• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Akuntansi Sektor Publik

2.1.1. Pengertian Akuntansi Sektor Publik

Akuntansi sektor publik, secara kelembagaan domain publiknya antara lain meliputi badan pemerintahan, BUMN/BUMD, universitas, yayasan, dan organisasi nirlaba lainnya. Istilah sektor publik sendiri memiliki pengertian yang bermacam-macam. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari luasnya wilayah publik sehingga setiap disiplin ilmu memiliki cara pandang dan definisi yang berbeda-beda. Dari sudut pandang ekonomi, sektor publik dapat dipahami sebagai suatu entitas yang aktivitasnya berhubungan dengan usaha untuk menghasilkan barang dan pelayanan publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik.

Sebelum disebut dengan istilah “sektor publik”, akuntansi di bidang pemerintahan lazimnya disebut dengan isilah “akuntansi pemerintahan”. Menurut Revrisond Baswir (1997 : 7) akuntansi pemerintahan adalah:

“bidang akuntansi yang berkaitan dengan lembaga pemerintahan dan lembaga-lembaga yang tidak bertujuan mencari laba”.

Pada sektor swasta terdapat semangat untuk memaksimumkan laba, sedangkan pada sektor publik tujuan utama organisasi bukan untuk memaksimumkan laba tetapi pemberian pelayanan publik kepada masyarakat.

Sedangkan menurut Karhi Nisjar S. (1998 : 1) akuntansi pemerintahan adalah:

“suatu kesatuan kegiatan akuntansi dari unit-unit pemerintah melalui aktivitas pencatatan, pengklasifikasian, pengikhtisaran dan pelaporan atas transaksi-transaksi keuangan.”

(2)

Pada sektor publik Pemerintah bertanggungjawab kepada masyarakat karena sumber dana yang digunakan organisasi sektor publik dalam rangka pemberian pelayanan publik berasal dari masyarakat. Pertanggungjawaban tersebut berupa pelaporan keuangan yang dibuat Pemerintah berdasarkan informasi-informasi akuntansi yang terjadi selama periode waktu tertentu.

2.1.2. Karakteristik Akuntansi Sektor Publik

Oleh karena sifatnya yang memberikan pelayanan publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik menyebabkan adanya beberapa karakteristik khusus yang menjadikan pembeda antara akuntansi sektor publik dan akuntansi perusahaan. Perbedaan sifat dan karakteristik akuntansi tersebut disebabkan karena adanya perbedaan lingkungan yang mempengaruhinya.

Mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi organisasi sektor publik, maka menurut Mardiasmo (2002 : 03) :

“Organisasi sektor publik bergerak dalam lingkungan yang sangat kompleks dan turbulence. Komponen lingkungan yang sangat mempengaruhi organisasi sektor publik meliputi faktor ekonomi, politik, kultur, dan demografi.”

Sedangkan karakteristik akuntansi pemerintahan menurut Revrisond Baswir (1997 : 11) adalah :

a. “Karena keinginan mengejar laba tidak inklusif di dalam usaha dan kegiatan lembaga pemerintahan, maka dalam akuntansi pemerintahan pencatatan rugi laba tidak perlu dilakukan;” b. “Karena lembaga pemerintahan tidak dimiliki secara pribadi

sebagaimana halnya perusahaan, maka dalam akuntansi pemerintahan pencatatan pemilikan pribadi juga tidak perlu dilakukan;”

c. “Karena sistem akuntansi pemerintahan suatu Negara sangat dipengaruhi oleh sistem pemerintahan Negara yang bersangkutan, maka bentuk akuntansi pemerintahan berbeda antara satu Negara dengan Negara yang lain tergantung pada sistem pemerintahannya;” dan

d. “Karena fungsi akuntansi pemerintahan adalah untuk mencatat, menggolong-golongkan, meringkas dan melaporkan realisasi pelaksanaan anggaran suatu Negara maka penyelenggaraan akuntansi pemerintahan tidak bisa dipisahkan dari mekanisme pengurusan keuangan dan sistem anggaran tiap-tiap Negara.”

(3)

Beberapa karakteristik diataslah antara lain yang membedakan akuntansi pemerintahan yang sekarang disebut sebagai akuntansi sektor publik dengan akuntansi perusahaan. Disamping itu, perlu diketahui pula, karena penyelenggaraan akuntansi pemerintahan senantiasa harus tunduk pada hukum atau ketentuan-ketentuan yang diberlakukan oleh suatu Negara, maka hal ini tentu turut pula memberi corak tersendiri terhadap keragaman praktik akuntansi pemerintahan.

