• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji daya analgetik ekstrak etanolik daun Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) pada mencit betina Swiss dengan metode rangsang kimia - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Uji daya analgetik ekstrak etanolik daun Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) pada mencit betina Swiss dengan metode rangsang kimia - USD Repository"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Febrina Henny Anggraeni NIM : 068114125

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Febrina Henny Anggraeni NIM : 068114125

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

v

”Dan telah Kupenuhi dia dengan Roh

Allah, dengan keahlian dan pengertian

dan pengetahuan, dan segala macam

pekerjaan, untuk membuat berbagai

rancangan supaya dikerjakan dari

emas, perak dan tembaga”

Kejadian 31:3-4

karya ini kupersembahkan untuk :

Tuhan Yesus yang telah memberikan kekuatan, bimbingan, semangat, dan kemampuan kepadaku dalam menyelesaikan skripsi

Papa, mama’ku tercinta dan kakak serta adikku untuk kasih sayang dan motivasi yang diberikan

(6)
(7)

vi

karunia dan anugerah-Nya yang senantiasa menjadi kekuatan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Uji Analgetik Ekstrak Etanolik Daun Sambiloto (Andrographis paniculataNees) pada Mencit Betina Swiss dengan Metode Rangsang Kimia” ini dipersiapkan dan disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan strata satu Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Skripsi ini dapat selesai dengan baik atas doa dan dukungan dari berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih atas segala dukungannya kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan hikmat, tuntunan, dan pertolongan kepada penulis sehingga akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan sesuai dengan rencana-Nya.

2. Bapak Mulyono, Apt. selaku dosen pembimbing yang dengan sabar mengarahkan serta memberikan bimbingan, bantuan dan saran kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Ipang Djunarko, S.Si., Apt. selaku dosen penguji atas kesediaan menguji serta saran-saran yang diberikan.

(8)

vii

doa yang begitu besar kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Riri, Vivin dan Amel atas dukungan, doa dan bantuannya yang diberikan

kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Widdy (2005) dan Jimmy (Farmasi UGM) yang telah membantu memberikan bimbingan, bantuan dan saran kepada penulis selama menyelesaikan skripsi.

8. Laboran Laboratorium (Mas Kayat, Mas Parjiman, dan Mas Heru) yang telah banyak membantu penyediaan sarana dan prasarana penelitian. 9. Mas Pandi (laboran bagian biologi farmasi UGM) yang telah banyak

membantu dalam pembuatan ekstrak.

10. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekeurangan yang harus diperbaiki. Untuk itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun terhadap skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Tuhan memberkati.

Yogyakarta, 19 Januari 2010

(9)
(10)

ix

sambiloto adalah lakton yang terdiri atas deoxy-andrographolide, andrographolide (zat pahit), neoandro-grapholide, 14-deoxy-11,12 didehydroandrographolide, dan homoandrographolide, yang mempunyai aktifitas biologis, di antaranya adalah efek analgetik. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efek analgetik dan besarnya daya analgetik ekstrak etanol daun sambiloto pada mencit betina.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola searah. Penelitian ini menggunakan mencit putih betina galurSwiss, umur 2-3 bulan, berat badan 20-30 gram. Mencit dibagi menjadi tujuh kelompok, yaitu kelompok I sebagai kontrol negatif menggunakan Natrium karboksimetilselulose (CMC-Na) 0,5%, kelompok II-IV sebagai kontrol positif menggunakan suspensi parasetamol dalam natrium karboksimetilselulose (CMC-Na) 0,5% dengan dosis 45,5 mg/kg BB, 91 mg/kgBB, dan 182 mg/kgBB, kelompok V-VII sebagai kelompok perlakuan ekstrak etanol daun sambiloto dengan dosis 13 mg/kgBB, 26 mg/kgBB, dan 52 mg/kgBB. Bahan uji dan kontrol diberikan secara peroral. Setelah 15 menit, diberikan rangsang kimia asam asetat dengan dosis 100 mg/kgBB yang diberikan secara intraperitonial. Kemudian diamati geliat mencit tiap 5 menit selama 60 menit. Jumlah geliat mencit di ubah ke dalam bentuk persentase penghambatan geliat. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan one-sample Kolmogorov-Smirnov tests, one-way Anova tests dan Post Hoc tests (Scheffe) dengan taraf kepercayaan 95%.

Hasil yang diperoleh persen penghambatan geliat pada parasetamol dosis 45,5; 91, 182 mg/kgBB berturut-turut adalah 60,68%; 85,67%; 92,14% dan ekstrak etanolik daun sambiloto dosis 13, 26, 52 mg/kgBB berturut-turut adalah 65,73%; 82,58%, 89,61%.

(11)

x

andrographolide, neoandro-grapholide, 14-deoxy-11,12 didehydroandrographolide, dan homoandrographolide), which had analgesic effect. The research had been done to prove the analgesic effect and analgesic potency of ethanolic extract of sambiloto’s leaf.

The research was a pure experimental research with one way random complete design. The test subjects were white femaleswissmice, the age were 2-3 months, and their weight were 20-30 g and separated on 7 groups. Group I as a negative control used natrium carboxymethylcellulose 0,5%. Group II-IV as a positive control used paracetamol suspension in natrium carboxymethylcellulose 0,5% which doses were 45,5; 91; 182 mg/kgBB. Group V-VII as groups test used ethanolic extract of sambiloto’s leaf which doses were 13, 26, 52 mg/kgBB. Extract and control were given by oral injection. Fifteen minutes later, acetic acid was given in mice by intraperitoneal administration, doses 100 mg/kgBB. The writhing responds are watched closely and booked every 5 minutes in 60 minutes. The accumulation numbers of the writhing responds are transferred into the form of resistance percentage of writhing protection. The data which is got from the calculation, later, is analyzed statistically by Kolmogrov-Smirnov, One way ANOVA,andPos Hoctest (Scheffe) with interval 95%.

By this experiments, percentage of writhing protection in paracetamol at 45,5; 91; 182 mg/kgBB were 60,68%; 85,67%; 92,14% and ethanolic extract of sambiloto’s leaf at 13, 26, 52 mg/kgBB were 65,73%; 82,58%, 89,61%.

(12)

xi

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKARTA ... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii

INTISARI ... ix

ABSTRACT... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

BAB I. PENGANTAR ... 1

(13)

xii

3. Manfaat penelitian ...

B. Tujuan Penelitian ...

4

5

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 6

A. Tumbuhan Sambiloto ... 6

B. Metode Penyarian ... 8

C. Nyeri ... 10

D. Mediator-mediator Nyeri ... 12

E. Mekanisme Nyeri ... 13

F. Analgesik ... 15

G. Parasetamol ... 17

H. Metode Pengujian Analgesik secarain vivo... 21

(14)

xiii

B. Variabel penelitian dan Definisi Operasional ... 28

C. Bahan Penelitian ... 30

D. Alat Penelitian ... 31

E. Tata Cara Penelitian ... 32

F. Analisis Hasil ... 41

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

A. Determinasi Tumbuhan Sambiloto ... 42

B. Uji Pendahuluan ... 42

C. Efek dan Daya Analgetik Ekstrak Daun Sambiloto ... 48

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

A. Kesimpulan ... B. Saran ……… 55 55 DAFTAR PUSTAKA ... 56

LAMPIRAN... 58

(15)

xiv

asam asetat ……….... 44

Tabel II Jumlah kumulatif geliat dan persen penghambatan geliat pada penetapan selang waktu pemberian parasetamol dan asam asetat 47

Tabel III Persen penghambatan geliat parasetamol dosis 45,5 mg/kgBB, 91 mg/kgBB, dan 182 mg/kgBB, dan ekstrak daun sambiloto dosis 13 mg/kgBB, 26 mg/kgBB, dan 52 mg/kgBB……… 50

(16)

xv

Gambar 2. Mediator nyeri ……….………... 12

Gambar 3.

Gambar 4.

Gambar 5.

Gambar 6.

Struktur N-acetyl-p-aminophenol (parasetamol)………

Diagram batang jumlah kumulatif geliat asam asetat dosis 50, 100 dan 150 mg/kgBB……….. Diagram batang persen penghambatan geliat parasetamol dosis 91 mg/kgBB rentang waktu 5, 15, dan 30 menit……... Diagram batang perbandingan kontrol negatif, parasetamol dosis 45,5 mg/kgBB, 91 mg/kgBB, dan 182 mg/kgBB dengan ekstrak daun sambiloto dosis 13 mg/kgBB, 26 mg/kgBB, dan 52 mg/kgBB ………...

