• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan - BAB II MUZI ATIKA PBSI'14

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan - BAB II MUZI ATIKA PBSI'14"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A.Penelitian yang Relevan

Penelitian yang membahas tentang kehidupan sosial masyarakat dalam karya sastra berupa cerpen pernah dilakukan oleh Siti Ma‟sumah mahasiswi program pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2003 dengan judul “Kajian Sosial Kumpulan Cerpen Kurma Terbitan Buku Kompas November 2002 dan Relevansinya sebagai Bahan Pengajaran Sastra di SMA”. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Siti Ma‟sumah diperoleh hasil berupa nilai-nilai sosial atau realitas sosial yang ada di dalam masyarakat berupa: 1) Kasih sayang pada sesama, 2) Rasa kemanusiaan, 3) Saling menghormati, 4) Suka memberi, 5) Kekeluargaan, 6) Silaturahmi, dan 7) Meminta maaf. Dari data-data tersebut sudah menggambarkan cerminan masyarakat Indonesia yang terjadi khususnya dalam cerpen yang diteliti tersebut. Dengan melihat hasil penelitian tersebut, peneliti merelevansikan kedalam bahan pembelajaran sastra di SMA. Mengingat akan banyak manfaat yang dapat diperoleh maka menurut peneliti cerpen yang sudah dipilih sesuai dengan pembelajaran yang harus diterapkan di dalam sekolah.

(2)

Miskin Kok Mau Sekolah...? Sekolah dari Hongkong...??? Karya Wiwid Prasetyo. Pada penelitian tersebut ditemukan nilai-nilai sosial yaitu: 1) Nilai material berupa sesuatu yang berguna bagi fiisk seseorang, 2) Nilai vital berupa sesuatu yang mendukung aktivitas seseorang, dan 3) Nilai kerohanian berupa sesuatu yang berguna bagi siswa atau psikis seseorang. Peneliti juga menerapkan pada pengajaran sastra di SMP, karena menurut peneliti novel tersebut dapat dijadikan pengetahuan bagi siswa untuk dapat mengetahui gambaran kehidupan terutama dalam novel yang sudah dipilih dan dikaji tersebut.

Dalam penelitian yang membahas tentang permasalahan dalam kehidupan sosial pada umumnya antara peneliti dengan peneliti yang lain pasti memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan yang terjadi terletak pada kajian sosial yang digunakan dan perbedaan terletak pada landasan teori, data dan sumber data yang digunakan. Pada penelitian pertama data berupa kumpulan cerpen yang mengandung nilai-nilai sosial, sumber data berupa kumpulan cerpen Kurma terbitan buku Kompas november 2002. Pada peneliti kedua data berupa novel yang mengandung nilai-nilai sosial kehidupan, sumber data berupa novel Miskin Kok Mau Sekolah...? Sekolah dari Hongkong karya Wiwid Prasetyo. Sedangkan pada peneliti selanjutnya data yang digunakan berupa kutipan yang mengandung potret kehidupan masyarakat desa dan kota, sumber data berupa kumpulan cerpen Setubuh Seribu Mawar karya Yanusa Nugroho.

B. Kehidupan Sosial Masyarakat Desa dan kota 1. Pengertian Masyarakat

(3)

perasaan, keinginan tersebut, manusia memberi reaksi dan melakukan interaksi dengan lingkungannya. Pola interaksi sosial dihasilkan oleh hubungan yang berkesinambungan dalam suatu masyarakat. Masyarakat tidak begitu saja muncul seperti sekarang ini, tetapi adanya perkembangan yang dimulai dari masa lampau sampai saat ini dan terdapat masyarakat yang mewakili masa tersebut. Masyarakat kemudian berkembang mengkuti perkembangan jaman sehingga kemajuan yang dimiliki masyarakat sejalan dengan perubahan yang terjadi secara globlal. Menurut Soelaeman, (2008:122), dalam bahasa Inggris masyarakat disebut society, asal katanya socius yang berarti kawan. Adapun kata “masyarakat” berasal dari bahasa Arab, yaitu syrik artinya bergaul. Adanya saling bergaul ini tentu karena ada bentuk-bentuk aturan hidup yang bukan disebabkan oleh manusia sebagai perseorangan, melainkan oleh unsur-unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang merupakan kesatuan.

(4)

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah sekelompok orang yang hidup dan saling berhubungan. Terdiri dari beraneka ragam bentuk budaya yang dapat dilihat dari perbedaan suku bangsa, agama, ras, dan yang

lainnya. Kemudian membentuk kelompok yang lebih besar dan hidup teratur oleh adat

di dalamnya, dimana sebagaian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Masyarakat sangat identik dengan berbagai macam keadaan dan situasi yang berbeda-beda maka sering terjadi perbedaan pendapat dengan warga masyarakat lainnya. Hal ini yang akan menjadikan masyarakat tersebut mempunyai hubungan yang sangat penting dengan lingkungan sekitarnya.

2. Ciri-Ciri Masyarakat

Masyarakat awal mulanya terbentuk dari masyarakat kecil yang artinya sekumpulan orang. Misalnya sebuah keluarga yang dipimpin oleh kepala keluarga kemudian dari kelompok keluarga akan membentuk sebuah RT dan RW dan sebagainya. Masyarakat tidak akan pernah terbentuk tanpa adanya seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang akan memimpin sebuah masyarakat biasanya bisa dipilih dengan berbagai cara yang nantinya akan bertanggung jawab dalam kehidupan lingkungannya. Dengan adanya seorang pemimpin kehidupan masyarakat akan lebih terarah dan teratur sesuai dengan aturan yang telah ditentukan. Dalam hal ini Warsito mengungkapkan (2012:122), di dalam suatu negara baik dalam kota maupun desa memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Interaksi antara warga, 2) Adanya norma, 3) Suatu kontinyuitas dalam waktu, dan 4) Identitas sosial. Adapun ulasannya adalah:

(5)

Adanya interaksi yang berlangsung antar warga dengan warga lainnya merupakan hal yang lumrah yang biasa terjadi di dalam masyarakat. Mereka sama-sama memiliki kepentingan bersama-sama yang membuahkan hasil reka cipta masyarakat tersebut untuk menopang keberlangsungan dan mempertahankan hidup mereka masing-masing. Interaksi dalam hal ini bertujuan agar terlaksana segala aktivitas baik dalam maupun luar tempat tinggal mereka dan sangat mungkin akan terjadi beberapa konflik yang menjadikan warga saling bertukar fikiran satu sama lain. Adanya interaksi dalam suatu masyarakat menggambarkan bahwa mereka akan saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan masing-masing. Kemudian dengan terjadinya inteaksi antara warga dengan kelompok warga lainnya akan menciptakan suasana kekeluargaan dan kehidupan sosial yang harmonis, (Warsito, 2012:122).

2) Adanya norma

(6)

3) Suatu kontinyuitas dalam waktu.

Perkembangan dalam proses sosial berlangsung bertahap dan terus menerus dari si anak dalam kandungan hingga mencapai kematangan. Perkembangan tersebut terjadi dalam kurun waktu tertentu sehingga terjadi kesinambungan antar proses suatu warga dengan warga lainnya. Dalam hal ini, perkembangan yang terjadi merupakan proses kehidupan suatu masyarakat yang pada hakekatnya meningkatkan daya fikir yang lebih tinggi. Manusia akan memperoleh perubahan dari hasil perkembangan yang terjadi dari waktu ke waktu yang tidak menentu. Setiap manusia yang hidup pastinya memiliki tujuan masing-masing sesuai dengan arah yang telah ditentukan, (Warsito, 2012:122).

