• Tidak ada hasil yang ditemukan

Luxfi Nur Anisak BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Luxfi Nur Anisak BAB II"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang pertama ditulis oleh Listyo Budi Santoso (2009), yang

berjudul “Kewenangan Pengadilan Agama dalam Menyelesaikan Sengketa

Ekonomi Syari‟ah (Berdasarkan Undangg-undang Nomor 3 Tahun 2006)” dengan memberikan hasil bahwa Ruang lingkup kewenangan lingkungan

peradilan agama dalam bidang ekonomi syari‟ah, meliputi seluruh perkara ekonomi syari‟ah di bidang perdata. Dalam hal ini seluruh sengketa perdata

yang terjadi antara lembaga keuangan ekonomi syari‟ah dengan pihak manapun, termasuk yang terjadi antara lembaga keuangan ekonomi syari‟ah

dengan pihak non Islam, yang berkaitan dengan kegiatan usaha ekonomi

syari‟ah tersebut adalah kewenangan absolut lingkungan Peradilan Agama untuk mengadilinya, kecuali yang dengan tegas ditentukan lain dalam

undangundang. Penyelesaian perkara ekonomi syari‟ah di lingkungan Peradilan Agama secara prosedural akan dilakukan sesuai dengan ketentuan

hukum acara perdata sebagaimana yang berlaku di lingkungan Peradilan

Umum.

Penelitian yang kedua ditulis oleh Anggi Novita Sari (2011), yang

berjudul “Peran Hakim Dalam Penanganan Sengketa Ekonomi Syariah Pasca

Undang-Undang NO. 3 Tahun 2006 ( Studi Pada Pengadilan Agama Jakarta

Pusat)” skripsi ini menjelaskan bahwa Perluasan wewenang Pengadilan

(2)

Perubahan Undang-undang No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, antara

lain meliputi ekonomi syariah. Perluasan kewenangan tersebut, tentunya

menjadi tantangan tersendiri bagi aparatur Peradilan Agama, terutama hakim.

Keniscayaan hakim untuk selalu memperkaya pengetahuan hukum, juga

sebagai sebuah pertanggungjawaban moral atas klaim bahwa apa yang telah

diputus oleh hakim harus dianggap benar (res judicata pro veriate habetur).

Sejalan dengan itu, setiap hakim Pengadilan Agama dituntut untuk lebih

mendalami dan menguasai masalah-masalah perekonomian syariah.

Penelitian yang ketiga ditulis oleh Ishmatul Maula (2016), yang berjudul

“Peranan Hakim Sebagai Mediator Dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi

Syariah Di Pengadilan Agama Purbalingga Tahun 2009-2014” berdasarkan hasil penelitian bahwa tahap-tahap mediasi ekonomi syari‟ah di Pengadilan Agama Purbalingga yaitu Pra mediasi, mediasi , akhir mediasi. Sebelum

mediasi dilaksanakan, Para Pihak terlebih dahulu memilih mediator yang akan

menangani perkara tersebut. Setelah ditetapkan mediator bagi Para Pihak, dan

dokumen-dokumen Para Pihak diberikan pada mediator untuk dipelajari.

Dalam proses mediasi hanya ada dua kemungkinan yang diperoleh berhasil

atau gagal, dalam hal mediasi berhasil mencapai kesepakatan dalam

menyelesaikan sengketa.

Penelitian keempat yang ditulis oleh Sulaiman (2017), yang berjudul

(3)

disebut dengan mediasi sebagai langkah penyelesaian sengketa tersebut.

Dalam usaha perdamaian menggunakan mediasi tersebut dari beberapa tahap

mulai dari pra mediasi itu sendiri seperti yang tertera dalam PERMA Nomor 1

Tahun 2016. Mediasi dilaksanakan bertujuan untuk mendamaikan dua pihak

yang bersengketa agar tidak berlanjut kearah persidangan lanjutan.

Berdasarkan penelitian diatas, yang membedakan antara penelitian ini

dengan penelitian sebelumnya, yaitu penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui peran penting Hukum Acara Perdata di Pengadilan Agama, peran

dari seorang Mediator dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah, serta

betujuan untuk mengetahui proses dari Mediasi di Pengadilan Agama.