17

44

48

(17)

xvi

Lampiran 2. Foto ekstrak etanolik daun sambiloto ... 58

Lampiran 3. Foto suspensi ekstrak etanolik daun sambiloto ... 59

Lampiran 4. Foto suspensi parasetamol ... 59

Lampiran 5. Foto tumbuhan sambiloto ………... 60

Lampiran 6. Perhitungan dosis parasetamol dan pembuatan suspensi parasetamol ... 61

Lampiran 7. Perhitungan dosis dan pembuatan suspensi ekstrak etanolik daun sambiloto ……… 63

Lampiran 8. Data jumlah geliat pada penetapan dosis asam asetat ……… 65

Lampiran 9. Data jumlah geliat pada penetapan selang waktu pemberian asam asetat ………... 67

Lampiran 10. Data jumlah geliat dan % penghambatan geliat pada kontrol negatif (CMC-Na 0,5%) ………. 70

(18)

xvii

Lampiran 13. Data jumlah geliat dan % penghambatan geliat pada kontrol positif dosis tinggi (suspensi parasetamol dosis 182 mg/kgBB)…. 73

Lampiran 14. Data jumlah geliat dan % penghambatan geliat pada kelompok perlakuan dosis rendah (suspensi ekstrak daun sambiloto dosis 13

mg/kgBB) ……….. 74

Lampiran 15 Data jumlah geliat dan % penghambatan geliat pada kelompok perlakuan dosis sedang (suspense ekstrak daun sambiloto dosis

26 mg/kgBB) ……….. 75

Lampiran 16. Data jumlah geliat dan % penghambatan geliat pada kelompok perlakuan dosis tinggi (suspense ekstrak daun sambiloto dosis 52

mg/kgBB) ………... 76

Lampiran 17. Data penetapan dosis asam asetat 1% 50 mg/kgBB, 100 mg/kgBB, dan 150 mg/kgBB dengan one-sample Kolmogorov-smirnov test………. 77

(19)

xviii

Lampiran 20. Data uji selang waktu pemberian asam asetat dengan suspensi parasetamol denganone-sample Kolmogorov-Smirnov test……... 79

Lampiran 21. Data uji selang waktu pemberian asam asetat dengan suspensi parasetamol denganone-way Anova testdanPost Hoc………….. 80

Lampiran 22. Data uji homogenitas selang waktu pemberian asam asetat dengan suspensi parasetamol ………. 81

Lampiran 23. Data uji persen penghambatan geliat kontrol negatif (CMC-Na 0,5%), suspensi parasetamol dosis 45,5 mg/kgBB, 91 mg/kgBB, 182 mg/kgBB, dan suspensi ekstrak daun sambiloto dosis 13 mg/kgBB, 26 mg/kgBB, dan 52 mg/kgBB dengan one-sample Kolmogorov-Smirnov test………. 81

(20)

xix

dosis 13 mg/kgBB, 26 mg/kgBB, dan 52 mg/kgBB………... 85

Lampiran 26 Diagram batang perbandingan kontrol negatif, suspensi parasetamol dosis 45,5 mg/kgBB, 91 mg/kgBB, 182 mg/kgBB, dan suspensi ekstrak daun sambiloto dosis 13 mg/kgBB, 26 mg/kgBB, dan 52 mg/kgBB ………...……… 86

Lampiran 27. Keterangan determinasi tumbuhan sambiloto ……… 87

(21)

1

A. Latar Belakang

Tumbuhan Sambiloto merupakan herba semusim, tumbuh tegak, tinggi sekitar 50 cm dan rasanya sangat pahit. Tumbuhan ini, secara tradisonal digunakan sebagai imunostimulan, antibiotik, analgetika-antipiretika, antiinflamasi, hepatoprotektor, hipotensif, hipoglikemik, antiradang saluran pernafasan, serta meredian jantung dan paru-paru.

Kandungan kimia yang terdapat pada herba sambiloto antara lain lakton, tannin, saponin, dan flavonoid. Senyawa aktif dalam herba sambiloto yang paling dominan adalah andrografolid (zat pahit). Andrografolid ini termasuk dalam jenis lakton dan banyak terdapat pada bagian daun sambiloto. Andrografolid akan memberikan berbagai macam khasiat, salah satunya adalah sebagai analgetik (Mahendra, 2005).

Pemberian secara intraperitoneal pada mencit ekstrak air daun sambiloto dosis sampai dengan 1200 mg/kg dan ekstrak etanol pada dosis 600 mg/kg tidak menunjukkan efek analgetik (Sawasdimongkol et al., 1990 cit Kardono, Artanti, Dewiyanti, dan Basuki, 2003).

(22)

rangsang kimia yang diinduksi asam asetat pada mencit (Madav et al., 1995 cit Kardono, Artanti, Dewiyanti, dan Basuki, 2003) .

Penelitian yang telah dilakukan oleh Maharani (2004) mengenai uji efek analgetik infusa daun sambiloto (Andrographis paniculata, Nees) pada mencit putih betina dengan metode lempeng panas diperoleh hasil bahwa aktivitas infusa daun sambiloto dalam menghambat nyeri yang ditimbulkan oleh induksi panas (lempeng panas) sangat lemah.

Menurut Budavari (1989), kelarutan andrografolid dalam air sangat rendah. Andrografolid dapat diekstraksi dengan menggunakan pelarut alkohol atau dengan larutan alkali. Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena sifatnya lebih selektif, dan tidak beracun. Kapang dan jamur akan sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas sehingga sediaan ekstrak etanol relatif lebih tahan lama dan banyak digunakan dalam skala industri. Bentuk sediaan ekstrak etanol juga dipilih karena jumlah zat aktif yang terlarut lebih banyak sehingga diharapkan efek farmakologis yang muncul akan lebih optimal (Anonim, 1986).

Metode pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode rangsang kimia karena metode ini merupakan langkah pengujian awal untuk mengetahui adanya efek analgetik pada suatu senyawa. Metode ini juga cukup peka untuk pengujian senyawa-senyawa analgetik yang mempunyai efek analgetik lemah, sederhana, dan mudah dilakukan (Turner, 1965).

(23)

1. Permasalahan

a. Apakah ekstrak etanolik daun sambiloto memiliki efek analgetik terhadap mencit putih betina?

b. Seberapa besar persentase daya analgetik yang dimiliki ekstrak etanolik daun sambiloto jika dibandingkan dengan parasetamol pada mencit putih betina?

2. Keaslian penelitian

Sejauh pengamatan penulis, penelitian mengenai Uji Analgetik Ekstrak Etanolik Daun Sambiloto (Andrographis paniculata, Nees.) pada Mencit Betina Swiss dengan Metode Rangsang Kimia belum pernah dilakukan di wilayah Universitas Sanata Dharma. Adapun penelitian-penelitian tentang tanaman Sambiloto yang pernah dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Efek Antibakteri Infus Herba Andrographis paniculata Nees (Sambiloto) terhadap bakteri Salmonella thypimurium dan Staphylococcus aureus (Oematan, 2000). Hasil penelitiannya adalah Infus Andrographis paniculata Nees mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Salmonella thypimurium dan Staphylococcus aureus dan aktifitas antibakteri akan semakin meningkat dengan peningkatan konsentrasi larutan uji.

2. Toksisitas Akut Infus Daun Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) pada Artermia salina Leach (Irawati, 2003). Hasil penelitiannya adalah LC50 infus daun sambiloto adalah 2086 µg/ml sehingga dapat dikatakan

(24)

3. Daya Hambat Ekstrak Etanol Herba Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f) Nees) terhadap Pertumbuhan Plasmodium berghei in vivo (Indirawati, 2004). Hasil penelitiannya adalah Ekstrak etanol herba sambiloto dosis terbesar dalam penelitian yaitu 700 mg/kgBB yang diberikan peroral dapat menghambat pertumbuhan P. Berghei in vivo sebesar 71,16%.

4. Uji Efek Analgetik Infusa Daun Sambiloto (Andrographis paniculata, Nees.) pada Mencit Putih Betina dengan Metode Lempeng Panas (Maharani, 2004). Hasil penelitiannya adalah

a. Aktivitas infusa daun sambiloto dalam menghambat nyeri yang ditimbulkan oleh induksi panas (lempeng panas) sangat lemah.

b. Dosis infusa daun sambiloto yang diberikan untuk menekan rasa nyeri secara sentral belum dapat memberikan efek secara maksimum.

c. Daun sambiloto hanya mempunyai khasiat sebagai analgetika perifer.

3. Manfaat penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : a. Manfaat teoritis

Penelitian ini merupakan sumbangan informasi khususnya dibidang kesehatan, tentang penggunaan tanaman obat sebagai analgetika.

b. Manfaat praktis

(25)

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui efek analgetik ekstrak etanolik daun sambiloto terhadap mencit betina.

(26)

6

A. Tumbuhan Sambiloto

1. Keterangan botani

Sambiloto (Andrographis paniculata) termasuk familia Acanthaceae yang memiliki nama daerah di antaranya :

Sumatera Barat : Ampadu tanah

Jawa Tengah : Sambiloto, ki pait, bidara, andiloto

Sunda : Ki oray

Madura : Pepaitan (Mahendra, 2005).

2. Morfologi tumbuhan

(27)

3. Kandungan kimia

Kandungan kimia yang terdapat pada daun sambiloto adalah lakton yang terdiri dari deoxy-andrographolide, 14-deoxy-11,12 didehydroandrographolide, andrographolide (zat pahit), neoandrographolide, dan homoandrographolide. Juga terdapat flavonoid, alkane, keton, dan aldehyde, selain mineral seperti kalium, kalsium, natrium, dan asam kresik (Aliadi, 1996).

Komponen utama yang terdapat pada daun sambiloto yang sekaligus memiliki efek analgetik adalah andrografolid. Andrografolid dapat diekstraksi dengan etanol 95% (Anonim, 2004).

Andrografolid memiliki khasiat sebagai analgetik dengan meningkatkan kadar β-endorfin. Β-endorfin merupakan neutransmitter yang berefek analgetik atau pereda nyeri dan antipiretik. Betaendorfin merupakan suatu pereda nyeri yang berasal dari tubuh, neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P (Potter dan Perry, 2005).

Struktur kimia andrografolid adalah

O

Gambar 1. Struktur Andrografolid

(28)

4. Khasiat penggunaan

Tumbuhan sambiloto mempunyai rasa pahit, dingin, masuk meridian paru, lambung, usus besar dan usus kecil. Mempunyai efek antibakteri, menghambat reaksi imunitas, penghilang nyeri (analgetik), pereda demam (antipiretik), menghilangkan panas dalam, penawar racun (Muhlisah, 2000).