4) Identitas sosial

Identitas adalah jati diri yang dimiliki seseorang yang ia peroleh sejak lahir hingga melalui proses interaksi yang dilakukannya setiap hari dalam kehidupannya. Dari interaksi tersebut kemudian membentuk suatu pola khusus yang mendefinisikan tentang orang tersebut. Identitas yang dimiliki seorang warga masyarakat menjadikan orang tersebut dapat dikenal dan diakui sebagai anggota dari kelompok masyarakat tersebut. Seseorang wajib memiliki identitas diri yang pada dasarnya memiliki tujuan agar ia lebih mudah berinteraksi dengan warga lainnya. Jika tiap warga tidak memiliki identitas diri maka tidak akan tercipta suatu proses sosial pada umumnya, kehidupan mereka akan penuh dengan sejumlah pertanyaan yang menjadikan kelompok warga menjadi tidak menentu tujuan hidupnya, (Warsito, 2012:122).

(7)

manusia dan harus banyak jumlahnya, 2) Telah berjalan dalam waktu yang lama dan bertempat tinggal dalam daerah tertentu, 3) Adanya aturan (undang-undang) yang mengatur mereka bersama untuk maju dan mencapai satu cita-cita yang sama. Kemudian menurut Horton dan Hunt (dalam Setiadi, dkk. 2006:82), ciri-ciri masyarakat yaitu: 1) Kelompok manusia, 2) Memiliki kebebasan yang bersifat kekal, 3) Menempati suatu kawasan, 4) Memiliki kebudayaan, 5) Memiliki hubungan dalam kelompok yang bersangkutan. Adapun ulasannya sebagai berikut:

3) Kelompok manusia

Kelompok sosial terbentuk setelah diantara individu yang satu dan individu yang lain bertemu. Pertemuan antar individu yang menghasilkan kelompok sosial haruslah berupa proses interaksi, seperti adanya kontak, komunikasi, kerjasama, akomodasi, asimilasi dan akulturasi untuk mencapai tujuan bersama bahkan mungkin mengadakan persaingan, pertikaian dan konflik. Interaksi inilah yang nantinya akan membentuk suatu kelompok yang saling membutuhkan satu sama lain. Dalam hal ini setiap warga masyarakat mempunyai karakter yang berbeda. Karakter tersebut yang menggambarkan bahwa suatu kehidupan yang terdiri dari beberapa masyarakat tidak akan mudah untuk dijalankan berdasarkan keinginan masing-masing orang, (Setiadi, dkk. 2006:82).

4) Memiliki kebebasan yang bersifat kekal

(8)

memutuskan suatu hal dari banyak pilihan-pilihan dan peristiwa yang terjadi dalam hidup. Setiap orang memiliki kehendak dan kebebasan dalam menentukan suatu pilihan sehingga terlihat bahwa tujuan setiap manusia memang sangat beragam. Kebebasan tersebut bukan berarti mereka semena-mena dalam melakukan sesuatu namun harus disesuaikan dengan aturan yang berlaku, (Setiadi, dkk. 2006:82).

5) Menempati suatu kawasan

Kawasan merupakan tempat yang mempunyai ciri serta mempunyai kekhususan untuk menampung kegiatan manusia berdasarkan kebutuhan yang dimilikinya. Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan di dalam memilih sebuah tempat yang sesuai dengan keinginan dan kepantasannya untuk ditempati. Sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya yaitu tempat itu cukup nyaman dari segi lingkungannya, cukup mudah dalam pencapaiannya dan tempat itu tidak terlalu kotor apabila akan dijadikan tempat untuk tinggal. Suatu kawasan merupakan sandaran kehidupan seorang manusia dalam hidup, ketika mereka tidak memiliki kawasan yang dapat dijadikan suatu tempat tinggal akan menyusahkan mereka dalam berinteraksi dengan masyarakat lainnya, (Setiadi, dkk. 2006:82).

6) Memiliki kebudayaan

(9)

pergaulan dalam masyarakat yang berarti juga membentuk kepribadian dan pola pikir masyarakat tertentu. Budaya mencakup perbuatan atau aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh suatu individu maupun masyarakat, pola berpikir mereka, kepercayaan, dan ideologi yang mereka anut hal ini terjadi dikarenakan prinsip hidup mereka yang beragam. Kebudayaan dalam hal ini, sudah sangat melekat di dalam kehidupan masyarakat desa yang memiliki kewenangan di dalamya, (Setiadi, dkk. 2006:82).

7) Memiliki hubungan dalam kelompok yang bersangkutan

Aspek individu, keluarga, masyarakat adalah aspek-aspek sosial yang tidak bisa dipisahkan karena tidak akan pernah ada keluarga dan masyarakat apabila tidak ada individu. Sementara di pihak lain untuk mengembangkan eksistensinya sebagai manusia, maka individu membutuhkan keluarga dan masyarakat. Dimana hal tersebut merupakan media dimana individu dapat mengekspresikan aspek sosialnya serta menumbuhkembangkan perilakunya. Tidak dapat dipungkiri bahwa perilaku sosial suatu individu tersebut bergantung dari keluarga dan masyarakat disekitarnya. Dalam hal ini perilaku dari setiap warga menjadikan gambaran bagaimana mereka hidup dalam suatu kawasan yang di dalamnya terdapat adat dan kebudayaan yang mereka percayai, (Setiadi, dkk. 2006:82).

(10)

atau undang-undang yang bertujuan untuk mengatur segala perilaku yang dilakukan oleh setiap warga masyarakat, dan 5) Memiliki kebudayaan yang di dalamnya terdapat kepercayaan antar warga masyarakat dan bertujuan sebagai pedoman dalam melakukan sesuatu.

3. Kehidupan Sosial Masyarakat

Manusia adalah makhluk sosial. Ungkapan ini berarti manusia harus hidup berkelompok atau bermasyarakat. Mereka tidak dapat hidup dengan baik jika tidak berada dalam kelompok atau masyarakat. Dengan kata lain untuk hidup secara memadai dia harus berhubungan dengan orang lain. Masing-masing manusia (orang) saling membutuhkan pertolongan sesamanya. Di dalam hubungan antara manusia dengan manusia lain yang paling penting terjadi adalah suatu reaksi yang menyebabkan munculnya berbagai tindakan. Reaksi itu disebut dengan proses sosial. Proses sosial itu terjadi disebabkan dalam tiap-tiap diri manusia. Permasalahan yang berkaitan dengan masyarakat dengan sendirinya lebih beragam sekaligus lebih kompleks.

(11)

begitu kehidupan sosial akan berjalan dengan semestinya seperti yang diharapkan oleh masing-masing anggota kelompok masyarakat.

