37)

A ku mengasihi engkau dan it u sudah cukup unt ukmu; sebab kuasaKu j ust ru paling kuat kalau kau dalam keadaan lemah

( 2 Korint us 12 : 9)

PERSEMBAHAN

-

Yesus Kristus Juru Selamatk u

(5)
(6)

ABSTRACT

Drian Warih Endro Gunanto (2008). The Descriptive Study Self Esteem Woman Vocalist Solo Organ. Yogyakarta : Departement of Psychology ; Sanata Dharma University.

Solo organ is a musical that became popular because of the consumerism need. The essence of the solo organ was the way the singer perform the song on stage. Meanwhile, the self esteem is an individual judgment given to someone that is resulted from interaction with other people and there surroundings, self esteem categorized into two:high self esteem and low self esteem.

The research involves a descriptive study which analysis of Javanese woman’s self esteem who have job as solo organ singers. The population for the study comprised 47 female solo organ singers in Ambarawa who were in the age 18 to 25 years old, the data were collected through scales which consist of 22 valid items in r = 0.796.

(7)

ABSTRAK

Drian Warih Endro Gunanto (2008). Studi Deskriptif Harga Diri Penyanyi Wanita Solo Organ. Yogyakarta : Fakultas Psikologi ; Jurusan Psikologi ; Universitas Sanata Dharma.

Solo organ adalah sebuah musik yang menjadi populer karena kebutuhan masyarakat. Dalam solo organ yang menjadi hal terpenting adalah penampilan penyanyi yang menyanyi di atas panggung. Sementara itu harga diri adalah penilaian individu yang diberikan kepada dirinya yang merupakan hasil interaksi individu dengan orang lain maupun lingkungan sekitarnya, harga diri dibagi menjadi dua kategori yaitu harga diri tinggi dan harga diri rendah.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan bagaimana harga diri wanita jawa yang berprofesi sebagai penyanyi solo organ. Penelitian dilakukan di lingkungan Ambarawa dengan jumlah subjek 47 penyanyi wanita solo organ dengan batasan usia antara 18-25 tahun, dan berdomisili di Ambarawa. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran skala harga diri yang terdiri dari 22 item valid dengan r = 0.796.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas rahmat dan kasihNya hingga

penulisan Tugas Akhir Sarjana Strata Satu dengan judul “Studi Deskriptif Harga

Diri Penyanyi Wanita Solo Organ” ini dapat terselesaikan. Tugas akhir ini

merupakan salah satu prasyarat dalam mencapai tingkat Sarjana Satu (S1), pada

Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

Banyak sekali bantuan dan dukungan yang diperoleh penulis selama

mengerjakan tugas akhir ini, maka dengan segala kerendahan hati perkenankanlah

penulis menghaturkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak dan Ibu Kahono, untuk segala cinta, doa dan pengorbanan yang

telah diberikan dan boleh terima hingga saat ini.

2. Mas Whisnu atas kebersamaan dalam tawa dan sedih selama ini serta

mendukung untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Mas Bayu dan Mbak Desi serta Amrta yang selalu memberiku motivasi

agar aku cepat lulus.

4. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si., selaku dekan fakulatas Psikologi

Universitas Sanata Dharma serta dosen wali studi yang telah memberikan

saran selama aku belajar di USD.

5. Ibu Kristiana Dewayani, S.Psi., M.Si., selaku pembimbing utama yang

(9)

6. Ibu Agnes Indar Etikawati. S.Psi., M.Si., Psi. dan Ibu Passchedona

Henrietta P.D.A.D.S., S.Psi. selaku penguji yang telah memberikan saran

maupun kritikan.

7. Karyawan fakultas Psikologi di Sekertariat Psikologi (Bu Nanik, Mas

Gandung, Pak Gik) dan di Lab Fakultas Psikologi (Mas Muji ‘n Mas Doni)

serta karyawan perpustakaan. Terima kasih atas segala bantuan dan

kerjasamanya selama ini.

8. Kepada segenap penyanyi solo organ yang sudi meluangkan waktu untuk

mengisi angket penelitian ini.

9. My beloved person, Ika Angga Kurniasari. Makasih Chayank buat

perhatian dan kasih sayang yang selama ini aku terima, selalu menemaniku

dalam suka maupun duka. Makasih buat kisah yang sudah terjalin dengan

tulus dan indah.

10. Keluarga basar Eko Rusjanto yang seakan akan sudah menganggap penulis

sebagai keluarga sendiri, memberikan dukungan dan kasih sayang, dan

perhatian dan doa kepada penulis.

11. Sahabat yang sudah aku anggap sebagai kaka sendiri : Nugroho Agung

alias Bang Kebo yang selalu membrikan dukungan untuk menyaelesaikan

skripsi.

12. Teman-teman seperjuangan psikologi ’01 khususnya ; Wisa, Dian, Teki,

“aku nyusul kalian jadi sarjana oey……”. Shiro “ maturnuwun, bimbingan

skripsi selama ini” Dan teman-teman ’01 yang tidak bias disebutkan

(10)

13. Best friend “Olep and Ahonk”, terima kasih buat kebersamaan kita selama

ini dan dukungan untuk menyeleseikan skripsi ini.

14. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan tugas akhir ini yang

tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata denagn segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa masih

terdapat banyak kekurangan dalam penulisan tugas akhir ini, namun inilah usaha

maksimal yang dapat penulis berikan dengan segala keterbatasan kemampun yang

ada. Semoga tugas akhir ini dapat berguna dan dapat memberikan manfaat bagi

(11)
(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... v

ABSTRACT ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... xi

DAFTAR ISI ... xii

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Diri ... 15

B. MASA DEWASA AWAL... 17

(13)

D. AKTIFITAS PENYANYI SOLO ORGAN... 27

E. HARGA DIRI PENYANYI SOLO ORGAN ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

A. JENIS PENELITIAN ... 30

B. VARIABEL PENELITIAN ... 30

C. DEFINISI OPERASIONAL ... 31

D. SUBJEK PENELITIAN ... 32

E. PENGEMBANGAN ALAT PENGUMPULAN DATA... 33

F. UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR ... 38

1. Uji Validitas ... 38

2. Seleksi Item ... 38

3. Uji Reliabilitas Alat Ukur ... 39

G. METODE PENGUMPULAN DATA ... 40

H. ANALISIS DATA... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 43

A. ALAT PENELITIAN ... 43

1. Pelaksanaan Uji Coba Penelitan... 43

2. Hasil Uji Coba Alat Penelitian ... 43

B. PELAKSANAAN PENELITIAN ... 44

C. ANALISIS DATA STATISTIK ... 46

1. Uji Normalitas ... 46

2. Deskripsi Data Penelitian... 47

3. Data Deskripsi Harga Diri ... 48

D. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN... 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 52

A. KESIMPULAN ... 52

B. SARAN... 52

(14)
(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Skor item favourabel ... 36

Tabel 2 : Skor item unfavourabel... 36

Tabel 3 : Blueprint skala harga diri sebelumtryout... 37

Tabel 4 : Blueprint skala harga diri sesudahtryout... 37

Tabel 5 : Nomor item yang sahih dan gugur ... 39

Tabel 6 : Nomer item yang sahih dan gugur ... 44

Tabel 7 : Kategori jumlah subjek berdasarkan usia ... 45

Tabel 8 : Deskripsi data penelitian... 47

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Angket harga diritryout... 56

Lampiran 2 : Angket penelitian harga diri ... 60

Lampiran 3 : Data mentahtryout harga diri ... 63

Lampiran 4 : Uji validitas dan reliabilitastryout harga diri ... 72

Lampiran 5 : Data mentah angket penelitian harga diri ... 76

Lampiran 6 : Uji validitas dan reliabilitas angket harga diri ... 85

Lampiran 7 : Data mentah angket harga diri sesudah valid ... 88

Lampiran 8 : Kategorisasi berdasarkan percentile ... 97

Lampiran 9 : Uji normalitas... 100

Lampiran 10: Uji anova... 102

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berbicara tentang “pria” dan “wanita”, lebih daripada sekedar

perbincangan mengenai konsep sex atau jenis kelamin. Lebih jauh,

pembicaraan tentang “pria” dan “wanita” selalu dikaitkan dengan type-type

yang menyertainya. Misalnya, wanita digambarkan sebagai seorang “ibu”

yang merefleksikan dirinya sebagai “sosok yang memelihara”, sedangkan pria

digambarkan sebagai pekerja keras, penakluk, gemar berekspansi dan

mempunyai sifat agresivitas yang tinggi. Sementara, setiap budaya

mempunyai gagasan, premis, atau konsep yang berbeda tentangtype-type yang

menyertai kedua jenis kelamin itu, terutama berkaitan dengan konsep diri,

orang lain, dan hubungan antara diri dengan orang lain (Matsumoto, 2004).

