• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak sosio-budaya perkembangan teknologi telekomunikasi di Indonesia 1976-2000 : studi kasus Yogyakarta - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Dampak sosio-budaya perkembangan teknologi telekomunikasi di Indonesia 1976-2000 : studi kasus Yogyakarta - USD Repository"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Program Studi Ilmu Sejarah

Disusun Oleh : Hendrik Ekarama Kanalebe

NIM: 024314026

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Program Studi Ilmu Sejarah

Disusun Oleh : Hendrik Ekarama Kanalebe

NIM: 024314026

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv Skripsi ini kupersembahkan kepada:

• Papa dan Mama tercinta yang telah memberikan dukungan serta menekankan kekurangan-kekuranganku dalam upaya menyelesaikan skripsi ini.

• Adik perempuanku, Ika.

(6)

v

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan, catatan kaki dan daftar pustaka, sebagai layaknya karya-karya ilmiah.

Yogyakarta, 31 Oktober 2010 Penulis,

(7)

vi

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Hendrik Ekarama Kanalebe

Nomor Mahasiswa : 02 4314026

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

DAMPAK SOSIO-BUDAYA PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA 1976-2000: STUDI KASUS

YOGYAKARTA

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin ataupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 31 Oktober 2010

Yang menyatakan

(8)

vii

penulisan skripsi ini. Meskipun dikejar-kejar oleh waktu dan hampir kehilangan asa. Segala rasa ragu atau tidak mampu serta rasa bersalah bisa dilewati dan saat untuk melangkah ke depan dengan keyakinan bisa ditempuh.

Dengan selesainya skripsi ini, maka sudah sepantasnya penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Sang pemilik hidup, yang telah melimpahkan begitu banyak kasih dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini. Tanpa dampingan Tuhan, penulis tak akan pernah mampu mengarungi tahap yang kadang membuat penulis ingin menyerah di tengah jalan. Tapi berkat-Nya yang telah menguatkan hati penulis untuk senantiasa percaya bahwa garis akhir akan mampu ditempuh.

Penyelesaian skripsi ini melibatkan banyak pihak yang secara terus-menerus bersedia membimbing, mengarahkan, mendukung dan memberikan bantuan serta doa dengan tabah pada penulis. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan tidak akan pernah melupakan bagaimana dosen-dosen Fakultas Ilmu Sejarah bersabar dalam membimbing dan mengarahkan di tengah banyak kesalahan penulis.

(9)

viii

menerus memberikan dorongan kepada penulis serta atas banyak bantuan yang diberikan dalam mencari solusi dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih kepada bapak Drs. Silverio R. L. Aji Sampurno, M. Hum., selaku dosen pembimbing skripsi atas kesabaran dalam membimbing penulis menyelesaikan skripsi tanpa dukungan serta tekanan dalam menyadari kekurangan demi berupaya untuk menjadi lebih disiplin yang sangat diperlukan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Kepada bapak Drs. Purwanto, M. A., selaku dosen pembimbing akademik yang telah membantu dan mendukung penulis sejak pertama kuliah.

Terima kasih juga kepada seluruh staf pengajar pada Program Studi Ilmu Sejarah Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan berbagai ilmu yang mencerahkan penulis dalam setiap materi perkuliahan yaitu: Ibu Dra. Lucia Juningsih, M. Hum., Dr. F. X. Baskara Tulus Wardaya., Dr. St. Sunardi, Drs. Anton Haryono, M. Hum., Alm. Prof. Dr. P. J. Suwarno, Alm. G. Moedjanto dan Drs. Manu Joyoatmojo yang telah meluangkan waktu untuk perhatian serta berbagi cerita dalam mengerjakan tugas.

(10)

ix

persatu. Akhir kata penulis sepenuhnya menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan untuk sebuah karya ilmiah. Untuk itu, penulis sangat membutuhkan masukan, saran, dan kritik. Semoga karya ilmiah ini dapat berguna, khususnya bagi orang lain.

Yogyakarta, 31 Oktober 2010

(11)

x

YOGYAKARTA

Skripsi yang berjudul “Dampak Sosio-Budaya Perkembangan Teknologi Telekomunikasi di Indonesia 1976-2000 : Studi Kasus Yogyakarta” ini beranjak dari 3 Permasalahan. Pertama, bentuk perkembangan perangkat teknologi telekomunikasi 1976-2000. Kedua, perubahan bentuk komunikasi perorangan di Indonesia sampai dengan tahun 2000, studi kasus Yogyakarta. Ketiga mode, gaya hidup serta bahasa yang muncul dan dipengaruhi oleh perkembangan perangkat telekomunikasi sampai dengan tahun 2000. untuk membahas masalah itu maka skripsi ini akan mendekati dengan teori modernisasi.

Penulisan mengenai salah satu unsur budaya yaitu ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang telekomunikasi merupakan masalah yang perlu untuk lebih sering dituliskan. Perangkat telekomunikasi merupakan hasil dari budaya luar yang diadopsi oleh Indonesia dari pemikiran ini bisa dinyatakan terjadi kontak budaya dalam segi berkomunikasi perorangan. Hal ini tidak saja berpengaruh pada tradisi tapi juga pada bahasa yang ada sehari-hari di Indonesia. Sampai sekarang ini banyak bentuk budaya yang berubah atau bahkan muncul budaya berbahasa yang baru sebagai pengaruh dari muncul dan berkembangnya telekomunikasi di Indonesia.

Penulisan ini bertujuan mendiskripsi dan menganalisa perkembangan telekomunikasi point to point (atau telekomunikasi yang ditujukan untuk komunikasi perorangan) sampai dengan tahun 2000 dan bentuk perubahan dan bentuk budaya baru yang dimunculkannya. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah deskriptif-analitis. Penulisan ini didasarkan pada sumber berupa buku-buku dan artikel di internet.

(12)

xi

This Thesis with the title “ The Socio-cultural Impact from the Development of Telecommunications Technology in Indonesia 1976-2000: Case Study Yogyakarta ” is derived from 3 causes. First, the form of the telecommunications development in Indonesia 1976-2000. Second, the change in the personal communications in the people of Indonesia until the year 2000, case study in Yogyakarta. Third, fashion, lifestyle and language that changed and was caused by the developing telecommunications up to the year 2000. To elaborate these causes this thesis will approach with the modernization theory.

History of the developing technology, especially related to telecommunications is an interesting and important topic to be written. The telecommunications device are devices that came from an abroad culture that is adopted in indonesia therefore it can be said there is a culture contact by adopting this devices. The effect is on the personal communications that the people of Indonesia. These effect does not only take place in the tradition but also in the everyday language people use in Indonesia. Up until now the language and tradition in Indonesia is changing as caused by the telecommunications development in Indonesia.

This article is purposed to describe and analyze the development of point to point telecommunications in Indonesia until the year 2000 and to find the changes in culture or the culture that arrived from it. The method used in the article is analytical-descriptive. This article is written based on many sources which came from many kinds of books and internet articles.

(13)

xii

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

BAB II. SEJARAH PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TELEKOMUNIKASI 1976-2000 ... 17

A.Definisi Telekomunikasi ... 20

B.Perkembangan Teknologi Telekomunikasi Dunia ... 22

C.Perkembangan Teknologi Telekomunikasi Indonesia 1970-2000 ... 28

BAB III. BENTUK DAN PERKEMBANGAN KOMUNIKASI SERTA PENGARUHNYA PADA BAHASA DAN GAYA HIDUP DI INDONESIA 1976-2000 ... 36

A. Kebudayaan Jawa pada Umumnya ... 37

(14)

xiii

A.Sistem nilai yang berubah ... 57

B.Sistem kekerabatan yang berubah ... 60

C.Sistem bahasa yang berubah ... 61

BAB V. PENUTUP ... 66

(15)

1

 

A. Latar Belakang Masalah

Komunikasi yang diartikan sebagai bagian dari proses pertukaran gagasan antar manusia1 merupakan hal yang penting baik bagi kehidupan individu maupun bagi masyarakat umat manusia. Proses tersebut terbatas pada ruang lingkup yang kecil dimana indera manusia, pendengaran maupun penglihatan masih dapat dimanfaatkan dengan baik dalam proses tersebut (komunikasi). Selalu ada dua pihak yang terlibat dalam proses itu yaitu sumber gagasan yang menyampaikan gagasan dan ada pihak yang menerima gagasan. Secara alamiah proses pertukaran gagasan menggunakan indera manusia tersebut akan ideal jika semua gagasan yang ingin diutarakan dapat disampaikan dengan lengkap.

Ketika jarak bertambah komunikasi antar kedua pihak tersebut diatas semakin sulit dan pada akhirnya pada kondisi jarak tertentu tidak dimungkinkan lagi proses pertukaran gagasan tersebut dilakukan. Manusiapun mulai berupaya agar komunikasi ‘alamiah’ yang dijelaskan diatas tetap dapat dilakukan dengan baik. Disaat inilah manusia mulai bersentuhan dengan teknologi telekomunikasi. Dari teknologi telekomunikasi paling sederhana (telegram) yang menggunakan media saluran kawat sampai dengan teknologi telekomunikasi modern yang

      

1

(16)

menggunakan media udara (telpon genggam) semuanya diarahkan agar komunikasi ‘alamiah’ dapat dinikmati lagi. Dengan demikian sejarah perkembangan teknologi telekomunikasi dengan segala kelebihan dan kekurangannya tidak saja penting dari sisi tekniknya tetapi juga sangat penting bagi kebudayaan manusia pada umumnya. Bagaimana interaksi diantara keduanya kebudayaan dan telekomunikasi merupakan hal yang menarik untuk dicerna.