Menurut Edward S. Lyn (1974) yang dikutip oleh Revrisond Baswir (1997 : 9) sifat yang khas dari suatu lembaga pemerintahan adalah :

a. “Keinginan mengejar laba tidak inklusif di dalam usaha dan kegiatannya;”

b. “Ia tidak dimiliki secara pribadi akan tetapi secara kolektif oleh seluruh warga Negara, dan pemilikan ini tidak dibuktikan oleh adanya pemilikan saham yang dapat diperjualbelikan atau diperdagangkan;” dan

c. “ Sumbangan masyarakat terhadap Pemerintah, seperti pajak, tidak ada hubungannya secara langsung dengan jasa yang diterima masyarakat dari Pemerintah. Demikian pula sebaliknya.”

Walaupun demikian, yaitu walaupun sifat lembaga pemerintahan berbeda dari sifat perusahaan yang bertujuan mencari laba, namun tidak berarti bahwa kegiatan pemerintahan sama sekali berbeda dari kegiatan akuntansi perusahaan. Sebagaimana halnya perusahaan, pada akuntansi pemerintahan atau akuntansi sektor publik juga meliputi pencatatan, penggolong-golongan, peringkasan, pelaporan dan penafsiran transaksi-transaksi keuangan suatu lembaga pemerintahan. Sehingga tidak mengherankan bila berbagai prinsip akuntansi, terminologi dan bentuk laporan akuntansi perusahaan yang bertujuan mencari laba ditemui pula dalam lembaga pemerintahan.

Menurut A Guide to Accounting, Financial Reporting, and Auditing in the

(4)

Serikat yang dikutip oleh Karhi Nisjar S. (1998 : 10) ciri-ciri utama akuntansi di sektor pemerintah adalah :

a. ”Investasi pada Aset yang tidak menghasilkan pendapatan (Nonrevenue Producing Capital Assets)”;

b. ”Tidak ada tujuan laba”;

c. ”Tidak ada Kepentingan Pemilik”;

d. ”Penggunaan akuntansi dana untuk pengendalian dan akuntabilitas.”

Empat ciri-ciri akuntansi di sektor pemerintah tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Investasi pada Aset yang tidak menghasilkan pendapatan (Nonrevenue

Producing Capital Assets)

Pada umumnya Pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada rakyatnya memerlukan investasi yang besar pada aset yang tidak menghasilkan pendapatan, seperti jalan, jembatan, taman dan sebagainya.

b. Tidak ada tujuan laba

Tujuan Pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada rakyatnya. Jadi, Pemerintah harus memberikan informasi keuangan mengenai jumlah sumber-sumber yang digunakan untuk pelayanan dan bagaimana sumber tersebut diperoleh. Pemerintah memperoleh pendapatan antara lain dari hak menarik pajak dan retribusi serta memberikan pelayanan berdasarkan kebutuhan riil yang diperlukan. Jadi, tidak ada pertukaran pembayaran dan pelayanan yang diberikan. Oleh karena pencapaian laba bukan merupakan tujuan, Pemerintah menggunakan anggaran sebagai alat pengendalian pengeluaran.

c. Tidak ada kepentingan pemilik

Pemerintah tidak mempunyai kekayaan sendiri sebagaimana perusahaan. Bila asetnya melebihi utangnya, kelebihan tersebut tidak dibagikan kepada rakyat atau pembayar pajak.

(5)

Pemerintah memperoleh uang dari berbagai sumber dan penggunaannya diatur melalui proses penganggaran. Terhadap dana-dana tertentu, terdapat pembatasan-pembatasan dalam penggunaannya.

2.1.3. Fungsi Akuntansi Sektor Publik

Konsep dasar dari fungsi akuntabilitas sektor publik adalah akuntabilitas pertanggungjawaban pengurusan keuangan publik (public accountability) dimana akuntansi sektor publik secara umum bertujuan untuk menyajikan informasi keuangan yang dibutuhkan. Adapun bentuk pertanggungjawaban tersebut berupa laporan keuangan. Terdapat beberapa alasan mengapa perlu dibuat laporan keuangan. Dilihat dari sisi internal pemerintahan, laporan keuangan merupakan alat pengendalian dan evaluasi kinerja manajerial dan organisasi. Sedangkan dari sisi pemakai eksternal, laporan keuangan merupakan salah satu bentuk mekanisme pertanggungjawaban dan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan.

Menurut Mardiasmo (2002 : 161), secara umum, tujuan dan fungsi laporan keuangan sektor publik adalah:

1. “Kepatuhan dan Pengelolaan (compliance and stewardship)”; 2. “Akuntabilitas dan Pelaporan Retrospektif (accountability and

retrospective reporting)”;

3. “Perencanaan dan Informasi Otorisasi (planning and authorization

information)”;

4. “Kelangsungan organisasi (viability)”; 5. “Hubungan Masyarakat (public relation)”;

6. “Sumber fakta dan gambaran (source of facts and figures)”.

Enam tujuan dan fungsi laporan keuangan sektor publik tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Kepatuhan dan Pengelolaan (compliance and stewardship):

Laporan keuangan digunakan untuk memberikan jaminan kepada pengguna laporan keuangan dan pihak otoritas penguasa bahwa pengelolaan sumber daya telah dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan lain yang telah ditetapkan.

(6)

reporting):

Laporan keuangan digunakan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik. Laporan keuangan digunakan untuk memonitor kinerja dan mengevaluasi manajemen, memberikan dasar untuk mengamati trend antar kurun waktu, pencapaian atas tujuan yang telah ditetapkan, dan membandingkannya dengan kinerja organisasi lain yang sejenis jika ada. 3. Perencanaan dan Informasi Otorisasi (planning and authorization

information):

Laporan keuangan berfungsi untuk memberikan dasar perencanaan kebijakan dan aktivitas di masa yang akan datang. Laporan keuangan berfungsi untuk memberikan informasi pendukung mengenai otorisasi penggunaan data.

4. Kelangsungan organisasi (viability):

Laporan keuangan berfungsi untuk membantu pembaca dalam menentukan apakah suatu organisasi atau unit kerja dapat meneruskan menyediakan barang dan jasa di masa yang akan datang.

5. Hubungan Masyarakat (public relation):

Laporan keuangan berfungsi untuk memberikan kesempatan organisasi untuk mengemukakan pernyataan atas prestasi yang telah dicapai kepada pemakai yang dipengaruhi, karyawan, dan masyarakat. Laporan keuangan berfungsi sebagai alat komunikasi dengan publik dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.

6. Sumber fakta dan gambaran (source of facts and figures):

Laporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi kepada berbagai kelompok kepentingan yang ingin mengetahui organisasi secara lebih dalam.

2.2. Sistem Akuntansi Keuangan Daerah

2.2.1. Pengertian Sistem Akuntansi Keuangan Daerah

Secara khusus pengertian atau definisi akuntansi keuangan daerah maupun sistem akuntansi keuangan daerah belum ada literatur. Namun, tetap dapat

(7)

diketahui pemahamannya melalui pengertian tentang sistem akuntansi yang ada selama ini, kemudian konteks pengertian itu digunakan dalam lingkup sektor publik. Menurut Abdul Halim (2001 : 35) akuntansi keuangan daerah dapat didefinisikan sebagai:

“Suatu proses identifikasi, pengukuran, pencatatan, dan pelaporan transaksi ekonomi (keuangan) dari suatu daerah (Propinsi, Kabupaten, atau Kota) yang dijadikan sebagai informasi dalam rangka pengambilan keputusan ekonomi oleh pihak-pihak yang memerlukan.”

Sementara Kepmendagri No.29 Tahun 2002 (2002 : 34) yang terdapat pada Pasal 70 menyatakan bahwa sistem akuntansi keuangan daerah merupakan:

“Sistem akuntansi yang meliputi proses pencatatan, penggolongan, penafsiran, peringkasan transaksi atau kejadian keuangan serta pelaporan keuangannya dalam rangka pelaksanaan APBD, dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berterima umum.”

Sehingga dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) merupakan serangkaian prosedur yang saling berhubungan yang disusun sesuai dengan suatu skema yang menyeluruh yang ditujukan untuk menghasilkan informasi dalam bentuk laporan keuangan yang akan digunakan pihak intern dan pihak ekstern Pemerintah Daerah untuk mengambil keputusan ekonomi.

Prosedur yang dimaksudkan disini adalah proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan dan pelaporan transaksi ekonomi (keuangan) suatu organisasi. Yang dimaksud dengan pengidentifikasian adalah pengidentifikasian transaksi ekonomi, agar dapat membedakan mana transaksi yang bersifat ekonomi dan mana yang tidak. Pada dasarnya transaksi ekonomi adalah aktivitas yang berhubungan dengan uang. Proses selanjutnya adalah pengukuran transaksi ekonomi, yaitu dengan menggunakan satuan uang. Proses tersebut menggunakan sistem pencatatan dan dasar akuntansi tertentu. Pelaporan transaksi ekonomi akan menghasilkan laporan keuangan yang merupakan hasil akhir proses akuntansi.

(8)

Dasar atau basis akuntansi merupakan salah satu asumsi dasar dalam akuntansi yang penting. Hal ini disebabkan asumsi ini menentukan kapan pencatatan suatu transaksi dilakukan, yang tidak dikenal dalam tata buku keuangan daerah selama era pra reformasi keuangan daerah.

2.2.2. Sistem Pencatatan

Oleh karena akuntansi sektor publik / keuangan daerah merupakan salah satu jenis akuntansi, maka di dalam keuangan daerah juga terdapat proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan dan pelaporan transaksi-transaksi ekonomi yang terjadi di Pemerintahan Daerah. Mardiasmo (2002 : 33) menyatakan bahwa:

“Issue yang muncul dan menjadi perdebatan dalam reformasi akuntansi sektor publik di Indonesia dan di kebanyakan Negara berkembang adalah perubahan single entry menjadi double entry book

keeping serta perubahan sistem akuntansi berbasis kas menjadi sistem

akuntansi berbasis akrual.”

Sebelum era reformasi keuangan daerah, pengertian pencatatan dalam akuntansi keuangan daerah selama ini adalah pembukuan. Padahal menurut akuntansi pengertian demikian tidaklah tepat. Hal ini disebabkan akuntansi menggunakan sistem pencatatan. Ada beberapa macam sistem pencatatan yang dapat digunakan, yaitu sistem pencatatan single entry, double entry dan

triple entry. Pembukuan hanya menggunakan sistem pencatatan single entry,

sedangkan akuntansi dapat menggunakan ketiga sistem pencatatan tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembukuan merupakan bagian dari akuntansi.

2.2.2.1 Single Entry

Sistem pencatatan single entry sering disebut juga dengan sistem tata buku tunggal atau tata buku saja. Dalam sistem ini, pencatatan transaksi ekonomi dilakukan dengan mencatatnya satu kali.

Sistem pencatatan single entry atau tata buku ini memiliki beberapa kelebihan yaitu sederhana dan mudah dipahami. Akan tetapi, sistem ini

(9)

memiliki kelemahan antara lain kurang bagus untuk pelaporan (kurang memudahkan penyusunan laporan) dan sulit untuk menemukan kesalahan pembukuan yang terjadi. Oleh karena itu, dalam akuntansi terdapat sistem pencatatan yang lebih baik dan dapat mengatasi kelemahan tersebut. Sistem ini disebut sistem pencatatan double entry. Sistem pencatatan

double entry inilah yang sering disebut akuntansi.

2.2.2.2 Double Entry

Sistem pencatatan double entry juga sering disebut sistem tata buku berpasangan dan merupakan cikal bakal ilmu akuntansi. Menurut sistem ini, pada dasarnya suatu transaksi ekonomi akan dicatat dua kali, sehingga membentuk suatu perkiraan dalam dua sisi berlawanan yaitu sisi debit dan kredit secara berpasangan.

Double entry accounting dapat menyediakan pencatatan yang

akurat seperti yang diungkapkan oleh Kieso dan Weykandt (1995 : 71):

“….under the universally used double entry system, the dual (two-sided) affect of each transaction is recorded in appropriate accounts. This system provides a logical method for recording transactions. It also offers a means of proving the accuracy of the recorded amounts. If every transactions is recorded with equal debits and credits, then the sum of all the debits to the accountants must equal the sum of all the credits”.

Dengan digunakannya double entry accounting maka setiap transaksi yang terjadi akan tercatat pada akun yang tepat, karena masing-masing akun penyeimbang berfungsi sebagai media cross-check. Selain ketepatan dalam pencatatan akun, double entry accounting juga memiliki kemampuan untuk mencatat transaksi dalam jumlah nominal yang akurat, karena jumlah sisi debit harus sama dengan jumlah sisi kredit.

2.2.3. Pengakuan Akuntansi

Secara sederhana, pengakuan adalah penentuan kapan suatu transaksi dicatat. Untuk menentukan kapan suatu transaksi dicatat, digunakan berbagai sistem/basis/dasar akuntansi.

(10)

Partono (2001 : 16) sebagaimana dikutip oleh Abdul Halim mengatakan bahwa sistem/basis/dasar pencatatan adalah:

“Himpunan standar-standar akuntansi yang menetapkan kapan dampak keuangan dari transaksi-transaksi dan peristiwa-peristiwa lainnya harus diakui untuk tujuan pelaporan keuangan.”

Basis tersebut berkaitan dengan penetapan waktu atas pengukuran yang dilakukan, terlepas dari sifat pengukuran tersebut.

Basis akuntansi berhubungan dengan saat mengakui (mencatat) pendapatan dan biaya atau belanja (expenditure). Ada 2 (dua) basis akuntansi, yaitu basis kas (cash basis) dan basis akrual (accrual basis).

Selain itu dikenal juga basis kas modifikasian (modified cash basis) serta basis akrual modifikasian (modified accrual basis). Beberapa organisasi berpendapat bahwa secara konsepsional hanya terdapat dua basis akuntansi, yaitu basis kas (cash basis) dan basis akrual (accrual basis). Basis diantara keduanya hanya merupakan langkah transisi dari basis kas ke basis akrual.

2.2.3.1. Cash Basis

Basis kas menetapkan bahwa pengakuan pencatatan transaksi ekonomi hanya dilakukan apabila transaksi tersebut menimbulkan perubahan pada kas.

Menurut Kusnadi (1999 : 33) mengenai konsep cash basis bahwa

cash basis:

“…mengakui suatu pendapatan pada saat uang itu diterima dan mengakui pada saat uang tersebut dikeluarkan.”

Dari sini dapat disimpulkan bahwa cash basis dianggap kurang tepat dalam melakukan pengukuran dan pencatatan atas berbagai aktivitas di dalam akuntansi dan pelaporan dana pemerintahan.

Akan tetapi dalam lembaga pemerintahan yang relatif masih kecil dan aktivitasnya tidak banyak serta sederhana (tidak rumit) maka penerapan cash basis masih dipandang sebagai pengecualian dan tidak

(11)

perlu dipermasalahkan meskipun secara teoritis banyak mengandung kelemahan.

2.2.3.2. Accrual Basis

Accrual Basis adalah dasar akuntansi yang mengakui transaksi dan

peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi. Menurut Mardiasmo (2002 : 34) mengenai accrual basis bahwa:

“Pengaplikasian accrual basis dalam akuntansi sektor publik pada dasarnya adalah untuk menentukan cost of service dan charging for

service, yaitu untuk mengetahui besarnya biaya yang dibutuhkan

untuk menghasilkan pelayanan bagi publik serta menentukan harga pelayanan yang dibebankan kepada publik.”

Beban diakui dan dicatat pada saat terjadi tanpa memperhatikan kapan beban tersebut dibayarkan. Hal ini menghasilkan penandingan (matching) yang lebih baik antara pendapatan dan beban selama periode akuntansi dan biasanya menghasilkan laporan keuangan yang lebih akurat dalam mencerminkan posisi keuangan dan hasil operasi suatu perusahaan.

Cara pembukuan accrual basis membukukan pendapatan pada saat timbulnya hak tanpa memperhatikan kapan penerimaannya terjadi, sudah diterima ataupun sebelum; serta membukukan pembelanjaan pada saat kewajiban terjadi tanpa memperhatikan kapan pembayaran dilaksanakan, sudah atau belum.

Standar Akuntansi Keuangan Indonesia secara tegas dinyatakan bahwa dasar yang dipakai adalah dasar accrual basis . Accrual basis ini akan mencakup pencatatan terhadap transaksi yang terjadi di masa lalu dan berbagai hak dan kewajiban di masa yang akan datang. Accrual basis akan mempunyai atau meliputi semua aktivitas dibandingkan dengan cash basis.

2.2.3.3. Modified Cash Basis

Basis kas modifikasian mencatat transaksi dengan basis kas selama tahun anggaran dan melakukan penyesuaian pada akhir tahun anggaran

(12)

berdasarkan basis akrual. Kepmendagri No.29 Tahun 2002 mendefinisikan modified cash basis sebagai berikut:

“Kombinasi dasar kas dan dasar akrual, yaitu transaksi atau kejadian keuangan yang terjadi dalam periode anggaran diakui dan dicatat pada saat kas diterima atau dibayar, dan pada akhir periode dilakukan penyesuaian untuk mengakui transaksi atau kejadian dalam periode berjalan meskipun penerimaan atau pengeluaran kas dari transaksi atau kejadian dimaksud belum terealisir.”

Pada Kepmendagri No.29 Tahun 2002, disebutkan bahwa asumsi dasar yang digunakan adalah:

“Transaksi dan kejadian diakui atas dasar kas modifikasian, yaitu merupakan kombinasi dasar kas dengan dasar akrual.”

Dengan kata lain pencatatan hanya dilakukan terhadap transaksi yang melibatkan kas, sedangkan transaksi yang tidak ada penerimaan atau pengeluaran kas dicatat di akhir periode dalam jurnal penyesuaian.

2.2.3.4. Modified Accrual Basis

Basis akrual modifikasian mencatat transaksi dengan menggunakan basis kas untuk transaksi-transaksi tertentu dan menggunakan basis akrual untuk sebagian besar transaksi. Pembatasan penggunaan dasar akrual dilandasi oleh pertimbangan kepraktisan. GASB menentukan basis akuntansi yang bersifat belanja adalah modified accrual basis. Dengan menggunakan modified accrual basis, pendapatan diakui pada saat terukur (measurable) dan tersedia (available).

Menurut Siregar (1998 :34) “terukur” berarti:

“..dapat ditentukan dalam jumlah rupiah secara pasti.”