B. Metode Penyarian

1. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung (Anonim, 1979).

Ekstrak kental sambiloto adalah ekstrak yang dibuat dari tumbuhan Andrographis paniculata Nees, suku Acanthaceae, mengandung andrografolid tidak kurang dari 19,8% (Anonim, 2004).

(29)

2. Pemilihan pelarut

Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi dapat berupa air, eter, atau campuran etanol dan air. Andrografolid dapat diekstraksi dengan etanol 95%, sehingga dalam penelitian ini digunakan penyari etanol 95% (Anonim, 2004).

Etanol digunakan sebagai penyari karena lebih selektif, kapang/kuman sulit tumbuh dalam etanol di atas 20%, tidak beracun, bersifat netral, dapat bercampur dengan air, panas yang digunakan untuk pemekatan lebih sedikit (Anonim, 1986).

3. Maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang diluar sel, maka larutan yang terpekat di desak keluar sel. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentasi antara larutan diluar sel dan didalam sel (Anonim, 1986).

(30)

C. Nyeri

Menurut Suroto dan Purwanto (2004), rasa nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial, atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Ambang toleransi nyeri pada setiap orang berbeda-beda. Ambang nyeri merupakan tingkat (level) yang mana nyeri di rasakan untuk pertama kalinya atau intensitas rangsangan yang terendah saat seseorang merasakan nyeri (Tjay dan Rahardja, 2002).

Nyeri merupakan gejala paling umum pada pemeriksaan klinis, karena nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh yang penting yang berfungsi melindungi tubuh. Kemampuan merasakan nyeri disebut juga nosiseptif, membantu individu untuk menghindari situasi yang berbahaya dan merusak di lingkungan sekitar (Baumann, 2005).

(31)

syok elektrik. Rasa nyeri cepat, nyeri tajam tak akan terasa di sebagian besar jaringan dalam dari tubuh (Guyton dan Hall, 1996).

(32)

D. Mediator –mediator Nyeri

Stimulus

Kerusakan jaringan

Pembebasan : pembentukan :

H+(pH<6) kinin (mis : bradikinin)

K+( >20 mmol/L) prostaglandin

Asetilkolin

Serotonin sensitibilitas reseptor

Histamin

Nyeri pertama nyeri lama

(33)

E. Mekanisme Nyeri

Menurut Mutschler (1986), nyeri timbul bila rangsang mekanik, termal, kimia atau listrik melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri) sehingga menyebabkan kerusakan jaringan. Kerusakan jaringan akan menimbulkan aktivasi reseptor nyeri (nosiseptor).

Nyeri nosiseptif terbagi dalam 4 proses, yaitu :

1. Stimulasi

Rangsangan (mekanik, panas, kimia) dari luar tubuh akan merangsang reseptor tertentu dalam tubuh yang dikenal sebagai nosiseptor yang terdapat pada struktur somatik dan visceral. Rangsangan tersebut mensentisi nosiseptor sehingga menyebabkan pelepasan mediator-mediator kimia seperti bradikinin, K+, prostaglandin, histamin, leukotrien, serotonin dan substansi P (substansi peptide) yang juga mensentisisasi nosiseptor. Aktivitas ini digunakan untuk menghasilkan potensial aksi yang akan ditransmisikan sepanjang serabut saraf menuju serabut saraf spinal.

2. Transmisi

(34)

serabut saraf spinal pada sumsum tulang belakang dengan pelepasan bermacam-macam neurotransmitter termasuk glutamat, substansi P, dan gen kalsitonin terikat peptida (CGRP). Transmisi ini berlangsung lebih kurang 5 jalur : traktus spinothalamic, traktus spinoretikular, traktus spinomesenphallic, jalur kolom dorsal spinomedula postsinaptik, system propiospinal multisinaptik menaik.

3. Persepsi

Ketika transmisi nyeri berjalan dengan baik, seseorang akan merasakan nyeri secara sadar. Timbulnya nyeri berasal dari aktivitas akhiran saraf tertentu yang menghasilkan respon terhadap rangsang yang kuat. Perangsangan ini menimbulkan impuls saraf yang berjalan sepanjang saraf sensorik dan mencapai medula spinalis, lalu dikirim ke korteks serebral di hipotalamus. Serat saraf rasa sakit mengadakan sinaps dengan neuron-neuron lain di sumsum tulang belakang naik keatas melalui tractus spinothalamicus. Aktivasi nosiseptor dimungkinkan karena pada setiap kerusakan jaringan, akan dihasilkan zat meditor seperti prostaglandin, bradikinin, leukotrien, histamin, dan serotonin yang kemudian akan menghasilkan sensitisasi reseptor.

4. Modulasi

(35)

modulasi alami yang dilakukan tubuh terhadap nyeri dilakukan oleh opiat endogen yang terikat reseptornya yang mennghambat transmisi nyeri. Proses modulasi ini dapat dihambat oleh tipe reseptor lain, yaitu reseptor N-metil-D-Aspartat (NMDA) yang berada di dorsal horn dapat menurunkan tanggapan reseptor mu terhadap agonisnya. Sistem saraf pusat juga mempunyai suatu sistem menurun yang terorganisasi untuk mengontrol transmisi nyeri, neurotransmitter yang penting dalam proses ini antara lain opiat endogen, serotonin, norepinefrin, asam γ-aminobupirat (GABA) dan neurotensin (Baumann, 2005).

F. Analgesik

Analgesik adalah obat atau senyawa yang dalam dosis terapetik dapat meringankan atau menekan rasa nyeri tanpa memiliki kerja anestesi umum (Anonim, 1991). Menurut Tjay dan Rahardja (2002), atas dasar kerja farmakologisnya, analgesik di bagi dalam dua kelompok besar, yaitu analgesik perifer (non narkotik) dan analgesik narkotik. Untuk analgesik non narkotik, terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral, sedangkan untuk analgesik narkotik, khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti pada fractura dan kanker.

Berdasarkan proses terjadinya, rasa nyeri dapat di lawan dengan beberapa cara, yaitu dengan :

(36)

2. Anestetik lokal, yang merintangi penyaluran rangsangan di saraf-saraf sensoris

3. Analgesik sentral (narkotik), yang memblokir pusat nyeri di SSP dengan anestesi umum

4. Antidepresiva trisiklis, yang di gunakan pada nyeri kanker dan saraf, mekanisme kerjanya belum di ketahui, misal amitriptilin

5. Antiepileptika, yang meningkatkan jumah neurotransmitter di ruang sinaps pada nyeri, misal pregabalin, karnamazepin, okskarbazepin, fenitoin,valproat (Tjay dan Rahardja, 2002).

Nyeri ringan dapat ditangani dengan obat perifer, seperti parasetamol, asetosal, mefenaminat, propifenazon atau aminofenazon, begitu pula rasa nyeri dengan demam. Untuk nyeri sedang dapat di tambahkan kofein atau kodein. Nyeri yang hebat perlu ditanggulangi dengan morfin atau opiat lainnya. Secara kimiawi, analgetik perifer dapat di bagi menjadi beberapa kelompok, yakni:

1. Parasetamol

2. Salisilat : asetosal, salisilamida dan benorilat

3. Penghambat biosintesis prostaglandin (NSAIDs) : ibuprofen

4. Derivat antranilat : mefenaminat, glafenin

5. Derivat pirazolinon : propifenazon, isopropilaminofenazon dan metamizol

(37)

G. Parasetamol

1. Definisi

Parasetamol (asetaminofen) merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang lama dan telah digunakan. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Asetaminofen di Indonesia dikenal dengan nama parasetamol, dan tersedia sebagai obat bebas. Laporan kerusakan fatal hati akibat overdosis akut perlu di perhatikan. Parasetamol hampir tidak memiliki efek antiinflamasi (Wilmana, 2005).

Parasetamol merupakan serbuk hablur yang berwarna putih, tidak berbau, dan rasanya pahit, larut dalam air mendidih, NaOH, dan mudah larut dalam etanol. Parasetamol memiliki khasiat sebagai analgetikum dan antipiretikum. Bobot molekul parasetamol adalah 151,16 dengan rumus molekul C8H9NO2

(Anonim, 1979).

Menurut Katzung (2002), struktur parasetamol adalah seperti gambar di bawah ini :

HO N

H

C O

CH3

(38)

2. Farmakodinamik

Efek analgetik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang, selain itu juga dapat menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga berdasarkan efek sentral. Efek antiinflamasinya sangat lemah, sehingga parasetamol tidak digunakan sebagai antireumatik. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis prostaglandin yang lemah. Efek iritasi, erosi dan perdarahan lambung tidak terlihat pada obat ini, demikian juga gangguan pernapasan dan keseimbangan asam basa (Wilmana, 2005).

3. Farmakokinetik

(39)

4. Indikasi

Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgetik dan antipiretik, telah menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgetik, parasetamol sebaiknya tidak diberikan terlalu lama karena kemungkinan menimbulkan nefropati analgetik. Jika dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak menolong. Penggunaannya untuk meredakan demam tidak seluas penggunaannya sebagai analgetik (Wilmana, 2005).

5. Sediaan

Parasetamol tersedia sebagai obat tunggal, berbentuk tablet 500 mg atau sirup yang mengandung 120 mg/5ml. Selain itu parasetamol terdapat sebagai sediaan kombinasi tetap, dalam bentuk tablet maupun cairan. Dosis parasetamol untuk dewasa 300mg -1 g perkali, dengan maksimum 4 g perhari; untuk anak 6-12 tahun : 150-300 mg/kali, dengan maksimum 1,2 g/hari. Untuk anak 1-6 tahun : 60-120 mg/kali dan bayi dibawah 1 tahun : 60 mg/kali; pada keduanya diberikan maksimum 6 kali sehari (Wilmana, 2005).

