Hal:158-165
KEMAMPUAN ANALISIS
SISWA SMP DALAM
MENYELESAIKAN SOAL
MATERI KALOR TIPE GRAFIK
Nuarina Wahyu Wulandari1),Harto Nuroso2), Joko Siswanto3)
1),2),3)Program Studi Pendidikan Fisika Universitas PGRI Semarang
Abstrak-Materi kalor dalam pelajaran IPA di SMP salah satunya adalah terkait dengan grafik proses perubahan wujud karena pemberian kalor. Dalam pelaksanaan pembelajarannya, siswa harus mampu menganalisis setiap proses yang terjadi, dan siswa juga harus mampu menguraikan setiap proses tersebut. Artinya, dalam proses tersebut dibutuhkan kemampuan berpikir analitis. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji kemampuan berpikir analitis siswa dalam menyelesaikan soal materi kalor dengan tipe grafik. Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif. Siswa diberikan soal terkait dengan kemampuan berpikir analisis dengan topik kalor. Pelaksanaan penelitian ini di SMP Negeri 33 Semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam mengerjakan soal tipe grafik siswa cenderung menghafal langkahnya. Siswa mengalami kesulitan dalam menguraikan dan menghitung setiap proses. Siswa juga tidak mengetahui cara mengerjakan untuk setiap proses dalam grafik selain menghafal.
Kata kunci : kemampuan siswa, berpikir analisis, menyelesaikan soal, soal tipe grafik
PENDAHULUAN
Pembelajaran IPA memungkinkan siswa menerapkan konsep-konsep IPA dan berpikir tingkat tinggi serta memungkinkan mendorong siswa peduli dan tanggap terhadap lingkungan. Pembelajaran harus mampu mendorong perubahan dan menciptakan situasi atau konteks belajar yang dapat mendorong siswa agar secara aktif bergelut dengan materi IPA.
Materi di dalam pelajaran IPA tidak sedikit yang penyelesaian permasalahannya mengedepankan kemampuan berpikir analitis. Artinya, jika kemampuan berpikir analitis siswa rendah maka hasil belajarnya juga rendah.
Siswa usia SMP terutama kelas 7 (tujuh), cara berpikirnya mungkin saja masih sangat dipengaruhi cara berpikir sewaktu di sekolah dasar (SD). Siswa-siswa
masih dalam penyesuaian atau beradaptasi. Maka dari itu, siswa-siswa harus benar-benar dipersiapkan dan dibiasakan cara berpikirnya dengan mengedepankan berpikir analitis. Terutama dalam pembelajaran IPA.
Kemampuan berpikir analisis merupakan suatu kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh siswa. Kemampuan berpikir analitis ini tidak mungkin dicapai siswa apabila siswa tersebut tidak menguasi aspek-aspek kognitif sebelumnya. Menurut Sudjana, analisis merupakan tipe hasil yang kompleks karena memanfaatkan unsur pengetahuan, pemahaman dan aplikasi. Pendapat lain yang sejalan, Suherman dan Sukjaya (1990: 49) menyatakan bahwa kemampuan analisis adalah kemampuan untuk merinci atau menguraikan suatu masalah (soal) menjadi bagian-bagian yang lebih kecil (komponen) serta mampu untuk memahami hubungan diantara bagian-bagian tersebut. Hal ini juga diperkuat oleh Bloom (Wowo Sunaryo Kuswana, 2012), yang menyatakan bahwa Menurut Bloom analisis sebagai suatu tujuan, dapat dibagi menjadi 3 sub kategori, yaitu penurunan dari analisis mencakup; analisis dari bagian-bagian; analisis hubungan dan analisis pengorganisasian prinsip.
Dalam pembelajaran siswa harus dipancing daya analisisnya, karena dengan siswa dilatih kemampuan analisisnya dalam pembelajaran, maka siswa senantiasa menggunakan, melatih, dan mengembangkan kemampuannya. Dengan adanya penggunaan, latihan dan mengembangkan kemampuan berpikir analisis siswa, maka siswa akan dapat menyelesaikan soal secara baik. Dalam pelajaran IPA banyak tipe soal yang membutuhkan kemampuan analisis siswa secara lebih dalam dan terperinci. Thomas Butt dalam Mahardi Saputro (2011) mengklasifikasikan lima jenis soal yaitu: tipe soal ingatan, tipe soal procedural, tipe soal terapan, tipe soal terbuka, dan tipe soal situasi. Implementasi tipe soal dalam pelajaran IPA dapat berupa soal tipe grafik, soal bergambar, dan soal tipe matematis. Materi kalor dalam pelajaran IPA di SMP salah satunya adalah terkait dengan grafik proses perubahan wujud karena pemberian kalor. Dalam pelaksanaan pembelajarannya, siswa harus mampu menganalisis setiap proses yang terjadi, dan siswa juga harus mampu menguraikan setiap proses tersebut. Artinya, dalam proses tersebut dibutuhkan kemampuan berpikir analitis.
laporan evaluasi. Tujuannya adalah untuk menampilkan arah kecenderungan data, dan bukan sepotong-potong dari kumpulan data. Pada dasarnya yang digambarkan adalah “perilaku” dua ubahan, yang bebas dan yang terikat.
Dikarenakan dasar dan pemakaiannya berbeda-beda, cara menggambarkan grafik juga tidak sama. Selain dapat ditampilkan satu kelompok data sejenis sebagaimana biasanya, dapat pula disajikan sekaligus beberapa jenis kelompok data. (Arikunto, 2009)
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini yang menjadi subyek penelitian adalah siswa kelas VII SMP Negeri 33 Semarang yang menempuh mata pelajaran fisika semester 2. Subjek penelitian ini dipilih berdasarkan beberapa prosedur yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempermudah proses penelitian. Subjek yang ditetapkan adalah enam siswa kelas VII yang diambil untuk mewakili dari sejumlah kelas yang ada di SMP N 33 Semarang. Sampel yang digunakan sebanyak 6 siswa yang sesuai dengan kategori kemampuan fisika siswa didasarkan pada nilai hasil ujian. Kategori yang dibutuhkan yaitu siswa
berkemampuan tinggi (pandai) sebanyak 6 siswa. Pengambilan kategori berkemampuan tinggi dikarenakan siswa berkemampuan tinggi akan mampu menyampaikan alasan dan menjelaskan hasil pekerjaannya.
Pada penelitian ini, instrument yang digunakan untuk mengetahui kemampuan analisis siswa yaitu berupa soal-soal tipe grafik pada materi kalor. Diberikan soal sebagai berikut :
Kode Soal Q1. Perhatikan grafik berikut
Berdasarkan grafik disamping, proses manakah yang mengalami perubahan wujud zat? Mengapa demikian?
Q2. Pada sebuah praktikum air dengan massa 500 gr dipanaskan terus menerus, data dicatat kemudian dibuat grafik seperti dibawah,
Bagaimana grafiknya apabila air diberikan kalor terus menerus hingga suhunya mencapai 130°?
Q3. Berdasarkan percobaan kalor yang telah dilakukan, diperoleh data pada tabel berikut,
Dari data diatas, buatlah grafik!
Zat Massa (gram) c (kal/gr.°C) T1 T2
Air 450 gr 1 0° 110° Es 250 gr 0,5 - 40° 0° Suhu (T) Kalor (Q) -5° 0° 100° A B C D E F Suhu (T) Kalor (Q) 0° A B 70°
Q4. Dari grafik disamping ini, pasangkanlah kolom sebab dengan kolom akibat yang terdapat dalam tabel dibawah ini dengan tepat. Dan berikan alasan mengapa pilihanmu menunjukkan hubungan sebab akibat!
SEBAB AKIBAT ALASAN
1. Air dipanaskan a. Proses AB
2. Es melebur b. Proses BC
3. Air menguap c. Proses CD
4. Es dipanaskan d. Proses DE Moleong (2007: 324) mengatakan bahwa
ada empat kriteria untuk menetapkan validitas dan reliabilitas data, yaitu (1) derajad kepercayaan (credibility), (2) keteralihan (transferability), (3) ketergantungan (dependability), dan (4) kepastian (confirmability).
Dalam penelitian ini, siswa dapat menjelaskan jawaban mereka masing-masing dengan wawancara mendalam kepada siswa yang dijadikan sampel penelitian secara terbuka dan apa adanya sesuai kemampuan masing-masing siswa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan jawaban soal tes dan hasil wawancara yang telah dilakukan diperoleh data cukup bervariasi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dalam mengerjakan soal tipe grafik, siswa terbiasa dengan menghafal gambar grafiknya. Kesulitan yang dialami siswa yaitu penggunaan rumus dan membaca grafik dalam menyelesaikan soal materi kalor. Inilah yang menyebabkan siswa sulit mengerjakan soal pada tingkat analisis.
Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat hasil jawaban soal yang diselesaikan siswa yang rata-rata jawabannya sama seperti gambar (a). Dari hasil pekerjaan tersebut, hasil wawancara siswa F1, F2 dan F3 dengan soal Q1 menyebutkan bahwa proses yang Suhu (T) Kalor (Q) 0° 100° -5° A B C D E
mengalami perubahan wujud zat yaitu pada grafik AB, dengan alasan (F1) “proses AB, karena suhunya berubah”.
Sedangkan untuk siswa E1, E2 dan E3 dengan soal Q1 jawabannya berbeda (gambar (b)), salah satu nya jawaban dari E1 yang menyebutkan
bahwa “proses BC dan DE, karena BC dari es batu mencair menjadi air, dan DE itu air sudah mulai menjadi uap.”
Untuk soal Q2 banyak siswa yang menggambarkan grafiknya secara langsung dari titik 0° langsung ke 130° seperti gambar (c), namun tidak sedikit pula yang menggambarkannya seperti gambar (d). Alasan siswa E1 dalam menjawab soal Q2 seperti gambar (c) yaitu, “melihat grafik sebelumnya,
kemudian menentukan titiknya dan garisnya bisa digambar secara langsung (miring/vertical)”. Sedangkan gambar (d) yang digambarkan oleh F3 dengan alasan “70° garis mendatar, karena kalau air dipanasi suhunya tetap sama, dan terus ditambahi panas kalor jadi naik 130°”. Gambar (a). Jawaban siswa F1 dengan soal Q1
Gambar (b). Jawaban siswa F1 dengan soal Q1
Gambar (c) jawaban siswa E1 dengan soal Q2
Gambar (d) jawaban siswa F3 dengan soal Q2
Dalam mengerjakan soal Q4 siswa F3 menyatakan bahwa, “1-C, karena air dipanaskan suhunya menjadi naik dan suhunya 100°; 2-B, karena es melebur menjadi air dan suhunya 0°; 3-D, karena kalau air dipanaskan terus akan menguap dan suhunya tetap 100°; 4-A, karena es dipanaskan suhunya sudah menjadi air dan suhunya tetap 0° (siswa sambil mencoret-coret dalam soal grafik seperti gambar (e))”. Pada saat siswa F3 ditanya bagaimana cara mengerjakan soal Q4, siswa menjawab, “dengan langsung melihat grafiknya” .
SIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan, ternyata siswa SMP Negeri 33 Semarang yang memiliki kemampuan tinggi (pandai) masih mengalami kesulitan dalam menganalisis soal tipe grafik pada materi kalor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam mengerjakan
soal tipe grafik siswa cenderung menghafal langkahnya. Siswa mengalami kesulitan dalam menguraikan dan menghitung setiap proses. Siswa juga tidak mengetahui cara mengerjakan untuk setiap proses dalam grafik selain menghafal.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2009. Evaluasi
Program Pendidikan:
pedoman teoritis praktis bagi mahasiswa dan praktisi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Kuswana, Wowo Sunaryo. 2012.
Taksonomi Kognitif. Bandung: PT Remaja Roskadarya.
Lexy J Moleong. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset. Mahardi Saputro. 2011. Analisis
Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika
Berdasarkan Langkah Polya ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa. Tesis. Surakarta: PPs Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (1990).Petunjuk Praktis untuk
Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah 157.