Ketika telegram mulai digunakan, manusia mulai belajar menyampaikan gagasannya secara tertulis dan singkat dengan mendatangi kantor-kantor yang menyediakan layanan telegram. Komunikasi antar pihak-pihak yang membutuhkan tidak mudah. Ini tentunya mengubah pola kehidupan sosial manusia. Namun proses pertukaran gagasan antar manusia sudah mengatasi jauhnya jarak meskipun itu masih dalam bentuk tulisan belum dalam bentuk suara.

Dalam sejarahnya, penyampaian gagasan lewat pesan singkat masih ‘belum punah’ sampai saat ini namun terus dikemas dalam bentuknya yang baru SMS (Short Message Service). Bahkan Pemanfaatan SMS dalam dunia politik di negara tetangga kita Pilipina pernah membawa dampak politik yang besar. Pengiriman SMS yang trafiknya begitu tinggi di ibukota negara tsb, Manila saat demonstrasi penggulingan presiden Estrada menyebabkan Manila pernah dijuluki sebagai the city of SMS2. Pada saat itu, para demonstran di kota tersebut sangat sulit melakukan penyampaian informasi kegiatan-kegiatan dan lokasi demonstrasi

      

(17)

melalui media-media cetak dan elektronik yang telah dikendalikan secara ketat oleh pemerintahan yang berkuasa. Munculnya SMS sebagai teknologi baru yang belum sempat dikendalikan dengan ketat memungkinkan para demonstran secara effektif memanfaatkan teknologi ini saat itu untuk mengkoordinir pemusatan masa di lokasi-lokasi tertentu untuk memulai kegiatan demonstrasi mereka. Itulah yang menyebabkan trafik SMS di Manila memecahkan rekor saat itu sehingga wajar dikenal sebagai the city of SMS.

Perkembangan teknologi telekomunikasi modern selanjutnya tidak lepas dari tuntutan kebutuhan manusia. Dari bentuk tulisan ke berbagai bentuk lainnya suara, gambar, video dan multimedia menjadikan interaksi antar teknologi itu dan manusia bahkan antar manusia mengalami berbagai perubahan. Kasus Prita yang dituntut berdasarkan pasal pencemaran nama baik di internet terhadap Omni International Hospital misalnya tidak lepas dari interaksi manusia dengan teknologi telekomunikasi tersebut.

(18)

Sebagai sebuah Negara berkembang, Indonesia muncul dan tumbuh dalam keadaan yang cukup sulit. Indonesia memulai bentuk kedaulatannya dengan keadaan ekonomi yang kurang memadai. Lebih memberatkan lagi, Indonesia yang baru merdeka itu diharuskan untuk menanggung biaya kerugian Belanda yang cukup besar jumlahnya. Ricklef menyatakan besarnya sekitar 4 Milyar Gulden3, dengan kondisi sekarang jumlah itu setara dengan 42 triliun Rupiah. Perlu juga disadari bahwa perbandingan ini masih jauh dari tepat karena perekonomian Negara saat itu tidak sebaik sekarang. Disamping itu banyak hal yang terjadi di negara ini, seperti pergantian orde lama ke orde baru dan sekarang orde reformasi, krisis ekonomi yang dua kali terjadi, serta peran dari tokoh-tokoh di bidang teknologi telekomunikasi yang pro dan kontra atas berbagai gagasan atau kebijakan perkembangan teknologi telekomunikasi sangat menentukan cepat dan lambatnya kemajuan bidang teknologi telekomunikasi di negara ini.

Perkembangan teknologi telekomunikasi begitu cepat dan membawa pengaruh pada budaya bangsa dan berbagai aspek lainnya karena itu perlu diidentifikasi dan dirumuskan secara tepat apa yang bisa diangkat dalam tugas akhir ini.

B. Batasan Masalah

Perkembangan teknologi telekomunikasi tidak luput dari semakin murahnya perangkat tersebut sebagai akibat kebijakan politik dan ekonomi yang menunjang di Indonesia. Awal di mana telekomunikasi diperhatikan adalah

      

3

(19)

sewaktu peluncuran satelit Palapa. Meluncurkan sebuah satelit pada tahun 1976 adalah suatu hal yang luar biasa bagi negara yang belum lama merdeka seperti Indonesia. Setelah peluncuran telekomunikasi mulai berkembang pada level yang benar-benar berbeda. Hal ini ditandai dengan peningkatan dalam densitas jumlah Satuan Sambungan Telepon (SST) dari tahun ke tahun.

Permasalahan mulai nampak begitu telepon ini menjadi dominan di masyarakat. Dengan terjaringnya Indonesia melalui sambungan telepon maka mulai muncul budaya berkomunikasi yang menekankan pada teknologi telekomunikasi. Perumtel (Perusahaan Umum Telekomunikasi) merupakan perusahaan negara yang dominan dalam penyediaan jasa telekomunikasi sejak tahun 1974. Indosat baru mulai muncul pada tahun 1980 dengan menjadi penyedia jasa telekomunikasi internasional. Pada tahun 1991 Pemerintah mengubah Perumtel dari Perusahaan Umum menjadi Persero dan menjadi PT TELKOM, hal ini didorong oleh UU telekomunikasi '89 yang mengubah bentuk ketergantungan pendanaan jasa telekomunikasi pada Pemerintah kebentuk swasta4. Antara 1991 sampai dengan 1994 mulai muncul perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang jasa penyediaan telekomunikasi5. Semua perkembangan ini dari satu teknologi komunikasi yaitu telepon. Meskipun semuanya berupa perkembangan di bidang perundangan telekomunikasi tetapi hal ini menunjukkan bahwa tuntutan

      

4

Perubahan Perumtel menjadi PT Telkom dilakukan dalam bentuk Privatisasi dimana penyelenggaraan jasa telekomunikasi bisa dilakukan oleh pihak lain selain pemerintah tetapi penyelenggaraan telekomunikasi tetap dilakukan oleh Pemerintah. Hal ini tertulis pada UU No. 3 1989 tentang telekomunikasi pasal 12 sampai dengan pasal 13.

5

(20)

masyarakat untuk berkomunikasi melalui perangkat telekomunikasi ini sudah cukup tinggi.

Muncul dan berkembangnya telepon genggam (HP) di Indonesia (1996) memberikan pengaruh yang besar pada tuntutan serta perkembangan sosial di Indonesia. HP memang terkesan lebih bergengsi pada masa awal munculnya. Hal ini juga menandai corak perkembangannya di Indonesia. Alat telekomunikasi ini dijadikan simbol bagi status ekonomi seseorang. Bahkan berdasarkan merk orang sudah saling menilai kelas ekonomi seseorang. Hal ini jauh berbeda dengan masa telepon dimana masyarakat menganggap teknologi ini sebagai ciri modern dari bentuk kehidupan masyarakat.

Budaya yang muncul seputar teknologi telekomunikasi inilah yang menjadi permasalahan sekarang. Meskipun belum melek teknologi komunikasi orang-orang mengkonsumsi perangkat telekomunikasi untuk menunjukkan status sosialnya. Hal ini juga didukung dengan berkembangnya persepsi masyarakat yang serupa. Selain itu bahasa yang muncul dan berkembang seiring dengan perkembangan teknologi perangkat telekomunikasi juga mulai menggeser bahasa Indonesia baku.

(21)

telpon genggam sebagai peningkatan status sosialnya ketimbang fungsi telepon genggam sebagai alat bantu untuk berkomunikasi jarak jauh maka teknologi tersebut di Indonesia akan berkembang ke arah yang lain. Perbedaan miskin dan kaya di negeri ini sudah menjadi isu yang lama dan akan diperparah dengan perkembangan yang seperti ini.

Untuk melihat perubahan yang nyata dalam masyarakat maka perlu diperhatikan tempat yang mempunyai sistem kebudayaan kuat sebagai titik awal sebelum terjadi pergeseran dalam budaya. Dalam hal ini kota Yogyakarta dijadikan tempat sebagai sampel dari penelitian ini. Masyarakat Jawa khususnya Yogyakarta memiliki kebudayaan yang kental dan sifat yang menerima perkembangan dengan terbuka. Dengan meneliti kota ini maka bisa dilihat perubahan dari bentuk komunikasi tradisionil kebentuk komunikasi modern yang bertumpu pada perkembangan teknologi perangkat telekomunikasi.

Mengacu pada pembahasan di atas tentang perkembangan teknologi telekomunikasi dan interaksinya yang begitu luas dan kompleks maka yang akan diidentifikasi sebagai masalah dalam skripsi ini adalah:

1. Bentuk perkembangan perangkat teknologi telekomunikasi sejak 1976-2000.

(22)

Dalam penulisan ini akan dibahas perangkat telekomunikasi apa saja yang muncul setelah Palapa diluncurkan dengan demikian bisa dipahami bahwa peluncuran ini memiliki pengaruh yang besar pada perkembangan perangkat telekomunikasi di Indonesia sampai dengan tahun 2000.

2. Perubahan bentuk komunikasi perorangan di Indonesia sampai dengan tahun 2000, studi kasus Yogyakarta.

Perubahan bentuk komunikasi perorangan yang dimaksud adalah komunikasi point to point atau komunikasi dua arah (timbal balik) antara dua orang. Pengaruh telekomunikasi pada budaya akan bisa dilihat pada daerah yang kental dengan tradisinya, dalam hal ini Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah salah satu dari beberapa kota yang masih kental dengan tradisi Jawanya. Dalam meneliti bentuk perubahan sosio-budaya yang terjadi ditetapkan tahun 1970 sebagai masa untuk mengamati bentuk budaya awal sebelum peluncuran satelit Palapa. Dari sini kita mulai memperhatikan bagaimana komunikasi antar perorangan di DIY sebagai sampel dari salah satu kota budaya di Indonesia mulai berubah bentuk serta arah perkembangannya.