Kemudian menurut Turner (2012:xxvi), kehidupan sosial merupakan segala upaya untuk memahami watak dan sifat masyarakat dan bagaimana masyarakat itu bekerja. Di dalam teori sosial memiliki arti yaitu usaha untuk mencoba menjelaskan fakta-fakta dunia fisik dengan menggunakan hukum-hukum ilmu alam yang terus berkembang dan mencakup dari upaya yang dilakukan oleh ilmu-ilmu sosial. Jadi, di dalam suatu kehidupan sosial tidak jauh dari segala konflik yang terjadi ditengah-tengah warga masyarakat. Hal ini dikarenkan adanya perbedaan watak dan perilaku yang dilakukan oleh warga tersebut. Dengan adanya perbedaan tesebut di dalam kehidupan sosial terdapat undang-undang yang mengatur segala perilaku manusia dan dapat dijadikan sebagai pedoman agar tidak terjadi perpecahan di dalam kehidupan sosial tersebut.

(12)

mencapai tujuan masing-masing.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan kehidupan sosial adalah proses dimana seseorang berhubungan dengan orang lain untuk mengetahui watak dan sifat serta kebiasaan yang dilakukan masing-masing orang. Antara kelompok orang dengan kelompok lain mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling bergantung satu sama lain. Hubungan tersebut menggambarkan bahwa setiap manusia tidak akan terlepas dari bantuan orang lain. Kehidupan sosial juga dapat dikatakan proses dimana suatu kebersamaan terjalin menjadi satu yang di dalamnya memiliki tujuan masing-masing untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Proses tersebut terjadi dikarenakan adanya suatu tindakan yang dilakukan dengan berbagai cara dalam mewujudkannya.

4. Kehidupan Sosial Masyarakat Desa

(13)

a. Pengertian Masyarakat Desa

Menurut Egon E. Bergel (dalam Raharjo, 2004: 29), desa bisa dikatakan sebagai “setiap pemukiman para petani (peasants)”. Faktor pertanian bukanlah ciri yang selalu harus terletak pada setiap desa. Ciri utama yang terletak pada desa adalah fungsinya sebagai tempat tinggal (menetap) dari suatu kelompok masyarakat yang relatif kecil atau dengan perkataan lain suatu desa ditandai oleh keterikatan warganya terhadap kehidupan mereka. Keterikatan terhadap wilayah ini disamping terutama untuk tempat tinggal juga untuk menyangga kehidupan mereka. Kemudian menurut Soekanto (2002:153), masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan masyarakat desa biasanya berkelompok atas dasar kekeluargaan. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng, tukang bata, tukang membuat gula dan bahkan tukang catut.

(14)

erat dan mendalam antar sesama warganya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar kekeluargaan. Hal ini dapat di jelaskan dalam Undang-undang tentang desa No 6 pasal 1 ayat 9 Tahun 2014 yang berbunyi: Kawasan pedesaaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat dikatakan bahwa masyarakat desa merupakan suatu kumpulan orang yang saling berinteraksi antar sesama warganya. Mereka hidup di lingkungan yang khas dan alami yang memiliki kewenangan dalam meskipun tidak semua kebutuhan ekonomi mereka dapatkan dari bertani atau berkebun. Di dalam suatu masyarakat desa, rasa kekeluargaan sangat mereka utamakan sehingga di dalam masyarakat desa sering mengadakan perkumpulan antar warga masyarakat sekitar. Perkumpulan tersebut bertujuan agar ikatan yang terjalin di dalam suatu hubungan antar sesama warga masyarakat dapat mereka pertahankan.

b. Ciri-Ciri Kehidupan Masyarakat Desa

(15)

mengenai ciri-ciri kehidupan masyarakat desa dari berbagai pendapat yaitu sebagai berikut:

Menurut Setiadi, dkk (2006:80) masyarakat pedesaan mempunyai beberapa ciri-ciri yaitu: 1) Kumpulan orang, 2) Sudah terbentuk dengan lama, 3) Sudah memiliki system social atau struktur sosial tersendiri, 4) Memiliki kepercayaan, sikap, dan perilaku yang dimiliki bersama. Sajogyo, dkk (2002:24-32), ciri-ciri kehidupan masyarakat pedesaan ialah: 1) Konflik dan persaingan, 2) Kegiatan bekerja, 3) Sistem tolong menolong, 4) Gotong royong, 6) Jiwa gotong royong, 7) Musyawarah, dan 8) Jiwa musyawarah. Kemudian menurut Hartomo (2008:246-248) ciri-ciri yang terdapat di dalam kehidupan masyarakat desa atau pedesaan yaitu: 1) Homogenitas sosial, 2) Hubungan primer, 3) Kontrol sosial kuat, 4) Gotong-royong, 5) Ikatan sosial, 6) Magis religius, 7) Mata pencaharian di bidang agraris. Adapun ulasannya sebagai berikut:

2) Homogenitas Sosial

(16)

Sementara itu menurut Soelaeman (2008:134), Homogenitas atau persamaan dalam ciri-ciri sosial dan psikologi, bahasa, kepercayaan, adat isiadat dan perilaku sering nampak pada masyarakat pedesaan bila dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. Dalam hal ini seluruh kampung-kampung atau bagian dari suatu masyarakat desa mengenai minat dan pekerjaannya hampir sama sehingga kontak tatap muka lebih sering. Dengan adanya hal tersebut memudahkan setiap warga masyarakat dalam berinteraksi dengan orang lain. Interaksi tersebut yang menjadikan adanya suatu perasaan bahwa setiap warga pastinya saling membutuhkan satu sama lain. Hubungan yang terlihat lebih dekat ini menjadikan salah alat dalam mempererat rasa kekeluargaan satu sama lain.

3) Hubungan Primer

Masyarakat desa hubungan kekeluargaan dilakukan secara akrab, semua kegiatan dilakukan secara musyawarah, mulai dari masalah-masalah umum atau masalah bersama sampai masalah pribadi. Dalam kehidupan masyarakat desa, mereka sangat mengutamakan kepentingan bersama dibandingkan kepentingan pribadi. Hal ini dikarenakan rasa solidaritas mereka yang sangat tinggi sehingga membuat ikatan sosial mereka sangat dekat. Hubungan yang begitu dekat ini salah satu cara yang dapat mengeratkan persaudaraan diantara mereka sehingga kehidupan terasa lebih nyaman dan tentram. Mereka tidak pilah-pilih dalam pergaulan atau memandang latar belakang dari kehidupan antar warga masyarakat lainnya, (Hartomo, 2008:247).

(17)

Masyarakat pedesaan sangat intim dan diutamakan sehingga setiap anggota masyarakatnya saling mengetahui masalah yang dihadapi anggota yang lain. Ketika terdapat salah satu warganya yang kesusahan, warga lainnya akan senantiasa membantu dengan sepenuh hati tanpa mengharapkan imbalan apapun. Kepedulian yang dimiliki oleh warga desa ini mencerminkan bahwa diantara mereka memiliki ikatan persaudaraan yang sangat tinggi. Saling tolong menolong merupakan kewajiban yang harus mereka tanam secara mendalam sehingga bisa dilihat di dalam kehidupan masyarakat desa sangat jarang terjadi konflik. Berdasarkan hal tersebut dapat dicerminkan bahwa kontrol sosial yang dimiliki oleh warga desa sangat tinggi, (Hartomo, 2008:247).

