• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan termasuk salah satu sasaran Millennium Development Goals (MDGs) dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan termasuk salah satu sasaran Millennium Development Goals (MDGs) dalam"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah utama kesehatan masyarakat dan termasuk salah satu sasaran Millennium Development Goals (MDGs) dalam pemberantasan penyakit di dunia (WHO, 2013). Penyakit TB disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (M.tuberculosis) yang penyebarannya melalui percikan dahak atau droplet nuclei yang mengandung Mycobacteria yang dikeluarkan pada saat penderita batuk, bersin, ataupun berbicara. M.tuberculosis yang pertama kali diperkenalkan oleh Robert Koch pada tahun 1882. Kemampuan M.tuberculosis dapat menginfeksi paru yang biasa disebut TB paru, namun juga dapat menginfeksi organ-organ lainnya selain paru atau disebut TB extra-paru misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung, kelenjar limfe, tulang atau persendian, kulit, ginjal, saluran kemih, alat kelamin, dan lain sebagainya (Gani, 2008).

Berdasarkan data Global Report TB 2013, Indonesia termasuk kedalam 5 besar diantara 22 high burden countries dan berada pada peringkat ke-4 setelah India, Cina, dan Afrika Selatan. Penderita TB di Indonesia diperkirakan setiap tahunnya terdapat 460.000 kasus baru dengan jumlah kematian sebesar 62.246 orang. Insidensi kasus TB bacil tahan asam (BTA) positif sekitar 297 per 100.000 penduduk. Diperkirakan terdapat 3,7% dari kasus baru dan 20% kasus lama

(2)

2

Indonesia berada pada peringkat 9 dengan beban TB MDR terbanyak didunia dengan perkiraan pasien sebanyak 6.620 orang (WHO, 2013; Kemenkes, 2011).

Penyakit TB termasuk 10 besar penyakit infeksi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kualitas angka keberhasilan pengobatan TB terus meningkat hingga mencapai angka 84% namun angka tersebut belum mencapai standar internasional yaitu 85% (Dinkes DIY, 2013; IUATLD, 2007). Namun, penyebaran M.tuberculosis masih terjadi sehingga prevalensi TB di DIY terus meningkat, walaupun diagnosis awal dan pengobatan yang efektif telah tersedia dan tanpa biaya (gratis). Penyebaran penyakit TB dapat dipengaruhi oleh karena kondisi perilaku dan lingkungan, misalnya ekonomi, sosial, dan budaya (Dinkes DIY, 2013; Babalik et al., 2013; Erhabor at al., 2000; Pefura et al., 2011; Pare et al., 2010).

World Health Organization (WHO) dan International Union Against

Tuberculosis and Lung Diseases (IUATLD) telah banyak menerapkan berbagai metode atau strategi sebagai upaya pendekatan dalam pengandalian penyakit TB, salah satunya dengan Directly Observed Treatment Short-course (DOTS) yang diterapkan secara luas di dunia sejak tahun 1995. DOTS berperan dalam memastikan rutinitas pasien TB mengambil dan meminum obat selama menjalani pengobatan sehingga dapat menurunkan angka pasien putus berobat dan meningkatkan angka kesembuhan (Kemenkes, 2011; Ahmad, 2011).

Diagnosis awal dan pengobatan berperan utama dalam penanggulangan penyakit TB. Pengobatan TB membutuhkan waktu yang lama dan lengkap, sehingga terkadang pasien tidak menyelesaikannya sebelum masa pengobatannya

(3)

3

selesai. Pengobatan yang tidak lengkap dapat mempengaruhi hasil pengobatan dan berkontribusi menyebabkan terjadinya resistensi terhadap obat anti tuberkulosis (OAT) seperti multidrug resistance (MDR) dan extensive drug resistance (XDR), kekambuhan, dan kegagalan pengobatan. Keadaan tersebut dapat meningkatkan angka kejadian penyakit dan kematian akibat TB (Kemenkes, 2011; Millett et al., 2013).

Angka kesembuhan di DIY yang masih rendah disebabkan oleh berbagai faktor, salah satu faktornya adalah banyaknya pasien TB yang putus berobat (default). Putus berobat merupakan salah satu tantangan dalam penanggulangan dan pengobatan TB (Pefura et al., 2011; Rutherford et al., 2013). Penelitian mengenai faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan pasien TB yang putus berobat seperti telah banyak dilakukan diberbagai Negara seperti jenis kelamin, umur, co-morbidities, pengetahuan, pendidikan, aksessibilitas, etnis, status perkawinan, efek samping, resistensi, merokok, injection drug use (IDU), sistem pelayanan kesehatan, PMO, dan status penyakit Human immunodeficiency virus HIV - (acquired immunodeficiency syndrome) AIDS (Kapella et al., 2009; Nik Nor Ronaidi et al., 2011; Rutherford et al., 2013) tetapi belum ada penelitian yang dilakukan di Yogyakarta.

(4)

4

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penderita TB untuk putus berobat di Yogyakarta?

2. Apakah ada hubungan antara umur pasien, jenis kelamin pasien, klasifikasi TB pasien, tipe TB pasien, dan jenis unit pelayanan kesehatan dengan kejadian putus berobat pada pasien TB di Yogyakarta?

C.Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor risiko yang mempengaruhi penderita tuberkulosis putus berobat di Yogyakarta.

Tujuan Khusus

1. Menilai hubungan umur pasien tuberkulosis dengan kejadian putus berobat. 2. Menilai hubungan jenis kelamin pasien tuberkulosis dengan kejadian putus

berobat.