6. Toksisitas akut

(40)

dapat terjadi pada hari kedua, dengan gejala peningkatan aktivitas serum transaminase, laktat dehidrogenase, kadar bilirubin serum serta pemanjangan masa protrombin. Aktivitas alkali fosfatase dan kadar albumin serum tetap normal. Kerusakan hati dapat mengakibatkan ensefalopati, koma, dan kematian. Kerusakan hati yang tidak berat pulih dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan (Wilmana, 2005).

(41)

H. Metode Pengujian Analgetik secarain vivo

Berdasarkan jenis analgetik, Turner (1965) membagi metode pengujian menjadi dua, yaitu:

1. Golongan analgetik non narkotik

a. Metode induksi kimia

Pada metode ini, rangsang kimia yang digunakan berupa zat kimia yang diberikan secara intraperitonial pada mencit yang sebelumnya telah diberikan senyawa uji secara oral pada selang waktu tertentu. Beberapa zat kimia yang biasa digunakan antara lain asam asetat dan fenilkuinon. Respon nyeri pada mencit adalah geliat berupa kontraksi perut disertai tarikan kedua kaki belakang dan perut menempel pada lantai. Metode rangsang kimia digunakan sebagai metode pengujian efek analgetik karena metode ini sederhana, mudah dilakukan, dan cukup peka untuk pengujian senyawa-senyawa yang memiliki daya analgetik lemah. Pemberian analgesik akan mengurangi rasa nyeri sehingga jumlah geliat dalam jangka waktu tertentu akan berkurang. Daya analgetik dapat di evaluasi menggunakan persen penghambatan geliat menggunakan persamaan menurut Hendersoth dan Forsaith.

(42)

Keterangan :

P : jumlah kumulatif geliat hewan uji setelah pemberian obat yang telah diuji

K : jumlah rata-rata geliat hewan uji kelompok kontrol

b. Metode pedolorimeter

Mencit yang telah diberikan senyawa uji, ditempatkan pada tempat yang sudah berarus listrik dengan tegangan 20 volt. Respon mencit yang ditimbulkan berupa suara mencicit. Senyawa uji yang mempunyai daya analgetik dapat menaikkan tegangan untuk dapat menimbulkan teriakan mencit.

c. Metode rektodolometer

(43)

2. Golongan analgetik narkotik

a. Metode jepitan ekor

Mencit yang sudah diberi senyawa uji dengan dosis tertentu secara sub kutan atau intravena 30 menit sebelumnya pada jepitan arteri yang di lapisi karet tipis selama 30 detik. Mencit yang tidak diberi analgetik akan berusaha terus untuk melepaskan diri dari kekangan tersebut. Metode ini lebih baik daripada metode rangsang panas, karena rangsang yang diberikan tidak bersifat merusak (pada hot plate panas yang diberikan bersifat merusak).

b. Metode rangsang panas

Pada pengujian dengan metode ini digunakan alat berupa sebuah lempeng panas (hot plate) yang bersuhu antara 50ºC sampai 55ºC, dilengkapi dengan penangas yang berisi campuran sebanding antara aseton dan etil formiat dengan perbandingan 1 : 1. Hewan uji yang tela diberi larutan uji secara subkutan atau peroral di letakkan pada hot plate, kemudian diamati reaksinya ketika hewan uji mulai menjilat kaki belakang dan kemudian melompat.

c. Metode pengukuran tekanan

(44)

dihubungkan dengan monometer. Syringe yang pertama diletakkan dengan posisi vertikal dengan ujungnya menghadap ke atas. Ekor tikus diletakkan di bawah penghisap syringe, ketika tekanan diberikan pada syringe kedua, maka tekanan akan terhubung pada sistem hidrolik pada syringe yang pertama lalu pada ekor tikus. Tekanan yang sama pada syringe kedua akan meningkatkan tekanan pada ekor ikus, sehingga akan menimbulkan respon dan akan terbaca pada manometer. Respon tikus yang pertama adalah meronta-ronta kemudian akan mengeluarkan suara (mencicit) sebagai tanda kesakitan.

d. Metode potensi petidin

Metode ini kurang baik karena dibutuhkan hewan uji yang cukup banyak, tiap kelompok terdiri dai tikus sebanyak 20 ekor, setengah kelompok dibagi menjadi 3 bagian yang diberi petidin dengan dosis 2, 4, dan 8 mg/kg. Setengah kelompok lainnya diberi senyawa uji dengan dosis 20% dari LD50. Persen daya analgetik di hitung dengan metode

rangsang panas.

e. Metode antagonis nalorfin

(45)

efek analgetik morfin dan obat analgetik lain yang mempunyai mekanisme kerja yang sama.

f. Metode kejang oksitosin

Oksitosin merupakan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pituitari posterior, yang dapat menyebabkan kontraksi uterin sehingga menimbulkan kejang pada tikus. Responnya berupa kontraksi abdominal, sehingga menarik pinggang dan kaki belakang. Penurunan jumlah kejang diamati dan ED50dapat diperkirakan.

g. Metode pencelupan pada air panas

Metode ini dilakukan dengan cara mencelupkan ekor mencit pada air temperatur 58ºC, dimulai 15 menit setelah diinjeksikan substansi yang diuji secara intraperitonial. Pencelupan diulang setiap 30 menit. Respon mencit terlihat pada sentakan ekornya untuk menghindari air panas.

I. Metode Pengujian Analgetik secarain vitro

(46)

Berdasarkan profil farmakologi opiat, terdapat beberapa tipe reseptor yang telah diidentifikasi meliputi reseptor µ, δ, σ, dan k. Untuk reseptor µ, subtipe µ1

dan µ2 telah dideskripsikan. Daya tahan terhadap rasa sakit disebabkan

pengaktifan reseptor-reseptor µ (secara luas pada bagian supra-spinal) dan reseptor-reseptor k (secara prinsip dengan spinal cord); reseptor-reseptor δ juga mungkin dilibatkan dalam tingkat spinal dan supraspinal. Konsekuensi-konsekuensi lain akibat pengaktifan reseptor µ meliputi depresi saluran pernafasan, miosis, penurunan motilitas gastrointestinal, dan euforia. Reseptor-reseptor µ1 mampu sebagai perantara aksi analgetik supraspinal dan

reseptor-reseptor µ2 mampu sebagai perantara terjadinya depresi pernafasan dan supresi

motilitas gastrointestinal. Reseptor µ ini juga berpengaruh terhadap kecepatan pompa jantung (Vogel, 2002).

(47)

J. Landasan Teori

Menurut Guyton dan Hall (1996), rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh, yang timbul bila ada jaringan rusak, dan akan menyebabkan individu bereaksi dengan cara memindahkan stimulus nyeri.

Tumbuhan sambiloto mempunyai efek sebagai antibakteri, menghambat reaksi imunitas, penghilang nyeri (analgetik), pereda demam (antipiretik), menghilangkan panas dalam, penawar racun. Komponen utama yang terdapat pada daun sambiloto sekaligus memiliki efek analgetik adalah andrografolid. Andrografolid memiliki khasiat sebagai analgetik dengan meningkatkan kadar β -endorfin.β-endorfin merupakan neutransmitter yang berefek analgetik atau pereda nyeri dan antipiretik. β-endorfin merupakan suatu pereda nyeri yang berasal dari tubuh, neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P.

Metode pengujian efek analgetik ekstrak daun sambiloto digunakan metode rangsang kimia. Metode rangsang kimia merupakan langkah pengujian awal untuk mengetahui adanya efek analgetik pada suatu senyawa. Metode ini juga cukup peka untuk pengujian senyawa-senyawa analgetik yang mempunyai efek analgetik lemah, sederhana, dan mudah dilakukan.

K. Hipotesis

(48)

28

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimental murni dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola searah. Jenis penelitian eksperimental murni dimana hewan uji (mencit) diberi perlakuan. Acak berarti pengelompokkan mencit dilakukan secara random dan mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel. Lengkap berarti ada dua kelompok uji dalam penelitian ini yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang tiap-tiap kelompoknya memiliki jumlah mencit yang sama dan perlakuan yang sama. Pola satu arah berarti penelitian ini hanya meneliti satu variabel bebas saja yaitu variasi dosis ekstrak etanolik daun sambiloto terhadap variabel tergantungnya yaitu daya analgetik pada mencit yang berupa persen penghambatan geliat.

B. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel penelitian

Variabel yang ada dalam penelitian ini, antara lain : a. Variabel utama :

(49)

2) Variabel tergantung : daya analgetik, yaitu angka dalam persen yang menunjukkan seberapa besar suatu zat tertentu dalam menimbulkan efek analgetik sehingga mampu menghambat respon geliat.

b. Variabel terkendali :

1. Galur mencit betina yang merupakan subyek uji dari galurSwiss. 2. Umur mencit yang diuji adalah 2-3 bulan.

3. Berat badan mencit yang diuji adalah 20-30 g.

4. Asal daun sambiloto, yaitu berasal dari Green House Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

2. Definisi operasional

a. Efek analgetik adalah kemampuan suatu zat untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dengan/tanpa menghilangkan kesadaran. b. Ekstrak kental daun sambiloto adalah sediaan kental dibuat dengan

menyari simplisia daun sambiloto.

(50)

d. Daya analgetik adalah angka dalam persen yang menunjukkan seberapa besar suatu zat tertentu dalam menimbulkan efek analgetik sehingga mampu menghambat respon geliat.

e. Respon nyeri pada mencit adalah geliat berupa kontraksi perut disertai tarikan kedua kaki belakang dan perut menempel pada lantai.

C. Bahan Penelitian

1. Subyek uji

Subyek uji yang digunakan adalah mencit putih betina galur swissdengan berat badan 20-30 g dan umur 2-3 bulan yang diperoleh dari LPPT UGM. 2. Serbuk daun sambiloto (Andrographis paniculata Nees) yang telah

dideterminasi dan diperoleh dari Laboratorium Biologi Farmasi Universitas Gadjah Mada yang kemudian diekstraksi dengan etanol 95%. 3. Bahan-bahan kimia

a. Parasetamol (Chemika, Brataco) b. CMC-Na

c. Asam asetat glasial d. Aquadest

(51)

D. Alat Penelitian

1. Alat ekstraksi

Alat yang digunakan untuk ekstraksi berupa seperangkat alat gelas, yaitu Beaker glass, labu ukur, cawan porselen, batang pengaduk; bejana kaca; corong, kertas saring, waterbath.

2. Alat uji geliat

a. Timbangan analitik (Mettler Toledo AB204)

b. Timbangan mencit (Mettler PM 4600 DeltaRange®)

c. Spuitinjeksi i.p. (Terumo)

d. Spuitinjeksi oral (Terumo)

e. Alat-alat gelas (Pyrex)

f. Stopwatch(Alba)

(52)

E. Tata Cara Penelitian

1. Penentuan metode uji

Dalam penelitian ini digunakan metode uji rangsang kimia, karena metode ini merupakan langkah pengujian awal untuk mengetahui adanya efek analgetik pada suatu senyawa. Metode ini juga cukup peka untuk pengujian senyawa-senyawa analgetik yang mempunyai efek analgetik lemah, sederhana, dan mudah dilakukan (Turner, 1965).

2. Pembuatan sediaan uji

a. Pembuatan serbuk daun sambiloto

(53)

sinar matahari. Kemudian simplisia kering diserbuk, tujuan dari penyerbukan adalah untuk memperluas permukaan kontak antara simplisia dengan penyarinya sehingga zat aktif di dalam simplisia daun sambiloto lebih mudah diekstraksi.

b. Pembuatan ekstrak etanolik daun sambiloto

Pembuatan ekstrak daun sambiloto dilakukan dengan maserasi. Metode ini dipilih karena zat aktif dalam simplisia mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak, dan lain-lain. Perbandingan sampel dengan pelarutnya adalah 1:10 b/v. Pelarut yang digunakan adalah etanol 95% yang bersifat semipolar sehingga mampu menyari sebagian besar kandungan kimia dari simplisia. Pembuatan ekstrak dimulai dengan 200 g serbuk daun sambiloto direndam dalam etanol 95% sebanyak 2 liter, sampai lima hari sambil sekali-kali diaduk, kemudian maserat dipisahkan dengan cara disaring menggunakan kertas saring dan didapatkan ekstrak cair, lalu ekstrak cair diuapkan di waterbath sampai pelarut ekstrak menguap dan didapatkan ekstrak kental. Ekstrak yang didapat dari hasil maserasi daun sambiloto, berwarna hijau tua kecoklatan, berbau khas, bentuk kental dan rasa pahit (Anonim, 2004).

Rendemen = (bobot ekstrak kental/ total berat simplisia awal) x 100% = (16,47 gram/ 200 gram) x 100%

(54)

c. Pembuatan suspensi CMC-Na 0,5 %

CMC-Na 500 g ditaburkan di atas air panas sedikit demi sedikit sambil diaduk, setelah kental dimasukkan dalam labu ukur dan ditambahkan aquadest hingga 100,0 ml.

d. Pembuatan larutan asam asetat 1% dosis 100 mg/kgBB

Asam asetat glasial proanalisis 1 ml dimasukkan dalam labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan aquadest.

e. Pembuatan suspensi parasetamol dosis 45,5 mg/kgBB dalam CMC-Na 0,5%

Perhitungan konsentrasi suspensi parasetamol dengan volume pemberian 0,5 ml/20 g BB mencit adalah sebagai berikut :

Konsentrasi suspensi parasetamol 45,5 mg/kgBB = 0,91 mg/20 gBB = 0,91 mg/0,5 ml = 1,82 mg/ml

(55)

f. Pembuatan suspensi parasetamol dosis 91 mg/kgBB dalam CMC-Na 0,5%

Konsentrasi suspensi parasetamol 91 mg/kgBB = 1,82 mg/20 gBB

= 1,82 mg/0,5 ml

= 3,64 mg/ml

Parasetamol 0,182 g, disuspensikan dalam CMC-Na 0,5% kemudian dimasukkan dalam labu ukur 50,0 ml, dan ditambahkan CMC-Na sampai batas.

g. Pembuatan suspensi parasetamol dosis 182 mg/kgBB dalam CMC-Na 0,5%

Konsentrasi suspensi parasetamol 182 mg/kgBB = 3,64 mg/20 gBB

= 3,64 mg/0,5 ml

= 7,28 mg/ml

(56)

h. Pembuatan suspensi ekstrak etanolik daun sambiloto dosis 13 mg/kgBB dalam CMC-Na 0,5%

Konsentrasi ekstrak etanolik daun sambiloto dosis 13 mg/kgBB = 0,26 mg/20 gBB

= 0,26 mg/0,5 ml

= 0,52 mg/ml

Ekstrak kental 0,026 g disuspensikan dalam CMC-Na 0,5% kemudian dimasukkan dalam labu ukur 50,0 ml dan ditambahkan CMC-Na sampai batas.

i. Pembuatan suspensi ekstrak etanolik daun sambiloto dosis 26 mg/kgBB dalam CMC-Na 0,5%

Konsentrasi ekstrak etanolik daun sambiloto dosis 26 mg/kgBB = 0,52 mg/20 gBB

= 0,52 mg/0,5 ml

= 1,04 mg/ml

(57)

j. Pembuatan suspensi ekstrak etanolik daun sambiloto dosis 52mg/kgBB dalam CMC-Na 0,5%

Konsentrasi ekstrak etanolik daun sambiloto dosis 52 mg/kgBB = 1,04 mg/20 gBB

= 1,04 mg/0,5 ml

= 2,08 mg/ml

Ekstrak kental 0,104 g disuspensikan dalam CMC-Na 0,5% kemudian dimasukkan dalam labu ukur 50,0 ml dan ditambahkan CMC-Na sampai batas.

3. Uji pendahuluan

a. Pemilihan hewan uji

(58)

b. Penetapan kriteria geliat

Respon yang diamati dalam uji analgetik ini berupa geliat. Kriteria geliat perlu ditetapkan untuk mendapatkan geliat yang hampir sama. Kriteria geliat yang ditetapkan adalah apabila mencit menarik kedua kaki belakang sehingga permukaan perut menempel pada alas (kotak kaca pengamatan). Respon geliat yang timbul merupakan akibat dari pemberian asam asetat yang bersifat mengiritasi jaringan dan diberikan secara intraperitonial. Adanya jaringan yang rusak mengakibatkan timbulnya rasa sakit dan mencit memberikan respon geliat.

c. Penetapan dosis asam asetat

(59)

d. Penetapan dosis parasetamol dan dosis ekstrak daun sambiloto

Dosis parasetamol, dipilih acuan dosis terapi yaitu 500 mg/50kgBB. Dari dosis ini kemudian di konversikan ke dosis mencit yaitu 91 mg/kgBB. Dosis parasetamol yang digunakan adalah tiga peringkat dosis, dimana ditentukan dosis rendah adalah 45,5 mg/kgBB, dosis sedang 91 mg/kgBB, dan dosis tinggi 182 mg/kgBB.

Dosis ekstrak daun sambiloto dipilih 6,5 mg/kgBB, 13 mg/kgBB, 26 mg/kgBB, dan 52 mg/kgBB kemudian dilakukan orientasi dosis dan dipilih tiga peringkat dosis yang mampu memberikan efek analgetik > 50%. Subyek uji diberikan ekstrak daun sambiloto secara peroral, setelah 15 menit, kemudian disuntikkan asam asetat secara intraperitonial dan diamati geliat setiap 5 menit selama 60 menit.

e. Penetapan selang waktu pemberian asam asetat

(60)

4. Skema kerja penelitian

28 ekor mencit dibagi secara acak kedalam 7 kelompok

Kelp 1 Kelp 2 Kelp 3 Kelp 4 Kelp 5 Kelp 6 Kelp 7 Kontrol(–) kontrol(+) kontrol(+) kontrol(+) perlakuan perlakuan perlakuan

CMC-Na Pct Pct Pct ekstrak ekstrak ekstrak

0,5% 45,5 91 182 13 26 52

mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB

15 menit kemudian disuntikan larutan asam asetat 1% dosis 100 mg/kgBB secara intraperitoneal

Mengamati jumlah geliat setiap 5 menit selama 60 menit

Menghitung persen penghambatan geliat

Menganalisa statistik dengan menggunakan ujione sample Komolgorov-Smirnov, kemudian dilanjutkan denganParametric testsyaituone-way

(61)

F. Analisis Hasil

Data yang diperoleh dari pengamatan berupa jumlah geliat, yang kemudian diubah dalam bentuk persen daya hambat geliat, dengan rumus :

% penghambatan geliat = 100 - [(P/K) x 100] Keterangan :

P = jumlah kumulatif geliat hewan uji setelah perlakuan K = jumlah rata-rata geliat hewan uji kelompok kontrol

(62)

42

A. Determinasi Tumbuhan Sambiloto

Tumbuhan Sambiloto yang akan digunakan dalam penelitian ini, dideterminasi terlebih dahulu oleh bagian Laboratorium Biologi Farmasi Universitas Gadjah Mada. Determinasi dilakukan dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan terhadap tumbuhan yang akan digunakan dan untuk memperoleh kepastian bahwa tanaman yang digunakan pada penelitian adalah berasal dari tumbuhan yang dimaksud, yaitu spesiesAndrographis paniculataNees. (lampiran 22).

B. Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan dilakukan dengan tujuan untuk menetapkan hal-hal yang akan dilakukan pada pengujian yang sebenarnya sehingga diperoleh data yang valid.

1. Penetapan kriteria geliat

(63)

dapat mengiritasi jaringan sehingga akan menimbulkan nyeri pada mencit yang ditunjukkan dalam bentuk geliat.

2. Penetapan dosis asam asetat

Penetapan dosis asam asetat dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh dosis efektif asam asetat yang mampu menimbulkan geliat. Apabila jumlah geliat tidak terlalu sedikit maka sampel yang memberikan efek analgetik yang lemah, masih dapat menunjukkan respon pada hewan uji, namun juga tidak terlalu banyak sehingga memudahkan dalam pengamatan.

Dalam penelitian ini, digunakan rangsang kimia yang dapat menyebabkan nyeri adalah asam asetat yang diberikan secara intraperitonial. Ion H+yang terdapat pada asam asetat dapat menyebabkan iritasi pada jaringan lokal sehingga menimbulkan rasa nyeri. Pada penurunan nilai pH di bawah 6 selalu terjadi rasa nyeri yang meningkat pada kenaikkan konsentrasi ion H+ lebih lanjut. Peningkatan dosis asam asetat dapat meningkatkan jumlah geliat yang ditimbulkan, karena peningkatan dosis, maka akan menyebabkan peningkatan konsentrasi ion H+yang bersifat iritan sehingga rasa nyeri yang ditimbulkan akan semakin meningkat dan jumlah geliat akan semakin banyak.

(64)

diberikan secara intraperitonial. Pengamatan jumlah geliat mencit dilakukan setiap 5 menit dalam waktu 60 menit.

Tabel I. Jumlah kumulatif geliat hewan uji pada penetapan dosis efektif asam asetat setiap 5 menit selama 60 menit.

Gambar 4. Diagram batang jumlah kumulatif geliat asam asetat dosis 50 mg/kgBB, 100mg/kgBB dab 150 mg/kgBB Hasil analisa statistik menunjukkan asam asetat dosis 50mg/kgBB menghasilkan jumlah geliat berbeda bermakna dengan asam asetat dosis 100mg/kgBB dengan nilai p = 0,003 dan juga berbeda bermakna dengan asam asetat dosis 150mg/kgBB dengan nilai p = 0,000, namun jumlah geliat yang dihasilkan asam asetat dosis 50mg/kgBB masih terlalu sedikit, untuk asam asetat dosis 100mg/kgBB menunjukkan jumlah geliat tidak

Dosis asam asetat

(mg/kgBB) Jumlah kumulatif geliat

50 38,5 ± 3,873

100 79 ± 17,720

(65)

berbeda bermakna dengan asam asetat dosis 150mg/kgBB, sehingga dapat digunakan asam asetat dosis 100mg/kgBB. Dosis asam asetat 100 mg/kgBB sudah dapat memberikan rangsang nyeri yang cukup baik, oleh karena itu dosis asam asetat 100 mg/kgBB dipilih untuk uji selanjutnya.

3. Penetapan dosis parasetamol dan ekstrak etanolik daun sambiloto

Pada penelitian ini digunakan parasetamol sebagai kontrol positif, karena parasetamol sudah terbukti memiliki efek analgetik yang secara luas telah digunakan dalam masyarakat. Kontrol positif digunakan sebagai pembanding terhadap zat yang akan di uji sehingga dapat diketahui potensi zat uji dalam memberikan efek analgetik. Dalam penelitian ini, uji daya analgetik dilakukan dengan metode rangsang kimia yang merupakan uji golongan non narkotik, sehingga kontrol positif yang digunakan juga harus obat yang memiliki daya analgetik dan termasuk dalam golongan obat analgetika non narkotik.

(66)

adalah 3 peringkat dosis, yang ditentukan dari setengah kali dosis terapi (45,5 mg/kgBB) sebagai dosis rendah, dosis terapi (91 mg/kgBB) sebagai dosis sedang, dan dua kali dosis terapi (182 mg/kgBB) sebagai dosis tinggi. Penggunaan 3 peringkat dosis akan didapatkan 3 titik yang akan dihubungkan menjadi satu garis, dan dibandingkan dengan 3 peringkat dosis ekstrak etanol daun sambiloto, apabila sejajar maka mekanisme kerjanya hampir sama, namun dalam penelitian, 3 peringkat dosis ekstrak etanol daun sambiloto tidak linear, sehingga hasilnya tidak sejajar dengan kontrol positif.

Dosis ekstrak daun sambiloto yang digunakan dalam penelitian ini, dipilih dosis yang berefek analgetik dari hasil orientasi. Pada awal penentuan dosis yang digunakan adalah 3 peringkat dosis yang ditentukan sesuai dengan penentuan dosis parasetamol, yaitu dosis rendah 6,5 mg/kgBB, dosis sedang, 13 mg/kgBB, dan dosis tinggi 26 mg/kgBB, namun dari hasil orientasi dosis 6,5 mg/kgBB menunjukkan persen penghambatan geliat < 50%, sehingga peringkat dosis diganti menjadi dosis rendah 13 mg/kgBB, dosis sedang, 26 mg/kgBB, dan dosis tinggi 52 mg/kgBB.

(67)

4. Penetapan selang waktu pemberian antara parasetamol dengan rangsang asam asetat

Penetapan selang waktu pemberian parasetamol dan asam asetat bertujuan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan oleh parasetamol untuk memberikan efek analgetik secara optimal. Efek analgetik yang optimal dapat ditunjukkan dari jumlah geliat yang semakin sedikit pada selang waktu tertentu.

Pengujian menggunakan parasetamol dosis 91 mg/kgBB dan diberikan secara peroral dan asam asetat dosis 100 mg/kgBB yang diberikan secara intraperitonial pada selang waktu 5, 15, dan 30 menit. Jumlah kumulatif geliat dari masing-masing kelompok perlakuan kemudian dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif untuk mengetahui persen penghambatan geliat.

Tabel II. Jumlah kumulatif geliat dan persentase penghambatan geliat pada penetapan selang waktu pemberian parasetamol dosis 91 mg/kgBB dan asam asetat dosis 100 mg/kgBB

(68)

Gambar 5. Diagram batang persen penghambatan geliat parasetamol rentang waktu 5 menit, 15 menit dan 30 menit

Jumlah geliat yang dihasilkan dari tiga kelompok perlakuan, diubah menjadi persen penghambatan geliat, kemudian dianalisis menggunakan oneway-Anova. Dari hasil analisis tersebut diperoleh probabilitas lebih kecil dari 0,05, yaitu 0,000, yang menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna diantara masing-masing kelompok perlakuan. Selang waktu yang dipilih adalah 15 menit karena pada waktu ini, jumlah geliat paling sedikit, sehingga dapat diasumsikan pada selang waktu 15 menit, parasetamol dapat memberikan efek analgetik yang optimal yang ditunjukkan dengan nilai persen penghambatan geliat yang paling besar.

C. Efek dan Daya Analgetik Ekstrak Etanolik Daun Sambiloto

(69)

Metode ini dipilih karena sederhana, mudah dilakukan, dan peka untuk pengujian senyawa-senyawa yang memiliki daya analgetik lemah.

Dalam penelitian ini digunakan hewan uji yaitu mencit putih betina galur Swiss, usia 2-3 bulan, berat badan 20-30 gram, dan sebelum pengujian dilakukan hewan uji dipuasakan ±24 jam, dengan tujuan untuk mengurangi pengaruh makanan pada hasil pengujian.

Pengujian efek analgetik dilakukan sesuai dengan hasil dari uji pendahuluan, sehingga seluruh uji pendahuluan harus selesai terlebih dahulu. Pada pengujian ini kontrol negatif yang digunakan adalah CMC-Na 0,5%, kontrol positifnya adalah parasetamol dengan dosis 45,5 mg/kgBB, 91 mg/kgBB, dan 182 mg/kgBB, kelompok perlakuan diberikan ekstrak daun sambiloto dengan dosis 13 mg/kgBB, 26 mg/kgBB, dan 52 mg/kgBB. Pengujian ini dilakukan dengan rangsang kimia, yaitu asam asetat dosis 100 mg/kgBB. Keberadaan asam asetat akan menyebabkan nyeri karena dapat mengiritasi jaringan lokal karena adanya pembebasan ion H+ dari asam asetat sehingga terjadi penurunan pH jaringan dan timbul perlukaan/iritasi pada jaringan.

(70)

ada perbedaan yang bermakna antar kelompok uji. Dinyatakan berbeda bermakna bila signifikan <0,050 dan perbedaan dinyatakan tidak bermakna bila signifikan >0,050. Apabila signifikan <0,050 maka dilanjutkan dengan Post-Hoc Scheffe dengan taraf kepercayaan 95% untuk melihat lebih jelas makna perbedaan antar kelompok uji.

Tabel III. Persen penghambatan geliat parasetamol dosis 45,5mg/kgBB, 91mg/kgBB, 182mg/kgBB, dan ekstrak etanolik daun sambiloto dosis 13mg/kgBB, 26mg/kgBB,dan 52mg/kgBB.

Dari hasil persen penghambatan geliat, kemudian dianalisis dengan menggunakan uji one sample Komolgorov-Smirnov untuk mengetahui data hasil percobaan terdistribusi normal atau tidak. Kemudian dilanjutkan dengan uji one-way Anova test. Dari hasil analisis tersebut diperoleh probabilitas lebih kecil dari 0,05, yaitu 0,000, yang menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna diantara masing-masing kelompok perlakuan, lalu dilanjutkan dengan Post-Hoc Scheffe dengan taraf kepercayaan 95% untuk melihat lebih jelas makna perbedaan antar

Kelompok perlakuan ( mg/kgBB)

Persen penghambatan geliat (mean ± SD)

(%)

p

Kontrol negatif 0 ± 16,82

Parasetamol 45,5 60,68 ± 10,34 Parasetamol 91 85,67 ± 5,38 Parasetamol 182 92,14 ± 3,31

Ekstrak daun sambiloto 13 65,73 ± 12,49

Ekstrak daun sambiloto 26 82,58 ± 9,47

Ekstrak daun sambiloto 52 89,61 ± 6,69

(71)

kelompok uji. Dari hasil Post-Hoc dapat diketahui bahwa ada perbedaan yang bermakna dalam persen penghambatan geliat antara peringkat dosis parasetamol 45,5 mg/kgBB dengan dosis parasetamol 182 mg/kgBB, yang ditunjukkan dengan nilai p<0,05, yaitu 0,021, sedangkan untuk dosis parasetamol 45,5mg/kgBB dengan 91mg/kgBB tidak ada perbedaan yang bermakna dalam persen penghambatan geliat, ditunjukkan dengan nilai p>0,05 yaitu 0,107, untuk dosis parasetamol 91mg/kgBB dengan 182mg/kgBB tidak ada perbedaan yang bermakna dalam persen penghambatan geliat, ditunjukkan dengan nilai p>0,05 yaitu 0,990. Dosis ekstrak daun sambiloto antara dosis 13mg/kgBB, 26mg/kgBB dan 52mg/kgBB tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna dalam persen penghambatan geliat. Dosis ekstrak daun sambiloto 13mg/kgBB dan 26mg/kgBB dibanding dengan 3 peringkat dosis parasetamol, tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dalam persen penghambatan geliat. Namun, untuk ekstrak daun sambiloto dosis 52mg/kgBB dibanding dengan parasetamol dosis 45,5mg/kgBB berbeda bermakna ditunjukkan dengan nilai p<0,05, yaitu 0,041.

(72)

Tabel IV. Hasil analisis persen penghambatan geliat parasetamol dosis 45,5mg/kgBB, 91mg/kgBB, 182mg/kgBB, dan ekstrak etanol daun sambiloto dosis 13mg/kgBB, 26mg/kgBB,dan 52mg/kgBB.

dosis 13 BB BTB BTB BTB BTB BTB

EEDS

dosis 26 BB BTB BTB BTB BTB BTB

EEDS

dosis 52 BB BB BTB BTB BTB BTB

Keterangan:

Pct = Parasetamol

EEDS = Ekstrak Etanol Daun Sambiloto BB = Berbeda Bermakna

BTB = Berbeda Tidak Bermakna

(73)

ekstrak daun sambiloto vs persen penghambatan geliat adalah 0,973. Untuk N-2 (4-2 = 2) dengan taraf kepercayaan 95%, nilai rtabel > 0,998, sehingga dari hasil

tersebut dapat dinyatakan tidak linear karena nilai r kurang dari r tabel, maka mekanisme kerja senyawa uji berbeda dengan mekanisme kerja kontrol positif.

Menurut Vogel (2002), pada metode rangsang kimia, suatu zat dikatakan mempunyai efek analgetik maksimal jika dapat menghambat jumlah geliat pada hewan uji > 70%, sedangkan zat yang dapat menghambat jumlah geliat < 70% dikatakan mempunyai efek analgetik minimal, sedangkan efek analgetik pada metode rangsang kimia, dinyatakan bahwa adanya efek analgetik dinyatakan oleh nilai persen penghambatan geliat > 50% (Anonim, 1991).

Berdasarkan sumber-sumber tersebut, maka hasil penelitian menunjukkan bahwa kontrol negatif CMC-Na 0,5% tidak memiliki persen penghambatan geliat karena kelompok ini tidak memiliki efek analgetik dan digunakan sebagai pembanding untuk mengetahui nilai persen penghambatan geliat. Kelompok kontrol positif dan ekstrak daun sambiloto menunjukkan adanya efek analgetik yang dapat dilihat dari nilai persen penghambatan geliat dengan kelompok kontrol negatif. Ekstrak daun sambiloto dosis 13 mg/kgBB memiliki efek analgetik minimal, yang ditunjukkan oleh daya hambat geliat sebesar 65,73%, ekstrak daun sambiloto dosis 26 mg/kgBB memiliki efek analgetik maksimal, dengan daya hambat geliat sebesar 82,58%, dan ekstrak daun sambiloto dosis 52 mg/kgBB memiliki efek analgetik maksimal dengan daya hambat geliat sebesar 89,61%.

(74)
(75)

55

A. Kesimpulan

Dari hasil uji analgetik ekstrak etanolik daun sambiloto pada mencit putih betina galurSwissdengan metode rangsang kimia dapat disimpulkan bahwa :

1. Ekstrak etanolik daun sambiloto (Andrographis paniculata) mempunyai efek analgetik pada mencit putih betina galurSwiss.

2. Daya analgetik ekstrak etanolik daun sambiloto (Andrographis paniculata) pada dosis 13 mg/kgBB, 26 mg/kgBB, dan 52 mg/kgBB secara beturut-turut adalah 65,73%, 82,58% dan 89,61%.

B. Saran

Setelah dilakukan penelitian uji analgetik ekstrak etanolik daun sambiloto (Andrographis paniculata) pada mencit putih betina galur Swiss dengan metode rangsang kimia dapat disarankan :

1. Perlu dilakukan uji daya analgetik ekstrak etanolik daun sambiloto dengan metode yang spesifik untuk nyeri pusat (metode lempeng panas).

(76)

Daftar Pustaka

Aliadi, A., 1996,Tanaman Obat Pilihan, 227-228, Yayasan Sidowayah, Jakarta. Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, edisi III, 9, 37 , Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim, 1986, Sediaan Galenik, 10-15, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim, 1991, Penapisan Farmakologi Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik, 49, Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alami Phytomedika, Jakarta.

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, 7, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim, 2004, Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia, Vol I, 83-85, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta. Baumann T.J., 2005, Pain Management, dalam Dipiro J.T., Talbert R.L., YeeG.C.,

Matzke G.R., Wells B.G., Posey L.M. (Eds),Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach, 6th edition, 1089-1091, Appleton & Lange, United States of America.

Budavari, S., O’neil, M.D., Smith, A., dan Heckelman, P.Z., 1989, The Merck Index: An Encyclopedia of Chemical Drugs and Biologicals, 11th edition, 100, Merk and Co., Inc., USA.

Guyton, A.C., dan Hall, 1996, Text book of Medical Physiology, diterjemahkan oleh Tengadi, I., Santosa, A., edisi 9, 761-774, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Indirawati, I., 2004, Daya Hambat Ekstrak Etanol Herba Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f) Nees) terhadap Pertumbuhan Plasmodium berghei in vivo, Skripsi, Jurusan Farmasi Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 35

Irawati, V.I.D., 2003, Toksisitas Akut Infus Daun Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) pada Artermia salina Leach, Skripsi, Jurusan Farmasi Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 34

(77)

Katzung, B.G., 1987, Farmakologi Dasar dan Klinik, 297-299, 484, Penerbit Salemba Medika, Jakarta.

Maharani, Y.S., 2004, Uji Efek Analgetik Infusa Daun Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) pada Mencit Putih Betina dengan Metode Lempeng Panas, Skripsi, Jurusan Farmasi Fakultas MIPA, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 46

Mahendra, B, 2005, 13 Jenis Tanaman Obat Ampuh, 95-97, Penebar Swadaya, Jakarta.

Muhlisah, F., 2000, Tanaman Obat Keluarga, 1-3,68-69, Penebar Swadaya, Jakarta.

Mutschler, E., 1986, Dinamika Obat Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi, 177-180, diterjemahkan oleh Widianto MB dan Ranti, A.S., Penerbit ITB, Bandung.

Oematan, M.M., 2000, Efek Antibakteri Infus Herba Andrographis paniculata Nees (Sambiloto) terhadap bakteri Salmonella thypimurium dan Staphylococcus aureus,Skripsi, Jurusan Farmasi Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 50

Potter, P.A., dan Perry, A.G., 2005, Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik, 1502-1533, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Suroto dan Purwanto,C., 2004, Buku Ajar: Ilmu Penyakit Saraf, 80-86, BEM

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tjay, T.H., dan Rahardja, K., 2002,Obat-Obat Penting : Khasiat penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi 5, Cetakan ke-1, PT. Elex Media Komputindo Gramedia, Jakarta.

Turner, R.A., 1965, Screening Method in Pharmacology, Vol I, 100-117, Academic Press, New York.

Vogel, H.G., 2002, Drug Discovery Evaluation: Pharmacological Assays, 671,672,716, Springer-Verlag Berlin Heidelberg, New York. Wilmana, P. F., dalam Ganiswara, Sulistia G., 2005, Farmakologi dan Terapi,

(78)

Lampiran 1. Foto geliat mencit yang diberikan rangsang kimia

(79)

Lampiran 3. Foto suspensi ekstrak etanolik daun sambiloto dosis 13, 26, 52 mg/kgBB

(80)
(81)

Lampiran 6. Perhitungan dosis parasetamol dan pembuatan suspensi parasetamol

Dosis parasetamol yang digunakan adalah dosis terapi 500 mg/50 kgBB manusia.

Perhitungan :

Konversi dosis parasetamol dari manusia ke mencit 20 g BB :

500 mg/50 kgBB = 700 mg/70kgBB

700 mg/70kgBB x 0,0026 = 1,82 mg/ 20 gBB = 0,091 mg/gBB = 91 mg/kgBB

Dari dosis terapi, dibuat peringkat dosis rendah (setengah dari dosis terapi) dan dosis tinggi (dua kali dosis terapi), yaitu 45,5 mg/kgBB dan 182 mg/kgBB.

Pembuatan suspensi parasetamol dosis 45,5 mg/kgBB

C suspensi parasetamol 45,5 mg/kgBB dengan volume pemberian 0,5 ml/20 gram BB mencit = 0,91 mg/20 gramBB

= 0,91 mg/0,5 ml

= 1,82 mg/ml

(82)

Pembuatan suspensi parasetamol dosis 91 mg/kgBB

C suspensi parasetamol 91 mg/kgBB dengan volume pemberian 0,5 ml/20 gram BB mencit = 1,82 mg/20 gramBB

= 1,82 mg/0,5 ml

= 3,64 mg/ml

Parasetamol 0,182 g, disuspensikan dalam CMC-Na 0,5% kemudian dimasukkan dalam labu ukur 50,0 ml, dan ditambahkan CMC-Na sampai batas.

Pembuatan suspensi parasetamol dosis 182 mg/kgBB

C suspensi parasetamol 182 mg/kgBB dengan volume pemberian 0,5 ml/20 gram BB mencit = 3,64 mg/20 gramBB

= 3,64 mg/0,5 ml

= 7,28 mg/ml

(83)

Lampiran 7. Perhitungan dosis dan pembuatan suspensi ekstrak etanolik daun sambiloto

Dosis ekstrak daun sambiloto yang digunakan yaitu 100mg/70kgBB.

Perhitungan :

Konversi dosis ekstrak etanolik daun sambiloto dari manusia ke mencit 20 g BB :

100 mg/70 kgBB x 0,0026 = 0,26 mg/20 gBB = 13 mg/kgBB

Kemudian ditentukan dosis rendah, dosis sedang, dan dosis tinggi, yaitu 13 mg/kgBB, 26 mg/kgBB dan 52 mg/kgBB.

Pembuatan suspensi ekstrak etanolik daun sambiloto dosis 13 mg/kgBB

C suspensi ekstrak etanolik daun sambiloto dosis 13 mg/kgBB dengan volume pemberian 0,5 ml/20 gram BB mencit = 0,26 mg/20 gramBB

= 0,26 mg/0,5 ml

= 0,52 mg/ml

(84)

Pembuatan suspensi ekstrak etanolik daun sambiloto dosis 26 mg/kgBB

C suspensi ekstrak etanolik daun sambiloto dosis 26 mg/kgBB dengan volume pemberian 0,5 ml/20 gram BB mencit = 0,52 mg/20 gramBB

= 0,52 mg/0,5 ml

= 1,04 mg/ml

Ekstrak kental 0,052 g disuspensikan dalam CMC-Na 0,5% kemudian dimasukkan dalam labu ukur 50,0 ml dan ditambahkan CMC-Na sampai batas.

Pembuatan suspensi ekstrak etanolik daun sambiloto dosis 52 mg/kgBB

C suspensi ekstrak etanolik daun sambiloto dosis 52 mg/kgBB dengan volume pemberian 0,5 ml/20 gram BB mencit

C ekstrak etanolik daun sambiloto dosis 52 mg/kgBB = 1,04 mg/20 gramBB

= 1,04 mg/0,5 ml

= 2,08 mg/ml

(85)

Lampiran 8. Data jumlah geliat pada penetapan dosis asam asetat

Asam asetat dosis 50 mg/kgBB

Waktu (menit) I II III IV

5 1 2 0 0

Asam asetat dosis 100 mg/kgBB

Waktu (menit) I II III IV

(86)

Asam asetat dosis 150 mg/kgBB

Waktu (menit) I II III IV

5 0 2 1 5

10 3 10 11 10

15 11 15 15 19

20 15 9 10 7

25 15 5 9 8

30 10 13 8 12

35 13 10 6 6

40 10 9 6 9

45 9 9 5 7

50 15 6 11 8

55 7 7 5 4

60 5 6 5 7

total 113 101 92 102

Dosis asam asetat

( mg/kgBB) Jumlah kumulatif geliat

50 38,5 ± 3,873

100 79 ± 17,720

(87)

Lampiran 9. Data jumlah geliat pada penetapan selang waktu pemberian asam asetat

Selang waktu 5 menit

Waktu (menit) I II III IV

5 0 0 0 0

Selang waktu 15 menit

Waktu (menit) I II III IV

(88)

Selang waktu 30 menit

Waktu (menit) I II III IV

5 0 0 0 0

% hambatan geliat selang waktu 15’ = 100% - ((P/K) x 100%) = 100% - ((10,75/89) x 100%) = 87,92%

(89)

Selang waktu pemberian

(menit)

Jumlah kumulatif

geliat

Persen penghambatan

geliat (%)

P

5 44 50,56

15 10,75 87,92

30 29,75 66,57

(90)

Lampiran 10. Data jumlah geliat dan % penghambatan geliat pada kontrol

(91)

Lampiran 11. Data jumlah geliat dan % penghambatan geliat pada kontrol positif dosis rendah (suspensi parasetamol dosis 45,5mg/kgBB) Waktu

(92)

Lampiran 12. Data jumlah geliat dan % penghambatan geliat pada kontrol positif dosis sedang (suspensi parasetamol dosis 91mg/kgBB) Waktu

(93)

Lampiran 13. Data jumlah geliat dan % penghambatan geliat pada kontrol positif dosis tinggi (suspensi parasetamol dosis 182mg/kgBB) Waktu

(94)

Lampiran 14. Data jumlah geliat dan % penghambatan geliat pada kelompok perlakuan dosis rendah (suspensi ekstrak daun sambiloto dosis 13mg/kgBB)

(95)

Lampiran 15. Data jumlah geliat dan % penghambatan geliat pada kelompok perlakuan dosis sedang (suspensi ekstrak daun sambiloto dosis 26mg/kgBB)

(96)

Lampiran 16. Data jumlah geliat dan % penghambatan geliat pada kelompok perlakuan dosis tinggi (suspensi ekstrak daun sambiloto dosis 52mg/kgBB)

(97)

Lampiran 17. Data penetapan dosis asam asetat 1% 50mg/kgBB, 100mg/kgBB dan 150mg/kgBB dengan one-sample komolgorov-smirnov test

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

geliat dosis

N 12 12

Mean 73.17 100.00

Normal

Parameters(a,b)

Std. Deviation 29.353 42.640

Absolute .193 .213

Positive .189 .213

Most Extreme Differences

Negative -.193 -.213

Kolmogorov-Smirnov Z .670 .737

Asymp. Sig. (2-tailed) .761 .648

(98)

Lampiran 18. Data penetapan dosis asam asetat 1% 50mg/kgBB, 100mg/kgBB dan 150mg/kgBB dengan one-way Anova test danPost Hoc

Groups 8268.667 2 4134.333 30.777 .000

Within Groups 1209.000 9 134.333

Total 9477.667 11

POST HOC

Multiple Comparisons

Dependent Variable: geliat Scheffe

-40.500* 8.196 .003 -64.41 -16.59 -63.500* 8.196 .000 -87.41 -39.59 40.500* 8.196 .003 16.59 64.41 -23.000 8.196 .059 -46.91 .91 63.500* 8.196 .000 39.59 87.41 23.000 8.196 .059 -.91 46.91 (J) dosis

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval

Gambar

Gambar 1. Struktur Andrografolid
Gambar 2. Mediator nyeri (Mutschler, 1986)
Gambar 3. Struktur N-acetyl-p-aminophenol (parasetamol)
Tabel I. Jumlah kumulatif geliat hewan uji pada penetapan dosis efektifasam asetat setiap 5 menit selama 60 menit.
+6

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kebijakan dividen, profitabilitas, ukuran perusahaan, dan struktur aset terhadap struktur modal pada perusahaan

Menurut William Brownell (1935) bahwa belajar itu pada hakekatnya merupakan suatu proses yang bermakna. Ia mengemukakan bahwa belajar matematika itu harus merupakan

Dari hasil analisis dilihat dari segi waktu dan biaya, untuk perbedaan antara sheet pile baja dan sheet pile beton dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :.

kelahiran, atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil. 2.) Kunjungan kedua 6 hari pasca

Secara keseluruhan, hasil dari analisa laporan keuangan kedua perusahaan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa PT Gudang Garam Tbk lebih unggul dalam rasio likuiditas,

Kini dengan memanfaatkan Wireless Messaging API (Application Programming Interface) dari J2ME parapembuat program Java dapat mengembangkan sendiri sebuah aplikasi pengiriman

Sebuah index space juga dapat ditentukan pada storage group, dan index space bisa ditentukan pada storage group yang sama atau tidak sesuai dengan tabel yang

Dalam penelitian ini ada terdapat beberapa responden yang memiliki pengetahuan rendah dan kinerjanya kurang hal ini sesuai dengan data yang diperoleh bahwa ada