BAB II
KAJIAN TEORI
A. Optimisme
1. Pengertian
Optimisme menurut Ubaedy (2007) merupakan suatu keyakinan
akan harapan kehidupan yang lebih bagus dan dengan keyakinan tersebut
akan menimbulkan aksi untuk membuktikannya. Selain itu, menurut Wade
(2007) optimisme adalah harapan bahwa semua hal akan berjalan baik,
membuat hidup lebih mudah dan tidak memperdulikan halangan yang
muncul. Selanjutnya, menurut Darmawangsa (2006) optimisme adalah
suatu sikap dan cara pandang positif terhadap segala hal sehingga
menciptakan hidup yang positif.
Optimisme menurut Ubaedy (2007) dapat diartikan kedalam tiga
hal, yaitu (1) Optimisme sebagai energi positif, dalam hal ini optimisme
sebagai harapan. Apa yang akan terjadi jika siswa tidak mempunyai
harapan yang bagus di masa datang? Kemungkinan besarnya adalah siswa
tidak akan terdorong untuk melakukan sesuatu yang lebih bagus dan terasa
biasa biasa saja. (2) Optimisme sebagai perlawanan, perlawanan terhadap
masalah yang di hadapi tergantung dari seberapa besar optimisme yang
dimiliki. (3) Optimisme sebagai sistem pendukung, jika siswa
menginginkan keberhasilan, kemudian siswa berpikir berhasil dan
untuk berhasil, dan hal-hal yang dibutuhkan untuk berhasil, maka siswa
tersebut pasti akan berhasil.
Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa
optimisme adalah suatu cara pandang positif terhadap segala hal yang
dihadapi dengan keyakinan bahwa semuanya akan berjalan dengan baik
2. Karakteristik
Siswa yang optimis memiliki karakteristik berbeda dari siswa
lainnya, Ubaedy (2007) menjelaskan karakteristik siswa yang memiliki
harapan optimis antara lain:
a. Mempunyai sasaran yang jelas dan fokus langkah yang selektif
Siswa yang optimis memiliki sasaran atau target untuk dicapai dalam
kegiatan yang dilakukannya. Adapun untuk mewujudkan target
tersebut, siswa melakukan langkah yang pasti dan penuh
pertimbangan.
b. Menerima fakta akan kehidupan yang ada, tanpa adanya keluhan
Walaupun sasaran atau target yang diinginkan tidak tercapai. Akan
tetapi siswa tidak mengeluh dan berpikir negatif. Siswa menganggap
bahwa kegagalannya adalah bagian dari usaha yang tidak perlu untuk
disesalkan.
c. Mempunyai bentuk keyakinan yang bersifat membangkitkan
Siswa yang optimis selalu meyakinkan dirinya kedalam hal-hal yang
positif dan membangkitkan. Ketika siswa mendapatkan sesuatu yang
siswa mendapatkan sesuatu yang baik, dia akan menguatkannya
dengan keyakinan positif tersebut.
d. Mempunyai rasa syukur atas karunia yang diterimanya
Karunia adalah pemberian dari Sang Maha Pencipta dalam bentuk
apapun. Siswa yang optimis mensyukuri apa yang diterimanya
tersebut dengan senang hati.
e. Mengutamakan menggunakan akal sehat dalam menghadapi
tantangan dalam hidup
Terdapat dua hal yang dapat digunakan dalam menghadapi masalah,
yaitu nafsu dan akal sehat. Siswa yang optimism selalu
mengutamakan akal sehatnya dalam menghadapi masalah.
f. Mempunyai kemauan untuk merperbaiki diri secara terus menerus
Introspeksi diri adalah hal yang mutlak dilakukan oleh siswa optimis.
Karena dengan bersyukur dan menerima apa adanya akan membuat
siswa untuk melihat kedalam sisi dirinya sendiri. Apakah masalah
terjadi karena diri saya sendiri ? dan lain sebagainya.
g. Percaya atas kemampuan yang dimiliki
Setiap manusia memiliki kemampuan masing-masing, perbedaannya
apakah kemampuan tersebut pernah ditantang? Pernah digunakan
untuk menghadapi sesuatu? Siswa yang optimis berani
menghilangkan rasa takut, ragu-ragu, cemas yang ada pada
h. Mempunyai rasa positif terhadap dirinya sendiri
Rasa sayang terhadap diri sendiri dimiliki oleh siswa yang optimis.