3. Ragam bahasa yang muncul dan dipengaruhi oleh perkembangan perangkat telekomunikasi sampai dengan tahun 2000.

(23)

awalnya hanya sedikit dari unsur budaya yang dipengaruhi oleh perkembangan telekomunikasi tapi ada beberapa faktor di masa perkembangan telekomunikasi yang membantu perkembangannya sampai ke tahap yang sekarang ini. Dalam menganalisa permasalahan ini akan dibahas tentang bagaimana perangkat telekomunikasi muncul dan berkembang serta pengaruh yang diberikannya pada bentuk komunikasi lokal.

C. Rumusan Masalah

Terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan rumusan masalah yang dapat dikaitkan dengan skripsi ini, namun yang dijadikan rumusan utama adalah:

1. Sejauh dan sepesat apa perkembangan telekomunikasi di Indonesia setelah satelit Palapa diluncurkan?

2. Bagaimana pengaruhnya pada teknologi komunikasi?

3. Bagaimana dampak sosial dari kemajuan teknologi komunikasi 1976-2000 di Yogyakarta?

D. Tujuan Penelitan 1. Akademis

(24)

2. Praktis

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui bagaimana kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi telekomunikasi telah membawa pengaruh yang besar bagi budaya berkomunikasi dan gaya hidup masyarakat Jawa pada umumnya dan masyarakat Jawa yang hidup di Yogyakarta pada khususnya.

E. Manfaat Penulisan 1. Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang sejarah perkembangan teknologi telekomunikasi di Indonesia dan keterkaitannya dengan perubahan budaya bangsa.

2. Praktis

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana S1 Ilmu Sejarah. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan atau masukan bagi peneliti lain dalam penelitian iptek telekomunikasi dan sejarah kebudayaan bangsa Indonesia khususnya kebudayaan Jawa Tengah dan sejarah local Yogyakarta.

F. Tinjauan Pustaka

(25)

Rachmadi6. Buku ini membahas tentang pengaruh dan peran teknologi informasi dan komunikasi menyangkut aspek sosial ekonomi global. Di mana penulisan ini menekankan pada pentingnya menguasai informasi dan komunikasi, sejarah mengenai perkembangan perangkat tidak diulas secara menditel. Meskipun menyatakan sedikit mengenai dampak dari perkembangan dunia telekomunikasi, analisa dan fokusnya bukan kepada dampak dari perkembangan telekomunikasi terhadap pluralitas budaya di Indonesia.

Buku ”Era Baru Bisnis Telekomunikasi dunia” karya DR. Dedi Supriadi7. Buku ini membahas bagaimana besarnya peran telekomunikasi di dunia dan bagaimana dunia telah sampai pada jaman informasi. dalam banyak hal buku ini membahas bagaimana telekomunikasi mengambil peran yang penting untuk menjadi sarana informasi. Buku ini membahas tentang pentingnya telekomunikasi tapi tidak sepenuhnya membahas mengenai dampaknya terhadap budaya asli yang ada.

Buku ”Understanding human communication” karya Ronald B. Adler dan George Rodman8, buku ini memaparkan banyaknya perspektif dalam mendefenisikan komunikasi antar manusia dan telekomunikasi. Meskipun demikian pengaruh secara khusus untuk Indonesia belum diulas dalam buku tsb.

      

6

Rachmadi F, Informasi dan Komunikasi. Dalam Percaturan Internasional (Bandung: Alumni, 1988).

7

Dedi Supriadi, Era Baru Bisnis Telekomunikasi, (Bandung: STT Telkom dan PT. Rosda Jayaputra, 1996).

8

(26)

Buku ”Sejarah Pos dan Telekomunikasi di Indonesia” diterbitkan oleh Direktur Jendral Pos dan Telekomunikasi9, buku ini berisi mengenai perkembangan telekomunikasi sesuai dengan yang dialami oleh Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi (Dirjen PosTel) sewaktu masih dibawah Departemen Perhubungan, sekarang Dirjen Postel berada di bawah Departemen Komunikasi dan Informasi. Buku ini berisi data mengenai sejarah perkembangan telekomunikasi di Indonesia dalam bentuk statistik. Ada empat Jilid buku dimana setiap jilid menunjukkan masa waktu dari statistik dan sejarah perkembangan telekomunikasi, sayangnya buku ini tidak dilanjutkan sampai masa sekarang. Jilid terakhir, jilid IV hanya mengulas masa demokrasi terpimpin. Tidak ditemukan jilid-jilid berikutnya yang mencatat sejarah telekomunikasi sampai sekarang.

Buku-buku di atas membahas mengenai pentingnya untuk memperhatikan perkembangan telekomunikasi serta besarnya pengaruh bidang ini dalam dunia yang sekarang. Meskipun buku-buku ini menekankan pada perkembangan tetapi kronologi perkembangan telekomunikasi Indonesia belum di bahas secara mendetail dan rinci. Kebanyakan mempertunjukkan perkembangan dari segi meningkatnya user perangkat telekomunikasi. Dalam hal ini karya tulis ini hendak memaparkan perkembangan perangkat secara kronologis untuk menemukan bentuk perkembangan yang melatar belakanginya. Pemikiran yang ingin dimajukan adalah dalam unsur-unsur budaya tertentu perkembangan telekomunikasi akan ditunjang dan akan berkembang dengan pesat.

      

9

(27)

G. Landasan Teori

Skripsi ini akan membahas mengenai perkembangan telekomunikasi sebagai suatu bentuk dari modernisasi budaya komunikasi. Telekomunikasi adalah hasil dari kebudayaan. Budaya yang dimaksud dalam hal ini adalah budaya komunikasi antar manusia. Telekomunikasi lahir dari kebutuhan berkomunikasi antar manusia yang terbatas oleh jarak (tele)10.

Seiring dengan berkembangnya teknologi dalam bidang komunikasi ini maka muncul dan berkembang perangkat telekomunikasi. Bentuk pertama dari perangkat ini dikenal sebagai perangkat telegraph. Berdasarkan definisi Hovland, Janis, & Kelley (1953)11 komunikasi adalah : proses dimana seseorang individu (komunikator) mentransmisikan stimulus untuk mempengaruhi tindakan orang lain. Dalam berkomunikasi individu tersebut akan terbentur dengan permasalahan jarak, pada jarak yang jauh seseorang stimulus tidak akan dapat ditangkap oleh indera individu yang menjadi lawan komunikasinya. Untuk itu manusia menciptakan dan mengembangkan perangkat telekomunikasi.

Memasuki era globalisasi di mana seluruh negara di dunia berupaya untuk bersatu dalam suatu “Global Village” perangkat telekomunikasi menjadi salah satu tumpuan dalam upaya ini. Dengan ini upaya untuk memiliki atau

      

10

Secara harafiah tele berarti jarak, bisa berarti dekat ataupun jauh tetapi tentunya ada bentang diantara kedua objek yang dianggap ber-tele itu. Dalam dunia komunikasi pengertian tele sedikit lebih spesifik: jarak yang jauh. Pengertian ini muncul karena perangkat telekomunikasi hanya lazim dipakai kalau jarak yang ada di antara dua pemakainya cukup jauh sehingga tidak memungkinkan mereka untuk berkomunikasi dengan cara alami.

11

(28)

mengembangkan perangkat telekomunikasi yang canggih menjadi hal yang penting khususnya bagi negara berkembang seperti Indonesia.

Dengan perkembangan teknologi di bidang telekomunikasi yang pesat maka warga Indonesia mampu melakukan komunikasi dengan sesamanya yang berada di Nusantara yang sebelumnya tidak bisa dijangkau. Menimbang bahwa Indonesia terdiri dari beragam etnis dengan budaya yang berbeda satu sama lain maka dalam komunikasi individu yang terjadi tentunya ada pertukaran nilai-nilai budaya yang terjadi sehingga ada perubahan dalam sistem budaya di etnis-etnis Indonesia yang disebabkan oleh meningkatnya kemampuan berkomunikasi. Bila meninjau ragam budaya Indonesia sebagai sebuah sistem12, maka sistem-sistem budaya di Indonesia yang erat kaitannya dan bisa terpengaruh oleh meningkatnya kemampuan berkomunikasi adalah sistem nilai dan sistem bahasa. Dalam pemikiran ini sistem bahasa merupakan sistem yang memiliki kecenderungan tertinggi untuk berubah sebagai dampak dari perkembangan telekomunikasi.

H. Metode Penelitian dan Penulisan

Metode yang ditempuh dalam penelitian tugas akhir ini adalah dengan: 1. Pemilihan Topik

2. Heuristik (pengumpulan sumber) : mengumpulkan sumber-sumber yang ada mengenai telekomunikasi Indonesia dalam berbagai media tulis maupun

      

12Sedyawati, Edi., KeIndonesiaan dalam Budaya Buku 2: Dialog

(29)

media cetak yang relevan.

3. Kritik sumber : menguji otentitas dan kredibilitas sumber-sumber untuk menyajikan data yang akurat dan terbukti kebenarannya.

4. Interpretasi data : menganalisa sumber dengan memperhatikan perbedaan jaman demi menggambarkan kenyataan yang sebenarnya.

5. Historiografi atau penulisan skripsi : merupakan metode terakhir dalam penelitian dalam hal ini disajikan data serta permasalahan yang menjadi fokus penelitian dalam suatu bentuk yang komprehensif.

I. Sistematika Penulisan

Untuk menguraikan pembahasan dengan sistematis maka penulisan akan dibagi menjadi lima bab sebagai berikut:

Bab I berisikan tentang latar belakang pentingnya teknologi telekomunikasi, Identifikasi dan pembatasan masalah pada keterkaitan perkembangan teknologi telekomunikasi dan budaya bangsa, perumusan masalah kapan teknologi telekomunikasi mengubah badaya bangsa serta tujuan penelitian ini dan manfaatnya.