Pendapatan yang dinyatakan terukur dapat diakui pada saat secara pasti ditentukan dalam jumlah rupiahnya.

Menurut American Institute Certified Public Accountant (AICPA) seperti yang dikutip oleh Kusnadi (1999 : 106), metode modified accrual basis:

(13)

“…menawarkan dasar perhitungan dan pengukuran yang sangat efektif di dalam akuntansi sektor publik khususnya di dalam dana pemerintahan.”

Hal ini berarti di dalam metode modified accrual basis, pendapatan dicatat sewaktu diterima dalam bentuk kas, sedangkan selain pendapatan dicatat atas dasar akrual.

2.2.3.5. Pelaporan Keuangan Daerah

Sesuai dengan siklus akuntansi, setelah menyusun Neraca Saldo Setelah Penyesuaian, disusunlah laporan-laporan keuangan dengan mengambil data dari Neraca Saldo Setelah Penyesuaian. Laporan Keuangan terdiri atas laporan laba rugi, laporan perubahan modal, neraca dan laporan arus kas. Menurut Mardismo (2002 : 37), secara garis besar, tujuan umum penyajian laporan keuangan oleh Pemerintah Daerah adalah: 1. “Untuk memberikan informasi yang digunakan dalam pembuatan

keputusan ekonomi, sosial, dan politik serta sebagai bukti pertanggungjawaban (accountability) dan pengelolaan (stewardship);”

2. “Untuk memberikan informasi yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja manajerial dan organisasional.”

Dalam akuntansi Pemerintah Daerah, laporan laba rugi dikenal dengan laporan Surplus/Defisit Anggaran dan laporan perubahan modal dikenal dengan istilah Laporan Perubahan Ekuitas Dana.

Sebagaimana halnya laporan laba rugi menunjukkan hasil usaha perusahaan dalam rentang waktu tertentu, laporan Surplus/Defisit Anggaran juga menunjukkan kinerja Pemerintah Daerah sebagai penyusun dan pelaksana APBD. Dengan demikian laporan Surplus/Defisit Anggaran juga menyajikan pendapatan Pemerintah Daerah selama satu periode dan biaya-biaya untuk memperoleh pendapatan tersebut pada periode yang sama.

Laporan Perubahan Ekuitas Dana menyajikan informasi mengenai perubahan surplus dan defisit anggaran akibat berbagai transaksi yang

(14)

terjadi dalam suatu periode. Laporan Perubahan Ekuitas Dana merupakan pelengkap dari laporan Surplus/Defisit Anggaran.

Neraca adalah laporan keuangan yang menyajikan posisi keuangan entitas ekonomi pada suatu saat (tanggal) tertentu laporan ini dibuat untuk menyajikan informasi keuangan yang dapat dipercaya mengenai aktiva, kewajiban dan modal perusahaan.

Laporan Arus Kas menyajikan informasi tentang penerimaan dan pengeluaran kas selama periode tertentu.

2.3. Transparansi dan Akuntabilitas Sektor Publik

Transparansi dan Akuntabilitas Sektor Publik di Indonesia mulai berkembang semenjak timbulnya reformasi di bidang politik dan ekonomi pada pertengahan tahun 1997 dan merupakan dua prinsip utama pemerintahan yang baik.

2.3.1. Pengertian Transparansi

Salah satu unsur utama di dalam pelaporan keuangan Pemerintah adalah transparansi. Transparansi artinya yaitu dalam menjalankan pemerintahan, Pemerintah mengungkapkan hal-hal yang sifatnya material secara berkala kepada pihak-pihak yang memiliki kepentingan untuk itu, dalam hal ini yaitu masyarakat luas.

Menurut Mardiasmo (2002 : 30) pengertian transparansi adalah: “Keterbukaan Pemerintah dalam membuat kebijakan-kebijakan keuangan daerah sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh DPRD dan masyarakat.”

Transparansi dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik yang secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan. Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa transparansi di suatu Negara dapat tercipta apabila sistem pemerintahan Negara tersebut memberikan kebebasan bagi masyarakatnya untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat luas.

(15)

2.3.2. Pengertian Akuntabilitas

Salah satu unsur yang lain dari konsep pelaporan keuangan Pemerintah adalah apa yang dimaksud dengan adanya Akuntabilitas, dimana konsep dan pengungkapan perlunya akuntabilitas sudah dimulai sejak jaman Mesopotamia pada tahun 4000 SM, dimana pada saat itu sudah dikenal adanya suatu hukum yang mewajibkan seorang raja untuk mempertanggungjawabkan segala tindakan-tindakannya kepada pihak yang memberi kewenangan atau wangsit kepadanya. Menurut Mardiasmo (2002 : 29) akuntabilitas:

“..mensyaratkan bahwa pengambil keputusan berperilaku sesuai dengan mandat yang diterimanya.”