Di banyak kebudayaan Barat misalnya, ada suatu keyakinan yang kuat

tentang keterpisahan antar individu. Tugas normatif budaya-budaya ini adalah

untuk mempertahankan independensi atau kemandirian individu sebagai

entitas yang terpisah dan self-contained (terbatas pada diri). Dalam hal ini

Matsumoto (2004) memberikan contoh seperti yang terjadi dalam masyarakat

Amerika, di mana orang dibesarkan untuk menjadi unik, dapat

mengekspresikan diri sebebas-bebasnya, serta dapat mewujudkan dan

mengaktualisasikan diri yang sesungguhnya. Kebudayaan Amerika

(18)

wanita. Banyak dari tugas kultural yang ada dalam budaya Amerika saat ini

dirancang dan diseleksi, melalui sejarah, untuk mendorong terbentuknya

independensi atau ketidaktergantungan masing-masing diri yang terpisah.

Dengan adanya tugas-tugas kultural seperti ini, pengertian orang Amerika

tentang harga diri atau nilai diri pun mengambil bentuk yang khas. Ketika

seorang pria atau wanita berhasil menjalin tugas-tugas kultural ini, mereka

akan sangat puas terhadap dirinya sendiri. Hal ini berdampak pada

meningkatnya harga diri mereka. Di bawah konsep independen tentang diri

ini, pria dan wanita cenderung memusatkan perhatian pada sifat-sifat diri

untuk selanjutnya diekspresikan dalam ruang publik dengan mendasarkan

serta mengkonfirmasikan sifat-sifat ini secara privat melalui perbandingan

sosial.

Berbeda dengan itu, banyak kebudayaan non-Barat yang tidak

mengasumsikan ataupun menghargai keterpisahan antaraindependensi dengan

self-contained. Sebaliknya, budaya-budaya ini menekankan pada apa yang

barangkali bisa disebut sebagai “kesalingterkaitan” yang mendasar pada

manusia. Tugas normatif utama dalam budaya-budaya semacam ini adalah

melakukan penyesuaian diri untuk menjadi sesuai dan mempertahankan

interdependensi di antara individu. Dengan demikian, banyak individu dalam

budaya-budaya ini dibesarkan untuk menyesuaikan diri dengan orang dalam

(19)

Hal-hal ini adalah tugas-tugas kultural yang dirancang dan terseleksi lewat

sejarah suatu kelompok budaya untuk mendorong terjadinya interdependensi

antara diri dengan orang lain (Matsumoto, 2004).

Contoh kebudayaan non-Barat dalam penelitian ini adalah Budaya

Jawa. Tujuan hidup tertinggi orang jawa adalah kesatuan abdi dan Tuhan

(manunggaling kawula Gusti), yang hanya dapat dicapai melalui penaklukan

dunia lahir dan pengembangan dunia batin. Penaklukan ini dapat dicapai oleh

manusia dengan olah roso, penghalusan, dan pendalaman terus-menerus.

Tuhan hanya ditemukan oleh individu yang sudah mampu menaklukan

dirinya, yang artinya memasuki dunia batin. Dunia batin adalah kenyataan

dalam diri manusia yang secara hakiki bersifat halus. Tolak ukur arti

pandangan orang jawa adalah untuk mencapai keharmonisan, ketenangan,

ketentraman,dan keseimbangan batin (Handayani dan Novianto, 2004).

Kondisi tersebut dapat diamati dalam ideologi gender yang terdapat

pada masyarakat feodal-aristokratik Jawa. Peran utama laki-laki adalah

sebagai penguasa utama rumah tangga yang memiliki hak-hak istimewa dan

otoritas terbesar dalam keluarga. Dengan demikian, anggota-anggota keluarga

lain, termasuk isteri harus tunduk kepada penguasa utama tersebut. Laki-laki

dalam posisinya sebagai suami dan ayah merupakan figur sentral dalam

keluarga. Ayah adalah pengayom dan pengambil keputusan utama dalam

keluarga. Karena posisinya yang sangat penting, figur ayah dan suami

memiliki otoritas yang besar dalam keluarga, serta kedudukan laki-laki dalam

(20)

dalam masyarakat. Sementara itu, peran utama wanita walaupun telah

mengalami redefinisi dan transformasi, esensi dari sebagian nilai yang

terkandung dalam ideologi tersebut tetap eksis dalam masyarakat Jawa masa

kini. Secara ideal masih terdapat anggapan bahwa peran utama wanita ada di

sekitar rumah tangga atau tugas-tugas domestik. “Kewanitaan” atau

“feminitas” wanita ditentukan oleh peran mereka di sektor-sektor domestik.

Konsep wanita sebagai ibu dan isteri merupakan tema sentral dalam

pembicaraan tentang wanita yang seolah-olah tidak dapat dilepaskan dari

kehidupan wanita. Aktivitas wanita dalam sektor lain, yaitu peran publik yang

hanya sebatas tugas sekunder. Ideologi tersebut disosialisasikan dan berusaha

diwujudkan dalam setiap kegiatan dan institusi-institusi sosial yang formal.

Dalam hal ini, harga diri wanita tidak dapat dilepaskan dari peranannya

sebagai ibu dan isteri, wanita dianggap sebagai mahluk sosial dan budaya

yang utuh apabila telah memainkan kedua peranan yang disebut oleh Abdullah

(1997) sebagai fenomena “housewifization”. Di mana wanita adalah sebagai

ibu rumah tangga yang harus memberikan tenaga dan perhatiannya demi

kepentingan keluarga tanpa boleh mengharapkan imbalan, prestise, serta

kekuasaan.

Meskipun demikian, secara mendasar integrasi sifat dinamika yang

dibingkai oleh sifat keseimbangan yang menjadi paradigma kebudayaan Jawa,

(21)

konfigurasi, paradigma dan makna kebudayaan Jawa tersebut maka sosok

wanita Jawa dari tinjauan budaya secara pokok dapat digambarkan sebagai

wanita yang memiliki jati diri, terikat, fungsional dan dinamik (Abdullah,

1997). Sebagai suatu konstruk psikologis, budaya Jawa yang dianut oleh

sekelompok orang yang mengaku dirinya sebagai “orang Jawa” dalam suatu

rangkaian sikap, nilai, keyakinan, dan perilaku.

Dari uraian tersebut salah satu contoh peran publik yang dijalankan

wanita untuk membantu memenuhi kebutuhan adalah sebagai penyanyi solo

organ. Solo organ merupakan suatu kesenian yang lahir dari suatu kebutuhan

konsumerisme. Pemaknaan kesenian solo organ terletak pada sosok biduan

dalam cara-cara membawakan suatu lagu di atas panggung. Oleh karena

kesenian ini berasal dari kebutuhan konsumerisme, tidak jarang pihak

pimpinan solo organ memberikan batasan usia pada para penyanyinya.

Menurut penuturan pihak manajemen yang berhasil diperoleh dari hasil pra

penelitian, pemberian batasan usia dilakukan untuk menjaga konsistensi

penyanyi maupun penonton, karena umumnya penonton (yang sebagian besar

pria) lebih menyukai penyanyi yang berusia muda. Hal ini menjadi alasan bagi

sejumlah penyanyi yang memiliki bakat, hanya menjadikan solo organ sebagai

batu loncatan. Sementara, bagi penyanyi dengan bakat yang kurang menonjol,

menjadikan aktivitas di solo organ hanya sebagai kegiatan sebelum “akhirnya”

mereka menikah.

Penelitian ini akan menganalisis harga diri wanita Jawa sebagai

(22)

menggunakan penyanyi dengan latar belakang budaya Jawa. Dalam hal ini

analisis akan dikaitkan dengan konteks cultural dan histories. Tanpa

pertimbangan terhadap konteks budaya dan sejarah, maka analisis dalam

penelitian ini dapat menyesatkan dan bersifat parsial. Hal ini mengarahkan

penulis untuk melakukan suatu kajian secara komprehensif mengenai ”studi

deskriptif harga diri penyanyi wanita solo organ”.

Uraian sebelumnya terlihat masyarakat di Jawa termasuk dalam tradisi

patriarkat, menurut Field (2003) tradisi masyarakat patriarkat telah

mewariskan banyak pertanyaan dan masalah. Selama berabad-abad, kekuasaan

pribadi kaum wanita telah dikerdilkan dan peran mereka telah dijadikan

marginal dalam suatu kultur yang hanya mengutamakan energi maskulin

(mental dan fisik) serta mengerdilkan energi feminim (emosional dan

spiritual). Pudjijogyanti (1985) menyatakan bahwa perbedaan peran seksual

yang kurang menguntungkan peran wanita mengakibatkan wanita selalu

bersikap negatif terhadap dirinya. Wanita juga kurang percaya diri apabila dia

diminta menunjukkan seluruh kemampuannya. Adanya perasaan kurang

percaya terhadap kemampuan, tingkat aspirasi yang rendah dan locus of

control eksternaltelah menunjukkan bahwa wanita bersikap negatif terhadap

dirinya sendiri. Martono (2000) mengatakan penilaian umum seseorang

mengenai diri, pengalaman dan kemampuannya disebut juga harga diri.

(23)

harga diri itu terkait erat dengan kepercayaan diri, hal itu juga akan

berpengaruh pada problem solving atau kemampuannya menyelesaikan

masalah. Hal ini jelas terlihat bahwa harga diri wanita sangat penting.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas maka permasalahan dalam penelitian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut:

Bagaimana harga diri penyanyi wanita solo organ?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini, yaitu untuk

mengetahui tingkat harga diri penyanyi wanita solo organ.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang

berharga, baik secara praktis maupun teoritis.

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini dapat menambah kajian-kajian ilmiah bagi dunia

ilmu pengetahuan, khususnya ilmu psikologi sosial agar dapat

mengembangkan wilayah keilmuannya terutama yang berkaitan dengan harga

(24)

2. Manfaat praktis

Memberikan suatu pandangan dan penilaian bagi masyarakat

khususnya penyanyi solo organ tentang harga diri seorang wanita yang

berprofesi sebagai penyanyi solo organ sehingga seorang wanita yang

memiliki profesi sebagai penyanyi solo organ dapat mengembangkan diri

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Harga diri

1. Pengertian Harga diri

Coopersmith (dalam Handayani, 2002) mendefinisikan harga diri

sebagai evaluasi yang dibuat individu mengenai hal-hal yang berkaitan

dengan dirinya, yang mengekspresikan suatu sikap setuju atau tidak setuju

dan menunjukkan tingkat keyakinan bahwa dirinya sendiri mampu,

penting, berhasil dan berharga. Dengan kata lain harga diri merupakan

suatu penilaian pribadi terhadap perasaan berharga yang diekspresikan di

dalam sikap-sikap yang dipegang oleh individu tersebut. Walaupun

tampak mengacu pada pengalaman subjektif, harga diri akan muncul

dalam perilaku yang dapat diamati.

Branden (2001) mengartikan harga diri sebagai pengalaman intim

yang berada dalam inti kehidupan. Harga diri adalah apa yang dipikirkan

dan rasakan tentang diri sendiri, bukanlah apa yang dipikirkan dan

dirasakan orang lain tentang siapa diri kita sebenarnya.

Menurut Hurlock (1999), harga diri merupakan evaluasi diri yang

dibuat dan dipertahankan oleh seseorang yang berasal dari interaksi sosial

dalam keluarga serta penghargaan, perlakuan dan penerimaannya dari

orang lain. Selaras dengan pendapat diatas Berne dan Savary (1988)

(26)

seseorang dapat membina hubungan yang sehat dengan orang lain, melihat

diri mereka sebagai orang yang berhasil dan memperlakukan orang lain

tanpa kekerasaan.

Calhoun (1990) berpendapat bahwa harga diri merupakan hasil dari

salah satu dimensi dari konsep diri, yang dimaksud adalah penilaian

terhadap diri sendiri melawan apa yang dirasakan dapat dilakukan dan

harus dapat dilakukan. Jadi evaluasi diri merupakan penilaian terhadap diri

yang nyata dan yang dicita-citakan. Hasil dari penilaian ini menunjukkan

tingkat harga diri seseorang. Maslow melihat harga diri sebagai sesuatu

yang merupakan kebutuhan setiap orang dan terasa mulai dari tingkat yang

rendah hingga tinggi. Kebutuhan untuk dihargai ini di dalam kehidupan

bermasyarakat mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku

seseorang dan mendorong untuk melakukan bermacam-macam hal demi

mendapatkan penghargaan dari orang lain

Menurut Tambunan (2001) harga diri itu sendiri mengandung arti

suatu hasil penilaian individu terhadap dirinya yang diungkapkan dalam

sikap–sikap yang dapat bersifat positif dan negatif. Bagaimana seseorang

menilai tentang dirinya akan mempengaruhi perilaku dalam kehidupannya

sehari–hari. Harga diri yang positif akan membangkitkan rasa percaya diri,

penghargaan diri, rasa yakin akan kemampuan diri, rasa berguna serta rasa

(27)

yang mengekspresikan suatu sikap setuju atau tidak setuju dan

menunjukkan tingkat keyakinan bahwa dirinya sendiri mampu, penting,

berhasil dan berharga. Dengan kata lain harga diri merupakan suatu

penilaian pribadi terhadap perasaan berharga yang diekspresikan di dalam

sikap-sikap yang dipegang oleh individu tersebut. Walaupun tampak

mengacu pada pengalaman subjektif, harga diri akan muncul dalam

perilaku yang dapat diamati.

2. Karakteristik Harga Diri

Coopersmith (1976) membedakan dua jenis harga diri menurut

karakteristik individu, yaitu rendah dan tinggi. Karakteristik-karakteristik

tersebut adalah :

a. Karakteristik harga diri tinggi

1. Aktif dan dapat mengekspresikan dirinya dengan baik.

2. Berhasil dalam bidang akademik, terlebih dalam mengadakan

hubungan sosial.

3. Dapat menerima kritik dengan baik.

4. Tidak terpaku pada dirinya atau tidak hanya memikirkan

kesulitannya sendiri.

5. Keyakinan akan dirinya tidak berdasarkan pada fantasinya karena

memang mempunyai kemampuan, kecakapan sosial dan kualitas

(28)

6. Tidak terpengaruh pada penilaian dari orang lain tentang sifat atau

kepribadiannya, baik itu positif ataupun negatif.

7. Akan menyesuaikan diri dengan mudah pada suatu lingkungan

yang belum jelas.

8. Akan lebih banyak menghasilkan suasana yang berhubungan

dengan kesukaan sehingga tercipta tingkat kecemasan dan perasaan

tidak aman yang rendah serta memiliki daya pertahanan yang

seimbang.

b. Karateristik harga diri rendah

1. Memilki perasaan inferior.

2. Takut dan mengalami kegagalan dalam mengadakan hubungan

sosial.

3. Terlihat sebagai orang yang putus asa dan depresi.

4. Merasa diasingkan dan tidak diperhatikan.

5. Kurang dapat mengekspresikan diri.

6. Tidak konsisten.

7. Secara positif akan selalu mengikuti apa yang ada

dilingkungannya.

8. Menggunakan banyak taktik pertahanan diri.

9. Mudah mengakui kesalahan.

(29)

a. Harga Diri Tinggi

1. Bertindak mandiri. Ia akan membuat pilihan dan mengambil

keputusan tentang masalah seperti pemanfaatan waktu, uang,

pekerjaan, pikiran, dan lain-lain. Ia akan mencari teman dan

kesenangannya sendiri.

2. Menerima tanggung jawab. Ia akan bertindak dengan segera dan

penuh keyakinan dan kadang-kadang menerima tanggung jawab

untuk tugas atau kebutuhan sehari-hai.

3. Merasa bangga akan prestasinya. Ia akan menerima pengakuan

terhadap prestasi yang dicapainya dengan gembira dan

kadang-kadang memuji dirinya sendiri.

4. Mendekati tantangan baru dengan penuh antusias. Tugas yang

belum diketahui, belajar dan melakukan aktifitas baru, menarik

perhatiannya dan ia mau melibatkan dirinya dengan penuh percaya

diri.

5. Menunjukkan sederet perasaan dan emosi yang luas. Ia mampu

tertawa, berteriak, menangis, mengungkapkan kasih sayangnya

secara spontan dan secara umum, mengalami berbagai perasaan,

emosi tanpa menyadarinya.

6. Mentolerir prestasi dengan baik. Ia akan mampu menghadapi

frustasi dengan berbagai reaksi seperti menertawakan diri sendiri,

berteriak keras-keras dan sebagainya, dan dapat berbicara tentang

(30)

7. Merasa mampu mempengaruhi orang lain. Ia merasa percaya diri

akan kesan yang diperolehnya dan mampu mempengaruhi anggota

keluarga, teman bahkan para pemimpin seperti guru, mentor,

direktur dan lain-lain.

b. Harga Diri Rendah

1. Meremehkan bakatnya sendiri. Ia akan mengatakan “saya tidak

bisa melakukan ini atau itu……..saya tidak tau bagaimana……...,

saya tidak pernah belajar itu”

2. Merasa bahwa orang lain tidak menghargainya. Ia akan merasa

tidak yakin dan selalu bersikap negatif terhadap dukungan dan

kasih sayang orang tuanya atau teman.

3. Merasa tidak berdaya. Kurang percaya diri atau bahkan

ketidakberdayaannya akan tampak dalam sikap dan tindakan. Ia

tidak mau berusaha keras menghadapi tantangan atau masalah.

4. Mudah dipengaruhi orang lain. Gagasan dan perilakunya sering

kali berubah mengikuti orang banyak bergaul dengannya.

Seringkali ia dimanipulasi orang yang berkepribadian kuat.

5. Menunjukkan deretan emosi dan perasaan yang sempit. Betapa

emosi yang khas seperti misalnya : tidak sopan, keras kepala,

histeria. Orang tua dapat meramalkan reaksi yang akan

(31)

6. Menghindari situasi yang menimbulkan kecemasan. Toleransi yang

rendah terhadap stess terutama rasa takut, amarah, lingkungan yang

menimbulkan kekacauan.

7. Menjadi defensif dan mudah frustasi.ia akan mudah tersinggung

tidak mempu menerima kritikan atau perintah yang tidak diduga

dan slalu mempunyai dalih mengapa ia tidak dapat

melaksanakannya.

8. Menyalahkan orang lain karena kesalahannya sendiri. Ia jaranag

mau mengakui kesalahannya atau kelemahannya dan kerap kali

menyalahkan orang lain atau keadaaan yang tidak menguntungkan

sebagai penyebab kesulitannya.

Karakteristik harga diri mengacu pada teori Coopersmith dimana

hanya dijelaskan dalam dua tingkat harga diri, yaitu harga diri tinggi dan

rendah. Harga diri tinggi misalnya berhasil di bidang akademik, lebih

mampu mengadakan hubungan sosial termasuk dalam hubungan keluarga,

dan dapat mengekspresikan dirinya dengan baik, sedangkan harga diri

rendah misalnya mengalami ketakutan akan kegagalan dalam hubungan

sosial, memiliki tingkat kecemasan tinggi sehingga merasa diasingkan dan

tidak diperhatikan, juga kurang dapat mengkspresikan dirinya.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Harga diri

Menurut Dusek (1996) ada beberapa faktor yang sangat

(32)

a. Jenis Kelamin

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa remaja putri mudah terkena

gangguan terhadap bentuk tubuh dibanding dengan kelompok usia

lainnya. Secara khusus harga diri mereka cenderung rendah.

Penyebabnya adalah sangat bermaknanya harga diri fisik agar dapat

diterima oleh kelompoknya.

b. Kelas Sosial

Penelitian menunjukkan bahwa kelas sosial remaja yang ditandai oleh

pekerjaan, pendidikan dan penghasilan orang tua merupakan penentu

yang penting dari harga diri, khususnya individu yang berpindah dari

tahap remaja mengarah keremaja akhir. Pada umumnya, dengan kelas

sosial menengah memiliki harga diri yang lebih tinggi dibanding

kelompok menengah kebawah.

c. Pengasuhan

Salah satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya harga diri adalah

pengasuhan. Dari penelitaian yang dilakukan Coopersmith ditemukan

bahwa individu yang diasuh dengan penerimaan dan kehangatan serta

memiliki suasana rumah yang memahami dan toleran memilki harga

diri yang tinggi dibandingkan dengan yang diasuh dengan orang tua

(33)

B. Masa Dewasa Awal

1. Pengertian Dewasa Awal

Istilah adult berasal dari kata kerja latin yang berarti “tumbuh

menjadi kedewasaan”. Akan tetapi kata “adult” berasal dari bentuk lampau

dari kata kerja adultus yang berarti “telah tumbuh menjadi kekuatan dan

ukuran yang sempurna” atau “telah menjadi dewasa”. Orang dewasa

adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap

menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa

lainnya, masa dewasa muda dimulai pada umur 18 tahun sampai 40 tahun,

disaat perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya

kemampuan produktif (Hurlock,1999).

Hurlock (1999) berpendapat bahwa individu disebut dewasa bila telah

memiliki kekuatan tubuh secara maksimal, siap bereproduksi dan memilki

kesiapan kognitif, afektif, dan psikomotor serta diharapkan dapat

memainkan perannya bersama dengan individu-individu lain dalam

masyarakat.

Menurut Piaget (dalam Hurlock,1999) secara psikologis masa dewasa

adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat luas. Masa

dewasa adalah usia dimana individu mengalami perubahan intelektual

yang mencolok, transformasi yang khas dari cara berpikir memungkinkan

untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa yang

kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode

(34)

Salah satu ciri-ciri perkembangan masa dewasa awal menurut

Hurlock (1999) adalah masa dewasa awal sebagai masa penyesuaian diri

dengan cara hidup baru dimana seorang pada masa dewasa awal sedang

melakukan penyesuaian terhadap pola peran seks atas dasar persamaan

derajat yang menggantikan pola tradisional serta pola baru dalam

kehidupan keluarga.

2. Tugas Perkembangan Dewasa Awal

Havigurst (Hurlock,1999) membagi tugas–tugas sebagai berikut,

mulai bekerja, memilih pasangan hidup, belajar hidup dengan tunangan,

mulai membina keluarga, mengasuh anak, mengelola rumah tangga,

mengambil tanggung jawab sebagai warga negara, dan mencari kelompok

sosial yang menyenangkan.

3. Fase-Fase Kognitif Dewasa

Piaget (dalam Santrock, 1995) percaya bahwa seorang remaja dan

seorang dewasa berpikir dengan cara yang sama. Namun beberapa ahli

perkembangan percaya bahwa baru pada saat masa dewasalah individu

mengatur pemikiran operasional formal mereka. Mereka mungkin

merencanakan dan membuat hipotesis tentang masalah-masalah seperti

(35)

Fase-fase kognitif masa dewasa menurut Schaie (dalam Santrock,

1995) adalah:

a. Fase mencapai prestasi (Achieving Stage)

Fase dimasa dewasa awal yang menurut Schaie (1977), melibatkan

penerapan inteletualitas pada situasi yang memiliki konsekuensi

besar dalam mencapai tujuan jangka panjang, seperti pencapaian

karier dan pengetahuan. Solusi ini harus diintegrasikan dalam

rencana hidup yang mencakup masa depan.

b. Fase tanggung jawab (The Responsibility Stage)

Fase yang terjadi ketika keluarga terbentuk dan perhatian diberikan

kepada keperluan-keperluan pasangan dan keturunan. Fase tanggung

jawab sering dimulai pada masa dewasa awal dan terus berlanjut ke

masa dewasa tengah.

c. Fase eksekutif (The executive Stage)

Fase yang terjadi di masa dewasa tengah dimana seseorang

bertanggung jawab pada sistem kemasyarakatan dan organisasi

sosial.

d. Fase reintegratif (The reintregrative Stage)

Terjadi pada bagian akhir dewasa fase terakir dimana orang dewasa

yang lebih tua memilih untuk memfokuskan tenaga mereka pada

tugas dan kegiatan yang bermakna bagi mereka.

Usia dewasa awal merupakan masa yang paling menentukan pada

(36)

bekerja atau menjalin hubungan hingga ke jenjang pernikahan. Karena itu

masa dewasa awal merupakan masa yang sangat penting karena pada masa ini

seseorang perlu membuat pilihan yang tepat demi menjalin masa depannya.

Pada masa ini seseorang akan menghadapi dilemma antara kerja dan keluarga,

mereka sudah mulai menerima dan memikul tanggung jawab yang lebih berat.

Masa dewasa awal disebut juga golden age dimana pada masa ini semangat

hidup seorang wanita tidak dapat ditunggu lagi. Pada usia emas ini hidup

harus diputuskan saat ini demi mewujudkan citi-citanya (Prasetyadi, 2008)

C. Eksistensi Wanita Dalam Budaya Jawa

Menurut Handayani dan Novianto (2004) kata wanita dalam masyarakat

Jawa lebih dipilih daripadaperempuan, sebab berdasarkan pemaknaan, kata

“wanita” lebih dekat dengan kesadaran praktis masyarakat Jawa, dalam artian

‘Wanita” berasal dari kata wani (berani) dan tata (diatur), artinya seorang

wanita adalah sosok yang berani ditata dan diatur.

Analisis terhadap status dan peran wanita Jawa, terutama dalam

hubungannya dengan pola pembagian kerja menghasilkan dua kesimpulan

yang bertolak belakang. Hal tersebut menurut Kusujiarti (dalam Abdullah,

1997) disebabkan adanya perbedaan persepsi dan pendekatan yang digunakan

dalam mencermati hubungan gender dan dinamika interaksi yang terjadi

(37)

maupun keluarga. Posisi tersebut dicapai perempuan antara lain karena adanya

struktur keluarga yang bilateral, anggapan umum yang menyatakan bahwa

laki-laki dan perempuan atau suami-istri adalah dua mahluk yang saling

melengkapi, serta sumbangan perempuan yang cukup besar dalam ekonomi

keluarga yang dicapai melalui partisipasi aktif mereka dalam kegiatan

produktif (Handayani dan Novianto, 2004).

Menurut Koentjaraningrat (1984) peranan penting perempuan juga

ditunjukkan dengan adanya kenyataan bahwa di sebagian besar rumah tangga

Jawa, perempuanlah yang bertanggung jawab dalam pengelolaan pendapatan

dan pengeluaran rumah tangga. Selain itu, perempuan juga berperan penting

dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini sangat berbeda dengan keadaan

dan status perempuan di negara-negara berkembang lainnya, seperti

Banglades, India, dan Cina, bahkan di antara kelompok masyarakat lain di

wilayah Indonesia. Faktor-faktor itu menunjukkan bahwa perempuan

mempunyai akses yang cukup besar terhadap berbagai jenis sumber daya, baik

yang ada dalam keluarga maupun masyarakat. Sedangkan kemampuan dan

kesempatan untuk mendapatkan akses terhadap sumber daya ekonomi, sosial,

dan kultural merupakan faktor-faktor yang sangat penting dalam menentukan

status dan peranan perempuan

Analisis kedua menyangkal pendapat tersebut. Menurut analisis ini,

peranan penting perempuan dalam sektor ekonomi dan pengelolaan rumah

tangga belum tentu menunjukkan tingginya status dan kekuasaan perempuan.

(38)

keluarga dan juga dituntut untuk menyelesaikan sebagian besar pekerjaan

domestik, sehingga mereka harus membagi waktu dan sumber daya untuk

memenuhi kedua kewajiban tersebut secara bersamaan (Murniati, 1998).

Menurut Mukmin (1980) wanita Indonesia memiliki berbagai macam

motivasi yang mendorong mereka untuk bekerja diluar rumah, antara lain

ekonomi material, misalnya untuk menambah penghasilan keluarga, motivasi

mental spiritual, yaitu untuk mempraktekkan ilmu pengetahuan yang diperoleh

guna meningkatkan karier dan kepuasan mental atuapun hanya sekedar

keisengan yaitu bekerja sebagai suatu hoby tanpa tujuan tertentu hanya untuk

mengisi waktu luang saja. Pada umumnya motivasi wanita Indonesia bekerja

adalah karena adanya motivasi ekomoni dan spiritual. Wanita memandang

pekerjaan hanya sebagai hal sampingan sedangkan pria memandang pekerjaan

sebagai hal pokok bahkan mereka mengidentifikasikan diri dengan pekerjaan.

Dalam masyarakat Jawa banyak ditemukan wanita Jawa justru dapat

bertindak lebih taktis dan lebih rasional dalam situasi yang penuh tekanan

terutama secara sosial. Hal ini disebabkan karena posisi laki-laki ada di

wilayah publik, biasanya kaum laki-lakilah yang paling merasa terdesak untuk

membawa diri sesuai dengan tuntutan-tuntutan tata karma yang tepat. Dengan

demikian, karena dia berada di posisi publik maka laki-laki Jawa menanggung

beban publik untuk selalu bisa membawakan diri. Oleh karena itu, dalam

(39)

mengingat posisinya di wilayah privat sehingga ia cenderung bebas dan lebih

jernih untuk mengemukakan pendapatnya . (Handayani dan Novianto, 2004).

Dari dua analisis tersebut dapat diketahui bahwa kondisi kekuasaan

dan peran perempuan Jawa dalam masyarakat dan keluarga merupakan

kenyataan semu yang masih membutuhkan kajian yang lebih kritis. Para

penganut analisis kedua berpendapat bahwa sistem patriarki merupakan

halangan terbesar bagi perempuan Jawa untuk mendapatkan status dan peran

yang setara dengan laki-laki. Sistem patriarki dengan nilai-nilai yang

mengutamakan laki-laki ini, mempengaruhi cara perempuan dan laki-laki

dalam mempersepsikan status dan peranannya dalam keluarga dan masyarakat

serta menentukan citra masing-masing jenis kelamin dalam tatanan

masyarakat (Budiman, 1985).

Dalam tatanan sosial yang dilandasi pada sistem hubungan yang

patriarkis, walaupun perempuan aktif dalam proses produksi dan tidak

menghadapi hambatan kultural dan sosial yang sangat berarti dalam pola

pembagian kerja secara domestik ataupun publik, namun pada dasarnya segala

aktivitas perempuan dan persepsi masyarakat terhadap status dan posisi

perempuan dilingkupi oleh nilai-nilai patriarkis yang memihak pada laki-laki.

Nilai-nilai yang patriarkis tersebut diinternalisasikan dan dilanggengkan

melalui berbagai institusi sosial seperti lembaga politik, pendidikan, maupun

kepercayaan-kepercayaan, sehingga subordinasi tersebut tidak dirasakan

sebagai suatu sistem yang secara langsung sangat menekan dan memojokkan

(40)

Kedua analisis tersebut, meskipun nampaknya sangat berlawanan, namun

sesungguhnya merupakan perspektif yang saling melengkapi. Di satu pihak,

perempuan Jawa, khususnya perempuan Jawa yang berada di pedesaan

menempati posisi yang penting dalam keluarga dan masyarakat. Namun, di

pihak lain perempuan tidak mendapatkan prestise, kesempatan, dan kekuasaan

yang sebanding dengan laki-laki. Ideologi gender yang hegemonis, ideologi

familialisme, yang menekankan peranan perempuan sebagai ibu dan istri,

merasuk dan mempengaruhi cara pandang maupun persepsi perempuan dan

laki-laki terhadap pengalaman kesehariannya. Kedua analisis tersebut berguna

untuk menganalisis status dan peranan perempuan Jawa dalam masyarakat dan

keluarga.

Pendekatan pertama lebih menitikberatkan pada segi positif dan

faktor-faktor yang menguntungkan bagi perempuan Jawa untuk berperan dalam

keluarga dan masyarakat, tanpa melihat secara kritis mekanisme dan struktur

yang memojokkan serta menghambat perempuan. Pendekatan kedua

menitikberatkan pada adanya mekanisme struktural dan kultural, serta ideologi

yang hegemonik yang melahirkan subordinasi terhadap perempuan. Sebagai

akibatnya, perspektif ini kurang melihat perempuan sebagai mahluk yang

aktif, yang tidak begitu saja menyerah pada ketentuan struktur dan kultur.

Cara pandang ini juga kurang melihat hubungan gender sebagai suatu interaksi

(41)

konspiratif bersepakat, serempak, dan sadar berusaha menempatkan

perempuan pada posisi yang tidak menguntungkan (Budiman, 1985).

Hubungan gender dan analisis terhadap hubungan tersebut harus

dikaitkan dengan konteks kultural dan historis. Tanpa pertimbangan terhadap

konteks budaya dan sejarah dari hubungan tersebut, analisis hubungan gender

dapat menyesatkan dan bersifat parsial. Kaitan antarbudaya serta

wacana-wacana yang hegemonik serta kenyataan faktual dalam kehidupan sehari-hari

perlu dipandang sebagai dua hal yang saling berinteraksi secara dinamik dan

dialektika. Praktek hubungan gender yang secara nyata dapat diamati

sehari-hari berkaitan dan mempengaruhi wacana dan ideologi yang dominan, begitu

pula sebaliknya (Budiman, 1985).

Ideologi yang menekankan bahwa peran perempuan yang utama

adalah di sekitar rumah tangga, sebagai ibu dan istri, telah lama

disosialisasikan dan diinternalisasikan dalam masyarakat Jawa. Ideologi ini

telah bersatu dan menjadi elemen dalam budaya Jawa. Dalam masyarakat

Jawa, ideologi tersebut dilestarikan dan secara terus menerus diredefinisikan

melalui hukum-hukum adat yang berlaku, kepercayaan-kepercayaan, serta

negara dan pemerintah yang pernah ada dalam sejarah masyarakat Jawa.

Ideologi yang menekankan pada peran rperoduksi dan domestik perempuan

sangat ditekankan pada perempuan kelas atas pada jaman kerajaan-kerajaan

Jawa. Perempuan digambarkan sebagai mahluk yang anggun, halus, rapi,

tetapi tidak memiliki daya pikir yang tinggi dan kurang memiliki kemampuan

(42)

jabatan-jabatan strategis dalam pemerintahan dan masyarakat. Dengan

demikian perempuan dianggap sebagai mahluk yang sekunder atau the

second sex, sehingga perempuan dianggap perlu mendapatkan perlindungan

dan pengarahan dari laki-laki (Abdullah, 1997).

Status dan peran perempuan dalam masyarakat Jawa sangat

ditentukan oleh status laki-laki atau suaminya, karena perempuan

mendapatkan perlindungan, pengarahan dan status dari laki-laki maka

sebagai imbalannya perempuan harus tunduk dan memenuhi kebutuhan

laki-laki, serta mendukung keinginan dan kepentingan laki-laki. Dalam

masyarakat feodal yang aristokratik, ideologi ini sangat penting untuk

mendukung kelestarian suatu dinasti. Kesetiaan dan ketundukan perempuan

dibutuhkan untuk menjamin kelangsungan keturunan dan mendapatkan

kepastian bahwa keturunan yang ada adalah pewaris yang sah dari raja yang

berkuasa (Abdullah, 1997).

Walaupun ideologi gender telah mengalami redefinisi dan modifikasi,

namun esensi sebagian nilai yang terkandung dalam ideologi tersebut tetap

eksis dalam masyarakat Jawa masa kini. Secara ideal masih terdapat

anggapan bahwa peran utama perempuan ada di sekitar rumah tangga dan

tugas-tugas domestik. Aktivitas perempuan dalam sektor lain, seperti sektor

produksi dianggap sebagai tugas sekunder. “Keperempuanan” atau

(43)

Konsep perempuan sebagai ibu dan istri merupakan tema sentral dalam

pembicaraan tentang perempuan. Kedua konsep tersebut seolah-olah tidak

dapat dilepaskan dari kehidupan perempuan. Ideology familialisme (ideology

of familialism) atau ibuisme melingkupi kehidupan sosial, politik, ekonomi,

dan budaya. Ideologi tersebut disosialisasikan dan berusaha diwujudkan

dalam setiap kegiatan dan institusi-institusi yang formal. Kedirian perempuan

tidak dapat dilepaskan dari peranannya sebagai ibu dan istri, perempuan

dianggap sebagai mahluk sosial dan budaya yang utuh apabila telah

memainkan kedua peranan tersebut dengan baik (Abdullah, 1997).

D. Aktivitas Penyanyi Wanita Solo Organ

Solo organ adalah salah satu kesenian yang termasuk dalam budaya

pop. Budaya pop adalah suatu budaya yang diproduksi secara komersial dan

tidak ada alasan untuk berpikir bahwa tampaknya budaya pop akan berubah

dimasa yang akan datang. Namun, dinyatakan bahwa audience pop

menciptakan makna mereka sendiri melalui teks budaya pop dan melahirkan

kompetensi budaya dan sumber daya diskursif mereka sendiri. Budaya pop

dipandang sebagai makna dan praktik yang dihasilkan oleh audien pop pada

saat konsumsi dan studi tentang budaya pop terpusat pada bagaimana dia

digunakan (Barker, 2005).

Hall (2001) memberikan batasan bahwa budaya pop adalah arena

(44)

lanjut, dikatakan pula bahwa budaya pop adalah tempat di mana hegemoni

budaya dimapankan atau ditentangkan.

E. Harga Diri Penyanyi Wanita Solo Organ

Dalam kehidupan sehari-hari pada umumnya kita mengenal dua jenis

kelamin yaitu pria dan wanita. Pria digambarkan sebagai sosok pekerja keras

yang memiliki sifat agresifitas yang tinggi, sedangkan wanita digambarkan

sebagai sosok yang memelihara. Secara umum kita juga mengenal dua

budaya yang berbeda yaitu budaya barat dan timur. Wanita jawa termasuk

dalam budaya timur, dalam penelitian ini wanita jawa yang dalam kehidupan

sehari-harinya dipengaruhi oleh adat jawa yang berlaku misalnya wanita jawa

tunduk pada suami, tidak keluar malam, juga berpenampilan yang anggun.

Wanita dikatakan sebagai makluk sosial yang utuh apabila mampu

melakukan kedua perannya yaitu peran domestik dan peran publik. Peran

domestik dalam budaya jawa misalnya peran wanita dalam rumah tangga

seperti memasak, melayani suami, mengatur pendapatan, mengasuh anak.

Namun wanita juga memiliki peran publik yang tidak kalah penting, misalnya

hubungan dengan masyarakat sekitar untuk bersosialisasi (nyumbang,

biasanya dilakukan oleh ibu-ibu) dan bekerja untuk membantu memenuhi

kebutuhan hidup keluarga.

(45)

mampu berkomunikasi dan yang lebih penting lagi masih berusia muda,

kebanyakan dari penyanyi solo organ adalah wanita karena wanita secara

umum lebih menarik daripada pria. Tuntutan profesi yang dia geluti

seringkali bertolak belakang dengan budaya timur atau adat jawa yang ada

dilingkungan masyarakat, sehingga hal ini mempengaruhi harga diri wanita

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dengan

menggunakan metode deskriptif. Mardalis (1990), penelitian deskrptif

merupakan penelitian yang bertujuan mendiskripsikan, mencatat, menganalisis

dan mengintepretasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi. Soemanto

(1999) berpendapat penelitian diskriptif berusaha mendiskripsikan dan

mengintepretasikan apa yang ada atau dapat mengenai kondisi yang ada,

pendapat yang sedang tumbuh, proses yang sedang berlangsung, akibat atau

efek yang terjadi atau kecenderungan yang tengah berlangsung. Penelitian ini

tidak menggunakan hipotesa tetapi hanya mendeskripsikan informasi apa

adanya sesuai variabel yang diteliti. Penelitian ini berusaha menggambarkan

fenomena yang terjadi tentang masalah harga diri penyanyi wanita solo organ

di Ambarawa.

B. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut, sifat atau nilai dari orang,

obyek, atau kegiatan yang memiliki variasi tertentu yang ditetapkan oleh

(47)

Bentuk penelitian ini adalah studi deskriptif karena itu tidak ada

kontrol terhadap variabel. Variabel dalam penelitian ini adalah harga diri

wanita penyanyi solo organ.

C. Definisi Operasional

Pada penelitian ini dirumuskan batasan operasional untuk variabel

yang ada. Hal ini bertujuan untuk memperoleh pengertian yang jelas mengenai

variabel-variabel yang dipakai dalam penelitian ini serta menghindari salah

pengertian dan penafsiran. Harga diri sebagai evaluasi yang dibuat subjek

mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dirinya, yang mengekspresikan suatu

sikap setuju atau tidak setuju dan menunjukkan tingkat keyakinan bahwa

dirinya sendiri mampu, penting, berhasil dan berharga. Dengan kata lain harga

diri merupakan suatu penilaian pribadi terhadap perasaan berharga yang

diekspresikan di dalam sikap-sikap yang dipegang oleh subjek tersebut.

Walaupun tampak mengacu pada pengalaman subjektif, harga diri akan

muncul dalam perilaku yang dapat diamati.

Bentuk data harga diri dalam penelitian ini adalah berupa skor total

penelitian yang diperoleh dari pengisian skala harga diri yang diisi oleh

subjek. Subjek penelitian ini adalah wanita yang berprofesi sebagai penyanyi

solo organ. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka akan semakin tinggi

(48)

D. Subyek Penelitian

Menurut Hadi (1996) sampel penelitian adalah sebagian atau wakil

dari populasi yang akan diteliti, yang menjadi sumbangan data sebenarnya.

Subjek penelitian ini adalah wanita dewasa awal yang mempunyai profesi

sebagai penyanyi solo organ khususnya yang ada di kota Ambarawa.

Karakteristik subyek yang mejadi sasaran dalam penelitian ini adalah:

1. Penyanyi perempuan solo organ dengan latar belakang budaya Jawa.

2. Penyanyi perempuan solo organ yang masih menjalani profesinya.

3. Penyanyi perempuan solo organ yang berumur antara 18 sampai 25 tahun

(dewasa awal).

4. Penyanyi perempuan solo organ yang bertempat tinggal di Ambarawa.

Subyek yang digunakan pada penelitian ini hanyalah penyanyi

perempuan solo organ yang masih aktif menjalani profesinya dengan usia

antara 18 sampai 25 tahun. Menurut Prasetyadi, 2008 pada usia ini seseorang

sudah memasuki masa dewasa awal dimana masa ini merupakan masa yang

paling menentukan pada sosok wanita. Masa dewasa awal manusia harus

sudah memutuskan untuk bekerja atau menjalin hubungan hingga ke jenjang

pernikahan. Karena itu masa dewasa awal merupakan masa yang sangat

penting karena pada masa ini seseorang perlu membuat pilihan yang tepat

demi menjalin masa depannya. Selain itu solo organ adalah budaya pop yang

(49)

penyanyi perempuan solo organ di Ambarawa cukuplah banyak. Oleh karena

itu, tidak mungkin semua individu penyanyi perempuan solo organ dipakai

sebagai subyek penelitian.

Subjek penelitian dipilih melalui teknik sampling Snowball. Teknik

Snowball yaitu peneliti memilih orang tertentu yang dipertimbangkan dapat

mmberikan data yang diperlukan, kemudian selanjutnya berdasarkan data atau

informasi yang diperoleh dari sampel sebelumnya, maka peneliti dapat

menetapkan sampel lain, yang dipertimbangkan akan memberikan data yang

lebih lengkap (Sugiyono, 2002).

E. Pengembangan Alat Pengumpulan Data

Suatu instrumen adalah alat pengungkuran pengetahuan, ketrampilan,

perasaan, kecerdasaan, atau sikap individu dan kelompok. Instrumen dapat

berupa tes, angket, wawancara, dan sebagainya (Soemanto, 1999).

Dalam penelitian ini alat yang digunakan untuk mengumpulkan data

adalah skala yang diberikan pada subjek penelitian. Skala yang digunakan

dalam penelitian ini adalah Skala Harga Diri. Skala ini diadaptasi dari skala

harga diri yang dibuat Coopersmith (dalam Azwar, 1999) yang berisi

item-item yang menyajikan pernyataan-pernyataan harga diri dengan reabilitas

skala versi bahasa Indonesia adalah 0,530.

Dasar anggapan digunakannya metode skala ini, seperti

yang dikemukakan Hadi (2000) yaitu:

(50)

2. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar

dapat dipercaya.

3. Bahwa interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan

kepadanya sama dengan yang dimaksud oleh peneliti.

Dalam penelitian ini digunakan skala langsung. Skala langsung

menurut Hadi (2000) yaitu bahwa skala tersebut secara langsung diberikan

kepada orang yang dimintai pendapat atas keyakinannya untuk menceritakan

tentang keadaan dirinya sendiri.

Kelebihan menggunakan metode skala (Suryabrata, 1998) adalah

sebagai berikut:

1. Tidak membutuhkan waktu yang relatif lama

2. Dapat dilakukan terhadap banyak subjek pada waktu yang bersamaan

3. Biaya relatif murah

4. Untuk pelaksanaannya tidak dibutuhkan keahlian mengenai lapangan yang

sedang diselidiki.

Meskipun begitu metode skala ini juga memiliki kelemahan

(Hadi, 2000) antara lain:

1. Unsur-unsur yang tidak disadari kurang bisa terungkap

2. Besar kemungkinan jawaban-jawaban yang diberikan dipengaruhi oleh

keinginan pribadi, tidak apa adanya

(51)

Untuk mengatasi kelemahan tersebut Hadi mengatakan

bahwa perlu mengupayakan penyusunan skala tersebut seperti di bawah ini:

1. Menggunakan bahasa yang sederhana sehingga subjek mengerti hal-hal

yang ditanyakan

2. Subjek tidak diwajibkan menuliskan namanya, sehingga subjek tidak perlu

kuatir dan takut hal-hal yang ada pada dirinya akan diketahui oleh orang

lain

3. Jawaban terdiri dari beberapa pilihan dan subjek tinggal memilih jawaban

yang paling sesuai dengan keadaan dirinya sehingga subjek tidak perlu

merumuskan sendiri jawabanya.

Metode penskalaan yang digunakan adalah metodesummated ratings,

dengan menggunakan skala Likert. Selain itu, skala ini disusun dengan

menggunakan format respon dua pilihan jawaban yakni ya dan tidak. Skor

jawaban ya itemfavorable bernilai 1, dan jawaban tidak bernilai 0. Sedangkan

itemunfavorable jawaban ya bernilai 0 dan jawaban tidak bernilai 1.

Alasan menggunakan respon dua pilihan karena respon dua pilihan

menuntut subyek untuk mampu memberi jawaban definitif atas keadaan

dirinya yang sebenarnya. Dengan kata lain, subyek harus mampu berdisposisi

atas realitas dirinya dan tidak terjebak pada pernyataan ambigu atau ragu-ragu.

Diasumsikan, individu yang sudah berusia 18 sampai 25 tahun yang telah

memasuki usia dewasa awal, subyek mampu berdisposisi dan secara jujur

(52)

Dengan adanya kategori pemberian skor tersebut maka

pernyataan-pernyataan yang akan disajikan mendapat skor atau nilai dari 0 sampai 1

berdasarkan kategori pernyataan. Ada dua alternatif jawaban yang disajikan

dalam penelitian ini, yaitu ya dan tidak. Berikut tabel yang akan menjelaskan:

Tabel 1 Skor Item Favorabel Pernyataan Skor

Ya 1

Tidak 0

Tabel 2

Skor Item Unfavorabel Pernyataan Skor

Ya 0

Tidak 1

Skala harga diri dalam penelitian ini mengadaptasi skala harga diri dari

Coopersmith (dalam Azwar, 1999). Definisi harga diri menurut Coopersmith

yaitu harga diri sebagai evaluasi yang dibuat individu mengenai hal-hal yang

berkaitan dengan dirinya, yang mengekspresikan suatu sikap setuju atau tidak

(53)

sikap-sikap yang dipegang oleh individu tersebut. Walaupun tampak mengacu

pada pengalaman subjektif, harga diri akan muncul dalam perilaku yang dapat

diamati.

Distribusi atau penyebaran pada skala Harga Diri tersebut dapat

dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3

Blue Print Skala Harga Diri Sebelum Try Out

Pernyataan No. Item Jumlah Prosentase

Favorabel 4,5,8,10,14,19,20,24 8 32

Unfavorabel 1,2,3,6,7,9,11,12,13,15,16,17,

18,21,22,23,25

17 68

25 100 %

Tabel 4

Blue Print Skala Harga Diri Sesudah Try Out

Pernyataan No. Item Jumlah Prosentase

Favorabel 4,5,8,10,13,17,18,21 8 36

Unfavorabel 1,2,3,6,7,9,11,12,14,15,16,

19,20,22

14 64

(54)

F. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Uji Validitas

Validitas merupakan kesahihan suatu alat ukur. Menurut Hadi

(1996) suatu alat pengukuran disebut jitu jika alat ukur tersebut jitu

mengenai sasarannya. Dalam penelitian ini, skala harga diri diadaptasi dari

skala Self Esteem Coopersmith dengan validitas 0,60 (dalam Azwar,

2002).

2. Seleksi Item

Seleksi ini pertama diambil dari data hasil uji coba item pada

obyek yang memiliki karakteristik setara dengan obyek yang akan diteliti.

Item-item tersebut dievaluasi dengan analisis butir menggunakan

parameter daya beda item. Hal ini dilakukan untuk melihat sejauh mana

item-item tersebut bisa membedakan antara individu atau kelompok

individu yang mempunyai dan yang tidak mempunyai atribut yang hendak

diukur (Azwar, 2000). Uji coba (Try Out) dalam penelitian ini dilakukan

pada tanggal 27 sampai 30 Agustus 2007 di kota Ambarawa. Skala setelah

uji coba kemudian diberikan kepada para wanita yang memeiliki profesi

sebagai penyanyi solo organ, yang berumur antara 18 sampai 25 tahun dan

bertempat tinggal di kota Ambarawa yag telah memenuhi kriteria sebagai

subjek penelitian.

(55)

terpilih menjadi 22 item yang dianggap baik berdasarkan 0.3 artinya item

diatas 0.3 dianggap baik dan dibawah 0.3 dianggap buruk dan tidak

terpakai. Batasan ini diperoleh dengan melihat table koefisien korelasi

yang berasal dari penghitungan jumlah subjek yaitu 40 orang

menghasilkan batasan untuk mendapatkan item yang baik adalah

berdasarkan taraf signifikasi 5 %.

Berikut ini adalah tabel nomor item yang sahih dan nomor item

yang gugur:

Tabel 5

Tabel Nomor item Yang Sahih dan Gugur Nomor Item

Hasil pengujian terhadap 25 item menunjukkan bahwa terdapat 22 item

yang sahih. 22 item yang sahih tersebut akan digunakan sebagai skala

penelitian.

3. Uji Reliabilitas Alat Ukur

Selain uji validitas, alat ukur dalam penelitian ini juga akan diuji

realibitasnya. Realibilitas yang dimaksud adalah keajegan atau keandalan dari

(56)

dariCronbach. Dalam penelitian ini digunakan koefisienAlpha dengan alasan

koefisien dapat mengatasi kelemahan belah dua dan mengestimasi rata-rata

korelasi belah dua dari semua pembagian tes yang mungkin dilakukan. Selain

itu, pendekatan ini juga mempunyai nilai praktis dan efisien yang tinggi,

karena hanya dilakukan sekali pada sekelompok obyek (Azwar, 2000). Nilai

reliabilitas skala dianggap memuaskan bila koefisien Alpha ( ) lebih besar

atau sama dengan 0,90 karena berarti perbedaan (variasi) yang tampak pada

skor tersebut mampu mencerminkan 90% dari variasi yang terjadi pada skor

murni obyek, dan hanya 10% dari perbedaan skor yang tampak disebabkan

oleh variasierror pengukuran (Azwar, 2000).

Reliabilitas dalam penelitian ini adalah 0,796 dalam hal ini nilai

reliabilitas dapat dikatakan baik karena hampir mendekati nilai satu.

G. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini digunakan prosedur pengambilan data dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

1. Uji Coba (Try Out)

a. Peneliti mempersiapkan uji coba dengan terlebih dahulu menentukan

jumlah dan kriteria item pada skala.

b. Membuat skala harga diri dengan metode summated rating skala

(57)

d. Melaksanakan try out

e. Menganalisis data untuk menentukan tingkat kesahihan item (validitas

item). Item yang memenuhi kriteria keasahiahan item yang dibutuhkan

tidak dipakai sebagai item pada penelitian kepada subjek yang

sesungguhnya.

2. Penelitian

a. Menyusun skala penelitian dengan menggunakan item-item penelitian

yang memenuhi kriteria kesahihan item pada uji coba penelitian.

b. Memberikan skala kepada subjek penelitian yang telah ditentukan

c. Menganalisis data dengan analisis diskriptif untuk memberikan gambaran

mengnai subjek penelitian.

d. Membuat kesimpulan berdasarkan analisis tersebut.

e. Menyajikan kesimpulan dan seluruh hasil penelitian dalam bentuk sajian

diskriptif.

H. Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode statistik dengan metode analisis statistik deskriptif. Analisis deskriptif

digunakan dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai suatu objek

yang akan diteliti melalui data populasi atau sampel yang telah dikumpulkan

dalam penelitian ini, kemudian dijadikan acuan membuat kesimpulan yang

(58)

mean, standar deviasi, nilai maksimum serta nilai minimum, perhitungan

frekuensi dan prosentase.

Penentuan kategori tingkat harga diri didasarkan kategori jenjang.

Tujuan dari kategori jenjang ini adalah menempatkan individu ke dalam

kelompok-kelompok terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum

berdasarkan atribut yang diukur. Pengkategorian dibagi menjadi dua yaitu

tinggi dan rendah berdasarkan penghitungan percentile dengan bantuan

komputer statistical Packages for Social Sciece (SPSS) version 15.0 for

(59)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Alat Penelitian

1. Pelaksanaan Uji Coba Penelitian

Sebelum penelitian dilakukan peneliti telah melakukan uji coba

(tryout) kepada 40 orang wanita yang termasuk dalam usia dewasa awal

yaitu berusia antara 18 sampai 25 tahun dengan membagikan angket yang

disebarkan, peneliti melakukan uji coba ini untuk melihat apakah

kalimat-kalimat dalam penyataan setiap angket mampu dipahami dan sesuai

dengan apa yang dimasudkan peneliti.

Beberapa pertimbangan yang mendasari peneliti melakukan uji

coba penelitian di Ambarawa karena lokasi penelitian ini mudah dijangkau

oleh peneliti dan mengenal kondisi tempat penelitian sehingga

memudahkan dalam memberikan keefesienan waktu dalam melakukan

penelitian.

2. Hasil Uji Coba Alat Penelitian

Seleksi item dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan

komputer statistical Packages for Social Sciece (SPSS) version 15.0 for

windows. Standar validitas dalam penelitian ini menggunakan standar

validitas menurut Azwar (2000) yaitu item dikatakan valid jika nilai rix

(60)

Seleksi item terhadap 25 item dalam angket Harga Diri

menghasilkan 22 item valid sedangkan untuk item yang gugur berjumlah 3

item. Hal ini dikarenakan 3 item tersebut memiliki koefisien validitas <

0,30 Penjelasan item valid dan gugur dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 6

Tabel Nomor item Yang Sahih dan Gugur

Nomor Item Total

Pernyataan

Sahih Gugur Sahih Gugur Jumlah

Favorable 4,5,8,10,14,19,20,24 8 8

Unfavorable

1,2,3,6,7,9,11,13,

15,16,17,22,23,25

12,18,21 14 3 17

Total 22 3 22 3 25

Uji reliabilitas dilakukan setelah item-item yang tidak valid

dibuang. Uji reliabilitas dalam penelitian ini dibantu dengan bantuan

komputer statistical Packages for Social Sciece (SPSS) version 15.0 for

windows.

B. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan pada tanggal 4 sampai 16 September 2007,

(61)

itu peneliti kembali mendatangi subjek dan kembali meminta skala tersebut.

Dengan cara mendatangi satu per satu subjek peneliti mendapat informasi

tentang teman-teman subjek yang juga berprofesi sebagai penyanyi solo

organ, hal tersebut memudahkan peneliti untuk mencari sampel penelitian.

Penelitian dan pengambilan data dilakukan di Ambarawa yang

ditujukan kepada penyanyi solo organ dengan batasan usia antara 18

sampai 25 tahun. Jumlah sampel adalah 47 orang, dimana penyanyi solo

organ dengan jenis kelamin wanita yang berdomosili di kota Ambarawa.

Selain pertimbangan waktu pengambilan data dilakukan di Ambarawa

dikarenakan belum pernah diadakan penelitian mengenai tingkat harga diri

penyanyi wanita solo ogan di Ambarawa yang mana sebagian besar

masyarakatnya masih memegang teguh adat jawa yang berlaku.

Tabel 7

Kategori jumlah subjek berdasarkan usia Usia

Keterangan

18 19 20 21 22 23 24 25 Total

Jumlah 6 7 11 2 3 8 8 2 47

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala harga diri

yang terdiri dari 22 item. Sampel diberikan kebebasan untuk

mengembalikan skala penelitian sesuai dengan kesediannya. Beberapa

subjek mengisi skala yang disediakan saat skala dibagikan di tempat dan

(62)

yang membawa skala penelitian itu pulang dan mengembalikan kurang

lebih satu sampai dua hari kemudian. Setelah semua skala terkumpul, tidak

terdapat skala yang terlewati atau tidak terisi, jadi jumlah skala yang

dianalisis sebanyak 47 lembar.

C. Analisis Data Statistik 1. Uji Normalitas

Sebelum data dianalisis, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yaitu

normalitas untuk mengetahui apakah sampel yang diambil berasal dari

sebuah distribusi normal. Dalam hal ini uji normalitas dilakukan dengan

teknikKolmogorov-Smirnov yang menyatakan bahwa jika nilai signifikasi

lebih besar dari 0,05 (p > 0,05) maka sebarannya normal. Normal dalam

arti bahwa sampel atau data berasal dari distribusi normal atau populasi

yang normal sedangkan tidak normal berarti sampel atau data tidak pantas

untuk dijadikan sampel (Yonita, 2004).

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan teknik

Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan komputer statistical Packages for

Social Sciece (SPSS) version 15.0 for windows diperoleh nilai signifikasi

sebesar 0,184. angka ini menunjukkan bahwa penelitian ini dapat

(63)

2. Deskripsi Data Penelitian

Berikut ini disajikan tabel yang berisi data penelitian dengan

bantuan komputer statistical Packages for Social Sciece (SPSS) version

15.0for windows.

Tabel 8

Tabel Deskripsi Data Penelitian

N 47

Skor minimum teoritik 0 Skor minimum empiric 1 Skor maksimum teoritik 22 Skor maksimum empiric 22

Mean teoritik 11,5

Mean empiric 15,1277

Median 14

Modus 18

Standart deviasi 4,3967

Keterangan :

N adalah jumlah subjek

Skor minimum teoritik adalah skor paling rendah yang mungkin diperoleh

subjek

Skor minimum empiric adalah skor paling rendah yang diperoleh subjek

dalam penelitian

(64)

Skor maksimum empirik adalah skor paling tinggi yang diperoleh subjek

dalam penelitian

Mean teoritik adalah rata-rata teoritik dari skor maksimum dan skor

minimum yang merupakan titik tengah dari range

Mean empirik adalah rata-rata dari skor subjek penelitian, jika mean

empirik menunjukkan lebih besar dari mean teoritik maka dapat dikatakan

bahwa harga diri subjek tergolong tinggi.

Median adalah nilai tengah yang dihasilkan

Modus adalah Skor subjek yang paling sering muncul

Standart deviasi adalah suatu statistic yang digunakan untuk

menggambarkan variabilitas dalam suatu distribusi

3. Data Deskripsi Harga Diri

Tabel 9

Tabel Deskripsi Harga Diri

N Rendah Tinggi

Jumlah subjek pada penelitian ini adalah 47 wanita yang berprofesi

sebagai penyanyi solo organ. Setelah dilakukan penelitian dihasilkan 27

(65)

yang berprofesi sebagai penyanyi solo organ dengan harga diri tinggi

berjumlah 20 orang atau dengan prosentase sebesar 43%.

D. Pembahasan Hasil Penelitian

Mengacu pada norma kategorisasi untuk skala Harga Diri dan dari data

yang ada, didapatkan bahwa subjek memiliki harga diri yang rendah sampai

dengan harga diri yang tinggi. Subjek yang termasuk dalam kategori skor

tinggi berjumlah 20 orang dengan prosentase 43%. Harga diri tinggi menurut

Tambunan (2001) mengarah pada rasa percaya diri, penghargaan diri, rasa

yakin akan kemampuan diri, rasa berguna serta rasa bahwa kehadirannya

diperlukan di dunia ini.

Didukung dengan apa yang dikatakan Coopersmith dimana subjek yang

memiliki harga diri tinggi akan mampu mengekspresikan dirinya dengan baik,

keyakinan akan berhasil di bidang akademik maupun sosial karena

kemampuannya dan kualitasnya yang tinggi, dapat menerima kritik dengan

baik, tidak hanya memikirkan dirinya sendiri, dan akhirnya menghasilkan

suasana yang nantinya akan tercipta tingkat kecemasan yang rendah.

Dalam penelitian ini penyanyi solo organ termasuk dalam kategori

rendah karena 27 orang atau dengan prosentase 57% menggambarkan bahwa

dalam menjawab skala harga diri subjek penelitian termasuk ke dalam

kategori rendah. Hasil analisis diatas menjelaskan bahwa jika seorang

penyanyi solo organ memiliki harga diri yang rendah seperti yag dikatakan

Gambar

Tabel 3 : Blueprint skala harga diri sebelum tryout............................... 37
Tabel 1Skor Item Favorabel
Blue PrintTabel 3 Skala Harga Diri Sebelum Try Out
Tabel 5Tabel Nomor item Yang Sahih dan Gugur
+5

Referensi

Dokumen terkait

Minor suatu matriks A dilambangkan dengan M ij adalah matriks bagian dari A yang diperoleh dengan cara menghilangkan elemen-elemennya pada baris ke-i dan elemen- elemen pada

Dari segi pendidikan, seluruh anggota keluarga Ibu Ni Made Sudiani sudah baik, karena Ibu Ni Made Sudiani tamatan D3 Bahasa Bali di Perguruan Tingga Universitas Pendidikan

Lagu atau musik dengan atau tanpa teks merupakan sebuah karya seni yang dilindungi hak ciptanya. Berbeda dengan karya seni lain, unsur hak cipta dalam sebuah lagu

IC ini didasarkan pada desain regulator linear, arus input yang dibutuhkan adalah selalu sama dengan arus keluaran, sedangkan tegangan input harus selalu lebih tinggi

[r]

bahwa penetapan batas waktu pembayaran dan penyetoran pajak telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh

← Dipanaskan diatas hot plate sampai larut ← Dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang Berisi tabung durham masing-masing 5 ml.. ← Disterilkan di dalan oven dengan tekanan

pada tanggal 19 Oktober 2010 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN