• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSIDING SEMINAR HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN BPTP KARANGPLOSO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROSIDING SEMINAR HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN BPTP KARANGPLOSO"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Prosiding BPTP Karangploso No. 02

ISSN: 1410-9905

PROSIDING

SEMINAR HASIL

PENELITIAN/PENGKAJIAN

BPTP KARANGPLOSO

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KARANGPLOSO

2000

(2)

PENGKAJIAN SISTEM USAHA PERTANIAN (SUP) JAGUNG DI LAHAN KERING

F. Kasijadi, Moh. Ismail Wahab, Hendry Suseno dan Wigati Istuti ( Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Karangploso )

ASBTRAK

Dari luas panenan jagung 1,27 juta ha di Jawa Timur, sekitar 71% dari luasan tersebut terdapat di lahan kering dengan produktifitas jagung masih rendah rata-rata 2,65 ton/ha pipilan kering. Jawa Timur dijadikan propinsi andalan untuk mencapai swasembada jagung, sehingga perlu peningkatan produktifitas jagung di lahan kering. Rendahnya produktifitas tersebut disebabkan oleh a) penggunaan varietas lokal atau varietas unggul generasi lanjut, b) teknik pemberian dan dosis pupuk yang tidak tepat, dan c) pengendalian hama dan penyakit kurang memadai. Saat ini telah tersedia rakitan teknologi SUP jagung yaitu penggunaan varietas unggul, pengendalian hama penyakit dan teknik pemupukan dengan populasi tanaman yang optimal dan efisien, sehingga dapat meningkatkan produktivitas lahan dan pendapatan petani. Pengkajian sistem SUP jagung ini bertujuan mengkaji keragaan rakitan teknologi budidaya jagung di lahan kering sentra produksi jagung yang tingkat produktifitasnya masih rendah, mengkomunikasikan teknologi budidaya jagung yang lebih produktif dan efisien, sehingga dapat meningkatkan produktifitas dan pendapatan petani jagung di lahan kering. Pengkajian sistem SUP jagung dilaksanakan dalam areal 400 ha yang dibagi dalam 4 Kabupaten yaitu Kabupaten Tuban, Lamongan, Bangkalan dan Sumenep masing-masing 100 ha. Variabel yang diamati adalah pertumbuhan tanaman, hasil dan analisis ekonominya. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa penerapan paket teknologi diperbaiki menggunakan benih jagung varietas Bisma dan Semar-3 dapat meningkatkan hasil pipilan kering per ha 67-74 dibandingkan teknologi petani menggunakan varietas lokal (2,3-4,3 t/ha). Hasil pipilan kering yang diperoleh dengan menggunakan varietas Bisma di Kabupaten Tuban dan Sumenep cenderung lebih tinggi dibandingkan varietas Semar-3 maupun varietas lokal petani, tetapi di Kabupaten Lamongan dan Bangkalan penggunaan varietas Semar-3 memberikan hasil lebih tinggi. Secara ekonomis paket teknologi diperbaiki menggunakan varietas Bisma dan Semar-3lebih efisien dibandingkan dengan teknologi petani. Perbandingan tambahan penerimaan dengan tambahan biaya produksi pada penerapan teknologi diperbaiki terhadap teknologi petani mencapai 2-9 kali. Dengan tidak adanya kredit usahatani, penerapan paket teknologi diperbaiki terutama dosis pemupukan belum dapat diterapkan petani sehingga produksinya turun o,57-0,9 t/ha. Apabila tersedia kredit usahatani dan petani menerapkan dosis pupuk anjuran, maka tambahan biaya pupuk dapat meningkatkan tambahan penerimaan sebesar 20-60%.

Kata Kunci: Jagung, lahan kering, paket teknologi, varietas Semar-3 dan Bisma, efisiensi

ABSTRACT

Maize acreage in East Java is 1.27 million ha, in fact 71% of that acreage was found in upland with low productivity averagely 2.65 t /ha of dried grain. This condition might be caused by a) the use of local variety on late generation of superior varities, b) application technique and unproper dosage of fertilizer, c) unproper pests and diseases control. For time being, package technology on maize is ready to be used, namely the use of superior variety pests and diseases control, optimal and eficient fertilization. The aim of assessment was to be observe package technology adopted in upland region, to communicate and established and efficient culture technique of maize that finally might improve its productivity and farmers income. Assessment was conducted on 400 ha farmer’s field in Kabupaten Bangkalan, Tuban, Lamongan and Sumenep, each of 100 ha. Variable observed were growth, yield and economic analysis. Result showed that application of improved package technology using Bisma variety and Semar-3 increased dried grain yield by 67-74% compared to

(3)

farmer’s methode using local variety (2,3 - 4,3 t/ha). Result obtained in Kabupaten Tuban and Sumenep using Bisma variety tended to be higher compared to Semar-3, but in the other land the use of Sema-3 in Kabupaten Lamongan and Bangkalan gave higher yield. Economically improved package using Bisma and Semar-3 was more efficient compared to farmer’s method that was proved to be 2-9 times.

Key Word: Upland, package technology, Bisma and Semar-3 varieties, efficiency

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Jagung merupakan tanaman yang banyak diusahakan petani terutama di lahan kering, meskipun hasilnya masih rendah. Rendahnya hasil jagung yang dibudidayakan disamping dipengaruhi oleh tingkat kesuburan tanah yang rendah, juga pengelolaannya belum optimal sesuai kondisi pertumbuhan tanaman. Walaupun demikian tanaman jagung masih banyak dibudidayakan petani karena tanaman ini merupakan substitusi beras serta sumber pendapatan tunai. Kebutuhan jagung untuk pangan, ransum pakan ternak dan bahan baku industri yang terus meningkatkan tajam, merupakan tantangan dalam penyediaan jagung secara berkesinambungan. Jawa Timur yang memiliki luas areal panen sekitar 1,27 juta ha dengan total produksi sekitar 3,42 juta ton, dan produktivitas 2,65 ton/ha (Diperta Jatim, 1996) belum mampu memenuhi kebutuhan jagung yang sangat tajam. Produktifitas tanaman jagung sangat rendah tersebut, disebabkan antara lain, a) penggunaan varietas lokal atau unggul generasi lanjut, b) dosis dan cara memupuk yang kurang tepat, c) pengendalian hama-hama utama (lundi, lalat bibit, penggerek batang) dan penyakit bulai belum memadai, dan d) populasi tanaman yang belum sempurna (Sudaryono, 1994). Perbaikan pemupukan dengan pengaturan kerapatan tanaman merupakan upaya untuk mengoptimalkan pengelolaan lahan sehingga diperoleh peningkatan produksi. Disamping itu perlu memperhatikan nilai tambah dari produk akhir sesuai peluang pasar, sehingga dapat memberikan peningkatan terhadap pendapatan petani.

Produksi jagung di Jawa Timur mencapai 40% dari produksi nasional, dan sekitar 71% areal tanaman jagung diusahakan di lahan kering yang tingkat kesuburan tanah, iklim, kondisi sosial ekonomi masyarakat dengan permasalahan yang beragam (Suyamto et al., 1994). Jawa Timur merupakan pusat industri pakan ternak sehingga sangat menguntungkan bagi petani jagung. Selain merupakan komoditas ekspor, jagung merupakan potensi untuk meningkatkan pendapatan petani dan mengembangkan industri benih (Dahlan et al., 1994). Masih banyak dijumpai pengelolaan tanaman jagung kurang optimal, disamping budidaya jagung umumnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sehingga pendapatan SUPnya rendah. Menurut Malian dan Djauhari (1988) dan Subandi et al. (1988), meskipun petani jagung memiliki pendapatan paling kecil dibandingkan dengan SUP tanaman pangan lain, tetapi peranannya cukup besar sebagai substansi beras sehingga tanaman ini masih tetap dibudidayakan petani.

Upaya meningkatkan produktivitas tanaman diantaranya dengan pemupukan dan pengaturan kerapatan tanaman serta penerapan pola tumpangsari jagung dengan kedelai. Disamping itu perlu memperhatikan nilai tambah dari produk akhir sesuai peluang pasar, baik berupa beras jagung, maupun pipilan kering sehingga dapat memberikan peningkatan terhadap pendapatan petani. Pemupukan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan produktifitas tanaman. Hasil penelitian Sudaryono et al. (1993), pemupukan NPKS diperoleh hasil 5-6 t/ha jagung pipilan kering, sedangkan bila dosis pupuk ditingkatkan menjadi 2 kali lipat diperoleh hasil jagung pipilan kering hampir 2 kali lipatnya juga.

Penanaman jagung di lahan kering banyak diusahakan petani secara monokultur maupun tumpangsari. Pertanaman tumpangsari merupakan kombinasi dari upaya intensifikasi dan diversifikasi (Tamburian et al., 1992). Menurut Sutoro et al. (1988), budidaya jagung secara tumpangsari bertujuan, a) penganeka ragaman penggunaan makanan, b) pengurangan resiko

(4)

kegagalan panen, dan c) peningkatan intensitas tanam. Bila ditinjau dari aspek sosial ekonomi mempunyai berbagai manfaat, antara lain meningkatkan rasio antara pendapatan dan modal, menekan biaya produksi jika dilaksanakan dengan intensif dan sistematis, serta meningkatkan produktivitas lahan (Chan, 1980).

2. Tujuan

Pengkajian sistem SUP jagung di lahan kering bertujuan untuk mengkaji keragaan rakitan teknologi budidaya jagung di lahan kering sentra produksi jagung yang tingkat produktifitasnya masih rendah, dan mengkomunikasikan teknologi budidaya jagung yang lebih produktif dan efisien, sehingga dapat meningkatkan produktifitas dan pendapatan petani jagung di lahan kering.

BAHAN DAN METODE

Kegiatan pengkajian dilakukan di lahan petani di Kecamatan Montong, Kabupaten Tuban, jenis tanah Alfisol dengan 1 kelompok tani (Tani Makmur) yang beranggotakan 90 orang petani, Kecamatan Bluluk, Kabupaten Lamongan, jenis tanah Vertisol dengan 1 kelompok tani (Tani Rahayu) jumlah anggota 55 petani, Kecamatan Tragah, Kabupaten Bangkalan, jenis tanah Alfisol dengan 1 kelompok tani dengan jumlah petani peserta 75 orang, Kecamatan Lenteng, Kabupaten Sumenep, jenis tanah Alfisol dengan 2 kelompok tani (Kelompok tani Lenteng Timur dan Barat) dengan jumlah petani peserta 85 orang. Luas pengkajian jagung masing-masing 100 ha. Kegiatan dalam pengkajian sistem SUP jagung mengikut sertakan penyuluh, petani dan aparat terkait. Kegiatan pengkajian SUP jagung meliputi teknologi budidaya jagung pola petani dan teknologi budidaya jagung pola perbaikan, sebagai berikut:

A. Teknologi budidaya jagung pola petani

- varietas, cara tanam, populasi tanaman, pemupukan dan perlindungan tanaman menurut cara petani.

B. Teknologi budidaya jagung pola perbaikan : - varietas Semar-3 dan Bisma

- populasi 66.000 tanaman/ha (jarak tanam 75 cm x 20 cm, 1 tanaman/lubang), dengan cara tanam tugal/garit

- seed treatment 5 gram Ridomil/kg benih; Furadan 3G 5 kg/ha diberikan bersamaan dengan saat tanam.

- pengendalian penggerek batang dan penggerek tongkol berdasarkan pemantauan serangga hama. - dosis pupuk untuk Kab. Tuban dan Lamongan adalah 300 kg Urea + 100 kg SP 36 + 100 kg KCL per ha, sedangkan untuk Kab. Bangkalan dan Sumenep adalah 250 kg Urea + 100 kg SP 36 + 50 kg KCL per ha. Cara memupuk : 1/3 bagian dosis pupuk Urea serta seluruh dosis pupuk SP 36 dan KCL diberikan 1 minggu setelah tanam. Sedangkan 2/3 bagian dosis pupuk Urea sisanya diberikan setelah tanaman berumur 5 minggu.

- penyiangan disertai pembubunan, dilakukan 2 kali pada umur ± 15 hari dan ± 28 hari.

- panen dilakukan apabila biji jagung telah masak fisiologis ditandai dengan adanya lapisan hitam pada biji.

(5)

- bahan berupa benih, pupuk, dan pestisida disediakan petani melalui KUT maupun swadana Data yang diamati berdasarkan jumlah sampel sebanyak 20 ulangan, dimana tiap ulangan dilakukan oleh seorang petani. Pengamatan data meliputi :

a. Tinggi tanaman saat panen dari 20 petani contoh

b. Hasil tongkol kupasan panen dan pipilan jagung dalam ubinan 10 m2 dari 20 petani contoh

c. Analisis ekonomi berdasarkan kebutuhan tenaga kerja, hasil dan harga jual produk serta analisis kelembagaan permodalan, kelompok tani dan pemasaran.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik Agroekologi Wilayah Pengkajian

Lokasi pengkajian sistem SUP jagung di lahan kering terletak di Kecamatan Montong, Kabupaten Tuban, mempunyai jenis tanah Alfisol, klas tekstur liat berdebu dan tipe iklim menurut Oldeman adalah C3, sedangkan lokasi pengkajian sistem SUP jagung yang terletak di Kecamatan Bluluk, Kabupaten Lamongan mempunyai jenis tanah Vertisol, klas tekstur liat berdebu (Tabel 1) dan tipe iklim menurut Oldeman adalah C3.

Tabel 1. Analisis tanah di areal pengkajian sistem SUP jagung di lahan kering Kec. Montong, Kab. Tuban dan Kec. Bluluk, Kab. Lamongan

Analisis tanah Tuban Lamongan Kandungan Harkat*) Kandungan Harkat*) Tekstur (%) : Pasir Debu Liat Klas tekstur 8 48 44 - Liat berdebu 4 51 45 - Liat berdebu pH H2O 7,0 Netral 7,1 Netral

C-Organik (%) 1,09 Rendah 0,42 Rendah N-Total (%) 0,15 Rendah 0,10 Rendah

C/N 7,0 Rendah 4,0 Rendah

P-Olsen (mg.kg-1) 13,38 Sedang 9,01 Rendah K (me/100g) 0,27 Rendah 0,62 Tinggi Na (me/100g) 0,39 Sedang 0,84 Tinggi Ca (me/100g) 10,48 Sedang 20,96 Tinggi

(6)

Mg (me/100g) 0,81 Rendah 0,48 Rendah KTK (me/100g) 24,48 Tinggi 33,85 Tinggi Kejenuhan Basa (%) 49 Sedang 68 Tinggi

Sumber : Hasil analisis tanah dari Lab. Tanah Faperta Unibraw

*) Lembaga Penelitian Tanah Bogor (1980)

Lokasi pengkajian SUP di eks wilayah Karesidenan Madura, Kabupaten Bangkalan mempunyai jenis tanah Alfisol, klas tekstur liat dengan tipe iklim menurut Oldeman adalah C3, sedangkan di Kab. Sumenep mempunyai jenis tanah yang sama dengan Kab. Bangkalan yaitu jenis Alfisol, klas tekstur liat berdebu (Tabel 2) dengan tipe iklim C3.

Tabel 2. Analisis tanah di areal pengkajian sistem SUP jagung di lahan kering Kec. Tragah, Kab. Bangkalan dan Kec. Lenteng, Kab. Sumenep

Analisis tanah Bangkalan Sumenep Kandungan Harkat*) Kandungan Harkat*) Tekstur (%) : Pasir Debu Liat Klas tekstur 13 36 51 - Liat 28 42 30 - Liat berdebu pH H2O 7,3 Agak Alkalis 6,9 Agak Netral C-Organik (%) 1,03 Rendah 0,24 Rendah N-Total (%) 0,13 Rendah 0,08 Rendah

C/N 8,0 Rendah 3,0 Rendah

P-Olsen (mg.kg-1) 15,91 Sedang 3,71 Rendah K (me/100g) 0,93 Tinggi 0,17 Rendah Na (me/100g) 1,10 Tinggi 0,15 Rendah Ca (me/100g) 20,03 Tinggi 11,71 Sedang Mg (me/100g) 1,07 Sedang 0,61 Rendah KTK (me/100g) 37,64 Tinggi 13,05 Sedang Kejenuhan Basa (%) 62 Tinggi 97 Tinggi

Sumber : Hasil analisis tanah dari Lab. Tanah Faperta Unibraw

*) Lembaga Penelitian Tanah Bogor (1980)

(7)

Alfisol sepadan dengan jenis tanah mediteran dan musim kemarau yang panjang ( lebih 4 bulan kering secara berturut-turut per tahun), kecuali lokasi di Kab. Lamongan yang mempunyai jenis tanah Vertisol (Grumosol). Jenis tanah Alfisol biasanya mempunyai tingkat kebasahan tinggi. Kondisi ini sudah tentu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung. 2. Keragaan Hasil Jagung

Dari Tabel 3 dan 4 hasil pipilan kering masing-masing varietas jagung yang diperoleh bevariasi untuk masing-masing Kabupaten . Untuk semua varietas jagung yang ditanam, tertinggi terdapat di Kabupaten Tuban, diikuti Kab. Lamongan, Kab. Sumenep dan Kab. Bangkalan. Kisaran hasil pipilan jagung yang diperoleh adalah sebagai berikut : Var. Semar-3 menghasilkan 4.52 - 6.46 ton/ha, var. Bisma menghasilkan 3.54 – 6.78 ton/ha, varietas lokal yang umum dipakai petani setempat menghasilkan 2.30 – 4.32 ton/ha.

Perbedaan hasil pipilan jagung tersebut untuk satu jenis varietas, selain karena faktor iklim mikro yang berbeda untuk masing-masing lokasi, juga karena perbedaan perawatan/pengelolaan tanaman oleh petani setempat dan adanya serangan hama dan penyakit. Awal hujan pada musim MH 1999/2000 dimulai dari Kab. Tuban dan Lamongan yang jatuh pada akhir bulan Oktober sehingga waktu penanamannya lebih awal ± 1 bulan daripada lokasi pengkajian SUP yang berada di Madura. Kondisi ini mungkin mempengaruhi tingkat serangan penyakit Bulai yang sangat rendah di kedua lokasi tersebut dibandingkan dengan lokasi pengkajian di kab. Madura, selain memang wilayah pengkajian di Madura endemis penyakit Bulai . Terjadinya endemis penyakit Bulai di lokasi Madura disebabkan oleh penggunaan varietas lokal jagung yang peka terhadap penyakit Bulai secara terus menerus. Selain itu untuk Kab. Tuban lokasi pengkajian adalah bekas tanaman kacang tanah yang banyak mengandung bintil akar yang sangat membantu dalam penyerapan hara N. Pada Tabel 1 terlihat walaupun analisis kandungan N tanah semua lokasi tergolong rendah, tetapi nilai analisis kandungan N tanah lokasi Kab. Tuban paling tinggi diantara lokasi kabupaten yang lain. Sedangkan Lokasi pengkajian di Kab. Lamongan dan Sumenep adalah bekas tanaman tembakau pada musim sebelumnya.

Pengaruh perbedaan pengelolaan tanaman oleh petani setempat terhadap hasil jagung dapat dilihat dari biaya penggunaan tenaga kerja yang berbeda (Tabel 3 dan 4). Biaya yang yang dikeluarkan untuk tenaga kerja di lokasi Kab. Tuban dan Lamongan lebih tinggi daripada lokasi pengkajian di Madura., terutama dalam persiapan lahan. Selain itu rendahnya hasil pipilan jagung di lokasi wilayah Madura, karena pada awal pertumbuhan, tanaman banyak yang terserang penyakit

Bulai sekitar hampir 80% dari lokasi pengkajian, tetapi intensitas serangannya berbeda, yaitu antara 5-20%.

Dari pengkajian sistem SUP jagung di Kecamatan Montong, Kabupaten Tuban dan Kec. Lenteng Kab. Sumenep menunjukkan varietas Bisma diperoleh hasil pipilan jagung terbaik, yaitu masing-masing 6.78 t/ha dan 4.88 t/ha, kemudian varietas Semar-3 masing-masing 6.46 t/ha dan 4.60 t/ha, serta terendah dari varietas lokal (pola petani) masing-masing 4.32 t/ha dan 2.30 t/ha. Sedangkan di Kecamatan Bluluk, Kabupaten Lamongan dan Kec. Tragah Kab. Bangkalan menunjukkan varietas Semar-3 diperoleh hasil pipilan kering terbaik, masing-masing 5,90 t/ha dan 4,52 t/ha, kemudian diikuti varietas Bisma masing-masing 5,40 t/ha dan 3,54 t/ha serta terendah adalah varietas lokal petani masing-masing 3.4 dan 2.3 t/ha (Tabel 3 dan 4). Rendahnya hasil jagung hibrida (Semar-3) di Kab. Tuban dan Sumenep diduga varietas ini kurang beradaptasi dalam kondisi lingkungan tumbuh yang kurang menguntungkan seperti intensitas curah hujan cukup tinggi pada saat tanam dan pada kondisi kandungan K-tanah rendah. Pengaruh kandungan K-tanah ini terhadap produksi Semar-3 dapat dilihat pada hasil pipilan varietas tersebut yang terbaik di Kab. Lamongan dan Kab. Bangkalan, dimana di dua lokasi tersebut kandungan K-tanahnya tergolong tinggi (Tabel 1 dan 2).

(8)

menunjukkan keuntungan yang cukup tinggi pada penggunaan semua varietas dibandingkan dengan kedua lokasi lainnya di Madura. Hal ini dikarenakan di Kab. Tuban dan Lamongan produksinya lebih tinggi dengan biaya produksi yang tidak jauh berbeda.

Hasil pengkajian sistem SUP jagung di empat lokasi tersebut diperoleh dari petani peserta pengkajian sistem SUP jagung yang menggunakan varietas Semar-3 dan Bisma, dibandingkan petani diluar pengkajian masing-masing sebanyak 10 ulangan (10 petani sebagai ulangannya). Dari pengkajian sistem SUP jagung di tiga lokasi (Tuban, Lamongan dan Sumenep) menunjukkan varietas Bisma diperoleh hasil jagung pipilan panen lebih baik dibanding varietas Semar-3 maupun varietas yang umum digunakan petani, sedangkan di Kab. Bangkalan var. Semar-3 menunjukkan hasil yang lebih baik daripada var. Bisma dan varietas lokal yang umum dipakai petani (Tabel 3 dan 4).

(9)

Tabel 3. Analisis Usahatani jagung di lahan kering di Kec. Montong, Kab. Tuban, dan Kec. Bluluk, Kab. Lamongan, MH 1999/2000

Kegiatan

Tuban Lamongan

Semar-3 Bisma Lokal (petani) Semar-3 Bisma Lokal (petani)

Fisik Nilai (Rp/ha) Fisik nilai (Rp/ha) fisik Nilai (Rp/ha) fisik nilai (Rp/ha) fisik Nilai (Rp/ha) fisik nilai (Rp/ha) Naker (HOK/Ha) ……… (x Rp.000) ……… - Persiapan lahan 22 220 21 210 22 246 20 200 21 210 22 220 - Penanaman 10 88 10 88 10 88 8 80 7 70 7 70 - Pemupukan 13 130 12 120 11 118 7 70 7 70 9 90 - Dangir/bumbun 17 170 14 140 24 240 20 200 18 180 20 200 - Panen 12 120 13 130 10 140 10 100 10 100 9 90 - Prosesing 9 90 9 90 9 90 7 70 7 70 7 70 Saprodi (kg/ha) - Benih 25 187,5 25 100 30 90 25 187,5 25 100 30 90 - Pupuk : Urea 300 330 300 330 200 230 300 330 300 330 250 287,5 SP-36 100 150 100 150 70 105 100 150 100 150 50 75

(10)

KCl 100 160 100 160 50 80 100 160 100 160 - -

-Furadan 10 95 10 95 - - 10 95 10 95 - -

Biaya produksi 1740,5 1613 1427 1642.5 1535 1192.5

Hasil jagung pipilan (t/ha) 6.46 4522 6.78 4746 4.32 3024 5.90 4130 5.40 3780 3.40 2380 Keuntungan 2781.5 3133 1597 2487.5 2245 1187.5 Biaya produksi (Rp/kg) 269.4 237.9 330.3 278.4 284.3 350.7 R/C ratio 2.60 2.94 2.12 2.51 2.46 2.0 B/C ratio 4,78 9,26 - 3,89 4,09 -

(11)

Tabel 4. Analisis Usahatani jagung di lahan kering di Kec. Tragah, Kab. Bangkalan, dan Kec. Lenteng, Kab. Sumenep, MH 1999/2000 Kegiatan

Bangkalan Sumenep

Semar-3 Bisma Lokal (petani) Semar-3 Bisma Lokal (petani)

Fisik Nilai (Rp/ha) Fisik nilai (Rp/ha) fisik Nilai (Rp/ha) fisik nilai (Rp/ha) fisik Nilai (Rp/ha) fisik nilai (Rp/ha) Naker (HOK/Ha) ……… (x Rp.000) ……… - Persiapan lahan 20 192 20 192 20 192 18 180 16 160 16 160 - Penanaman 7 56 7 56 8 64 10 100 9 90 8 64 - Pemupukan 15 120 15 120 16 128 10 80 6 60 7 70 - Dangir/bumbun 25 250 25 250 28 280 15 150 11 110 10 100 - Panen 16 128 15 120 16 128 14 140 13 130 11 110 - Prosesing 10 100 10 100 10 100 9 90 9 90 9 90 Saprodi (kg/ha) - Benih 25 187.5 25 100 30 90 22 165 20 80 34 102 - Pupuk : Urea 250 275 250 275 200 220 250 275 250 275 200 220 SP-36 100 150 100 150 - - 100 150 100 150 - - KCl 50 80 50 80 - - 50 80 50 80 - -

(12)