(30)

Bab III berisi tentang bentuk komunikasi lokal yang sudah ada di Jawa khususnya Yogyakarta, sistem nilai serta bentuk bahasa lama yang menjadi media komunikasi bangsa dan perkembangannya sampai tahun 2000.

Bab IV berisi analisis keterkaitan antara perubahan budaya bangsa dan perkembangan teknologi telekomunikasi berdasarkan kajian indikator-indikator yang diacu. Dalam hal ini akan diulas kapan itu terjadi, berapa lama proses transisinya.

Bab V berisi kesimpulan dan saran-saran bagi peneliti lainnya apabila ingin meneruskan studi tentang keterkaitan sejarah perkembangan teknologi telekomunikasi dan budaya.

(31)

17

 

TELEKOMUNIKASI 1976-2000

Baik sebagai mahluk individual manusia maupun sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan komunikasi untuk dapat berinteraksi dengan sesamanya didalam kehidupannya bermasyarakat. Data dari Adler & Rodman menunjukkan:

“...They found that the subjects spent an average of over 61 percent of their waking hours engaged in some form of communication. Whatever one’s occupation, the results of such a study would not be too different. Most of us are surrounded by others, trying to understand them and hoping that they understand us: family, friends, coworkers, teachers, and strangers.”

13

“…Ditemukan bahwa subjek yang diteliti menggunakan rata-rata 61% lebih dari waktu terjaga mereka untuk berhubungan dalam beberapa bentuk komunikasi. Apapun pekerjaan seseorang, hasil studi-penelitian tersebut tidak menunjukkan banyak perbedaan. Sebagian besar dari kita dikelilingi oleh orang lain, kita berusaha memahami mereka dan berharap bahwa mereka memahami kita: keluarga, teman, rekan kerja, guru, dan orang asing”

Kebutuhan berkomunikasi manusia sangat tinggi, 61% dari waktu manusia terjaga dipakai untuk berkomunikasi, tidak tergantung pada jenis pekerjaan. Paling tidak ada empat jenis kebutuhan yang menjadi alas an manusia berkomunikasi yaitu physical needs, identity needs, social needs dan practical needs. Physical needs menyangkut kebutuhan fisik seperti kesehatan dan kemanan, kebutuhan identitas menyangkut kebutuhan akan mengenal dan dikenal, kebutuhan sosial menyangkut kebutuhan relasional antar sesama umat manusia dan kebutuhan praktis menyangkut pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Semua

      

13

(32)

kebutuhan tersebut memerlukan cara-cara berkomunikasi yang pas didalam penyampaian dan pemenuhannya.

Ada beberapa cara yang digunakan manusia untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Cara-cara berkomunikasi tersebut dapat dilakukan secara lisan, tertulis maupun dengan menggunakan gambar. Ketika jarak belum merupakan hambatan cara penyampaian tersebut dapat disampaikan secara langsung antar individu yang terlibat dalam komunikasi tersebut. Namun pada jarak yang jauh ketika cara penyampaian tersebut sudah tidak memungkinkan sepenuhnya memanfaatkan pancainderanya manusia secara langsung, manusia mulai memikirkan cara-cara baru didalam berkomunikasi. Misalnya dengan menggunakan simbol-simbol dan media tertentu dalam menyampaikan maksud dan gagasannya. Beberapa bangsa telah menggunakan berbagai cara untuk melakukan hal ini:

(33)

throwing substances on a fire, they added information to a signal by changing the colors of the smoke...”14

“…Orang-orang Yunani, Persia dan Romawi menggunakan asap dan api untuk memancarkan informasi dari satu kejadian. Untuk penyerangan pada Troy, Agamemnon mendirikan jaringan beacon sepanjang 500 Km tahun 1084 S.M. Setelah 10 tahun tidak digunakan setelah kejatuhan Troy pada suatu malam, beacon menjadi using dan tidak digunakan. Raja Persia Darius I (550-485 S.M) memiliki jaringan telegrap-api (fire telegraph) diseluruh Persian yang memungkinkan dia untuk mendapatkan informasi yang tepat waktu tentang pemberontakan yang sedang direncanakan atau serangan dari luar. Disamping penggunaan asap dan api, orang-orang Romawi mengangkat dan menurunkan balok kayu pada menara khusus untuk mengirim informasi keseluruh negri dan bahkan dapat dilihat sampai ke Hadrian’s Wall di Inggris Utara. Pada abad pertengahan pengiriman informasi dalam bentuk asap dan api masih digunakan antara tentara di kota dan tentara di benteng disepanjang Palestina dan Syria. Di Spanyol pada tahun 1340 angkatan laut Castilian mengadopsi teknologi telegrap. Laksamana D. Fabrique memanfaatkan panji-panji yang berbeda-beda untuk mengirimkan sandi-sandi tertentu ke kapal-kapal perangnya untuk menyerang kerajaan Aragon. Orang-orang Indian di Amerika Utara menyempurnakan teknologi asap dan api tersebut dengan menambahkan zat-zat tertentu pada asap sehingga menimbulkan aneka warna yang merepresentasikan aneka informasi.”

Merujuk pada kutipan di atas mengenai bentuk-bentuk komunikasi awal, pada masa lalu juga dalam budaya lokal di Indonesia kentongan digunakan untuk hal yang mirip. Bahkan sampai saat inipun kentongan masih dimanfaatkan di beberapa rumah makan tradisional untuk menyampaikan bahwa kedatangan pelayan sudah dinantikan.

Manusia telah terbiasa menterjemahkan maksudnya kedalam simbol-simbol baik berupa bunyi maupun cahaya dalam ber-interaksi atau lebih tepatnya dalam proses komunikasi antar sesamanya. Disinilah teknologi telekomunikasi mulai berperan di dalam pemenuhan kebutuhan komunikasi manusia. Dalam sub bab selanjutnya akan dibahas bagaimana beberapa aspek dari teknologi tersebut,

      

14

(34)

bagaimana dan kapan ditemukan serta bagaimana sejarah perkembangannya dan interaksinya dengan perkembangan budaya manusia.

A.Defenisi Telekomunikasi

Keterbiasaan manusia menggunakan simbol-simbol suara dan cahaya untuk berkomunikasi jarak jauh memicu para ilmuwan untuk mulai menggunakan berbagai metode untuk menyampaikan pesan-pesan lewat simbol-simbol yang tidak saja menggunakan suara dan cahaya. Dimulai dengan menggunakan metode semaphore sampai menggunakan besaran-besaran listrik untuk menyatakan symbol-simbol tersebut dan untuk mengenalnya kembali, manusia berhasil membuat perangkat telegraph yang paling kuno yang menggunakan lengan-lengan mekanik yang besar hingga perangkat telpon genggam yang mungil tapi cerdas. Itu pula yang menyebabkan terjadi definisi telekomunikasi juga beberapa kali mengalami pemutakhiran.

Badan resmi dunia yang menangani aturan-aturan teknologi telekomunikasi, ITU (International Telecommunication Union) beberapa kali memutakhirkan defenisi terminologi telekomunikasi: “…ITU secara resmi mengakui istilah telekomunikasi pada tahun 1932 dan mendefenisikannya sebagai: setiap komunikasi isyarat tulisan, gambar dan suara menggunakan perangkat telegrap atau telepon baik melalui kabel atau radio atau proses elektrik lainnya atau isyarat visual (semaphore).”15 Sekarang ini ITU mendefenisikan telekomunikasi sebagai: ” tiap transmisi atau penerimaan isyarat tulisan, gambar

      

15

(35)

dan suara atau bentuk inteligensia lainnya menggunakan kabel, radio, media visual, atau system elektromagnetik lainnya. Dalam hal ini transmisi dari bahasa latinnya transmitter diartikan sebagai proses transfer atau transportasi.” 16

Masih ada lagi beberapa defenisi lain lagi tentang telekomunikasi namun didalam banyak kepustakaan defenisi ITU paling lazim dijadikan acuan. Defenisi ITU diatas mencoba memberi defenisi teknologi telekomunikasi dari aspek yang kental dengan bidang sains dan teknologi, sehingga tidak mudah bagi ilmuwan dari disiplin lain mengadopsinya. Namun dalam Tugas akhir ini, mengacu pada defenisi ITU tersebut, terminologi telekomunikasi dipahami secara sederhana sebagai teknologi yang mengeliminasi pengaruh jarak sehingga memungkinkan manusia berkomunikasi.

Perihal definisi telekomunikasi di Indonesia mungkin sedikit berbeda menimbang bentuk sosial yang berbeda. Indonesia berbeda pemikiran dibandingkan dengan dasar pemikiran definisi di atas. Sifat kebersamaan di Indonesia dan bentuk masyarakat dimana ada perbedaan antara orang-orang kecil dan orang-orang berpengaruh dalam struktur sosialnya memisahkan bentuk telekomunikasi yang dimiliki oleh masing-masing kelas.

Orang-orang berpengaruh dan dihormati memiliki pemikiran yang terbuka dan bersifat penasaran terhadap perkembangan di luar Indonesia sedangkan orang-orang kecil atau menengah ke bawah lebih memikirkan apa yang sudah ada merupakan hal yang bisa mereka manfaatkan. Sehingga masyarakat bergantung pada perkembangan yang ada pada orang-orang “besar” ini dan tidak memiliki

      

16

(36)

sifat untuk menuntut lebih dengan demikian masyarakat tidak semuanya akan membuka mata untuk perkembangan teknologi telekomunikasi atau bahkan teknologi apapun yang ada di luar pengetahuan orang-orang besar tersebut.