Dia tidak pernah mencela diri sendiri dengan kata-kata yang
menjatuhkan dan melemahkan. Dia selalu menunjukkan sesuatu yang
menguatkan terhadap citra dirinya.
Sedangkan karakteristik siswa optimis menurut Wade (2007) adalah
sebagai berikut:
a. Menerima bahwa siswa memiliki masalah atau berita buruk, akan
tetapi sebaliknya siswa memandang masalah dan berita buruk tersebut
sebagai sesuatu yang dapat teratasi.
b. Tidak menyerah dalam menghadapi kesulitan yang dihadapinya,
selalu membuat rencana masa depan, dan melihat situasi secara
positif.
c. Mengurus diri sendiri dengan baik, tidak merusak diri sendiri dengan
hal-hal negatif seperti alkohol dan lainnya.
Selanjutnya karakteristik siswa optimis menurut Seligman
(Darmawangsa , 2006) adalah sebagai berikut :
a. Menginterpretasikan segala hal dalam hidupnya secara positif dan
mampu mengendalikan emosi mereka. Mempunyai kebiasaan untuk
berbicara dengan diri mereka sendiri dengan cara yang konstruktif.
b. Melihat kegagalan sebagai suatu hal yang bersifat sementara.
c. Berpandangan bahwa kesulitan sebagai hal yang bersifat spesifik,
kesulitan yang pernah dihadapi dan mulai menerima pengalaman
baru.
Berdasarkan pendapat para ahli, peneliti menyimpulkan indikator
optimise yang akan diteliti adalah sebagai berikut :
a. Menunjukkan sasaran yang jelas dan fokus langkah yang selektif
b. Menerima fakta akan kehidupan yang ada, tanpa adanya keluhan
c. Menunjukkan bentuk keyakinan yang bersifat membangkitkan
d. Menunjukkan rasa syukur atas karunia yang diterimanya
e. Menyelesaikan masalah atau tantangan dalam hidup dengan
mengutamakan akal sehat
f. Menunjukkan rasa percaya terhadap kemampuan yang dimiliki
g. Menunjukkan kemauan untuk memperbaiki diri secara terus menerus
h. Menunjukkan sikap positif terhadap dirinya sendiri
B. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
1. Pengertian
Pemecahan masalah menurut Solso (2007) merupakan suatu
pemikiran dengan tujuan untuk menemukan solusi dari masalah yang
spesifik dan jelas dengan membuat suatu cara untuk menanggapi, memilih,
dan menguji cara untuk mendapatkan penyelesaiannya. Sejalan dengan
Solso, Surya (2015) memandang bahwa pemecahan masalah merupakan
suatu strategi kognitif yang diperlukan dalam melaksanakan tugas dalam
kehidupan sehari-hari dengan rentang kesulitan yang berbeda. Dalam
yang dapat membantu proses dan hasil pembelajaran. Selain itu, Polya
(1973) menyebutkan bahwa pemecahan masalah sebagai suatu usaha
mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang
tidak segera dapat dicapai. Selanjutnya, Adjie (2006) menyebutkan bahwa
kemampuan pemecahan masalah matematika adalah suatu bentuk
keterampilan, karena dalam proses pemecahan masalah melibatkan segala
aspek pengetahuan seperti ingatan, pemahaman, penerapan, analisis,
sintesis dan evaluasi serta melibatkan sikap bersedia menerima tantangan.
Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa
kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan yang
dimiliki siswa dalam mencari cara yang tepat berdasarkan tahapan
prosedural guna menyelesaikan suatu masalah matematika.
2. Tahapan pemecahan masalah matematis
Tahapan dalam pemecahan masalah matematis menurut Polya (1973)
dengan empat tahapan yang dapat dilakukan, yaitu:
a. Memahami masalah
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini yaitu mencari
informasi lengkap mengenai masalah, seperti: apa yang diketahui, apa
yang ditanyakan, apakah informasi cukup, adakah syarat yang harus
terpenuhi, dan menyajikan kembali masalah ke dalam bentuk yang
b. Merencanakan strategi pemecahannya
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini yaitu: mencari atau
mengingat pengalaman mengenai masalah yang pernah diselesaikan
apakah memiliki kesamaan dengan yang ditanyakan dan mencari pola
atau strategi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah.
c. Melaksanakan strategi sesuai rencana
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini yaitu: menjalankan
strategi yang telah dibuat pada langkah sebelumnya untuk
menyelesaikan masalah.
d. Memeriksa kembali proses dan hasil penyelesaian
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini yaitu: menganalisis
dan mengevaluasi apakah strategi yang diterapkan dan hasil yang
diperoleh benar, apakah ada strategi lain yang lebih efektif, atau
apakah strategi yang dibuat dapat digunakan untuk menyelesaikan
masalah yang sejenis.
Selain itu, Adjie (2006) menyebutkan bahwa dalam memecahkan
masalah matematika, terdapat empat unsur penting yang harus dipenuhi
yaitu :
a. Memahami masalah
Dalam tahap ini siswa harus memahami dan mengidentifikasi
informasi yang diberikan, apa yang ditanyakan, dan apa yang dicari
b. Memilih pendekatan atau strategi pemecahan
Memilih strategi penyelesaian merupakan rencana yang akan
dibangun dengan pertimbangan masalah dan pertanyaan yang harus
dijawab. Strategi pemecahan masalah dapat berupa membuat tabel,
gambar, menduga, mencoba, memperbaiki, mencari pola, bernalar,
menggunakan variabel, membuat persamaan, rumus, serta
menggunakan informasi yang diketahui untuk mengembangkan
informasi baru
c. Menyelesaikan model
Melaksanakan strategi yang didapat pada langkah sebelumnya
guna memperoleh solusi penyelesaian.
d. Menafsirkan solusi
Memeriksa kembali terhadap kebenaran jawaban dan
memeriksa apakah jawaban yang didapat memberikan pemecahan
terhadap masalah semula.
Selanjunya, Dewey ( Surya, 2015 ) menjelaskan bahwa dalam
memecahkan masalah matematis terdapat 5 tahapan yang perlu
dilaksanakan yaitu :
a. Identifikasi masalah
Mengenal masalah merupakan satu aspek yang menuntut
kreativitas, ketekunan, dan keinginan kuat untuk mempertimbangkan
beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan mengidentifikasi
masalah, yaitu :
1) Siswa tidak mempunyai kebiasaan secara aktif untuk mencari
masalah
2) Kemampuan kognitif yang dimiliki siswa
3) Siswa tergesa-gesa dalam merefleksikan masalah
4) Siswa tidak dapat berpikir secara divergen atau melihat masalah
dari sisi yang berbeda.
b. Merepresentasikan masalah
Setelah melakukan identifikasi masalah, selanjutnya yaitu
menampilkan masalah secara tepat dan jelas. Merepresentasikan
masalah dapat dilakukan dengan melakukan abstraksi terhadap
masalah yang ada atau dengan menampilkan masalah kedalam bentuk
seperti grafik, gambar, atau membuat persamaan. Dalam tahap ini,
terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu:
1) Apa yang akan didapatkan apabila masalah terpecahkan
2) Apa yang diketahui tentang masalah sebelum dipecahkan
3) Konsep apa yang dapat digunakan untuk mencapai solusi masalah
4) Apa yang menjadi kendala dalam mencapainya
c. Memilih strategi yang memadai
Banyak strategi yang dapat digunakan untuk mencari solusi
suatu masalah, diantaranya dengan menggunakan algoritma atau
algoritma karena adanya jaminan dalam kenerjanya. Akan tetapi jika
siswa tidak mampu dalam algoritma maka hal selanjutnya adalah
dengan cara coba-coba. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
kemampuan memilih strategi masalah, yaitu :
1) Pengalaman siswa dalam menyelesaikan masalah yang serupa
2) Pengetahuan yang dimiliki siswa, dalam hal ini berarti
kemampuan kognitifnya
3) Mengetahui kesulitan strategi pemecahan masalah
d. Mengimplementasikan strategi
Pada tahap ini sangat tergantung pada bagaimana identifikasi
masalah, representasi masalah, dan strategi yang digunakan. Faktor
yang mempengaruhi ketrampilan dalam menerapkan strategi adalah
penguasaan pengetahuan yang dimiliki siswa.
e. Menilai solusi
Dengan melakukan penilai , maka akan diperoleh informasi
mengenai proses dan hasil strategi yang sudah diterapkan sehingga
akan memperoleh tindak lanjut tentang penetapan dan perbaikan
strategi. Penilaian dapat dilakukan dengan menganalisis keseluruhan
proses dan hasil yang sudah dilaksanakan.