5) Gotong-Royong

Nilai-nilai gotong-royong pada masyarakat pedesaan tumbuh dengan subur dan membudaya. Semua masalah kehidupan dilaksanakan secara gotong-royong, baik dalam arti gotong-royong murni maupun gotong-royong timbal balik. Gotong royong biasanya dilakukan atas dasar keinginan dari masing-masing warga masyarakat. Setiap warga masyarakat akan membantu suatu pekerjaan tersebut dengan sukarela dan tanpa mengharapkan imbalan apapun. Pekerjaaan tersebut dilakukan secara bersama-sama dalam memperoleh tujuan yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh tiap-tiap masyarakat. Dalam hal ini gotong royong juga dapat dikatakan sebagai alat persatuan yang dapat mempererat antara warga dengan kelompok warga masyarakat lainnya , (Hartomo, 2008:247).

(18)

sosial, baik yang berdasarkan hubungan tetangga ataupun hubungan kekerabatan ata lain-lain. Hubungan yang berdasarkan efisiensi dan sifat praktis ada pula aktivitas-aktivitas beekerjasama yang lain yang secara populer biasanya juga diebut gotong royong. Hal itu adalah aktivitas bekerjasama antara sejumlah besar warga desa untuk menyelesaikan suatu proyek tertentu yang dianggap berguna bagi kepentingan umum.

6) Ikatan Sosial

Setiap anggota masyarakat desa diikat dengan nilai-nilai adat dan kebudayaan secara ketat. Oleh karena itu setiap anggota harus patuh dan taat melaksanakan aturan yang ditentukan. Lebih-lebih bagi anggota yang baru datang, ia akan diakui menjadi anggota masyarakat tersebut atau ikatan sosial tersebut. Kebudayaan yang sudah turun temurun tersebut merupakan kepercayaan yang dimiliki oleh setiap masyarakat. Dalam hal ini, menjadikan pola pikir masyarakat menjadi irasional dan berbeda. Mereka akan melakukan segala macam cara untuk mengabdikan dirinya pada kepercayaan tersebut, (Hartomo, 2008:247).

7) Magis Religius

(19)

hidupnya terdapat aturan sebagai alat untuk menentukan jalan hidupnya, (Hartomo, 2008:248).

8) Mata Pencaharian di Bidang Agraris

Pada suatu masyarakat desa, kegiatan produksi dilakukan dengan cara mengolah sumber daya alam terlebih dahulu sehingga menghasilkan barang baru. Misalnya mengolah tanah pertanian, membuat perkebunan kelapa sawit, dan pemeliharaan ikan bandeng. Masyarakat desa, pada umumnya memenuhi kebutuhan ekonomi mereka dengan memanfaatkan hasil pertanian atau alam yang tumbuh di daerah mereka. Mereka berusaha menjaga dan merawat tumbuhan atau tanaman yang tumbuh disekitar tempat tinggal mereka dengan harapan hasilnya dapat dimanfaatkan di kehidupan yang akan datang. Kebutuhan yang setiap hari-harinya selalu bertambah menjadikan setiap masyarakat harus mempunyai strategi dalam menjaga lahan yang mereka miliki tersebut, (Hartomo, 2008:248).

(20)

Dengan adanya berbagai macam ciri-ciri yang nampak dalam kehidupan masyarakat desa. Hal tersebut mencerminkan bahwa masyarakat yang tinggal di dalam kawasandesa tentunya memiliki beragam ciri-ciri atau kebiasaan-kebiasaan yang terjadi di dalam kehidupan mereka. Ciri-ciri tersebut merupakan kekhasan mereka dalam kehidupan di lingkungan masing-masing. Kemudian dalam hal ini, Sugihen (1997:73), mengungkapka bahwa ciri-ciri kehidupan yang terdapat di dalam masyarakat desa adalah : 1) Terdiri dari kelompok rumah, 2) Terdapat lahan pertanian, 3) Lahan usaha tani terpisah dari pemukiman warga, 4) Terdapat padang penggembalaan. Adapun ulsannya sebagai berikut:

1) Terdiri dari kelompok rumah

Rumah merupakan suatu tempat yang dijadikan sebagai tempat tinggal untuk melakukan segala aktivitas atau hal-hal lain. Tempat yang tentram, damai, dan menyenangkan bagi penghuni yang menempati kawasan tersebut. Setiap masyarakat biasanya mengutamakan situasi dan suasana dari pada kondisi dan keadaan fisik rumah itu sendiri. Hal ini dilakukan agar mereka lebih mudah dan nyaman dalam berinteraksi dengan anggota kelompok lain. Selain itu juga untuk mencari kenyamanan tersendiri agar tercipta rumah yang sehat dan alami, (Sugihen, 1997:73).

(21)

2) Terdapat lahan pertanian

Lahan pertanian adalah lahan yang ditujukan atau cocok untuk dijadikan lahan usaha tani untuk memproduksi tanaman pertanian maupun hewan ternak. Lahan pertanian merupakan salah satu sumber daya utama pada usaha pertanian. Masyarakat akan senantiasa melakukan berbagai cara agar lahan tersebut dapat berguna dan bermanfaat. Salah satu manfaatnya yaitu dengan menanam berbagai macam tumbuhan pangan atau obat-obatan yang nantinya hasil dari tumbuhan tersebut dapat dinikmati. Hasil yang memuaskan juga tidak lain dari usaha masyarakat desa dalam memperkaya tumbuhan tersebut dengan menjaga dan melestarikannya, (Sugihen, 1997:73).

3) Lahan usaha tani terpisah dari pemukiman warga

(22)

4) Terdapat padang penggembalaan

Suatu pedesaan biasanya terdapat lahan yang ditumbuhi tanaman makanan ternak yang tersedia bagi ternak yang dapat memungutnya. Padang penggembalaan adalah tempat atau lahan yang ditanami rumput unggul dan jenis rumput yang digunakan untuk menggembalakan ternak. Adanya lahan yang dapat digunakan untuk penggembalaan ternak merupakan salah satu upaya demi mensejahterakan kehidupan ekonomi masyarakat. Mereka akan bekerja keras dan berusaha memanfaatkan lahan tersebut agar dapat berguna untuk kehidupannya. Hewan ternak yang mereka miliki akan lebih mudah dalam mencari makananya, sehingga setiap masyarakat tidak perlu susah payah untuk mencari jenis makanan yang dapat di makan oleh hewan ternak tersebut, (Sugihen, 1997:73).

Berdasarkan beberapa pendapat tentang ciri-ciri kehidupan masyarakat yang ada di dalam masyarakat desa diatas. Dalam hal ini peneliti dapat menyimpulkan bahwa ciri yang ada di dalam masyarakat desa menjadi tujuh jenis. Ketujuh ciri-ciri tersebut merupakan ciri-ciri-ciri-ciri yang telah ditemukan dalam cerpen yang akan di bahas dan dianalisis. Hasil dari analisis tersebut akan disesuaikan dengan kutipan-kutipan yang telah ditemukan dalam cerpen-cerpen yang akan dipakai. Berikut ini adalah ciri-ciri masyarakat desa yang telah ditemukan yaitu: 1) Hubungan primer, 2) Kontrol sosial kuat, 3) Gotong royong, 4) Mata pencaharian di bidang agraris, 5) Musyawarah 6) Terdapat lahan pertanian, dan 7) Magis religius.