B. Kerangka Teori 1. Mediasi

a. Pengertian Mediasi

Menurut PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Pasal 1 ayat (1), berbunyi:

Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh mediator

Menurut Pasal 1851 KUH Perdata, berbunyi:

Perdamaian adalah suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung ataupun mencegah timbulnya suatu perkara. Perjanjian ini tidaklah sah, melainkan jika dibuat secara tertulis

Berdasarkan beberapa pengertian mediasi, maka dapat disimpulkan

(4)

a) Sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan

b) Adanya pihak ketiga yang bersifat netral yang disebut sebagai

mediator (penengah) terlibat dan diterima oleh para pihak yang

bersengketa dalam perundingan itu

c) Mediator tersebut bertugas membantu para pihak yang bersengketa

untuk mencari penyelesaian atas masalah-masalah sengketa

d) Mediator tidak boleh memberi kewenangan membuat

keputusan-keputusan selama proses perundingan berlangsung

e) Mempunyai tujuan untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan

yang dapat diterima dari pihak-pihak yang bersengketa

(Materi Seminar tentang Mediasi oleh Drs. Syahriyal. S.H. Hakim

Pengadilan Agama Cilacap. Shortcourse. 2018).

b. Pengertian Mediator

PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Pasal 1 ayat (2), berbunyi:

Mediator adalah Hakim atau pihak lain yang memiliki Sertifikat Mediator sebagai pihak netral yang membantu Para Pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.

Mediator adalah pihak ketiga yang membantu penyelesaian

sengketa Para Pihak, yang mana ia tidak melakukan intervensi

terhadap pengambilan keputusan (Syahrizal Abbas, 2011: 59).

c. Peran Mediator

Praktik sering ditemukan sejumlah peran mediator yang muncul

(5)

1) Menumbuhkan dan mempertahankan kepercayaan diri antara Para

Pihak

2) Menerangkan proses dan mendidik Para Pihak dalam hal

komunikasi dan menguatkan suasana yang baik

3) Membantu Para Pihak untuk menghadapi situasi atau kenyataan.

4) Mengajar Para Pihak dalam proses dan keterampilan

tawar-menawar

5) Membantu para pihak megumpulkan informasi penting, dan

menciptakan pilihan-pilihan untuk memudahkan penyelesaian

problem (Syahrizal Abbas, 2011; 79-80).

Leonard L. Riskin, menyebutkan peran mediator sebagai berikut:

1) Mendesak para juru runding agar setuju atau berkeinginan untuk

berbicara

2) Membantu para peserta perundingan untuk memahami proses

mediasi

3) Membawa pesan para pihak

4) Membantu para juru runding untuk menyepakati agenda

perundingan

5) Menusun agenda

6) Menyediakan suasana yang menyenangkan bagi berlangsungnya

proses perundingan

(6)

8) Membantu para juru runding untuk memahami masalah (Leonard

L. Riskin dan James E. Westbrook, Dispute Resolution and

Lawyers, West Publishing Co., St. Paul, Minnesota, 1987: 92).

d. Prinsip-prinsip Mediasi

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mediasi seperti

prinsip-prinsip dasar dalam melaksanakan mediasi. Peraturan

perundang-undangan menjelaskan beberapa prinsip mediasi, yaitu:

1) Kerahasiaan

Kerahasiaan (confidentiality), yaitu bahwasanya segala sesuatu

yang terjadi di dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh

mediator dan diputus (pihak-pihak yang bertikai) bersifat rahasia.

Prinsip kerahasiaan ini dapat dilihat dalam PERMA Nomor 1

Tahun 2016 BAB 1 Bagian Ketiga Pasal 5 ayat (1), yang berbunyi:

Proses mediasi pada dasarnya bersifat tertutup kecuali para pihak menghendaki lain.

2) Wajib

Menurut PERMA Nomor 1 tahun 2016 Pasal 4 ayat (1), yang

berbunyi:

(7)

3) Netralitas atau Tidak Berpihak (impartiality)

PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Pasal 1 ayat (2), berbunyi:

Mediator ialah pihak netral yang membantu Para Pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai solusi atau kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksa sebuah penyelesaian.