-Furadan 10 95 10 95 - - 10 95 10 95 - -

Biaya produksi 1.633,5 1.538 1.202 1.505 1.320 916

Hasil jagung pipilan (t/ha) 4.52 3164 3.54 2478 2.30 1840 4.60 3220 4.88 3416 2.30 1840 Keuntungan 1.530,5 940 638 1.715 2.096 924 Biaya produksi (Rp/kg) 361,4 434,5 522,6 327,2 270,5 398,3 R/C ratio 1.94 1.61 1.53 2.14 2.59 2,01 B/C ratio 3,07 1,90 - 2,34 3,90 -

(13)

3. Keragaan Kelembagaan

Penyediaan biaya sarana produksi usahatani jagung semula direncanakan melalui KUT jagung di masing-masing lokasi. Berhubung adanya keterlambatan pengembalian dana KUT pada periode sebelumnya, sehingga KUT yang telah dijadwalkan tidak dapat terealisasi. Kondisi ini terjadi pada semua lokasi pengkajian SUP jagung. Akibatnya petani peserta SUP menggunakan biaya sendiri untuk usahataninya. Keadaan yang demikian menyulitkan dalam penerapan paket teknologi budidaya jagung, karena masing-masing petani mempunyai kemampuan biaya yang bervariasi., terutama dalam penerapan jenis dan dosis pupuk rekomendasi serta pengendalian hama dan penyakit. Sebagian petani mampu membeli sejumlah dosis dan jenis pupuk yang diinginkan, sebagian petani mengurangi jenis dan dosis pupuk anjuran, terutama pemberian pupuk SP-36 dan KCl sesuai rekomendasi.

Akibat tidak dapatnya petani dalam menerapkan teknologi anjuran pemupukan karena tidak adanya kredit usahatani, produktivitas jagung yang dihasilkan turun sekitar 0,57-0,9 t/ha dibandingkan apabila menerapkan teknologi anjuran pemupukan (Tabel 5 dan 6).

Tabel 5. Dampak tidak tersedianya kredit ushatani terhadap produksi dan pendapatan per ha dalam usahatani jagung lahan kering di Kabupaten Tuban dan Lamongan, MH 1999/2000

Uraian Tuban Lamongan

Semar-3 Bisma Semar--3 Bisma

Tambahan Input - Urea 100 kg 100 kg 50 kg 50 kg - SP 36 30 kg 30 kg 50 kg 50 kg - KCl 50 kg 50 kg 100 kg 100 kg - Furadan 10 kg 10 kg 10 kg 10 kg Nilai Rp. 330.000 Rp. 330.000 Rp. 385.000 Rp. 385.000 Tambahan Output - Hasil 630 kg 570 kg 800 kg 700 kg - Nilai Rp. 441.000 Rp. 399.000 Rp. 560.000 Rp. 490.000 - B/C ratio 1,34 1,21 1,45 1,27

Tabel 6. Dampak tidak tersedianya kredit ushatani terhadap produksi dan pendapatan per ha dalam usahatani jagung lahan kering di Kabupaten Bangkalan dan Sumenep, MH 1999/2000

Uraian Bangkalan Sumenep

Semar-3 Bisma Semar--3 Bisma

Tambahan Input

- Urea 50 kg 50 kg 50 kg 50 kg

- SP 36 100 kg 100 kg 100 kg 100 kg

- KCl 50 kg 50 kg 50 kg 50 kg

(14)

Nilai Rp. 380.000 Rp. 380.000 Rp. 380.000 Rp. 380.000

Tambahan Output

- Hasil 670 kg 630 kg 900 kg 780 kg

- Nilai Rp. 469.000 Rp. 441.000 Rp. 630.000 Rp. 609.000

- B/C ratio 1,23 1,16 1,66 1,60

Apabila kredit usahatani tersedia dan petani bersdia menerapkan teknologi anjuran pemupukan, maka perbandingan tambahan penerimaan dengan tambahan biaya mencapai 1,2-1,6 kali.

Aktivitas kelompok tani petani di lahan kering tidak seperti halnya kelompok tani sawah yang tampak dinamis. Kelompok tani jagung lahan kering jarang yang mepunyai jadwal rutin pertemuan kelompok, kecuali ada acara/agenda penting yang berkaitan dengan kelompok tani, seperti pengajuan KUT jagung atau penyusunan RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok). Dalam kegiatan SUP ini kelompok tani diaktifkan dengan mengadakan pertemuan rutin sesuai dengan permasalahan dan perkembangan umur tanaman jagung di lapang. Kelompok tani di Kab. Tuban tampak masih kompak, sehingga pembinaannya lebih gampang, demikian pula dengan kelompok tani di Kab. Sumenep. Sedangkan kelompok tani di Kab. Lamongan dan Kab. Bangkalan sudah lama tidak mengadakan pertemuan, sehingga para teknisi pelu berperan aktif agar pembinaan dalam usahatani jagung bisa berhasil dan dapat disosialisasikan dengan baik.