Akuntabilitas dapat dibedakan dalam beberapa jenis dan informasi tertentu dapat relevan dalam cara yang berbeda untuk memperoleh judgement mengenai akuntabilitas.

Seperti yang telah dijabarkan di dalam kerangka pemikiran bahwa akuntabilitas yang harus dilakukan oleh organisasi sektor publik terdiri atas beberapa dimensi. Ellwood (1993), seperti yang dikutip oleh Mardiasmo (2002 : 21) menjelaskan terdapat 5 (lima) dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor publik, yaitu:

1. “Akuntabilitas Keuangan “;

2. “Akuntabilitas Kejujuran dan Akuntabilitas Hukum”; 3. “Akuntabilitas Proses”;

4. “Akuntabilitas Program”; 5. “Akuntabilitas Kebijakan”.

Lima dimensi Akuntabilitas tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Akuntabilitas Keuangan:

Akuntabilitas keuangan terkait dengan penghindaran penyalahgunaan dana publik.

2. Akuntabilitas Kejujuran dan Akuntabilitas Hukum:

Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan, sedangkan akuntabilitas hukum terkait dengan jaminan adanya

(16)

kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang diisyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik.

3. Akuntabilitas Proses:

Akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen, dan prosedur administrasi.

4. Akuntabilitas Program:

Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal.

5. Akuntabilitas Kebijakan:

Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban Pemerintah, baik pusat maupun daerah, atas kebijakan-kebijakan yang diambil Pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas.

Menurut Mardiasmo (2002 : 20) akuntabilitas publik adalah :

“Kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan dan mengungkapkan segala aktifitasnya dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut”.

Dengan kata lain dalam akuntabilitas terkandung kewajiban untuk menyajikan dan melaporkan segala tindak tanduk dan kegiatannya terutama di bidang administrasi keuangan kepada pihak yang lebih tinggi/atasannya. Dalam hal ini, terminologi akuntabilitas dilihat dari sudut pandang pengendalian tindakan pada pencapaian tujuan.

(17)

2.3.3. Lingkungan yang Mempengaruhi Transparansi dan Akuntabilitas Laporan Keuangan Daerah

Menurut Mardiasmo (2002 : 36) mengenai laporan keuangan daerah adalah bahwa:

“Salah satu alat untuk memfasilitasi terciptanya transparansi dan akuntabilitas publik adalah melalui penyajian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang komprehensif.”

Dalam era otonomi daerah dan desentralisasi, Pemerintah Daerah diharapakan dapat menyajikan laporan keuangan yang terdiri atas Laporan Surplus/Defisit, Laporan Realisasi Anggaran (Perhitungan APBD), Laporan Aliran Kas, dan Neraca. Laporan keuangan tersebut merupakan komponen penting untuk menciptakan akuntabilitas sektor publik dan merupakan salah satu alat ukur kinerja financial Pemerintah Daerah.

Untuk mencapai suatu tujuan, maka pengaruh lingkungan akan sangat mempengaruhi kesuksesan pencapaian tujuan tersebut. Lingkungan yang mempengaruhi pencapaian transparansi dan akuntabilitas suatu entitas adalah lingkungan internal dan eksternal yang merupakan faktor-faktor yang membentuk, memperkuat atau memperlemah keefektifan transparansi dan pertanggungjawaban entitas atas wewenang dan tanggungjawab yang dilimpahkan kepadanya.

Diantara faktor-faktor yang relevan dengan transparansi dan akuntabilitas laporan keuangan daerah antara lain yaitu :

a. Falsafah dan konstitusi Negara

b. Tujuan dan sasaran pembangunan nasional c. Ilmu pengetahuan dan teknologi

d. Ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan e. Ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang mengatur

(18)

f. Penegakan hukum yang memadai g. Tingkat keterbukaan pengelolaan h. Sistem manajemen birokrasi

i. Jangkauan pengendalian dan kompleksitas program

Kesembilan faktor tersebut tidak saling bertentangan atau bertolak belakang akan tetapi saling mempengaruhi corak transparansi dan akuntabilitas secara simultan dan saling terkait satu dengan lainnya, sehingga sulit diurai pengaruhnya tanpa mengaitkan satu faktor dengan faktor lain.

2.4. Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah dalam Mewujudkan Transparansi dan Akuntabilitas Laporan Keuangan Daerah

Di Indonesia pemikiran untuk menerapkan sistem akuntansi keuangan pada Pemerintah sebenarnya telah mulai berkembang pada tahun 1986 yang dikemukakan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia saat itu tentang poin-poin pembaharuan manajemen keuangan pemerintahan yang akan dilakukan pada semua tingkat pemerintahan di Indonesia, namun dalam pelaksanaannya perubahan tersebut baru dicoba diterapkan pada tingkat Pemerintah Pusat saja. Reformasi akuntansi pemerintahan kemudian menjadi isu yang hangat lagi saat kebijakan otonomi daerah dan desentrasi fiskal digulirkan, walaupun penerapannya masih tertatih-tatih hingga saat ini. Ini terlihat dari baru beberapa daerah yang berhasil menerapkan sistem akuntansi keuangan daerah dalam pengelolaan keuangan daerahnya.

Lambatnya perkembangan penerapan sistem akuntansi keuangan daerah ini sebenarnya merupakan hal yang biasa terjadi dalam perubahan suatu sistem, bahkan di Negara-negara maju yang telah menerapkan sistem akuntansi keuangan sektor publik sejak lama pun banyak mengalami hambatan pada saat melakukan reformasi sistem akuntansi keuangannya. Di Italia misalnya, reformasi sistem akuntansi Pemerintah Daerah tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Penyebabnya antara lain penerapan sistem akuntansi yang tidak konsisten dalam pengertian Pemerintah diharapkan mampu menghasilkan laporan keuangan

(19)

berbasis akrual namun pencatatannya tetap mengacu pada akuntansi anggaran. Dengan kata lain perubahan pada dasar akuntansi dari cash basis menjadi accrual

basis tidak diikuti dengan perubahan sistem pencatatan yang double entry, di

samping itu dalam penerapan sistem akuntansi yang baru Pemerintah Daerah terkesan dibiarkan berjalan sendiri-sendiri sehingga laporan keuangan yang dihasilkan oleh masing-masing Pemerintah Daerah tidak banyak bermanfaat dalam peningkatan transparansi dan akuntabilitas publik.

Dalam penerapan akuntansi keuangan daerah di Indonesia, keterbatasan sumber daya manusia di daerah dalam hal penguasaan pengetahuan akuntansi merupakan tantangan yang muncul dalam menyusun sistem akuntansi Pemerintah Daerah dengan sistem pencatatan double entry. Belum tersedianya standar akuntansi keuangan Pemerintah Daerah turut mempengaruhi upaya penerapan sistem akuntansi keuangan daerah, karena menimbulkan keragu-raguan bagi Pemerintah Daerah untuk melaksanakannya. Dalam hal ini sebenarnya Pemerintah Pusat telah menerbitkan pedoman penyusunan sistem akuntansi keuangan daerah melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri No.29 Tahun 2002. Ini sesuai dengan PP 105 Tahun 2000 pada pasal 35 yang menyatakan bahwa:

“Sepanjang standar akuntansi keuangan Pemerintah Daerah belum tersusun Daerah dapat berpedoman pada standar yang digunakan saat ini.”

Hal ini ditegaskan lagi pada UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Aspek utama yang tidak boleh dilupakan dalam penerapan sistem akuntansi keuangan pada Pemerintah adalah kesiapan infrastruktur dari sistem itu sendiri, terutama yang berkenaan dengan konsep-konsep utama atau prinsip-prinsip akuntansi yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan sehingga tujuan dari sistem akuntansi tersebut yaitu menghasilkan informasi keuangan dalam bentuk laporan keuangan yang transparan dan akuntabilitas serta andal dan relevan, dapat diperbandingkan, dan dapat dipahami oleh para pemakainya dapat tercapai.

(20)

Referensi

Dokumen terkait

Perkuliahan sakubun ini menekankan pada keterampilan menulis mahasiswa dalam menyampaikan ide sehingga dapat menghasilkan tulisan dalam bentuk poster, memo dan pengumuman,

Meningkatkan porsi penerimaan negara dari wisatawan domestik yang semula 55% menjadi 70% serta mendorong kedatangan wisatawan asing kelas A dan B, melalui pembukaan kembali

Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata Yunani, yaitu semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu yang berdasar

Menurut Suhairi (2004) nilai kepribadian wirausaha yang tinggi seperti lokus pengawasan internal dan keinginan berprestasi cenderung memilih cara bersaing yang

Pada dasarnya sistem merupakan suatu prosedur yang saling berhubungan yang dibuat menurut pola yang terpadu untuk membentuk suatu kegiatan dalam melakukan suatu kegiatan atau

Pada penelitian ini, status gizi sangat kurus paling tinggi dengan jumlah anak dalam keluarga responden >2, status gizi kurus paling tinggi dengan jumlah anak

(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1) dan angka 2) dikenakan sanksi administratif berupa

Melaksanakan  Algoritma  berarti  mengerjakan  langkah‐langkah  di  dalam  Algoritma  tersebut.  Pemroses  mengerjakan  proses  sesuai  dengan  algoritma  yang