Artinya, seorang mediator sebagai pihak ketiga yang merancang

dan memimpin jalannya proses mediasi harus bersikap netral serta

tidak memihak.

e. Ciri-ciri atau karakteristik Mediasi

Ciri-ciri pokok atau karakteristik dari mediasi, yaitu:

1) Mediator mengontrol proses negoisasi

2) Mediator tidak membuat keputusan, mediator hanya memfasilitasi,

karena Para Pihak tidak merasa memiliki keputusan itu, tidak

merasa masalahnya diselesaikan dengan cara yang diinginkannya.

Mediasi itu semestinya win-win solution sehingga tidak ada

banding dalam mediasi. Kesepakatan yang dicapai adalah

kesepakatan yang mereka inginkan, belum tentu yang dirasa baik

oleh mediator juga dirasa baik oleh kedua belah pihak. Kalau

sampai terjadi sesuatu terhadap kesepakatan itu atau kalau nantinya

implementasi dari kesepakatan itu menjadi sulit atau ternyata hasil

kesepakatan itu melanggar peraturan, maka mediatorlah yang akan

(8)

mendiskusikan masalah mereka dan mediator akan memfasilitasi

Para Pihak (Nuraningsih Amriani, 2011: 67-68).

Karakteristik mediasi, yaitu:

1) Penyelesaian sengketa suka rela (berdasarkan kesepakatan Para

Pihak)

2) Adanya interverensi/bantuan pihak ketiga yang tidak berpihak

atau netral

3) Pengambilan keputusan oleh Para Pihak sendiri secara konsensus

4) Partisipasi aktif ihak ketiga (mediator)

(Sri Wardah, Bambang Sutiyoso, 2007: 100-101).

f. Proses Mediasi

Sebagaimana telah diuraikan bahwa mediasi adalah upaya

untuk mengoptimalkan Pasal 130 HIR (Herzien Inlandsch

Reglement)/154 RBg (Reglemen Tot Regeling Van Het Rechtswezen

In De Gewesten Buiten Java En Madura). yang dijabarkan secara

tehnis pelaksanaan diatur dengan PERMA No 1 Tahun 2016. Adapun

tahap-tahap mediasi dalam PERMA No 1 Tahun 2016 tersebut, yaitu:

1) Pra Mediasi

Hal-hak yang harus diperhatikan sebelum melakukan mediasi

adalah meliputi:

a. Kehadiran kedua belah pihak yang berperkara

b. Penyampaian Prosedur mediasi oleh Majelis hakim

(9)

d. Penetapan mediator

e. Hakim Pemeriksa Perkara wajib menunda pemeriksaan

perkaranya. Proses mediasi dapat berjalan jika penggugat dan

tergugat hadir, sedangkan ketidak hadiran turut tergugat tidak

menghalangi pelaksanaan proses mediasi, karena subjek

hukum yang menjadi pokok dalam gugatan adalah penggugat

dan tergugat, sedangkan turut tergugat secara substansial

bukan pihak yang akan dibebani kewajiban untuk tunduk dan

patuh pada hukuman yang akan dijatuhkan hakim berdasarkan

petitum yang diajukan dalam gugatan tersebut.

2) Pembentukan forum dan pendalaman masalah

Proses mediasi akan berjalan dengan lancar jika Para Pihak

mau duduk bersama dalam sebuah forum untuk membicarakan

langkah-langkah menuju perdamaian, karena tanpa adanya forum

sulit suatu kesepakatan dapat dibentuk. Dengan kata lain forum

adalah sarana untuk terciptanya dialog dan komunikasi timbal balik

antara pihak-pihak yang bersengketa. Proses mediasi selalu

mengedepankan pendekatan komunikasi yang baik antara mediator

dan para pihak yang bersengketa. Dalam hal ini peran mediator

dalam mencairkan kebekuan komunikasi antara Para Pihak sangat

berperan sekali. Untuk itulah untuk menjadi mediator dalam suatu

berperkara diperlukan keahlian khusus terutama dalam

(10)

memang sedang bermasalah. Mediator dalam proses mediasi

menyampaikan pada para pihak bahwa dalam proses mediasi

tentang aturan main dalam proses mediasi termasuk teknis-teknis

yang akan disepakati dan jadwal pertemuan. Mediator juga wajib

menyampaikan, bahwa jika suatu saat dianggap perlu untuk

mendalami persoalan akan dilakukan kaukus dengan salah satu

pihak atau masing-masing pihak, dan semuanya harus terbuka, agar

tidak menimbulkan kecurigaan dari pihak lawan. Unsur terpenting

dalam mediasi adalah kepercayaan harus tetap dipegang teguh oleh

masing-masing pihak. Pada tahap ini mediator mengumpulkan

sebanyak-banyaknya informasi dari kedua pihak, dimana hak

kedua pihak sama dalam memberikan dan menerima informasi.

Dalam tahap ini, terutama pada saat kaukus mediator benar-benar

harus menjadi sahabat yang baik. Diskusi-diskusi tentang

bagaimana solusi juga perlu dilakukan untuk merumuskan usulan

penyelesaian perkara yang paling tepat, yang mana dapat

mengakomondasi kepentingan kedua belah pihak yang berperkara.

3) Penyelesaian akhir dan Penentuan hasil kesepakatan

Ketika proses mediasi mulai memasuki tahap penyelesaian,

maka masing-masing pihak akan menyampaikan kehendaknya

berdasarkan kepentingan mereka dalam bentuk butir-butir

kesepakatan. Pada tahap tersebut mediator akan menampung

(11)

dokumen kesepakatan. Dalam hal ini mediator tidak boleh

melakukan intervensi terhadap materi yang disepakati, tetapi ia

tetap harus memperhatikan isi kesepakatan yang dibuat, karena

dalam beberapa hal mediator tetap untuk melihat

kemungkinan-kemungkinan adanya itikad buruk dari salah satu pihak.

Kesepakatan perdamaian itu harus memenuhi syarat-syarat

(PERMA Nomor 1 Tahun 2016) adalah Dalam membantu

merumuskan kesepakatan perdamaian, mediator wajib memastikan

kesepakatan perdamaian tidak memuat ketentuan yang :

a. bertentangan dengan hukum, ketertiban umum, dan/atau

kesusilaan

b. merugikan pihak ketiga

c. tidak dapat dilaksanakan. Kesepakatan damai dalam mediasi

juga harus dibuat secara tertulis, agar jika salah satu pihak

mengingkarinya, maka dokumen kesepakatan tersebut dapat

menjadi bukti untuk menuntut pelaksanaan kesepakatan yang

telah dibuat. Kesepakatan tersebut harus ditandatangani oleh

para pihak dan mediator. Dokumen yang telah ditandatangani

tersebut akan dibawa kehadapan hakim yang menyidangkan

perkara tersebut untuk dikukuhkan menjadi akta perdamaian,

yaitu akta yang memuat isi kesepakatan perdamaian dan

putusan hakim yang menguatkan kesepakatan perdamaian

(12)

(Ainal Mardhiah, 2011: 162-167).

Sejak saat damai tersebut dilakukan menjadi akta

perdamaian oleh hakim yang memeriksa perkaranya, maka

perkara Para Pihak dianggap selesai. Jika dikemudian hari

kesepakatan damai tersebut tidak dilaksanakan secara suka rela

oleh salah satu pihak, maka dapat dimintakan pelaksanannya

secara paksa melaui permohonan eksekusi ke pengadilan.

(Ainal Mardhiah, 2011: 162-167).

g. Dasar Hukum Mediasi

a. Ayat Al-Qur‟an

Artinya : Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil (Q.S. Al-Hujarat: 9)

Apabila ada dua orang yang sedang melakukan pertikaian maka

hentikanlah keduanya dengan cara mendamaikan keduanya dengan

(13)

b. As-sunnah

Artinya: Dari Amar Ibnu Auf Al-Muzany Radiyallahu „anhu Bahwa Rasulullah SAW. Bersabda : perdamaian itu halal antara kaum muslimin, kecuali perdamian yang mengharamkan hal yang haram atau menghalalkan hal yang haram. Kaum muslim wajib berpegang pada syarat-syarat mereka, kecuali syarat yang mengharamkan hal yang halal dan menghalalkan hal yang haram (Hadits shahih riwayat Tirmidzi).

Maksud dari hadits tersebut bahwa perdamaian suatu hal yang

diizinkan sepanjang tidak digunakan untuk beberapa hal yang

bertentangan dengan ajaran keislaman. Orang Islam yang

mengikuti perdamian harus menyimak supaya perjanjian tidak

disalah gunakan.

c. Landasan hukum positif Indonesia

Mahkamah Agung menerbitkan Peraturan Mahkamah

Agung (PERMA), yaitu PERMA Nomor 1 Tahun 2016 tentang

Prosedur Mediasi di Pengadilan.

Pasal 130 HIR dan 154 RBg., yang dapat dijadikan

pedoman tata tertib bagi para hakim di pengadilan tingkat pertama

guna memediasi para pihak yang berperkara. Bunyi dari Pasal 130

HIR, yaitu

(14)

mencoba akan mendamamaikan mereka. Jika perdamaian yang demikian itu dapat dicapai, maka pada waktu bersidang, diperbuat sebuah surat (akta) tentang itu, dalam mana kedua belah pihak dihukum akan menepati perjanjian yang diperbuat itu, surat mana akan berkekuatan dan akan dijalankan sebagai putusan yang biasa. Keputusan yang sedemikian tidak diizinkan dibanding. Jika pada waktu mencoba akan memperdamaikan kedua belah pihak, perlu dipakai seorang juru bahasa, maka peraturan Pasal yang berikut dituruti untuk itu.

Penjelasan dari bunyi Pasal 130 HIR yaitu apabila pada hari

yang telah ditentukan kedua belah pihak datang menghadap

persidangan, maka hakim berusaha untuk mendamaikan kedua

belah pihak. Apabila usaha itu berhasil, maka di persidangan

dibuat suatu Akta persetujuan. Diputuskan ke dua belah pihak

harus memenuhi persetujuan itu, kekuatan akta ini sama dengan

kekuatan suatu keputusan hakim biasa dan dijalankan seperti

keputusan biasa, tetapi putusan itu tidak boleh dimintakan banding.

Bunyi Pasal 154 RBg. yaitu:

1) Bila pada hari yang telah ditentukan para pihak datang menghadap, maka Pengadilan Negeri dengan perantaraan ketua berusaha mendamaikannya

2) Bila dapat dicapai perdamaian, maka di dalam sidang itu juga dibuatkan suatu Akta dan Para Pihak dihukum untuk menaati perjanjian yang telah dibuat, dan Akta itu mempunyai kekuatan serta dilaksanakan seperti suatu surat keputusan biasa

3) Terdapat suatu keputusan tetap semacam itu tidak dapat diajukan banding

(15)

2. Sengketa Ekonomi Syariah

a. Pengertian Sengketa

Sengketa adalah kata lain dari konflik. Ada ahli yang menyamakan

pengertian sengketa antara sengketa dengan konflik ada pula yang

membedakannya. Bagi yang menyamakannya sengketa atau konflik

diartikan dengan suatu interaksi yang bersifat antagonis (berlawanan,

bersebrangan, bertentangan), atau hubungan antara kedua pihak atau

lebih yang memiliki/merasa memiliki sasaran yang tidak sejalan. Bagi

yang membedakannya, maka yang dimaksud dengan konflik adalah

keadaan dimana para pihak menyadari/mengetahui tentang adanya

perasaan tidak puas, sedangkan sengketa adalah dimana konflik

tersebut dinyatakan dimuka umum atau melibatkan pihak ketiga (M.