B.Perkembangan Teknologi Telekomunikasi Dunia

Untuk memahami perkembangan telekomunikasi maka tidak mungkin kalau langsung masuk ke pembahasan di negara Indonesia, pengertian mengenai latar belakang telekomunikasi dunia menjadi penting untuk memahami dasar dari di kembangkannya alat ini. Perlu disadari bahwa perangkat-perangkat telekomunikasi modern yang dipakai di Indonesia bukan ditemukan oleh bangsa Indonesia melainkan hanya diadopsi dan dikembangkan pemakaiannya dalam negeri. Menciptakan teknologi telekomunikasi yang baru membutuhkan kerja keras penelitian dan dana yang tidak sedikit, namun memilih mana diantara teknologi telekomunikasi yang cocok merupakan masalah yang lain.

(37)

ditandatangani dengan Boeing (dulunya Hughes aircraft),17 sebuah perusahaan Amerika pembuat Satelit pada bulan Juli 1975. Setahun kemudian Palapa berhasil diselesaikan dengan baik dan diluncurkan pada Juli 1976 dan setelah melalui beberapa proses percobaan dan pemantapan akhirnya secara resmi dioperasikan pada tanggal 17 agustus 1976. Momen ini merupakan tonggak yang penting dalam dunia telekomunikasi Indonesia dimana perangkat telekomunikasi tersebut berhasil memugkinkan ketersambungan pembicaraan telepon dilakukan diseluruh Indonesia dalam waktu yang relatip singkat. Sebelumnya untuk melakukan pembicaraan telpon antar pulau sangat sulit. Untuk menjangkau seorang transmigran di daerah Sulawesi dari Wonogiri misalnya harus dilakukan secara berrantai. Penelpon dari Wonogiri perlu meminta bantuan beberapa sentral telpon untuk mendapatkan sambungan pembicaaran telpon. Sentral telpon di Jogja perlu meminta bantuan sentral telpon Surabaya selanjutnya Sentral telpon Ujung Pandang (Makasar) sebelumnya si penelpon di Wonogiri dapat melakukan percakapan. Hadirnya satelit Palapa membuat semua proses berrantai tersebut berakhir, penelpon antar pulau cukup memutar kode area dan nomor telpon yang dituju untuk melakukan percakapan. Perkembangan perangkat telekomunikasi dan bagaimana pemakaiannya perlu dipaparkan agar dipahami bagaimana kaitannya dengan pekembangan budaya setempat seperti pada peluncuran satelit Palapa pada awal masa orde baru itu.

Dalam sub bab ini akan menunjukkan bahwa pada masa 1976 - 2000 teknologi telekomunikasi yang dijadikan perhatian dalam skripsi ini sudah

      

17

(38)

ditemukan dan hadir serta benar-benar dimanfaatkan manusia untuk berkomunikasi. Anton A Huurdeman dalam hal ini telah melakukan penelitian untuk menjabarkan perkembangan teknologi telekomunikasi dalam kurun waktu 50 tahun (1950 – 2000)18.

Beberapa hal menarik dari hasil penelitian tersebut adalah bahwa sejarah mencatat dari pertama kali digunakannya suatu teknologi telekomunikasi ke terobosan teknologi telekomunikasi berikut pada masa yang lalu membutuhkan waktu yang relatip lebih lama. Dari telegraf optik hasil temuan Claude Chappe (1763–1805) yang menghubungkan Paris dan Lille pada 15 Agustus 1794 sampai pada digunakannya telepone yang pertama pada tahun 1876 (menghubungkan jarak sekitar 2 mil antara Boston dan Cambridge) hasil temuan Alexander Graham Bell (1847-1922) dibutuhkan waktu sekitar satu abad.

Jadi boleh dikatakan teknologi telegraf terus berevolusi dan digunakan dalam budaya manusia untuk berkomunkasi selama hampir 102 tahun. Baik telegrap maupun telepon pada saat itu masih menggunakan kabel sebagai penghubung jarak dari satu ke “lokasi yang jauh” berikutnya (point to point communications). Dari terobosan ini ke terobosan teknologi telekomunikasi berikutnya yang ditandai dengan pemanfaatan gelombang radio dimana udara menjadinya media penghubung antar lokasi yang satu dan lokasi lainnya bukan lagi kabel dibutuhkan waktu yang makin singkat yaitu sekitar 20 tahun.

Selain waktu yang makin singkat antara terobosan teknologi telekomunikasi yang satu dan lainnya, terlihat juga bentuk-bentuk perangkat

      

18

(39)

teknologi telekomunikasi yang hadir makin lama makin banyak jenisnya. Kalau pada awalnya dari optical telegrap lahir 3 teknologi telekomunikasi berikutnya (Electric Telegraph, Image Telegraph, Open wire dan copper cable) pada evolusi dan terobosan berikutnya muncul hampir dua kali lebih banyak jenisnya. Dalam skripsi ini tidak akan dibahas lebih rinci tentang hal ini karena yang menjadi fokus adalah kehadiran dan pemanfaatan teknologi telekomunikasi antara tahun 1970 – 2000 dan secara spesifik menekankan pada teknologi telekomunikasi point to point.

Berdasarkan dari kronologi telekomunikasi pada appendix dalam tulisan Huurderman19, dimana secara rinci dituliskan kronologi telekomunikasi bisa dijabarkan beberapa perkembangan dalam dunia perangkat telekomunikasi Point to Point dunia yang berpengaruh besar sebagai berikut:

1. Telegraf

Dimulai dengan munculnya telegraf Optik pada tahun 1794 yang ditemukan oleh Claudio Chappe. Dan hal inilah yang menjadi argumentasi dalam telekomunikasi. Bila benar era telekomunikasi dimulai dengan telegraf maka Chappe lah yang seharusnya menjadi tokoh utamanya. Tetapi permasalahannya terletak pada popularitas telegraf, dalam hal ini telegraf elekronik milik Samuel F. B. Morse lah yang lebih terkenal. Morse sendiri mulai masuk ke dunia telekomunikasi pada tahun 1835. Penyampaian pesan jarak jauh Morse pun masih dalam bentuk kode yang ditentukan oleh Morse sendiri. ‘Save Our Souls’ (SOS)

      

19

(40)

merupakan standar internasional untuk minta tolong dalam situasi darurat dan memakai kode yang dibuat oleh Morse.

Meskipun sekarang sudah ada bentuk lain untuk menyatakan keadaan darurat seperti ‘mayday’ tetapi SOS masih tetap diingat oleh kebanyakan orang. Kembali ke masalah perangkat telegraf, meskipun telegraf cukup populer untuk jangka waktu yang panjang tetapi tentunya ada masa beralihnya menuju teknologi yang lebih baru. Kelemahan telegraf dalam perspektif telekomunikasi point to point adalah pesan yang disampaikan tidak bisa menyampaikan perasaan secara utuh dari lawan bicara. Hal inilah yang membuat telekomunikasi berkembang. Semua perangkat telekomunikasi dikembangkan demi mencapai tujuan penyampaian gagasan yang utuh dalam berkomunikasi. Dalam pemikiran ini lebih benar kalau mengatakan bahwa Alexander Graham Bell adalah tokoh telekomunikasi pertama dibandingkan Chappe ataupun Morse.

2. Telepon

(41)

Dengan ditunjang oleh perkembangan perangkat radio dan dimanfaatkannya satelit untuk mengembangkan telepon maka perangkat ini menjadi awal dari penyatuan dunia melalui media perangkat telekomunikasi. Hal ini tentunya melalui proses yang panjang, radio baru mulai eksis dan memperkenalkan transmisi data melalui frekuensi pada tahun 1947. Hal ini ditandai dengan dibentuknya International Frequency Registration Board yang mengatur alokasi frekuensi radio pertama. Dengan dikembangkannya radio maka frekuensi mulai dipakai untuk mengembangkan jaringan telepon dan menjadi titik tolak untuk mengembangkan teknologi telekomunikasi nirkabel.

Satelit juga menjadi penunjang bagi baik berdampingan atau secara langsung dengan radio bagi telepon. Singkatnya sejarah telepon dibuat dengan pengembangan penguat signal. Tentunya kabel adalah media pertama bagi telepon, kabel berkembang dari kabel tembaga pada tahun sampai ke titik dimana ditemukannya serat optik yang mulai digunakan di Jerman pada tahun 1973. Kalau digunakan untuk tujuan koneksi nasional maka jaringan serat optik saja sudah cukup memadai, tetapi kalau dalam hal koneksi internasional maka dari segi infrastruktur akan sangat rumit. Dalam hal inilah mulai dipakainya satelit pada tahun 1965 menjadi media penunjang telepon yang sangat berguna.

(42)

demikian menjaring setiap daerah di dunia ini dalam perangkat telekomunikasi darat menjadi hal yang mudah.

Inilah sejarah singkat perangkat telekomunikasi dunia. Perkembangan telekomunikasi di Indonesia tentunya akan sangat berbeda karena dalam hal telekomunikasi Indonesia hanya mengadopsi perangkat yang sudah ditemukan oleh dunia. Dalam sejarah kita memang ada ‘kentongan’ dan berbagai jenisnya di nusantara mengingat bahwa kentongan hanya untuk di beberapa daerah di nusantara, dan daerah lain masih ada yang memakai ‘gong’ dsb. Tetapi intinya alat-alat komunikasi ini hanya menjadi indikator untuk mengumpulkan warga daerahnya ke tempat tertentu untuk ber komunikasi secara langsung dan bersifat point to multi-point karena tujuannya adalah agar satu orang bisa berkomunikasi dengan banyak orang.

C.Perkembangan Teknologi Telekomunikasi Indonesia 1970-2000

Pemikiran bahwa Indonesia hanya mengadopsi perangkat telekomunikasi

(43)

Perkembangan telekomunikasi Indonesia perlu diamati dalam dua masa, masa sebelum diluncurkannya satelit Palapa dan masa setelah diluncurkannya Satelit. Telekomunikasi sebelum Satelit dipenuhi dengan permasalahan jangkauan. Perangkat telekomunikasi adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk melakukan komunikasi dengan lawan bicaranya di jarak yang tidak terjangkau. Menyadari luas dan banyaknya pulau di Indonesia maka untuk memenuhi kebutuhan ini Indonesia harus memilliki Satelit sendiri. Menimbang kalau terus bergantung pada satelit milik negara lain akan memakan biaya dalam waktu yang panjang.