5. Kehidupan Sosial Masyarakat Kota

(23)

perekonomian dan segala macam hal yang dapat dijadikan sebagai sumber penghidupan. Kepadatan penduduk pada masyarakat kota pada umumnya dapat dikatakan cukup tinggi sehingga perbedaan status sosial ekonomi maupun kultural dapat menimbulkan sifat individualisme. Masyarakat perkotaan secara sosial kehidupannya cendrung heterogen, individual dan karena persaingan yang tinggi, seringkali menimbulkan pertentangan atau konflik. Sifat kegotong royongan yang murni juga sudah sangat jarang dijumpai di dalam kota, hal ini dikarenakan kehidupan sosial warga masyarakat kota tidak membutuhkan orang lain dalam hidupnya.

a. Pengertian Masyarakat Kota

Menurut Hartomo (2008:228-229), kota merupakan pusat pendomisian yang bertingkat-tingkat sesuai dengan sistem administrasi negara yang bersangkutan. Kota juga merupakan pusat dari kegiatan-kegiatan kebudayaan, sosial, ekonomi, dan komunikasi. Dengan adanya sistem komunikasi dan transportasi yang baik tidaklah aneh jika kota tersebut merupakan jaringan ekonomi yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan kota itu sendiri bahkan negara pada umumnya. Maka dari itu kota letaknya strategis baik dari lalu lintas darat, laut, maupun udara dan akan berkembang dengan pesat. Dengan adanya hal tersebut banyak masyarakat yang mengatakan bahwa kota merupakan tempat yang memiliki banyak keunikan dan harapan.

(24)

masyarakat kota tidak terbatas pada aspek-aspek seperti pakaian, makanan dan perumahan tetapi mempuyai perhatian lebih luas lagi. Orang-orang kota sudah memandang penggunaan kebutuhan hidup artinya tidak hanya sekedar atau apa adanya. Kemudian Soekanto (2002:155) juga berpendapat bahwa masyarakat perkotaan atau urban comunity adalah masyarakat kota yang tidak tertentu jumlah penduduknya. Mayarakat yang saling membutuhkan pertolongan satu sama lain karena mereka adalah makhluk sosial yang memiliki banyak tujuan yang berbeda-beda.

Dari beberapa pengertian masyarakat kota diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat kota adalah suatu kehidupan masyarakat yang wilayahnya lebih luas dari kehidupan masyarakat di desa. Jumlah penduduknya tidak terbatas karena terdiri dari berbagai macam-macam suku dan berkumpul menjadi satu. Dengan begitu hasil mata pencaharian yang dimiliki penduduk kota juga bermacam-macam sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Keragaman dari berbagai masyarakat inilah yang menjadikan kota sangat terlihat sebagai tempat yang menguntungkan untuk sebagian orang. Maka dari itu kota menjadi kepercayaan masyarakat untuk bisa menjadikan kebutuhan ekonomi mereka terjamin dan terpenuhi.

b. Ciri-Ciri Masyarakat Kota

(25)

tersebut. Masyarakat pada umumnya memiliki peraturan yang membawa dan membantu seseorang dalam proses kehidupan sehari-harinya. Maka dari itu, setiap warganya memiliki ciri khas yang berbeda-beda dalam hal ini yang menjadikan mereka harus menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Berikut ini terdapat beberapa ciri-ciri yang menonjol pada masyarakat kota menurut beberapa pendapat sebagai berikut.

Menurut Soekanto (2002:156-157) ciri-ciri yang terdapat didalam masyarakat kota yaitu: 1) Kehidupan keagamaan berkurang, 2) Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri, 3) Pembagian kerja cepat, 4) Kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan lebih banyak, 5) Jalan pikiran rasional, 6) Jalan kehidupan yang cepat, 7) Perubahan sosial tampak dengan nyata. Kemudian menurut Hartomo (2001:233-235), ciri-ciri masyarakat perkotaan yaitu: 1) Heterogenitas sosial, 2) Hubungan sekunder, 3) Toleransi sosial, 4) Kontrol sekunder, 5) Mobilitas sosial tinggi, 6) Individual, 7) Ikatan sukarela, 8) Segregasi keruangan. Adapun ulasannya sebagai berikut:

1) Heterogenitas Sosial

(26)

yang tepat untuk melangsungkan kehidupannya. Selain itu mereka juga akan berusaha dalam mensejahterakan hidupnya dalam melakukan berbagai macam hal yang nantinya bermanfaat bagi kehidupannya, (Hartomo, 2001:233).

Sementara itu menurut Waluya (2007:13), penduduk indonesia yang terdiri atas berbagai suku bangsa,ras, agama dan budaya merupakan masyarakat heterogen atau disebut juga masyarakt majemuk. Jika diantara mereka ada yang merasa lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain. Hal ini mudah memicu konflik yang dapat mengakibatkan munculnya masalah sosial atau kegoncangan masyarakat. Keadaan yang demikian berakibat terjadinya perubahan-perubahan dalam masyarakat terutam dalam rangka mencapai suatu integrasi yang dapat diterima oleh berbagai pihak.

2) Hubungan Sekunder

Dalam masyarakat kota pergaulan dengan sesama anggota (orang lain) terbatas pada bidang tertentu. Pergaulan tersebut misalnya pada teman kerja, teman seagama, atau seorganisasi yang lain. Hal ini terjadi karena faktor kesibukan masing-masing orang menjadikan hubungan mereka kurang dekat dan terlihat jauh. Disamping itu, kehidupan masyarakat kota pada umumnya hanya mementingkan kepentingan diri sendiri dan sangat individual. Hal tersebut menjadikan interaksi sosial jarang sekali terlihat sehingga mereka membatasi pergaulan dengan anggota kelompok masyarakat tertentu, (Hartomo, 2001:233).

3) Toleransi Sosial

(27)

Kesibukan masing-masing warga kota dalam tempo yang cukup tinggi dapat mengurangi perhatiannya kepada sesama. Toleransi merupakan suatu sikap atau perilaku manusia yang tidak menyimpang dari aturan, dimana seseorang menghargai atau menghormati setiap tindakan yang orang lain lakukan. Sikap toleransi sangat perlu dikembangkan karena manusia adalah makhluk sosial dan akan menciptakan adanya kerukunan hidup. Dengan adanya sikap tersebut diharapkan tidak akan terjadi perpecahan antara kehidupan seseorang dengan orang lain, karena antara mereka sama-sama mengetahui apa yang akan dilakukan, (Hartomo, 2001:233).

Sementara itu menurut Waluya (2007:13), pada umumnya masyarakat tidak kaku dalam menghadapi norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat itu sendiri terutama norma yang tidak tertulis. Apabila terjadi suatu perilaku yang berbeda dalam suatu masyarakat namun tidak keluar dari persoalan yang dapat mengarah pada aspek-aspek negatif seperti konflik sosial. sikap tidak mempersoalkan perilaku tersebu merupakan bagian dari sikap toleransi terhadap orang lain. Contohnya di perkotaan secara umum dihuni oleh warga yang sangat heterogen. salah satu heterogenitasnya dalam bahasa. Terkadang bahasa yang digunakan antara masyarakt memiliki nilai yang berbeda. satu piha menilai bahasanya sebagai halus dan sopan. namun pihak lain menilai sebaliknya. Disinilah sangat dibutuhkan sikap toleransi.