Berdasarkan penjelasan para ahli mengenai tahapan dalam
memecahkan masalah matematis, maka peneliti menyimpulkan bahwa
tahapan pemecahan masalah matematis yang akan diteliti adalah sebagai
a. Memahami masalah
Indikator :
1) Siswa menuliskan informasi yang diketahui
2) Siswa menuliskan apa yang ditanyakan
3) Siswa menyajikan masalah keadalam bentuk operasional
(gambar, tabel, grafik, dan lainnya)
b. Merencanakan strategi pemecahannya
Indikator : Siswa membuat strategi yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan masalah.
c. Melaksanakan strategi sesuai rencana
Indikator : Siswa melaksanakan strategi yang telah dibuat untuk
menyelesaikan masalah
d. Memeriksa kembali proses dan hasil penyelesaian
Indikator : Siswa melakukan pemeriksaan kembali terhadap proses
dan hasil yang didapat
3. Hambatan dalam memecahkan masalah
Terkait dengan pemecahan masalah, menurut PPPPTK Matematika ( 2010
) terdapat 4 hambatan yang sering menjadi kesulitan dalam memecahkan
masalah, yaitu :
a. Kompleksnya pernyataan pada suatu masalah
Sejumlah informasi, variabel, konten matematika akan berakibat pada
b. Kebiasaan atau pengalaman belajar yang telah diperoleh
Contoh : Jika dan adalah bilangan positif dan memenuhi
persamaan + = , tentukan nilai + .
Sebagian siswa akan mengerjakan dengan menyamakan penyebutnya
terlebih dahulu yang justru akan membuat perhitungan semakin rumit.
Hal tersebut dikarenakan siswa terbiasa menyelesaiakan soal dengan
selalu disamakan penyebutnya.
c. Sulitnya memulai hal yang harus dikerjakan
Biasanya terjadi jika siswa ragu-ragu, takut salah, dan tidak berani
mencoba-coba, yang menyebabkan siswa merenung terlalu lama dan
tidak segera menuangkan idenya walaupun mungkin salah.
d. Cepat merasa puas terhadap hasil yang diperoleh, sehingga tidak
melakukan pemeriksaan yang mendalam terhadap proses
mengerjakan.
Selain itu, Santrock ( 2014 ) menyebutkan bahwa hambatan dalam
memecahkan masalah setidaknya terdapat tiga hal, yaitu :
a. Fiksasi
Fiksasi adalah suatu keadaan dimana siswa menggunakan strategi
sebelumnya dan gagal untuk melihat masalah dari segi pandang yang
baru. Siswa terperangkap dan terpaku pada strategi tertentu utnuk
b. Kurangnya kegigihan
Kegigihan siswa dalam mengatasi masalah akan mempengaruhi
kinerja siswa dalam memecahkan suatu masalah. Hal ini dikarenakan
dengan adanya perlawanan terhadap masalah yang dihadapi maka akan
membuat siswa tetap bertahan dalam menemukan solusi. Beberapa
siswa menghindari masalah atau menyerah terlalu mudah.
c. Pengendalian emosional
Emosi dapat menghambat siswa dalam memecahkan masalah.
Pemecah masalah yang baik tidak hanya memiliki motivasi yang tinggi,
akan tetapi mampu mengendalikan emosi sehingga, dapat
berkonsentrasi terhadap solusi masalah. Kecemasan atau takut dapat
menghambat kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.
4. Contoh penyelesaian soal pemecahan masalah matematis pada materi
phytagoras
Sebuah tiang listrik dapat berdiri tegak karena ditahan oleh tali kawat baja
yang diikatkan pada ujung bagian tiang. Jika jarak dari patok pengikat
terhadap tiang listrik adalah 6 m dan tinggi tiang listrik adalah 5 m,
tentukan panjang tali kawat baja yang dibutuhkan.
Penyelesaian :
a. Memahami masalah
Diketahui jarak patok dengan tiang listrik = 6 m
Tinggi tiang listrik = 5 m
Menyajikan kembali masalah kedalam bentuk yang lebih operasional
(gambar, tabel, diagram, dan lainnya)
b. Merencanakan strategi pemecahannya
Dengan menggunakan teorema phytagoras
= +
c. Melaksanakan strategi sesuai rencana
= +
= 6 + 5
= 61
= √61 = 7,81
Jadi panjang minimal tali kawat baja yang dibutuhkan adalah 7,81
meter.
d. Memeriksa kembali proses dan hasil penyelesaian
Pada langkah sebelumnya didapat panjang tali ( ) = √61 = 7,81
m.
Sehingga harus berlaku, = −
5 = 7,81 −6
Karena hasil yang didapat sama, dapat disimpulkan bahwa proses dan
hasil yang diperoleh benar.
C. Keterkaitan antara Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dengan
Optimisme
Dalam memecahkan masalah matematika siswa membutuhkan
kemampuan kognitifnya, dalam arti pengetahuan yang dimiliki siswa. Akan
tetapi siswa tidak bisa menyelesaikan masalah matematika dengan hanya
mengandalkan pengetahuannya saja, siswa membutuhkan kegigihan dalam
mengatasi masalah serta bertahan dalam menemukan solusi (Santrock, 2014).
Kegigihan dalam mengatasi masalah dan bertahan dalam menemukan solusi
merupakan suatu bentuk dari optimise. Sebagaimana Ubaedy (2007)
menjelaskan bahwa perlawanan siswa terhadap masalah atau hambatan yang
dihadapinya terkait dengan tingkat optimisme yang dimilikinya. Siswa dengan
optimisme kuat cenderung mempunyai perlawanan yang kuat untuk
menyelesaikan masalah.
Selain itu, Santrock (2014) juga menjelaskan bahwa siswa yang
mempunyai kemampuan pemecahan masalah cenderung tidak takut membuat
kesalahan. Ubaedy (2007) menjelaskan bahwa tidak takut membuat kesalahan
merupakan bentuk keyakinan yang kuat bahwa dirinya mampu menyelesaikan
masalah yang dihadapi, keyakinan atas harapan yang baik merupakan bentuk
dari optimisme. Siswa yang optimis tidak pernah memandang adanya
kegagalan maupun kesalahan. Tetapi jika mereka menjumpai kegagalan,
dalam mencapai keberhasilan. Berdasarkan hal tersebut maka terlihat adanya
keterkaitan antara kemampuan pemecahan masalah dan optimisme yang
dimiliki siswa.
D. Pokok Bahasan Phytagoras
Standar Kompetensi :
3. Menggunakan Teorema Pythagoras dalam pemecahan masalah
Kompetensi Dasar :
3.1 Menggunakan Teorema Pythagoras untuk menentukan panjang sisi-sisi
segitiga siku-siku.
3.2 Memecahkan masalah pada bangun datar yang berkaitan dengan Teorema
Pythagoras.
Indikator :
3.1.1 Menghitung panjang sisi segitiga siku-siku jika dua sisi lain diketahui.
3.2.1 Menghitung panjang sisi miring pada bangun datar
E. Kerangka Pikir
Dalam menyelesaikan masalah matematika siswa dituntut untuk
memahami masalah, merencanakan strategi, menjalankan strategi, dan
memeriksa kembali proses dan hasil, sehingga kemampuan pemecahan
masalah matematis dapat menstimulasi daya berpikir siswa untuk semakin
berkembang sehingga mampu berpikir terbuka terhadap setiap masalah yang
dihadapinya. Adapun dalam memecahkan masalah siswa tidak hanya
mengandalkan kemampuan kognitifnya saja, akan tetapi sikap optimis juga
Karena siswa yang optimis akan bertahan dalam menghadapi masalah yang
dihadapinya dan selalu memperbaiki diri secara terus menerus serta
mempunyai keyakinan bahwa masalah yang mereka hadapi pasti akan teratasi
dengan adanya usaha yang berkelanjutan.
Berdasarkan hal tersebut terdapat kemungkinan bahwa, kemampuan
siswa dalam memecahkan masalah matematis dapat dilihat dari sikap optimis
yang dimiliki oleh siswa. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan kemampuan pemecahan masalah matematis ditinjau dari
optimisme siswa. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengumpulan data
dengan menggunakan angket, tes tertulis, wawancara, dan dokumentasi.
Angket digunakan untuk mengukur tingkat optimisme siswa yang selanjutnya
dikategorikan kedalam kelompok optimisme tinggi, kelompok optimisme
sedang, dan kelompok optimisme rendah. Tes tertulis digunakan untuk
mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Kemudian
untuk memperkuat data, dilakukan wawancara dan dokumentasi terhadap
optimisme siswa dan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
Setelah data terkumpul, kemudian data tersebut direduksi, dalam proses
reduksi data maka akan dipilih data yang dipakai dan data yang tidak dipakai.
Setelah itu baru dapat disimpulkan bagaimana deskripsi kemampuan