Berikut adalah bentuk telekomunikasi ‘point to point’ (telekomunikasi yang bersifat menghubungkan satu titik ke satu titik lain dan tidak dimaksudkan sebagai alat pengumuman) yang muncul dan berkembang pada masa itu:

• Telegraf (1882):

(44)

• Telepon (tahun 1882 sampai sekarang):

Berupa media telekomunikasi populer yang sampai sekarang masih digunakan. Telepon merupakan media komunikasi percakapan pertama yang menjadi terobosan dalam penemuan teknologi telekomunikasi. Telepon yang pertama muncul adalah telepon manual. Sebuah telepon yang masih memakai sistem manual ‘switching’. Pengoperasiannya cukup menyusahkan dengan mengharuskan pemakai untuk menghubungi operator terlebih dahulu yang akan melakukan ‘switch’ atau memindahkan saluran telepon si pemakai ke saluran yang ingin ditujunya. Hal ini sangat memakan waktu dan juga bergantung terbatas pada jumlah saluran yang tersedia. Dalam hal ini Selo Sumardjan mengeluhkan kenyataan sulitnya berkomunikasi via telepon pada masa sebelum satelit. Dalam tulisannya beliau menyatakan bahwa untuk melakukan telepon lokal jarak jauh saja dari Jakarta waktu menunggu koneksinya adalah dalam hitungan jam bukan detik seperti sekarang20.

Meskipun masih ada perangkat telekomunikasi lain pada saat ini yaitu melalui media radio tetapi perangkat ini merupakan perangkat telekomunikasi

point to multipoint dan dengan demikian tidak menjadi fokus pembahasan dalam penulisan ini.

Catatan-catatan sejarah di atas menunjukkan bahwa penerapan teknologi telekomunikasi di Indonesia selalu lebih lambat dari beberapa Negara terutama di Negara mana teknologi itu ditemukan. Meskipun demikian ada juga teknologi

      

20 Sumardjan, Selo. The Social and Cultural effects of Satellite

(45)

Telekomunikasi dimana perkembangan Indonesia tergolong cepat dibandingkan di Negara maju lainnya seperti teknologi satelit.

Peristiwa penting dalam telekomunikasi Indonesia yang menandai bentuk telekomunikasi yang baru adalah diluncurkannya Satelit Palapa 6 Juni 1976. Hal ini merupakan hal yang luar biasa dengan memperhitungkan kemerdekaan Indonesia baru berlangsung 17 tahun. Harapannya adalah bahwa seluruh Nusantara dapat dengan lebih cepat menikmati teknologi telekomunikasi. Beberapa satelit Palapa telah diluncurkan, mengenai data jenis dan jangkauannya akan dilampirkan pada akhir penulisan ini. Secara singkat satelit Palapa pertama adalah Palapa A1 diluncurkan pada tahun 1976, dan Palapa A2 yang diluncurkan tahun 1977.

Kedua satelit ini menambahkan pada jangkauan serta kecepatan koneksi pada perangkat telekomunikasi di Indonesia. Beberapa perangkat telekomunikasi yang terpengaruh pasca peluncuran satelit Palapa adalah sebagai berikut:

• Pager (1976):

(46)

• Telex, Facsimille.

Telex dan Facsimille merupakan perkembangan dari teknologi telegrap berupa pengiriman isyarat tulisan atau grafis. Semula jarak jangkau terbatas antar kantor di sebuah kota, namun dengan hadirnya Palapa jangkauannya menjadi lebih luas mencakup seluruh nusantara.

• Telepon. (1976-sekarang):

Pada awal kehadiran satelit palapa Telepon rumah mengalami perkembangan pesat dan beberapa permasalahan pra satelit palapa seperti lambatnya koneksi dan jangkauan bisa diatasi. Dalam hal koneksi muncul telepon otomat dimana koneksi sudah terjadi secara otomatis dan tidak lagi melalui operator manual. orang tidak perlu lagi menelpon operator dan menyatakan tujuan koneksinya, melainkan cukup memutar nomer telepon tujuannya (sistem ‘dial’). Hal ini meningkatkan masyarakat indonesia untuk bertelekomunikasi. Tuntutan untuk memiliki sambungan telepon meningkat dari tahun ke tahun.

Tahun  1960  1970  1980  1990  2000  2002 

Sambungan 

Telepon 

(Per  100 

orang) 

0.10  0.10  0.20  0.60  3.20  3.60 

Tabel 1. Sambungan Telepon per 100 orang.21

      

21

(47)

Mempertimbangkan bahwa Palapa baru mulai beroperasi pada tahun 1976 maka pada tabel ini terlihat bahwa peningkatan jumlah pemakai telepon juga baru mulai meningkat pada tahun 1980. Laju peningkatan dalam 20 tahun kedepan sangatlah luar biasa di Indonesia, 0.60 per 100 orang berarti hampir satu orang dalam setiap penduduk Indonesia sudah memiliki sambungan telepon. Hal ini belum tentu dicapai tanpa adanya satelit. Infrastruktur kabel tembaga untuk sambungan telepon belum tentu bisa menjaring jumlah yang sama dengan kurun waktu itu.

Dengan adanya teknologi satelit muncul telpon genggam di dunia tetapi perkembangannya di Indonesia sedikit berbeda, Telepon genggam menjadi permintaan yang lebih diminati oleh masyarakat Indonesia. Di indonesia sendiri jumlah pelanggan telepon rumah meningkat namun tidak sepesat peningkatan pengguna telpon genggam dalam kurun waktu yang sama. Telpon genggam hadir di Indonesia dalam bentuk resmi setelah pengujian di Batam:

“…sistem yang telah dirintis pengoperasiannya adalah GSM, hal ini didasarkan pada SK. Dirjen Postel Nomor 4243/Dirjen /1993 tanggal 14 Oktober 1993, yang mengesahkan implementasi GSM di Batam-Bintan sebagai proyek STBSD.”22

Telepon genggam (HP) merupakan sebuah telepon kecil yang bisa dibawa kemanapun dan bisa menjadi alat telekomunikasi selama terjangkau oleh jaringan frekuensi yang ditebarkan oleh transmitter (BTS). BTS disebarkan di banyak titik

      

22 Muhamad Shiroth dan Nur Mohammad Amin, TREND INDUSTRI

TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA, Fakultas Ekonomi Universitas

Indonesia. Depok, 1998. Bisa dilihat di web :

(48)

strategis di Indonesia. Secara sederhana cara kerja HP adalah seperti radio, tetapi dalam komunikasi via HP bisa dilakukan pembicaraan secara berbalasan sedangkan radio fungsinya hanya untuk menyiarkan gagasan dari operatornya tapi tidak bisa berbalasan.

Ada beberapa sistem HP yang masuk dan berkembang di Indonesia, antara lain: AMPS, TDMA, GSM dan yang terakhir masuk adalah CDMA23. Untuk membahas satu per satu sistem komunikasi HP ini tidak sepenuhnya relevan dengan pembahasan. Tetapi yang menarik adalah masa GSM, seperti yang dikutip di atas HP jenis ini masuk pada tahun 1993 dan sampai dengan tahun 2000 HP berbasis sistem GSM ini menjadi pilihan masyarakat. Statistik berikut ini kurang bisa menunjukkan tahapannya tetapi menunjukkan bahwa jumlah pelanggan di Indonesia untuk HP mengalami peningkatan yang drastis dari tahun 1990 sampai dengan 2000.

Year 1980 1985 1990 1995 2000 2002

Jumlah pemilik HP (Per 100 people)

0.00 0.00 0.00 0.10 1.80 5.50

Tabel 2 Jumlah pemilik HP per 100 orang24.

Di tabel ini terlihat bahwa pemilik HP langsung meningkat 2 tahun setelah HP GSM masuk di Indonesia. hanya dalam kurun waktu 5 tahun setelahnya jumah ini meningkat menjadi hampir 2 orang per 100 orang dari populasi Indonesia.

      

23

Ibid. 24

(49)

Pada tahun 2000 jumlah telepon juga sudah meningkat ke tingkat yang luar biasa. 3,2 per 100 orang dari populasi indonesia sudah memiliki telpon rumah pada tahun ini. Kesadaran untuk bertelekomunikasi via media telepon maupun HP sudah tinggi pada tahun 2000. Dari data inilah perkembangan telekomunikasi Indonesia lajunya tinggi, yaitu di bagian perangkat telefoni. Tetapi hal inilah yang berdampak pada budaya komunikasi indonesia nantinya.

• SBK (Stasiun Bumi Kecil) (1976-sekarang)

Hadirnya perangkat SBK merupakan konsekuensi logis dari hadirnya satelit Palapa. Untuk dapat menerima pancaran sinyal dari satelit Palapa saat itu dibutuhkan SBK hampir diseluruh propinsi di Indonesia. SBK ini digunakan sebagai stasiun relay baik untuk televisi, radio, telex dan telpon. Saat ini teknologi ini mengalami banyak tantangan dari teknologi penerima satelit yang dapat langsung dipasang di kantor atau dirumah seperti teknologi V-sat.

(50)

36

 

PENGARUHNYA PADA BAHASA DAN GAYA HIDUP DI

INDONESIA 1976-2000

Komunikasi adalah salah satu bentuk dari wujud kebudayaan. Menurut Koentjaraningrat25 kebudayaan mempunyai tiga wujud yaitu:

a) Wujud kebudayaan sebagai suatu yang kompleks dari ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.

b) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat

c) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Berdasarkan pada wujud kebudayaan di atas komunikasi adalah wujud yang kedua. Manusia perlu melakukan komunikasi satu sama lain untuk menyatakan keberadaanya dalam masyarakat. Manusia membutuhkan orang lain dan demikian juga sebaliknya untuk berkomunikasi. Bahasa dibentuk oleh manusia sebagai alat komunikasi. Bahasa yang digunakan seseorang sangat dipengaruhi oleh wujud kebudayaan orang tersebut.

Indonesia memiliki beragam kebudayaan dari etnis-etnis di dalamnya. Setiap etnis ini memiliki wujud budayanya sendiri dan dengan demikian memiliki bentuk bahasanya masing-masing. Masyarakat etnis Jawa dalam berkomunikasi

      

25

(51)

memiliki bentuk bahasanya sendiri. Struktur dan pola berbahasa Jawa yang asli akan mencerminkan kebudayaan Jawa.

A. Kebudayaan Jawa pada Umumnya

“Kebudayaan Jawa adalah kebudayaan yang mengutamakan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian. Semua unsur diatur secara harmonis dan berdampingan, baik itu kehidupan dengan kematian, alam raya dengan makhluk hidup. Semua hal yang tidak cocok mengharuskan untuk dihindari; setiap yang bisa mengganggu keseimbangan itu cepat diperbaiki agar semua kembali harmoni. Namun tidak semuanya dapat dihindari maupun diperbaiki. Untuk menghindari konflik umumnya masyarakat Jawa mengutarakan ketidakcocokan itu dengan memendamnya.”26

Dengan mengutamakan keseimbangan, keselarasan dan keserasian kebudayaan Jawa menekankan pada posisi atau status sosial dalam masyarakat. Masyarakat Jawa terbagi berdasarkan golongan sosialnya, misalnya golongan bangsawan, rakyat biasa, golongan santri dan golongan abangan yaitu masyarakat yang kurang peduli dengan syariat agama. Golongan-golongan sosial pada masyarakat Jawa ini menganut budaya seperti dikutipan di atas dengan penuh kesadaran akan siapa dirinya dalam pandangan umum. Dari 5 sistem kebudayaan yang dikemukakan oleh Edi Sedyawati27. Sistem nilai, sistem kekerabatan dan bahasa dalam kebudayaan Jawa adalah hal yang menentukan dalam komunikasi.

      

26Tim Wacana Nusantara, Harmonisasi Bahasa dalam Kebudayaan

Jawa; http://www.wacananusantara.org/content/view/category/2/id/544

27

(52)

a. Sistem Nilai.

Aspek-aspek budaya Jawa termasuk sikap-sikap dalam bertingkah laku bagi masyarakat Jawa tercermin pada doktrin kultural seperti Ngono yo ngono, nanging mbok aja ngono (mungkin anda betul, tetapi jangan memakai cara seperti itu). Sikap itu harus diterapkan, misalnya, ketika seseorang atau sekelompok orang berhasil menangkap pencuri ayam dan lalu menghajarnya sampai babak belur atau bahkan sampai mati. Masyarakat Jawa tidak diajarkan menggunakan cara semacam itu; mereka harus berlaku tega larane ora tega patine. Doktrin ini berimplikasi bahwa mereka boleh-boleh saja memberi “pelajaran” kepada orang yang bersalah namun hendaknya tidak menyakitinya. Dalam konteks sekarang, doktrin itu banyak ditinggalkan orang. Pencuri sepeda motor atau barang-barang lain seringkali dihajar sampai babak belur atau bahkan dibakar hidup-hidup. Dengan demikian, mereka telah tega lara tega pati (tega menyakiti sekaligus tega membunuh) demikian penuturan Fatchul Mu’in dalam tulisannya mengenai ‘Bahasa dan Budaya Jawa’ yang diakses dari Internet28.

Sikap lain yang dihindari oleh masyarakat Jawa adalah sikap atau perilaku atas dasar pamrih. Berperilaku atau bertindak atas dasar pamrih berarti hanya mengusahakan kepentingan diri sendiri dengan tidak menghiraukan kepentingan-kepentingan masyarakat. Secara sosial pamrih

      

28

(53)

selalu mengacau karena merupakan tindakan tanpa perhatian terhadap keselarasan sosial. Pamrih terutama kelihatan dalam tiga nafsu, yaitu: nefsu menange dhewe, nefsu benere dhewe, dan nefsu butuhe dhewe yang secara berturut-turut berarti selalu ingin menjadi orang yang pertama, menanggap dirinya selalu betul, dan hanya memperhatikan kebutuhannya sendiri. Sikap yang menandai watak yang luhur adalah kebebasan dari pamrih atau sepi ing pamrih. Orang dikatakan sepi ing pamrih bila dia semakin tidak perlu gelisah dan prihatin terhadap dirinya sendiri, semakin bebas dari nafsu ingin memiliki. Hal ini sekaligus menandakan bahwa ia telah mampu mengontrol nafsu-nafsunya sepenuhnya dan menjadi tenang29.

Doktrin lain adalah narimo ing pandum dan sumarah. Biasanya doktrin narimo ing pandum dilakukan dengan didahului sikap sabar. Dengan sabar dimaksudkan bahwa seseorang mempunyai nafas panjang dalam kesadaran bahwa pada waktunya nasib baik pun tiba. Narimo berarti menerima segala apa yang mendatanginya tanpa protes dan pemberontakan. Narimo menuntut kekuatan untuk menerima apa yang tidak dapat dielakkan tanpa membiarkan diri dihancurkan olehnya. Istilah narimo biasanya digabung dengan ing pandum atau lengkapnya narimo ing pandum. Istilah narimo ing pandum mengimplikasikan bahwa orang dalam keadaan kecewa dan dalam keadaan sulit pun bereaksi secara rasional, tidak ambruk, dan juga tidak menentang secara percuma30.

      

29

Tim Wacana Nusantara, loc. cit.

30

(54)

Doktrin sumarah mengisyaratkan sikap penuh penyerahan diri, dengan mendahulukan kewajiban-kewajiban ketimbang menuntut hak-hak. Sikap sumarah berarti pula bahwa seseorang yang setelah melakukan pekerjaan atau usaha untuk menggapai cita-cita atau harapan-harapannya kemudian berserah diri kepada Yang Mahakuasa dengan suatu harapan bahwa apa yang telah diperbuat itu sesuai dengan yang diinginkan31.

Berbagai aspek dari budaya Jawa yang menjadi ciri khas atau karakter masyarakat Jawa di Indonesia dan telah dikenal di luar negeri sebagai kebudayaan Indonesia walaupun sangatlah luas namun dapat diterima oleh hampir semua etnis lainnya di Indonesia bahkan luar negeri.Bahasa Jawa yang merupakan salah satu aspek budaya Jawa terikat oleh beberapa aturan dari tradisi kebudayaan Jawa dimana dalam penggunaannya, bahasa Jawa telah mengalami perubahan dari tahun ketahun. Dilihat dari keanekaragaman lapisan masyarakat yang menggunakan bahasa Jawa, dapat dilihat adanya perbedaan pemakaian yang dipengaruhi oleh usia pemakai. Perbedaan yang menonjol ini tampak jelas manakala mereka menerapkan unggah-ungguh di dalam berbahasa Jawa. Salah satu bentuk

unggah-ungguh yang sangat penting adalah pemilihan ragam tingkat Bahasa Jawa (ngoko, krama madya, krama inggil) di dalam berkomunikasi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya kelas sosial, usia, jenis kelamin, topik pembicaraan, dan lain sebagainya. Lebih jauh, perbedaan yang menonjol itu sesekali diperlemah; akan tetapi, sesekali justru

      

31

(55)

diperkuat manakala Bahasa Jawa dipergunakan oleh dua generasi usia, tua dan muda, di dalam konteks profesi, lingkungan sosial, pokok pembicaraan, dan tujuan tertentu. Di dalam konteks yang tidak memprasyaratkan perbedaan tua-muda di dalam berbahasa, maka perbedaan ini diperlemah, misalnya di dalam karya sastra, berceramah di muka umum, mengurai gagasan di majalah atau surat kabar, dan sejenisnya. Adapun di dalam konteks yang memprasyaratkan perbedaan tua-muda dalam berbahasa maka perbedaan tersebut akan diperkuat, misalnya dalam lembaga pendidikan tertentu, di lembaga kenegaraan tertentu, dan di dalam keluarga tertentu. b. Sistem Kekerabatan.

(56)

Rasa rikuh dipertahankan dalam hubungan sosial masyarakat Jawa untuk menjaga sikap dan kelakuan. Golongan Bangsawan juga memiliki rasa yang serupa terhadap sesama dan golongan yang lebih rendah darinya. Sebagai seorang bangsawan biasanya, tetap merasa perlu menjaga bahasanya dengan kata-kata yang halus berbahasa kromo Inggil terhadap yang berstatus tinggi di masyarakat umum seperti guru. Demikian juga dalam kehidupan berkeluarga, sikap rikuh diperlihatkan dengan kepatuhan pada orang yang lebih tua. Kerikuhan menjadi penahan emosi untuk mencegah terjadinya pertengkaran, sikap ini juga mempertahankan perilaku hormat pada orang tua yang sangat penting dalam budaya Jawa.

c. Sistem Bahasa.

Bahasa merupakan unsur yang penting sebagai penentu bagi berhasilnya sebuah komunikasi. Bahasa juga berfungsi sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri yang dipergunakan untuk mengekspresikan segala sesuatu yang tersirat di dalam pikiran dan perasaan penuturnya. Sebagai alat komunikasi, bahasa mempunyai fungsi sosial dan fungsi kultural. Bahasa sebagai fungsi sosial adalah sebagai alat perhubungan antar anggota masyarakat. Sedangkan sebagai aspek kultural, bahasa sebagai sarana pelestarian budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya.