4) Kontrol Sekunder

(28)

dan lain-lain anggota masyarakat yang lain tidak mau mengerti. Kurangnya kontrol sosial yang terdapat di dalam kehidupan masyarakat kota sering menghadirkan beberapa konflik yang tidak mudah terpecahkan. Pada umumnya anggota masyarakat kota hanya mementingkan kepentingan diri sendiri dibandingkan kepentingan umum. Maka dari itu, hidup di kota harus siap menanggung resiko sendiri tanpa bergantung pada orang lain, (Hartomo, 2001:234).

5) Mobilitas Sosial Tinggi

Di kota sangat mudah sekali terjadi perubahan maupun perpindahan status, tugas maupun tempat tinggal. Terjadinya mobilitas sosial berkaitan dengan hal-hal yang dianggap berharga dalam masyarakat. Oleh karena itu, kepemilikan atas hal-hal tersebut akan menjadikan seseorang menempati posisi atau kedudukan yang lebih tinggi. Perpindahan status atau tempat tinggal biasanya dilakukan seseorang untuk mencapai apa yang diinginkan serta meningkatkan daya kinerja yang lebih baik. Mereka rela meluangkan waktu dan tenaga demi hasil yang memuaskan sehingga tergambar terjaminnya suatu kehidupan yang dilakukannya. Hal tersebut bisa saja terjadi karena faktor pekerjaan yang menjadikan mereka harus keluar dari tempat tinggalnya untuk sementara, (Hartomo, 2001:234).

(29)

organisasi-organisasi dan tingginya diferensiasi sosial. Maka mobilitas sering terjadi di kota dibandingkan di daerah pedesaan.

6) Individual

Akibat hubungan sekunder maupun kontrol sekunder, kehidupan masyarakat di kota menjadi individual. Apa yang mereka inginkan dan rasakan harus mereka rencana dan laksanakan sendiri tanpa bantuan dari siapapun. Pergaulan tatap muka secara langsung dan dalam ukuran waktu yang lama sudah jarang terjadi, karena komunikasi lewat telepon sudah menjadi alat penghubung yang bukan lagi merupakan suatu kemewahan. Selain itu karena tingkat pendidikan warga kota sudah cukup tinggi, maka segala persoalan diusahakan diselesaikan secara perorangan atau pribadi tanpa meminta pertimbangan keluarga lain. Dengan adanya hal tersebut menjadikan ineraksi yang terjadi dalam masyarakat kota jarang sekali terlihat adanya suatu kebersamaan, (Hartomo, 2001:234).

7) Ikatan Sukarela

(30)

kota setiap warganya sangat mementingkan kegiatan organisasi yang mereka miliki, (Hartomo, 2001:234).

8) Segregasi Keruangan

Segregasi keruang merupakan suatu pemisahan yang dapat menimbulkan perpindahan kelompok-kelompok atau kompleks tertentu. Hal ini terjadi akibat dari heterogenitas sosial dan kompetisi ruang berdasarkan pada kehidupan sosial, ekonomi, ras, agama, suku bangsa dan sebagainya. Masyarakat kota terdiri dari berbagai kumpulan orang yang mempunyai latar belakang yang berbeda sehingga membentuk suatu komunitas yang kompleks. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan cara untuk dapat memisahkan golongan-golongan yang sesuai dengan latar belakang kehidupannya. Dengan cara tersebut memudahkan setiap masyarakat dalam berinteraksi sesuai dengan golongan masing-masing setiap masyarakatnya, (Hartomo, 2001:235).

Kemudian ciri-ciri selanjutnya yang terdapat di dalam masyarakat kota menurut Ahira (2013) adalah: 1) Individual, 2) Heterogen, 3) Daya saing tinggi, 4) Profesi beragam, 5) Materialistik. Adapun ulasannya sebagai berikut:

1) Individual

(31)

tersebut di dalam masyarakat kota kehidupannya tidak terlihat adanya suatu kebersamaan yang kuat diantara mereka, (Ahira, 2013).

2) Heterogen

Masyarakat kota terdiri dari beragam suku semuanya berkumpul di satu kota dengan tujuan beragam bekerja, kuliah, ikut saudara dan lain-lain. Keanekaragaman inilah yang membuat masyarakat kota menjadi unik dan terlihat menarik. Dengan berbagai perbedaan tujuan yang masyarakat inginkan menjadikan pesona kehidupan kota sangat diminati oleh beberapa khalayak. Kota merupakan pusat dimana seseorang dapat melakukan segala sesuatu di tempat itu sehingga banyak sekali warga desa yang berkunjung ke kota untuk merubah kehidupannya menjadi lebih baik. Dengan berbagai macam hal yang mereka lakukan terkadang apa yang mereka inginkan tidak sesuai dengan yang diharapkan, (Ahira, 2013).

3) Daya Saing Tinggi

(32)

4) Profesi Beragam

Di kota profesi penduduknya sangat beragam, tentunya profesi tersebut sesuai dengan keahlian masing-masing, misalnya buruh pabrik, karyawan, PNS, penulis, motivator, pengamen dan lain-lain. Berbeda dengan kehidupan di desa yang pada umumnya mereka berprofesi sebagai petani. Keanekaragaman profesi yang terdapat di dalam kota menjadikan kehidupan masyarakatnya lebih terjamin. Hasil yang mereka dapatkan juga sesuai dengan apa yang menjadi pekerjaannya. Rasa tanggung jawab yang dimiliki oleh anggota masyarakat juga harus lebih ditingkatkan lagi demi kelangsungan hidup mereka yang penuh dengan daya saing yang amat tinggi, (Ahira, 2013).

(33)

5) Materialistik

Sebagian masyarakat kota memang materialistik. Hal tersebut dipengaruhi tingkat persaingan yang tinggi dan untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan diperlukan pengorbanan yang besar. Sifat ini kadang membuat orang enggan melakukan sesuatu yang tidak ada nilai uangnya. Kehidupan masyarakat kota identik dengan hal-hal yang mewah dan berharga sehingga menjadikan mereka harus ekstra bekerja keras untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Dalam hal ini, mereka pun akan sangat berhati-hati dalam memilih sesuatu yang nantinya dapat merubah kehidupannya menjadi lebih baik, (Ahira, 2013).

Berdasarkan beberapa pendapat tentang ciri-ciri kehidupan masyarakat yang ada di dalam masyarakat kota diatas. Dalam hal ini peneliti dapat menyimpulkan bahwa ciri yang ada di dalam masyarakat kota menjadi tujuh jenis. Ketujuh ciri-ciri tersebut merupakan ciri-ciri-ciri-ciri yang telah ditemukan dalam cerpen yang akan di bahas dan dianalisis. Hasil dari analisis tersebut akan disesuaikan dengan kutipan-kutipan yang telah ditemukan dalam cerpen-cerpen yang akan dipakai. Berikut ini adalah ciri-ciri masyarakat kota yang telah ditemukan yaitu: 1) Hubungan sekunder, 2) Kontrol sosial longgar, 3) Individual, 4) Profesi beragam, 5) Pembagian kerja cepat, 6) Daya saing tinggi, dan 7) Mobilitas sosial tinggi.