3. Menilai hubungan klasifikasi tuberkulosis dengan kejadian putus berobat. 4. Menilai hubungan tipe tuberkulosis pasien dengan kejadian putus berobat. 5. Menilai hubungan jenis unit pelayanan kesehatan dengan kejadian pasien

(5)

5

D.Keaslian Penelitian

Penelitian tentang putus berobat pada pasien Tuberkulosis telah dilakukan oleh beberapa penelitian sebelumnya, antara lain:

1. Amelda Lisu Pare, Ridwan Amiruddin, Ida Leida, “Hubungan antara pekerjaan, PMO, pelayanan kesehatan, dukungan keluarga, dan diskriminasi dengan perilaku berobat”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan dan pelayanan kesehatan bukan merupakan faktor risiko terhadap perilaku berobat pasien TB Paru, sedangkan peran PMO, dukungan keluarga dan diskriminasi merupakan faktor risiko terhadap perilaku berobat pasien TB Paru. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu variabel penelitian terdiri dari umur, jenis kelamin, klasifikasi tuberkulosis, tipe tuberkulosis, dan jenis unit pelayanan kesehatan (provider).

2. Siti Afifah Nadiah BT Mohd Yamin, “Prevalensi dan karakteristik pasien putus dari pengobatan obat anti-tuberkulosis di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Tahun 2009”. Hasil penelitian didapatkan prevalensi penderita yang putus dari pengobatan OAT lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan pada perempuan. Berdasarkan status pendidikan pasien TB yang putus berobat banyak terjadi pada pasien yang memiliki tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA). Berdasarkan cara pembayaran, pasien TB yang melakukan pembayaran secara asuransi lebih banyak sebesar 61.7% dibandingkan yang melakukan pembayaran secara umum sebanyak 18 orang. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu

(6)

6

variabel penelitian terdiri dari umur, jenis kelamin, klasifikasi tuberkulosis, tipe tuberkulosis, dan jenis unit pelayanan kesehatan (provider).

3. Bertin Tanggap tirtana, Musrichan, “Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan pada pasien tuberkulosis paru dengan resistensi obat anti tuberkulosis di wilayah Jawa Tengah”. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh yang kuat antara keteraturan berobat dan lama pengobatan terhadap keberhasilan pengobatan. Tidak didapatkan hubungan bermakna antara tingkat pendapatan, jenis pekerjaan, kebiasaan merokok, jarak tempat tinggal pasien hingga tempat pengobatan, dan status gizi terhadap keberhasilan pengobatan. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu variabel penelitian terdiri dari umur, jenis kelamin, klasifikasi tuberkulosis, tipe tuberkulosis, dan jenis unit pelayanan kesehatan (provider).

4. Indriati Andolita Tedju Hinga, Kajian faktor yang berperan terhadap kasus putus berobat (drop out) pada penderita tuberkulosis anak di RSUD Prof. DR. W. Z. Johanes Kota Kupang. Hasil penelitian menggambarkan bahwa ada hubungan antara jumlah anak dalam keluarga, pengetahuan ibu, sosial ekonomi, KIE petugas kesehatan dengan kejadian DO TB anak (p<0,05 dan OR>1). Sedangkan jenis kelamin, jarak sarana kesehatan, status PMO, pendidikan orang tua, penyakit penyerta, dan efek samping obat merupakan faktor protektif dan tidak ada hubungan dengan kejadian DO TB anak (p>0,05

(7)

7

variable penelitian terdiri dari umur, klasifikasi tuberkulosis, tipe tuberkulosis, dan jenis unit pelayanan kesehatan (provider).

E.Manfaat Penelitian 1. Bagi pemerintah

Memberikan informasi bagi petugas kesehatan utamanya Dinas kesehatan terhadap pengawasan dan evaluasi penatalaksanaan program TB sehingga dapat meningkatkan kualitas pengobatan yang efektif pada pasien TB.

2. Bagi peneliti

Menambah wawasan dan sebagai referensi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian-penelitian mendatang perihal faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian putus berobat pada pasien TB.

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut terkait pula dengan pertanggungjawaban hukum (rechtelijke verantwording) dalam setiap pengngunaan wewenang pemerintahan yang menegaskan bahwa tidak

Disain platform menggunakan tiga buah motor servo yang berfungsi sebagai penggerak segitiga yang dihubungkan dengan IMU, seperti yang dapat dilihat pada Gambar

Dalam memperingati Dies Natalis Forum Komunikasi Mahasiswa Minang Universitas Gadjah Mada (FORKOMMI-UGM) yang ke-19, sebagai bagian dari organisasi yang berada di

prestasi kerja karyawan kebanyakan dari kemampuan tiap individu yang beraneka ragam dan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan para pegawai memiliki tingkat

Neo-Sufisme sebagai tema pembaruan pada bidang Tasawuf dapat membangkitkan cara berpikir yang menyeimbangkan hal-hal lahiriah dan batiniah, sedangkan Tarbiyah

Penelitian ini juga menghasilkan rancangan strategi pengembangan dan pemanfaatan bangunan Indis berupa penetapan Kawasan Cagar Budaya dan Bangunan Cagar Budaya, insentif

Kata bercetak miring yang termasuk kata tidak baku terdapat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanaman sengon pada lokasi penelitian meningkatkan kualitas kesuburan tanah diindikasikan dari adanya peningkatan masukan