(57)

penguasaan ragam bahasa menjadi tuntutan bagi setiap pengguna komunikasi. Ragam bahasa menurut topik pembicaraan mengacu pada pemakaian bahasa dalam bidang tertentu, seperti, bidang jurnalistik (persuratkabaran), kesusastraan, dan pemerintahan. Ragam bahasa menurut hubungan pelaku dalam pembicaraan atau gaya penuturan menunjuk pada situasi formal atau informal. Medium pembicaraan atau cara pengungkapan dapat berupa sarana atau cara pemakaian bahasa, misalnya bahasa lisan dan bahasa tulis. Dengan demikian masing-masing ragam bahasa memiliki ciri-ciri tertentu, sehingga ragam yang satu berbeda dengan ragam yang lain.

Demikian pula halnya dengan bahasa Jawa. Dalam bahasa Jawa dikenal adanya kelas atau tingkatan-tingkatan yang bisa menggambarkan pengaturan pengucapan sesuai dengan tingkatan-tingkatan sosial masyarakat Jawa32.

Ngoko: Bahasa ngoko adalah suatu tatanan bahasa yang paling bawah, digunakan dalam percakapan sehari-hari antara yang lebih tua dengan yang muda, orang sederajat atau teman sejawat, atasan keapada pegawainya (bawahannya). Ngoko andhap: Ngoko andhap digunakan kepada siapa saja yang sudah akrab akan tetapi masih menghormati satu sama lain. Ngoko andhap itu dibagi menjadi dua: antya basa dan basa antya. Ngoko andhap antya sampai sekarang masih digunakan, akan tetapi ngoko andhap antya

sudah lama tak digunakan bahkan sudah tak lagi dilestarikan dan dianggap

      

32

Prembayun Miji Lestari, SS., M.Hum. 2010. Bahasa Jawa: Sebuah Telaah Bahasa dan “Komplikasinya”. Bisa juga dibaca di website:

(58)

sirna. Contoh: Lho, sampean mau wes maem a? (Lho, kamu tadi sudah makan?)33.

Madhya Madya adalah bahasa yang sering digunakan dalam masyarakat pedesaan atau masyarakat gunung. Madhya dibagi menjadi dua: madhya ngoko dan madhya krama. Madhya ngoko adalah sebuah bahasa yang dikalobarasi dengan bahasa ngoko tetapi lebih lekat kedaerahan; bisa dibilang bahasa daerah setempat yang tak semua masyarakat Jawa mengerti. Ciri-cirinya:

Saya diganti menjadi kula.

Anda menjadi dika.

Awalan tak- diganti menjadi kula.

Awalan ko- diganti menjadi dika. Awalandi- tidak berubah.

Contoh: Lho, dika wes maem a? (Lho, kamu sudah makan?)

Sedangkan madhya krama biasa digunakan masyarakat desa berbicara dengan orang yang baru kenal atau orang yang dihormati. Bisa dikatakan hampir sama dengan ngoko andhap tetapi memunyai batasan: orang muda kepada yang lebih tua atau dihormati. Ciri-cirinya:

Saya, diganti menjadi kula.

Anda, diganti menjadi sampeyan, samang.

Awalan tak- diganti menjadi kula.

Awalan ko- diganti menjadi samang, mang.

      

33

(59)

Akhiran -ku diganti menjadi kula.

Akhiran -mu diganti menjadi sampéyan, samang.

Akhiran -e tetap tidak berubah.

Contoh: Lho, samang sampun maem? (Lho, kamusudahmakan?)

Madhyantara, Bahasa madhyantara terbentuk dari madya krama akan tetapi kalimat-kalimat yang ditujukan adalah kepada orang yang diajak bicara ditambahi dengan bahasa krama inggil. Bahasa madhyantara dulu biasa digunakan priyayi kecil atau anak bangsawan kepada utusannya. Akan tetapi, bahasa ini sekarang sudah jarang dipergunakan. Ciri-cirinya hampir sama dengan bahasa madya. Contoh: Lho, samang sampun dahar? (Lho, kamu sudahmakan?)

Kromo, Bahasa kromo atau krama adalah tingkatan tengah dalam bahasa Jawa sebelum kromo inggil di mana tidak semua kosakata yang diucapkan diganti dengan bahasa alus. Kromo digunakan kepada orang yang baru kenal atau sejawat yang lebih dihormati. Contoh: Lho, samean sampun nedo?(Lho, kamu sudah makan?)

Kromo Inggil, Bahasa kromo Inggil adalah bahasa di mana pengucapanan krama dicampur dengan krama inggil. Bahasa krama biasa digunakan priyayi kecil (anak bangsawan) dengan priyayi yang lebih tua, anak muda kepada orang yang lebih tua. Ciri-cirinya:

Saya diganti menjadi kawula, abdidalem kawula, atau dalem.

Anda diganti menjadi panjenengan dalem atau disingkat nandalem.

(60)

Bagongan, Bahasa bagongan mulai dikembangkan pada masa pemerintahan Sultan Agung. Basa ini biasa digunakan di lingkungan kraton Mataram dengan tujuan untuk menghilangkan kesenjangan antara pejabat istana dengan keluarga raja. Seiring dengan perkembangan, bahasa bagongan

sekarang sudah jarang digunakan dan bisa dikatakan hampir punah kecuali oleh orangtua yang dulu pernah mengenal bahasa ini.

Contoh: Pakeniro pilih puniku mbesaos. (Kamu pilih itu saja).

Kedhaton, Basa kedhaton dipergunakan dalam area kedhaton/keraton. Bahasa ini juga hampir hilang dan perlu pelestarian.Ciri bahasa ini adalah penyampaian yang halus dan kosakata yang digunakan tergolong tinggi dan sastrawi. Contoh: Kawula mirsani panjenenganipun ing dalem jawi. (Saya melihat kamu di luar).

Dalam perkembangan selanjutnya, kebudayaan Jawa bagi masyarakat Jawa mulai luntur walaupun tidak sama sekali punah atau ditinggalkan masyarakatnya. Mempelajari perubahan yang terjadi selama kurun waktu 24 tahun semenjak satelit Palapa diluncurkan oleh Indonesia (1976-2000) kondisi bahasa Jawa semakin kritis. Tatanan penggunaan bahasa dan unggah-ungguh telah berkurang34. Hampir lebih dari setengah masyarakat muda Jawa sekarang tidak mengerti bahasa tata krama. Ini disebabkan pendidikan orang tua yang kurang kepada anaknya dan penggunaan bahasa yang lebih sering didengar (umum) adalah bahasa sehari-hari. Penggunaan tingkatan sosial dalam bahasa pengucapan yang dipergunakan sudah jarang dipakai. Faktor

      

34

(61)

lain karena pendidikan bahasa Jawa dalam sekolah tak lagi optimal dan bahkan dalam sejumlah sekolah modern telah ditiadakan pelajaran bahasa Jawa. Padahalnya nilai-nilai positif yang terkandung dalam unggah-ungguh berbahasa Jawa itu terdapat sebuah tatanan penghormatan kepada orang yang diajak bicara dan menunjukkan budi pekerti yang luhur bagi orang yang berbicara35.

Demikian pula di Yokyakarta, beberapa hal yang menjadi ciri khas dari bentuk karakter masyarakat Jawa antara lain seperti: Sikap yang santun atau sering di sebut “halus”: Kepekaan yang tinggi atau menunjukkan rasa “rikuh, sungkan, pekewuh, sugesti, gotong royong” dll walaupun masih nampak dalam praktik hidup sehari-hari namun tidak seketat dahulu. Sikap hidup dan karakter tersebut dapat diakui sebagai karakter dasar dari masyarakat Jawa asli Yogyakarta. Kelestarian karakter ini didukung oleh berbagai aspek budaya, mengingat budaya adalah segala cipta karsa dan karya manusia maka tentunya karakter dari pencipta akan nampak dalam hasil budayanya. Bila budaya dihasilkan oleh orang-masyarakat Jawa maka harus mencerminkan karakter Jawa juga di dalamnya. Demikian juga halnya dalam komunikasi, bahasa adalah salah satu unsur budaya dan juga merupakan bentuk dasar komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi yang berbentuk lisan dan tulisan yang dipergunakan oleh individu maupun masyarakat. Tanpa ada bahasa berarti tidak ada masyarakat dan tidak ada pergaulan. Sifat-sifat masyarakat terutama dapat dipelajari dari

      

35

Gambar

Tabel 1. Sambungan Telepon per 100 orang.21
Tabel 2 Jumlah pemilik HP per 100 orang24.

Referensi

Dokumen terkait

Penulis bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya dimampukan untuk menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar

dilakukan terlebih dahulu ekstraksi sampel gula total pada biji kakao dengan menghomogenkan 2 gram bubuk kakao dengan 10 ml air mendidih selama 1-3 menit kemudian

Dengan adanya website ini diharapkan mampu menambah informasi masyarakat luas tentang Keripik Tortila Jagung dan juga dapat menjadi Media Promosi Usaha Unit

daun, macam pupuk berpengaruh nyata terhadap semua parameter untuk pertumbuhan vegetatif baik tinggi tanaman maupun jumlah daun mulai dari minggu ke-1 sampai minggu ke-5,

sinyal getaran mesin dari domain waktu menjadi domain frekuensi. Hubungan antara sinyal fungsi waktu, X ( t ) dan

Dalam penelitian ini tidak hanya sekedar menjelaskan fungsi legislasi Dewan Perwakilan Daerah sebagai representasi daerah dalam pembentukan undang-undang diatur

Hambatan pasar memainkan peran penting dalam mengambil keputusan bagi Starbucks untuk masuk dalam pasar suatu negara.. Potensi Pasar Potensi Pasar mengacu pada

Berbeda dengan halnya strategi komunikasi, karakteristik pengirim pesan dalam hal ini lebih melihat individu dari pengirim pesan yaitu perusahaan melalui informan