C.Hubungan Realitas Sosial Masyarakat dengan Karya Sastra 1. Pengertian Sastra

(34)

musik, seni lukis, seni tari dan seni patung yang diciptakan untuk menyampaikan keindahan kepada penikmatnya atau pembaca (Kurniawan 2010:1). Menurut Suyitno (2009:18-19) menyatakan karya sastra adalah karangan imajinatif yang mengungkapkan lika-liku hidup manusia dan batinnya secara intens merasuk sukma, sublim menggunakan selektivitas bahasa yang etis, estetis, ekspresif, sugestif dengan memperhatikan nilai-nilai hidup. Kemudian menurut Pradopo (2010:121), karya sastra merupakan karya seni yang mempergunakan bahasa sebagai mediumnya. Bahan sastra adalah bahasa yang sudah berarti. Bahasa berkedudukan sebagai bahan dalam hubungannya dengan sastra, sudah mempunyai sistem konvensi sendiri maka disebut sistem semiotik tingkat pertama. Sastra yang mempunyai sistem dan konvensi sendiri mempergunakan bahasa disebut sistem semiotik tingkat kedua.

Selanjutnya menurut Faruk (2012:46), mengungkapkan bahwa karya sastra menjadi wacana yang tidak bertuan, tidak lagi mengacu pada intensi penulis sebagai produsennya, tidak diarahkan pada orang atau kelompok orang tertentu yang ada dalam situasi dan kondisi produksinya, dan tidak pula mengacu kepada kenyataan atau objek-objek yang ada di sekitar waktu produksi karya sastra tersebut. Sebagai tulisan, karya sastra menjadi sesuatu yang mengambang bebas yang dapat terarah kepada siapa saja dan mengacu pada apa saja yang ada dalam berbagai kemungkinan ruang dan waktu. Karya sastra dapat dibawa ke dalam keterkaitan yang kuat dengan dunia sosial tertentu yang nyata yaitu lingkungan sosial tempat dan waktu bahasa yang digunakan oleh karya sastra itu hidup dan berlaku.

(35)

Kemudian bahasa dalam karya sastra merupakan medium yang digunakan pengarang dan mengandung pesan untuk disampaikan kepada para pembaca. Dalam hal ini sastra juga mampu mengarahkan atau mendidik pembaca karena nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang terkandung di dalamnya. Maka dari itu sastra sangat penting kehadirannya untuk kehidupan masyarakat yang manfaatnya dapat diterapkan dalam kehidupan nyata.

2. Hubungan Antara Masyarakat dengan Sastra

Menurut Damono (dalam Jabrohim, 2001:167) sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dalam hal ini, kehidupan mencakup hubungan antar masyarakat, antara masyarakat dengan orang-seorang termasuk penyair, antar manusia, dan antar peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang. Bagaimanapun, peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang yang sering menjadi subject matter karya sastra, adalah refleksi hubungan seseorang dengan orang lain atau dengan masyarakat. Suyitno (2009:5), juga berpendapat masyarakat sastra yang dimaksudkan adalah semua orang yang terlibat dalam hal kesusastraan, yaitu orang-orang yang terlibat di dalam pengembangan kesusastraan, memanfaatkan kesusastraan dan menikmati kesusastraan. Jadi masyarakat sastra adalah orang-orang yang berhubungan dalam tiga bidang yaitu: 1) Para ahli sastra yang bergerak di dalam ilmu sastra, 2) Para pencipta sastra yaitu sastrawan, dan 3) Para penikmat sastra yaitu para pembaca yang menikmati serta menghayati karya sastra.

(36)

diteliti dalam kaitannya dengan masyarakat, sebagai berikut: 1) Karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh penyalin, sedangkan ketiga subjek tersebut adalah anggota masyarakat, 2) Karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat yang pada gilirannya juga difungsikan oleh masyarakat, 3) Medium karya sastra baik lisan maupun tulisan dipinjam melalui kompetensi masyarakat yang dengan sendirinya telah mengandung masalah-masalah kemasyarakatan, 4) Berbeda dengan ilmu pengetahuan agama, adat-istiadat, dan tradisi yang lain, dalam karya sastra terkandung estetika, etika, bahkan juga logika. Masyarakat jelas akan sangat berkepentingan terhadap ketiga aspek tersebut, 5) Sama dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikat intersubjektivitas, masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu karya.

Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa karya sastra lahir dalam masyarakat dan merupakan gambaran atau potret kehidupan yang mencakup hubungan antar masyarakat. Seorang pengarang yang merupakan anggota masyarakat menciptakan sebuah karya bukan untuk dibaca sendiri melainkan terdapat ide, gagasan, pengalaman, dan amanat yang ingin disampaikan kepada pembaca. Dengan harapan, apa yang disampaikan itu menjadi masukan sehingga pembaca dapat mengambil kesimpulan dan menginterpretasikannya sebagai sesuatu yang dapat berguna bagi perkembangan hidupnya. Hal ini membuktikan bahwa karya sastra juga tidak terlepas dari sosial budaya dan kehidupan masyakarat yang digambarkannya.

(37)

mengenai potret kehidupan masyarakat baik dalam desa maupun kota yang dituangkan kedalam sebuah karya sastra. Dari hasil imajinasinya tersebut, nantinya seorang pengarang akan mengungkapkan berbagai macam gambaran kehidupan nyata. Melalui jalan cerita yang diperankan melalui tokoh-tokoh yang sudah ditentukan, akan mengungkapkan berbagai macam konflik yang bermacam-macam. Dibalik semua itu terdapat pesan-pesan yang terkandung di dalamnya yang dapat dijadikan sebagai bahan perenungan untuk para pembaca.

D. Pembelajaran Sastra

Menurut Sudjana (2008:41), pelaksanaan kurikulum pada hakikatnya mewujudkan program pendidikan agar berfungsi mempengaruhi anak didik atau siswa menuju tercapainya tujuan pendidikan. Bagaimanapun baiknya program pendidikan (kurikulum) tanpa dapat diwujudkan dan diupayakan mempengaruhi pribadi anak didik, maka nilai-nilai yang terkandung di dalamnya akan sia-sia. Salah satu wujud nyata dari pelaksanaan kurikulum adalah proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar merupakan kegiatan nyata yang mempengaruhi anak didik dalam satu situasi yang memungkinkan terjadinya interaksi antara guru dan siswa, siswa dan siswa atau siswa dan lingkungan belajarnya. Oleh sebab itu fungsi kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan esensinya ada dalam proses belajar mengajar.

(38)

apresiasi prosa fiksi, idealnya siswa dapat mengindra atau merasakan kehadiran pelaku, peristiwa, suasana dan gambaran objek secara imajinatif dari prosa fiksi yang telah dibacanya. Lebih dari itu, apresiasi prosa fiksi harus mencakup tanggapan emosional pada isi cerita, tanggapan pada pelaku atau peristiwa, dan perasaan siswa dalam merasakan atau menikmati gaya bahasa pengarang cerita. Kesimpulannya bahwa kegiatan apresiasi sastra prosa fiksi sebagai suatu proses melibatkan 3 aspek, yakni: (1) aspek kognitif, (2) aspek emotif, (3) aspek evaluative, (Djuanda dan Iswara, 2006:157).