Faisal, 2017: 401).

b. Ekonomi Syariah

Ekonomi syariah dapat didefinisikan perbuatan atau kegiatan usaha

yang dilaksanakan menurut prinsip syariah, antara lain meliputi bank

syariah, lembaga keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reasuransi

syariah, reksadana syariah, obligasi syariah dan surat berharga

berjangka menengah syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah,

pegadaian syariah, dana pensiun syariah, bisnis syariah dan lain-lain

(Achmad Fauzi, 2009: 84).

Perekonomian berbasis syariah harus diakui telah mengalami

(16)

Indonesia Indonesia (BMI) berdiri mulai beroprasi pada 1 Mei 1992,

pertumbuhan perbankan syariah meningkat tajam. Dari satu bank

umum syariah dan 78 BPRS pada 1998 menjadi tiga bank umum

syariah dan 17 bank umum yang membuka unit usaha syariah dengan

163 kantor cabang, 85 kantor cabang pembantu, dan 136 kantor kas,

serta 90 BPRS pada akhir 2005. Dalam hal implementasi, para pelaku

dan pengguna ekonomi syariah harus menjalankan kegiatan

berdasarkan syariah. Pola hubungan yang didasarkan pada keinginan

untuk menegakkan system syariah diyakini sebagai pola hubungan

yang kokoh antara bank dan nasabah. Bila terjadi perselisihan

pendapat, baik dalam penafsiran maupun dalam pelaksanaan isi

perjanjian, kedua pihak akan berusaha menyelesaiakan secara

musyawarah. Meski demikian, masih ada kemungkinan perselisihan

itu tidak dapat diselesaikan secara musyawarah. Kemungkinan seperti

ini kian besar, terlebih dalam kehidupan dunia ekonomi syariah yang

kian beragam (Rahmani Timorita Yulianti, 2007: 53-54).

c. Bentuk Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Persfektif Hukum

Positif Indonesia

Ekonomi syariah dibahas dalam dua disiplin ilmu, yaitu ilmu

ekonomi Islam dan ilmu hukum ekonomi Islam. Ekonomi syariah yang

menjadi kewenangan lembaga Peradilan Agama yang diatur dalam

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama

(17)

para hakim dilingkungan lembaga Peradilan Agama. Dalam berbagai

peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan ekonomi

syariah belum ada aturan khusus yang mengatur tentang hukum formil

(hukum acara) dan hukum materiil tentang ekonomi syariah.

Pengaturan hukum ekonomi syariah yang ada selama ini adalah

ketentuan yang termuat dalam kitab-kitab fikih dan sebagian kecil

terdapat dalam Fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN), dan

dalam Peraturan Bank Indonesia. Sebelum lahirnya peraturan

perundang-undangan yang mengatur hukum formil dan hukum materiil

tentang ekonomi syariah, dalam penyelesaian sengketa ekonomi

syariah sebaiknya hakim Pengadilan Agama menguasai hukum

perjanjian yang terdapat dalam hukum perdata umum (KUH Perdata),

juga semua Fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional Indonesia dan

Dewan Wakaf Nasional Indonesia (Ummi Azma, 2017: 231).

3. Pengadilan Agama

a. Pengertian Peradilan Agama

Di dalam ilmu hukum, Peradilan dijelaskan oleh para sarjana

hukum Indonesia sebagai terjemahan dari rechtspraak dalam bahasa

Belanda. Peradilan adalah suatu proses yang berakhir dengan memberi

keadilan dalam suatu putusan. Sedangkan Pengadilan menunjuk

kepada suatu susunan Instansi yang memutus perkara. Dalam

(18)

Pengadilan terletak dalam bidang hukum tata negara/tata usaha

negara” (Cik Hasan Bisri, 1996: 3).

Peradilan Agama adalah kekuasaan Negara dalam menerima,

memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara

perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, dan shadaqah diantara

orang-orang Islam untuk menegakkan hukum dan keadilan.

Penyelenggaraan Peradilan Agama dilaksanakan oleh Pengadilan

Agama pada Tingkat Pertama dan Pengadilan Tinggi Kasasi

dilaksanakan oleh Mahkamah Agung, sebagai Pengadilan Negara

Tertinggi (Cik Hasan Bisri, 2000: 26).

Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang

beragama Islam, Pengadilan adalah Pengadilan Agama dan

Pengadilan Tinggi Agama dilingkungan Peradilan Agama

(Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 Pasal 1 ayat (2)).

Unsur-unsur peradilan agama meliputi:

1) Kekuasaan Negara yang merdeka

2) Penyelenggara kekuasaan Negara, Pengadilan

3) Perkara yang menjadi wewenang Pengadilan

4) Orang-orang yang berpekara, yaitu pihak-pihak

5) Hukum yang dijadikan rujukan dalam berpekara

6) Prosedur dalam menerima, memeriksa, mengadili, memutus, dan

(19)

7) Penegakan hukum dan keadilan, sebagai tujuan

(Cik Hasan Bisri, 2000: 26).

b. Kewenangan dan Kekuasaan Peradilan Agama

Pasal 49 Nomor 50 Tahun 2009 jo. Undang-undang Nomor 7

Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dijelaskan tentang kewenangan

dan kekuasaan mengadili yang menjadi beban tugas Peradilan Agama.

Dalam Pasal 49 ditentukan bahwa Pengadilan Agama bertugas dan

berwenang memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan

perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di

bidang perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan

berdasarkan hukum Islam, serta wakaf, dan sedekah. Sedangkan

Pengadilan Tinggi Agama berwenang dan bertugas mengadili

perkara-perkara yang menjadi wewenang dan tugas Pengadilan Agama dalam

tingkat banding, juga menyelesaikan sengketa Yurisdiksi (perbenturan

sengketa antar wilayah) antara Pengadilan Agama. Kewenangan

Peradilan Agama dalam bidang Ekonomi Syariah meliputi

sebagaimana tersebut dalam Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun

2006. Berdasarkan Pasal 52 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989

tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan

Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan Undang-Undang-undang Nomor

50 Tahun 2009, Lembaga Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi

Agama dapat memberikan keterangan, pertimbangan dan nasihat

(20)

diminta. Selain dari itu juga diserahi tugas tambahan oleh dan/atau

berdasarkan undang-undang (H. Abdul Manan, 2016: 13-16).

c. Pengertian Hakim

PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Pasal 1 ayat (11), berbunyi:

Hakim adalah hakim pada Pengadilan Tingkat Pertama dalam lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama.

PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Pasal 1 ayat (12), berbunyi:

Hakim Pemeriksa Perkara adalah Majelis hakim yang ditunjuk oleh ketua Pengadilan untuk memeriksa dan mengadili perkara..

Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 Pasal 1 ayat (3), berbunyi:

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga hasil dari penelitian dengan penerapan metode TCT diharapkan dapat mengidentifikasi dan memberikan gambaran apakah konflik yang terjadi masuk kategori serius

Akan tetapi, dari sejumlah entitas kesehatan di Indonesia, rumah sakit memiliki perkembangan yang cukup pesat sebagai usaha untuk memperbaiki kesehatan

II-26 Pada percabangan subpersoalan 8 di atas, memiliki nilai selisih pecahan terbesar dengan bilangan bulat sehingga menjadi variabel untuk percabangan

Pada Bandara Silangit terdapat penambahan penumpang dari tahun ke tahun untuk penerbangan domestik 2014-2016, namun hal ini bukan merupakan penghalang untuk

Aturan pencarian nilai  x ada bermacam cara, ter- gantung pada bentuk desain alat ukur besaran ter- sebut dan tergantung kepada banyak sedikitnya besaran yang terukur dalam

Puji syukur atas berkat rahmat yang dikaruniakan Tuhan Yang Maha Esa sehingga skripsi yang berjudul “Uji Efek Antipiretik Fraksi Etil Asetat Ekstrak Etanol Herba

SementaraMasyarakat(BLSM),TambahanalokasiberasdariprogramBer untuk Masyarakat tvtistin GASffN, Tambahan nilai bantuan dan jumlr cakupan siswa penerima Bantuan Siswa Miskin

model ini diterapkan dengan tujuannya untuk mengenalkan produk ke semua pelanggan, Sehingga di pakai model mixed ini agar semakin lama orang di dalam area "wisata" atau