Dalam hal kelembagaan pemasaran, kondisinya berbeda untuk masing-masing Kabupaten. Pemasaran hasil pipilan di Kab. Tuban dan Lamongan relatif tidak mengalami kesulitan, karena petani sudah biasa menanam varietas jagung yang unggul dengan ukuran tongkol dan biji yang besar. Sedangkan pemasaran hasil pipilan di lokasi pengkajian Madura, petani cukup sulit memasarkan hasil pipilan jagungnya, karena pasar jagung yang tersedia hanya untuk jenis jagung lokal dengan jenis ukuran biji yang kecil. Para pengepul jagung di Madura kurang mau menerima hasil pipilan jagung yang besar. Hampir semua lokasi pengkajian, hasil jagungnya dipasarkan kepada para pedagang (tengkulak), kecuali di Kab. Sumenep. Di Kab. Sumenep, petani memperoleh akses pasar yang lain selain pedagang yaitu industri pakan ternak. Potensi pasar yang baru ini bisa menjadi simpul agribisnis jagung di Kab. Sumenep. Selama ini indusri pakan tersebut membeli bahan bakunya dari luar Madura, dengan adanya petani sekitarnya menanam jenis jagung yang biasa ditanam petani di luar Madura, maka supplai bahan bakunya akan lebih mudah dan petani bisa mendapatkan harga yang jual yang lebih baik daripada dijual kepada tengkulak/pedagang setempat.

4. Respon Petani Terhadap Keragaan Teknologi

Respon petani terhadap hasil penelitian bisa ditinjau dari persepsi petani terhadap teknologi yang diterapkan di lokasi pengkajian. Teknologi budidaya jagung yang diperbaiki pada pengkajian SUP ini adalah penggunaan varietas unggul Bisma dan Semar-3, pengaturan jarak tanam dan pemupukan. Persepsi petani terhadap masing-masing komponen teknologi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Varietas

Kebanyakan petani di semua lokasi menyenangi var. Bisma, karena hasilnya lebih baik daripada varietas lokal, tidak jauh berbeda dengan var. Semar-3 (hibrida) dan harga benihnya lebih murah daripada harga benih jagung hibrida. Selain itu var. Bisma lebih mudah beradaptasi di kondisi lahan kering dengan berbagai keterbatasannya. Hasil jagung var. Bisma masih dapat dipakai lagi sebagai benih pada musim tanam berikutnya. Persepsi petani terhadap jagung var. Bisma hampir sama untuk semua lokasi pengkajian.

b. Pengaturan Jarak Tanam

Sebelum pengkajian SUP penggunaan jarak tanam bervariasi di tingkat petani. Petani di Kab. Tuban biasanya menggunakan jarak tanam 75 cm x 40 cm, petani Kab. Lamongan menggunakan jarak tanam 100 cm x 50 cm, karena lubang tanam yang digunakan adalah bekas jarak tanam tembakau. Sedangkan petani di Kab. Bangkalan dan Sumenep menggunakan jarak tanam 60 cm x 40 cm dengan 3 benih/lubang. Rekomendasi jarak tanam yang direkomendasikan 75 cm x 20 cm dengan 1 tanaman/lubang. Hasil penerapan jarak tanam ini ternyata petani respon, karena kebutuhan

(15)

benih hemat, penyiangan lebih gampang dan hasilnya lebih baik daripada yang sebelumnya mereka terapkan. Pada tahap awal penanaman sebagian petani kurang senang dengan cara tersebut karena terlihat longgar dengan jarak 75 cm antar baris., terutama di Kab. Sumenep. Akan tetapi setelah tanaman umur 30-40 hari petani senang, karena tanaman terlihat lebih baik penampilannya. Kondisi ini diharapkan dapat disosialisasikan ke petani lain sehingga penerapan teknologi yang dikaji dalam SUP bisa berkembang.

c. Pemupukan

Respon petani terhadap rekomendasi pemupukan tergantung kepada kemajuan pola pikir dan kemampuan biaya petani. Petani yang merasa sudah cukup dari hasil yang selama ini mereka peroleh kurang tanggap dengan penambahan jenis dan dosis pupuk, sedangkan petani yang ingin maju respon dengan teknologi tersebut. Petani jagung hampir di semua lokasi jarang sekali menggunakan pupuk KCl. Selain karena pupuk KCl harganya mahal juga karena pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman tidak begitu tampak. Selain itu untuk menambah dosis pupuk Urea maupun SP-36 sesuai rekomendasi sebagian petani mengeterapkan, sebagian tetap seperti kebiasaan sebelumnya, karena kemampuan petani berbeda-beda. Perluasan penggunaan dosis pupuk rekomendasi setelah pengkajian agak sulit diperkirakan, karena petani lahan kering banyak yang terbatas permodalannya, kecuali ada dana pinjaman KUT.

KESIMPULAN

Penerapan paket teknologi diperbaiki menggunakan benih jagung varietas Bisma dan Semar-3 dapat meningkatkan hasil pipilan kering per ha 67--74% dibandingkan teknooogi petani menggunakan varietas lokal sebesar 2,3-4,3 t/ha. Hasil pipilan kering yang diperoleh dengan menggunakan varietas Bisma di Kabupaten Tuban dan Sumenep cenderung lebih tinggi dibanding varietas Semar-3 maupun lokal petani, di Kabupaten Lamongan dan Bangkalan penggunaan varietas Semar -3 memberikan hasil lebih tinggi. Secara ekonomis paket teknologi diperbaiki menggunakan varietas Bisma dan Semar-3 lebih efisien dibandingkan dengan teknologi petani. Perbandingan tambahan peneremiaan dengan tambahan biaya produksi pada penerapan teknologi diperbaiki terhadap teknologi petani mencapai 2-9 kali.

Dengan tidak adanya kredit usahatani, penerapan paket teknologi diperbaiki terutama dosis pemupukan belum dapat diterapkan petani sehingga produksinya turun o,57-0,9 t/ha. Apabila tersedia kredit usatani dan petani menerapkan dosis pupuk anjuran, maka tambahan biaya pupuk dapat meningkatkan tambahan penerimaan sebesar 20-60%. Oleh karena itu, untuk dapat menerapkan paket teknologi anjuran oleh petani perlu bantuan kelancaran adanya kredit sarana produksi dari pemerintah atau mencari kemitraan dengan perusahaan pupuk alternatif.

DAFTAR PUSTAKA

Chan, L. 1980. Relaycropping soybean into winter and winter and spring oats. Agron. J. 72 (1) : 35-39.

Dahlan, M., S. Slamet dan Mudjiono, 1994. Maksimasi produksi jagung dengan menggunakan varietas Hibrida. Dalam

Radjit et al. (eds.). Risalah Lokakarya Komunikasi Teknologi Untuk Peningkatan Produksi Tanaman Pangan di Jawa Timur. Balittan Malang. p : 30-41.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Timur. 1996. Laporan Tahunan 1996. Surabaya.

Malian, A.H., dan A. Djauhari, 1988. Analisis usaha pertanian jagung Dalam Jagung. Puslitbangtan Bogor. p : 211-228. Subandi, I. Manwan, dan Blumenschein, 1988. Kontribusi Program Penelitian Nasional : Jagung. Puslitbangtan Bogor. 80

p.

Sutoro, Y. Soelaeman dan Iskandar. 1988. Budidaya tanaman jagung. Dalam Jagung. Puslitbangtan. Bogor.

Sudaryono, A. Taufiq, C. Ismail, S. Prayitno dan Heriyanto, 1993. Penelitian pengembangan paket teknologi untuk meningkatkan produksi jagung di lahan kering berbahan induk kapur. Dalam Dahlan et al. (eds.). Teknologi Untuk Menunjang Peningkatan Produksi Tanaman Pangan. Balittan Malang. p : 130-144.

Sudaryono, 1994. Rakitan teknologi budidaya jagung pada lahan kering di Jawa Timur. Dalam Radjit et al. (eds.). Risalah Lokakarya Komunikasi Teknologi Untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Pangan di Jawa Timur. Balittan Malang. p : 58-77.

Suyamto, H., B. Sulistyono, dan Indrawati, 1994. Perbaikan sistem usaha pertanian berbasis jagung pada lahan kering di Kabupaten Lumajang di Jawa Timur. Dalam Radjit et al. (eds.). Risalah Lokakarya Komunikasi Teknologi Untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Pangan di Jawa Timur. Balittan Malang. p : 43-57.

Tamburian, J.S., S. Saenong, dan A. Ala. 1992. Penentuan waktu tanam kedelai dan populasi jagung pada pertanaman tumpangsari terhadap produktivitas lahan. Dalam Agrikam Buletin Penelitian Pertanian Maros. Balittan Maros. 7(1) : 7.

(16)

DISKUSI Dwi (BIPP Magetan)

1. Perlunya penjelasan dasar pertimbangan Penerapan varietas di suatu lahan

2. Apakah rerkomendasi pemupukan sama untuk semua varietas dan apakah untuk satu agroekologi saja

Dr. F. Kasijadi

1. Kecocokan sutu varietas berdasarkan penelitian-penelitian yang sudah di lakukan untuk suatu ekoregion 2. Untuk rekomendasi pemupukan sudah dikeluarkan anjuran spesifik per hektar untuk semua kecamatan di Jatim

Gambar

Tabel  1.   Analisis    tanah    di    areal    pengkajian    sistem  SUP  jagung  di  lahan  kering  Kec
Tabel  2.  Analisis  tanah  di  areal  pengkajian  sistem SUP jagung di lahan kering Kec
Tabel  3.  Analisis Usahatani jagung di lahan kering di  Kec. Montong, Kab. Tuban,  dan Kec
Tabel 4.  Analisis Usahatani jagung di lahan kering di  Kec. Tragah, Kab. Bangkalan,  dan Kec
+2

Referensi

Dokumen terkait

Seorang wanita cenderung akan mempunyai resiko yang semakin lebih besar ketika melahirkan, bahkan tidak jarang menimbulkan kematian pada ibu atau bayi yang

Pada fungsi ini, sistem akan menghasilkan rekomendasi koleksi-koleksi wallpaper yang belum pernah diunduh oleh pengguna, berdasarkan koleksi-koleski wallpaper yang telah

Dengan menggunakan analogi terhadap pembahasan tentang metode Euler dan metode Leap-Frog pada bab yang lalu, maka kita dapat menyimpulkan bahwa ketelitian untuk metode ini

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Untuk mengetahui seberapa besar minat berwirausaha siswa SMK Negeri 1 Adiwerna, (2)

Dengan model rancangan arsitektur enterprise yang digunakan dalam makalah ini sepenuhnya mengadopsi pada penerapan TOGAF ADM sebagai salah satu metode yang bisa digunakan

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul“ Sintasan Hidup dan Pertumbuhan Larva Ikan Lele (Clarias sp) Hasil Penetasan Telur

Sedangkan yang menjadi isu permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1).Apakah yang menjadi faktor penyebab kekerasan dalam Rumah Tangga yang Dilakukan oleh suami

Pengalaman Sebagai Penyaji Seminar / Lokakarya / Diskusi Tingkat Nasional Mengenai Wawasan Manjemen Pemerintahan Umum dan Daerah. Pokok-Pokok pikiran strategis politik