Menurut Nurgiyantoro (2001:323-324), pemberian tugas-tugas kesastraan kepada siswa hendaknya juga jauh lebih kompleks. Bahkan tugas-tugas yang sederhana yang hanya melibatkan kegiatan mengingat haruslah lebih dikurangi. Tugas-tugas yang diberikan hendaklah sudah lebih ditekankan pada tugas yang menuntut aktivitas mental yang lebih tinggi, sikap kritis dalam membaca karya sastra, menganalisis karya sastra seperti menemukan tema, mencari kaitan antara peristiwa, konflik, gaya bahasa, dan lain-lain. Pemberian tugas yang bersifat lebih mengaktifkan siswa akan jauh lebih bermakna dari pada sekedar tugas menghafal. Tes atau tugas kesastraan pada tingkat analisis, disamping menuntut siswa untuk benar-benar membaca karya sastra tertentu, siswa diharapkan mampu untuk melakukan kerja analisis terhadapnya. Aktivitas membaca karya sastra tidak sekedar mengetahui isi cerita saja jika berupa fiksi, melainkan harus disertai dengan sikap kritis, baik berupa unsur-unsur yang mendukung, maupun karya sastra sebagai suatu keseluruhan.

(39)

mandiri. Sampai kini sastra diajarkan sebagai tambahan dalam mengajarkan bahasa Indonesia. Berdasarkan kenyataan di lapangan tidak semua guru bahasa Indonesia mampu menyajikan pengajaran apresiasi sastra dengan baik. Guru yang mahir mengajarkan bahasa Indonesia belum tentu mampu memikat saat mengajar sastra. Oleh karena itu, guru harus lebih mahir lagi dalam mengajarkan sastra sehingga ilmu-ilmu yang ada didalam sebuah karya sastra dapat diterima siswa untuk selanjutnya diaplikasikan peserta didik dalam dunia nyata. Pengajaran sastra diharapkan dapat mengarahkan siswa dalam mengambil nilai-nilai karakter karena pada hakekatnya pembelajarn apreisiasi sastra Indonesia adalah memperkenalkan kepada siswa nilai-nilai yang dikandung karya sastra dan mengajak siswa menghayati pengalaman-pengalaman yang disajikan.

Kemudian untuk mencapai suatu pembelajaran sastra dibutuhkan bahan ajar yang sesuai dengan bahasa, psikologi dan latar belakang budaya. Bahan tersebut sangat penting dalam tercapainya tujuan pembelajaran, maka dari itu setiap guru harus mampu mencari bahan yang cocok dan di dalamnya mengandung tiga aspek tersebut. Dalam sebuah proses pembelajaran sastra harus disesuaikan dengan kurikulum yang sudah ditentukan. Sehubungan dengan kurikulum 2013 kementrian pendidikan dan kebudayaan republik Indonesia menetapkan kompetensi inti dan kompetensi dasar mengenai pembelajaran sastra di sekolah menengah atas kelas XI semester 1. Berikut ini adalah kompetensi inti dan kompetensi dasar yang dapat digunakan untuk mengajar materi pembelajaran sastra tentang analisis teks cerpen dalam hal ini berhubungan dengan potret kehidupan masyarakat desa dan kota:

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

3. Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan

(40)

metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

film/drama baik melalui lisan maupun tulisan.

Dengan membaca dan mempelajari karya sastra prosa seperti novel atau cerpen, akan melatih siswa dalam memahami isi cerita berdasarkan logika atau daya pikir mereka. Untuk mencapai tujuan dari pembelajaran karya sastra, para siswa harus banyak membaca karya sastra dan juga harus memiliki pengetahuan bagaimana cara menghargai hasil-hasil karya sastra terutama hasil karya sastra bangsa Indonesia sendiri. Dalam hal ini, karya sastra berperan untuk memperhalus jiwa dan memberikan motivasi kepada masyarakat untuk berpikir dan berbuat demi pengembangan dirinya dan masyarakat, serta mendorong munculnya kepedulian, keterbukaan, dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Sastra mendorong orang untuk menerapkan moral yang baik dalam kehidupan dan menyadarkan manusia akan tugas dan kewajibannya sebagai makhluk Tuhannya.

(41)

tingkat kematangan suatu bahan tersebut yang akan digunakan. Dalam hal ini terdapat tiga aspek bahan pengajaran sastra yaitu pertama dari sudut bahasa, kedua dari segi kematangan jiwa (psikologi), dan yang terakhir dari latar belakang budaya para siswa. Berikut adalah pemaparannya:

1. Bahasa

(42)

merupakan sarana pembentukan kemampuan berpikir manusia. Setiap teks memiliki struktur tersendiri yang berbeda dengan teks lainnya. Dalam setiap setiap teks tersebut terdapat struktur berpikir yang harus dipahami agar fungsi sosial masing-masing teks tersebut dapat tercapai, (Hoesnaeni:2013).

2. Psikologi

Perkembangan psikologis dari taraf anak menuju kedewasaan ini melewati tahap-tahap tertentu yang cukup jelas untuk dipelajari. Dalam memilih bahan pengajaran sastra, tahap-tahap perkembangan psikologis ini hendaknya diperhatikan karena tahap-tahap ini sangat besar pengaruhnya terhadap minat dan keengganan anak didik dalam banyak hal. Tahap perkembangan psikologis ini juga sangat besar pengaruhnya terhadap daya ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama dan kemungkinan pemahaman situasi atau pemecahan problem yang dihadapi, (Rahmanto, 1993:28). Hubungan psikologis atau aspek pembentukan sikap menurut kurikulum 2013 merupakan aspek untuk menunjuk pada kenyataan bahwa siswa pada umumnya memiliki taraf perkembangan yang berbeda yang menurut materi berbeda pula. Selain itu aspek psikologis juga menunjuk pada kenyataan bahwa proses belajar itu sendiri mengandung variasi, seperti belajar ketrampilan motorik, belajar konsep, belajar sikap dan seterusnya (Mulyasa, 2013:100).

3. Latar Belakang Budaya

(43)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan mendapatkan kondisi optimum fermentasi molase oleh S cerevisiae yang meliputi parameter pH dan konsentrasi molase pada suhu 31ºC.. Penelitian ini

Classification of m-learning from a technological point of teaching based on the following key indicators: (i) support or synchronous and asynchronous learning, (ii)

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas anugerah dan kasih karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi yang berjudul “Karakteristik Fisikokimia

Tingkat kedisiplinan para siswa kelas VIII SMP Joanness Bosco Yogyakarta dalam mengikuti kegiatan akademik di sekolah dalam tiap aspek, adalah sebagai berikut: (1) Aspek

Hipotesis yang diajukan peneliti dalam penelitian ini adalah ada perbedaan kematangan cinta antara pria dan wanita usia dewasa awal.. Uji statistik yang digunakan untuk

The Influence of the Seven Principles of Bushido on Totto-chan’s Personality, in Tetsuko Kuroyanagi’s Totto-chan: the Little Girl at the Window.. Yogyakarta: Program Studi

measurement and previous measurement time. Hence, we would have data set of the sky brightness level differences. 2) Choosing the data analysis menu in Microsoft Excel to obtain

First Characterization of Bioactive Components in Soybean Tempe that Protect Human and Animal Intestinal Cells against Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC)