• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA - BAB II MAMAN SUDARMAN TS'16

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA - BAB II MAMAN SUDARMAN TS'16"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI

1. Daya Dukung Tanah

Dalam pandangan teknik sipil, tanah adalah himpunan mineral, bahan organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak diatas batuan dasar (bedrock). Data tanah yang tersedia pada proyek pembangunan gedung perkuliahan di Dukuhwaluh adalah data uji penetrasi kerucut statis (sondir). Hasil uji ini didapatakan kekuatan tanah pada kedalaman 400 cm.MT mempunyai nilai tahanan ujung (qc) berkisar 165 kg/cm2. Karena data penyelidikan tanah tidak lengkap, maka diperlukan korelasi agar memperoleh parameter tanah yang diperlukan untuk analisis pondasi.

1) Menentukan Kedalaman Tanah Keras (Df)

Kedalaman tanah yang akan digunakan sebagai dasar pondasi harus memiliki kekuatan yang mampu menahan beban yang diterima pondasi. Berdasarkan hasil sondir, maka data yang dipakai adalah data qc. Menurut Terzaghi dan Peck (1984) dalam Wibowo (2011) tanah yang baik untuk bangunan adalah tanah dengan kategori keras atau mempunyai nilai tahanan ujung (qc) lebih dari 120 kg/cm2. Berikut tabel yang bisa diapakai :

Tabel 2.1 Konsistensi tanah berdasarkan hasil sondir

(2)

(kg/cm2) (kg/cm2)

Sumber : Terzaghi dan Peck (1984) dalam Wibowo (2011)

2) Menghitung Rasio Gesekan (fr)

Menghitung rasio gesekan (fr) dari nilai qc untuk mengklasifikasikan tanah menurut Hardiyatmo (2003) adalah sebagai berikut :

fr = fs

qc

×

100% (1)

Berdasarkan SNI-2827 (2008), Perlawanan geser (fs) diperoleh dari rumus :

fs =

Kw . Api

As

(2)

Kw = (Tw - Cw )

Menurut Terzaghi (1943) dalam Hardiyatmo (2003) untuk mengetahui nilai fs bisa dilihat pada tabel seperti dibawah ini :

Tabel 2.2 Nilai fs menurut Terzaghi

(3)

Api = Luas penampang piston (cm2) As = Luas selimut geser (cm2)

Cw = Pembacaan manometer untuk nilai perlawanan konus (kPa) Tw = Pembacaan manometer (kPa)

Kw = Selisih Tw - Cw (kPa)

Gambar 2.1 Klasifikasi tanah berdasarkan uji sondir (Sumber : Hardiyatmo, 2002)

Tabel 2.3 Nilai untuk tanah keadaan asli di lapangan

(4)

Tabel. 2.4 Berat jenis tanah (gravity spesific)

Sumber : Hardiyatmo (2002)

3) Menghitung berat volume tanah (γ)

Dengan asumsi bahwa muka air tanah berada sama dengan dasar pondasi, maka berat volume tanah menurut Hardiyatmo (2002) adalah :

γ’ = γsat – γw (3)

γsat = (Gs+e) γw

1+e (4)

Dimana :

γw = Berat volume air = 1 t/m3 atau 9,81 kN/m3 γsat = Berat volume tanah jenuh (kN/m3)

Gs = Berat jenis tanah e = Angka pori

γ’ = Berat volume tanah effektif (kN/m3)

4) Menghitung tekanan Overburden (po)

Tekanan overburden (po) menururt Hardiyatmo (2002) adalah :

po = Df . γ’ (5)

(5)

po = Df . γ’ + qo Dimana :

po = Tekanan overburden (kN/m2) Df = Kedalaman pondasi (m) 5) Menghitung sudut gesek dalam puncak (φ)

Untuk mengetahui sudut gesek dalam puncak (φ) berdasarkan tekanan

overburden (po) bisa dilihat pada grafik seperti dibawah ini :

Gambar 2.2 Hubungan sudut gesek dalam puncak (φ) dan qc (Sumber : Hardiyatmo, 2002)

6) Menghitung kohesi tanah (c)

Menurut Sunggono (1984) dalam Bahtia (2016), mencari kohesi tanah dari uji sondir bisa dihitung menggunakan rumus berikut :

c = qc

20 (6)

Dimana :

(6)

Atau menurut Bowles (1988) untuk mendapatkan nilai kohesi tanah dari qu dimana analisis kapasitas dukung (qu) ini menggunakan data sondir. Berikut rumus yang digunakan adalah :

c = qu

2 (7)

Dimana :

c = Kohesi tanah (kPa) 7) Menghitung kuat geser tanah (s atau τ)

Menurut Couloumb (1776) dalam Hardiyatmo (2002) adalah :

τ = c + (σ – u) tan φ (8)

a. Daya Dukung Tanah Pada Tanah Granuler

1) Daya Dukung Tanah Pada Tanah Granuler Untuk Pondasi Tiang

Berdasarkan perhitungan kapasitas dukung tanah menggunakan tahanan ujung dan tahanan gesek tiangnya Hardiyatmo (2002) kemudian digabungkan

(7)

Qu = Qb + Qs (9) = (qu × Ab) + (fs × As)

= [(0,5 Tan φ Nq Pa)× Ab] + [fs × As]

Qa = Qu

F

Menurut Sihotang (2009) untuk mencari faktor gesek tahanan kulit adalah sebagai berikut :

fs = qc . α

f (10)

Dimana :

Qu = Kapasitas dukung aksial ultimit tiang pancang (kN) qu = Kapasitas dukung ultimite tanah (kg/m2)

Ab = Luas penampang tiang(cm2)

fs = Faktor gesek satuan antara tanah dan dinding tiang (kg/m2) f = Faktor empirik untuk tiang pancang beton pratekan 3,50 α = untuk pasir adalah 1,4%

(8)

Gambar 2.3 Faktor nilai Nc Nq Nγ

(Sumber : Terzaghi (1943) dalam DPU, (2005)) 2) Daya Dukung Tanah Pada Tanah Granuler Untuk Pondasi Telapak

Jenis tanah granuler tidak mempunyai kohesi (c), sehingga daya dukung menurut Terzaghi (1943) dalam Sitohang (2014) untuk pondasi berbentuk bujur sangkar adalah :

Qu = po . Nq+ 0,4 b .γ . Nγ (11)

Diaman :

B = Lebar pondasi telapak (m)

Berdasarkan hasil pengujian sondir (CPT) menurut Schmertmann (1978), dari persamaan Terzaghi dalam Hardiyatmo (2002) diperoleh persamaan :

(9)

3) Daya Dukung Tanah Pada Tanah Granuler Untuk Pondasi Sumuran

Karena pada pondasi sumuran pengerjaan dilakukan dengan cara menggali tanah terlebih dahulu pada kedalaman dan ukuran yang sesuai dengan pondasi sumuran rencana, maka tahanan dari kulit sumuran dianggap = 0. Sehingga kapasitas dukung hanya berasal dari tahan ujungnya saja, menurut Bowles (1988) persamaan yang bisa dipakai adalah sebagai berikut :

Qu = Qa (13)

Qu = Kapasitas dukung ultimit (kg)

qu = Karena pada tanah granuler, menurut Bowles (1988) maka nilai qu diganti = (L’ γ Nq + 0,4 B γ Nγ)

L’ dibatasi sampai 15B (B = Lebar atau diameter sumuran) Ab = Luas penampang kaison (cm2)

Qa = Kapasitas dukung ijin (kg)

Sedangkan kekuatan ijin berdasarkan bahannya dapat dihitung dengan menggunakan rumus PBI (1971) dalam Hardiyatmo (2002) sebagai berikut :

Qa bahan = σb × Ab (14)

Tegangan beton untuk sumuran dengan menggunakan bahan beton siklop (cyclop concrete) mempunyai kekuatan sebagai berikut :

(10)

Dimana :

Q sumuran = Kekuatan pikul tiang yang diijinkan (kg) fc = Mutu beton yang digunakan (MPa)

σb = Tegangan tekan tiang yang diijinkan (kg/cm2) Ab = Luas penampang kaison (cm2)

b. Daya Dukung Tanah Pada Tanah Kohesif

1) Daya Dukung Tanah Pada Tanah Kohesif Untuk Pondasi Tiang

Kapasitas dukung pondasi tiang untuk tanah kohesif menurut Meyerhoff

(1976) adalah sebagai berikut :

Qu = Qb + Qs (16)

= (qu × Ab) + (fs × As)

= [(c Nc + q Nq)× Ab] + [fs × As]

Pada tanah kohesif, nilai φ = 0, sehingga q Nq = 0. Sedangkan menurut Poulos dan Davis (1980) dalam Sumiyanto (2007) Rekayasa Pondasi II memberikan nilai Nc = 9.

Qa = Qu

F

Dimana :

Qu = Kapasitas dukung aksial ultimit tiang pancang (kg) qu = Kapasitas dukung ultimite tanah (kg/m2)

Ab = Luas penampang tiang (cm2)

(11)

Qa = Kapasitas dukung ijin (kg)

q = Tegangan vertikal (tekanan beban tambahan) c = Nilai kohesi tanah

Nc = Faktor kapasitas dukung F = Safety factor

2) Daya Dukung Tanah Pada Tanah Kohesif Untuk Pondasi Telapak

Menurut Skempton (1951) dalam Sitohang (2014), daya dukung tanah untuk pondasi telapak pada tanah kohesif dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Qu = c. Nc + Df . γ (17)

Dimana :

c = Kohesi tanah (kN/m2)

Nilai Nctergantung dari bentuk pondasi, dengan melihat grafik dibawah ini :

(12)

Berdasarkan hasil pengujian sondir (CPT) menurut Schmertmann (1978) dalam Hardiyatmo (2002) dari persamaan Terzaghi diperoleh persamaan :

0,8 Nq ≈ 0,8 Nγ ≈ qc

Taksiran ini dapat diterapkan untuk 𝐷

𝐵 ≤ 1,5. Untuk tanah kohesif pada pondasi

bukur sangkar sebagai berikut :

Qu = 5 + 0,34 qc (18)

3) Daya Dukung Tanah Pada Tanah Kohesif Untuk Pondasi Sumuran Menurut Hardiyatmo (2002) adalah sebagai berikut :

Qu = Qb (19)

= (qu × Ab) Qa tanah = Qu

F

Dimana :

Qu = Kapasitas dukung ultimit (kg)

qu = Karena pada tanah kohesif, berdasarkan Bowles (1988) maka nilai qu diganti = (9 . c)

Ab = Luas penampang kaison (cm2) Qa = Kapasitas dukung ijin (kg)

Sedangkan kekuatan ijin berdasarkan bahannya dapat dihitung dengan menggunakan rumus PBI (1971) dalam Hardiyatmo (2002) sebagai berikut :

Qa bahan = σb × Ab (20)

(13)

σb = 0,25 × fc (21) Dimana :

Q sumuran = Kekuatan pikul tiang yang diijinkan (kg) fc = Mutu beton yang digunakan (MPa)

σb = Tegangan tekan tiang yang diijinkan (kg/cm2) Ab = Luas penampang kaison (cm2)

2. Pembebanan Pondasi

Perencanaan pembebanan harus sesuai dengan aturan pembebanan yang mencakup tipe-tipe beban yang bekerja termasuk beban yang sesuai dengan letak strukturnya. Tipe beban yang umum bekerja pada struktur pondasi berdasarkan SNI-1727-2013 adalah sebagai berikut :

1) Beban Vertikal a) Beban Mati (qd)

Beban mati yaitu berat seluruh bahan konstruksi bangunan gedung yang terpasang seperti dinding, lantai, atap, plafon, tangga, dinding partisi tetap, klading gedung, komponen struktural dan arsitektural serta peralatan layan terpasang lain termasuk keran.

b) Beban Hidup (ql)

(14)

2) Beban Horisontal a) Beban Gempa (E)

Beban Gempa merupakan beban yang timbul akibat pergerakan tanah dimana struktur tersebut berdiri.

b) Beban Angin (w)

Beban angin (w) adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara.

c) Beban Gempa

Beban Gempa merupakan beban yang timbul akibat pergerakan tanah dimana struktur tersebut berdiri.

a. Pembebanan Pondasi Tiang

1) Pembebanan Pondasi Tiang Pada Tanah Granuler

Dengan menganggap beban yang terjadi pada pondasi tiang adalah beban titik terpusat, maka tidak perlu diperhitungkan adanya eksentrisitas beban yaitu ex dan ey. Sehingga Qa pada tanah granuler merupakan kapasitas dukung ijin tiang tunggal. Rumus pembebanan menurut Sumiyanto (2007) dalam buku Rekayasa Pondasi II adalah sebagai berikut :

Qa . n ≥ P (22)

Dimana :

n = Jumlah tiang

P = Beban yang diterima pondasi (kg)

Kapasitas dukung kelompok tiang pada tanah granuler sebagai berikut :

(15)

Menentukan faktor effisiensi ikut menentukan, sehingga :

Pu = n . Qa . Eg (24)

Dimana :

Qg = Beban maksimum kelompok tiang (kg) n = Jumlah tiang dalam kelompok (buah) Qa = Kapasitas dukung ijin tiang (kg) Eg = Effisiensi kelompok tiang

Menurut ASCE Committee on Deep Foundation (1984) dalam Irifin (2008) menganjurkan bahwa untuk jarak tiang antara 2D-3D tidak memerlukan perhitungan effisiensi kelompok tiang (Eg).

2) Pembebanan Pondasi Tiang Pada Tanah Kohesif

Pada hasil perhitungan Qa untuk tanah kohesif merupakan kapasitas dukung ijin tiang tunggal. Rumus pembebanan menurut Sumiyanto (2007) dalam Rekayasa Pondasi II adalah sebagai berikut :

Qa . n ≥ P (25)

Dimana :

n = Jumlah tiang

P = Beban yang diterima pondasi (kg)

Kapasitas dukung kelompok tiang pada tanah kohesif adalah :

ΣPu = n . Qa (26)

(16)

b. Pembebanan Pondasi Telapak

Pembebanan pada pondasi telapak dianggap beban vertikal sentris maupun eksentris. Menurut Bowles (1988) jika beban eksentris pada arah lebarnya, lebar effektif pondasi dinyatakan oleh :

B’ = B - 2ex , dengan L’ = L

Jika beban eksentris pada arah memanjangnya, panjang effektif pondasi dinyatakan oleh :

L’ = B - 2ey , dengan B’ = B

Jika eksentrisitas beban dua arah, yaitu ex dan ey, maka lebar effektif pondasi (B’) ditentukan sedemikian rupa sehingga resultan beban terletak di pusat berat area effektif A’.

Menurut Meyerhoff (1953) dalam Bowles (1988) bahwa tekanan dukung tanah (Qa) akan mengalami reduksi (Re) sehingga dipakai persamaan :

(17)

1) Pembebanan Pondasi Telapak Pada Tanah Granuler

Faktor reduksi untuk tanah granuler Menurut Meyerhoff (1953) dalam buku Bowles (1988) adalah sebagai berikut :

Re = 1 – (𝑒

𝑏

)

0,5

(29)

Dimana : 0 < 𝑒

𝑏 < 0,3

e = Jarak antara beban titik terhadap pusat pondasi (m) Berikut adalah grafik yang dapat dipakai untuk menghitung reduksi.

Gambar 2.5 Pengaruh eksentrisitas dengan beban vertikal (Sumber : Hardiyatmo, 2002)

2) Pembebanan Pondasi Telapak Pada Tanah Kohesif

Faktor reduksi untuk tanah kohesif Menurut Meyerhoff (1953) dalam Bowles (1988) adalah sebagai berikut :

Re = 1 – 2 𝑒

(18)

c. Pembebanan Pondasi Sumuran

1) Pembebanan Pondasi Sumuran Pada Tanah Granuler

Untuk menghitung Pu pada tanah granuler, Menurut Bowles (1988) digunakan rumus sebagai berikut :

Pu = [0,80 φ (0,85 fc’Ac + fy As)] + w (31)

Karena rencana bahan menggunakan beton siklop dengan mutu fc 20 mPa, maka fy . As = 0.

2) Pembebanan Pondasi Sumuran Pada Tanah Kohesif

Menurut Bowles (1988) beban aksial terfaktor (Pu) pada sumuran bertulang adalah sebagai berikut:

Pu = (fc’Ac + fy As) + w ≥ P (32) Dimana :

Pu’ = Beban aksial (kN)

P = Beban yang diterima pondasi (kN)

fc’ = Mutu beton untuk bahan beton siklop (mPa) Ac = Luas penampang beton (cm2)

(19)

Karena rencana bahan hanya menggunakan beton siklop dengan mutu fc 20 mPa, maka fy . As = 0 dan sudut gesek pada tanah kohesif = 0.

3. Perancangan Pondasi

Pondasi adalah bagian dari struktur yang berfungsi untuk menyalurkan beban struktur ke tanah di bawahnya Hardiyatmo (2002). Apabila beban struktur tidak terlalu besar dan letak kedalaman tanah kerasnya cukup dangkal dapat menggunakan pondasi telapak. Sedangkan apabila beban struktur cukup besar dan letak tanah keras cukup dalam dapat menggunakan pondasi tiang. Setiap pondasi memiliki kedalaman pondasi (Df) yakni jarak vertikal muka tanah dengan ujung pondasi.

Secara garis besar, pondasi terbagi menjadi 2 (dua) kelompok besar antara lain sebagai berikut :

1) Pondasi dangkal (Shallow Foundation)

Pondasi dangkal didefenisikan sebagai pondasi yang mendukung bebannya secara langsung, seperti pondasi telapak, pondasi memanjang dan pondasi rakit, panjangnya berkisar 1 m – 2 m atau Df/B < 1. Pondasi ini digunakan apabila kedalaman tanah baik tidak begitu dalam (antara 0,6 sampai 2,0 meter ), serta kapasitas dukung tanah relatif baik (> 120 kg/cm2 ).

2) Pondasi dalam (Deep Foundation)

(20)

dengan daya dukung yang memadai berada pada kedalaman tanah yang cukup dalam dari permukaan dan pada lapisan tanah atas berupa tanah lunak (humus/peat/organik). Kondisi ini mengharuskan pondasi ditanam sehingga mencapai lapisan tanah keras tersebut.

a. Perancangan Pondasi Tiang

1) Tahanan Aksial Tiang Pancang (Pn) a) Berdasarkan Jenis Tanah

Menurut Sumiyanto (2007) dalam Rekayasa Pondasi II tahanan aksial tiang pancang (Pn) merupakan kekuatan tahan ujung (Qb) ditambah dengan kekuatan tahanan gesek selimut tiang pancangnya (Qs) atau disebut juga kapasitas dukung ultimit (Qa), sehingga :

P = Qa (33)

Menurut Ilham (2010), kekuatan tiang berdasarkan bahannya bisa dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Wp = W . L

P = 0,30 . fc' . A - 1,2 . Wp (34)

Pn = P

(21)

Dimana :

Wp = Berat tiang pancang (kN) W = Berat tiang per meter (kN) L = Panjang tiang rencana (m)

P = Kapasitas dukung nominal tiang (kN) A = Luas permukaan tiang (m2)

Pn = Tahanan aksial tiang (kN) F = Faktor aman

c) Berdasarkan Hasil Uji Sondir

Menurut Tomlinson (1986) dalam Irifin (2008), untuk menentukan daya dukung ijin tekan adalah sebagai berikut :

(22)

2) Jumlah Tiang Pancang (n)

Menentukan jumlah tiang menurut Irifin (2008) :

n = P / Pn (36)

Dengan ketentuan n . Pn > P Dimana :

P = Beban aksial kolom (kN) 3) Tahanan Lateral Tiang Pancang (Hn)

a) Berdasarkan Defleksi Tiang Maksimum

Berdasarkan defleksi tiang maksimum menurut Broms (1964) dalam Ilham (2010), tahanan lateral (Hn) dapat dihitung dengan persamaan :

Hn = y0 . Kh D

Hn = Tahanan lateral tiang pancang (kN) L = Panjang pondasi (m)

Ec = Modulus elastisitas tiang (kN/m2) Kh = Modulus subgrade horisontal (kN/m2)

(23)

Ic = Momen inersia penampang (m4)

e = Jarak beban lateral terhadap muka tanah (m) y0 = Defleksi tiang maksimum (m)

Diambil defleksi maksimal yaitu 6 mm β = Koefisien defleksi tiang

b) Berdasarkan Momen Maksimum

Menentukan gaya lateral menurut Brinch-Hansen (1961) dalam Ilham (2010) adalah sebagai berikut :

My = fb . W (38)

fb = 0,40 . fc' . 103 W = Ic / (D/2)

Diperoleh persamaan sebagai berikut : (39)

Persamaan 1 = Hn / [ 9 . cu . D ] Persamaan 2 = L - ( f + 1,5 . D )

Persamaan 3 = Hn . ( e + 1,5 . D + 0,5 . f ) Persamaan 4 = 9 / 4 . D . cu . g2

Dimana :

fb = Kuat lentur beton tiang pancang (kN/m2) W = Tahanan momen (m3)

My = Momen maksimum (kNm)

(24)

4) Susunan Tiang Pancang

Menurut Irifin (2008) pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam menentukan jarak antar tiang pancang (S) antara lain :

a) Ujung tiang tidak mencapai tanah keras maka jarak tiang minimum ≥ 2 kali diameter tiang atau 2 kali diagonal tampang tiang.

b) Ujung tiang mencapai tanah keras, maka jarak tiang minimum ≥ diameter tiang ditambah 30 cm atau panjang diagonal tiang ditambah 30 cm.

Persamaan yang bisa dipakai adalah sebagai berikut :

2 D ≤ S ≤ 2,5 D (40)

Diaman :

S = Jarak antara pusat ke pusat tiang (cm) D = Diameter Tiang (cm)

Pertimbangan dalam menentukan jarak tiang ke ujung pilecap (a) :

a ≥ 1,25 D (41)

Diaman :

(25)

Gambar 2.6 Model susunan tiang (Sumber : Ilham, 2010) 5) Gaya Aksial Pada Tiang Pancang

Untuk menghitung gaya aksial pada tiang pancang menurut Ilham (2010) adalah sebagai berikut :

Berat tanah diatas pilecap (Ws)

Ws = Lx . Ly . z . ws (42)

Dimana :

Lx = Lebar pile cap arah x (m) Ly = Lebar pile cap arah y (m) z = Tebal tanah diatas pilcap (m)

ws = Berat volume tanah diatas pile cap (kN/m3) Berat pilecap (Wc) :

Wc = Lx . Ly . h . wc (43)

Dimana :

(26)

wc = Berat beton bertulang (kN/m3) Pu = Total gaya aksial terfaktor (kg)

Gaya aksial maksimum dan minimum dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

Syarat-syarat yang harus dipenuhi pada gaya aksial tiang pancang : Pu max ≤ Qa

Jika Pu tidak memenuhi syarat, maka jumlah pondasi ditambah. 6) Gaya Lateral Pada Tiang Pancang

(27)

Gaya lateral tiang pancang pada arah x (hu x) : hu x = Hu x

𝑛

Gaya lateral tiang pancang pada arah y (hu y) : hu y =

Hu y

𝑛

Gaya lateral kombinasi dua arah (hu max) :

hu max = √hu x2+ hu y2 (46)

Syaratnya :

hu max ≤ Hn 7) Tinjauan Geser Satu Arah

Menurut Ilham (2010) adalah untuk menentukan tinjauan geser 1 (satu) arah adalah sebagai berikut :

a) Tinjauan Geser Arah x

(28)

Tebal effektif pilecap (t’) t’ = t - d'

Jarak bid. kritis terhadap sisi luar (cx) cx = ( Lx - Bx - t' ) / 2 Lebar bidang geser untuk tinjauan arah y (b)

b = Ly

Rasio sisi panjang thd. sisi pendek kolom (bc) bc = Bx / By

(29)

wc = Berat volume beton (kN/m3)

z = Tebal lapisan tanah diatas pilecap (m) ws = Berat volume tanah (kN/m3)

d’ = Jarak pusat tulangan terhadap sisi luar beton (m)

b) Tinjauan Geser Arah y

Gambar 2.8 Tinjauan geser arah y (Sumber : Ilham, 2010) Tebal effektif pilecap (t’)

t’ = t - d'

Jarak bid. kritis terhadap sisi luar (cy) cy = ( Ly - By - t' ) / 2

Berat beton (W1)

W1 = cy . Lx . t . wc (53)

Berat tanah (W2)

(30)

Gaya geser arah y (Vuy)

Vuy = 2 . pumax - W1 - W2 (55)

Lebar bidang geser untuk tinjauan arah x (b) b = Lx

Rasio sisi panjang thd. sisi pendek kolom (bc) bc = Bx / By

Kuat geser pilecap arah x, diambil nilai terkecil dari vc dari pers.sbb. : vc 1 = [1+2 / bc] . √ fc' . b . t' /6 (56) vc 2 = [αs . d / b+2] . √fc' . b . t'/12 (57) vc 3 = 1/3 . √fc' . b . t' (58) Kuat geser pilecap (Vc)

Vc = vc / F

Dengan ketentuan Vc > Vuy 8) Tinjauan Geser Dua Arah

Menentukan tinjauan geser dua arah (Pons) menurut Ilham (2010) adalah :

(31)

Tebal effektif pilecap (d’)

Tegangan geser pons, diambil nilai terkecil dari fp yang diperoleh dari pers.sbb. :

fp 1 = [ 1 + 2 / bc ] . √ fc' / 6 (59)

fp 2 = [ αs . t / bp + 2 ] . √ fc' / 12 (60)

fp 3 = 1 / 3 . √ fc' (61)

Kuat geser pilecap (Vnp)

Vnp = Ap . fp / F (62)

Dengan ketentuan Vnp > P Dimana :

Puk = Gaya geser akibat beban terfaktor pada kolom (kN) Bx = Lebar kolom arah x (m)

(32)

9) Pembesian Pilecap

Pembesian pada pilecap menurut Ilham (2010) adalah dapat ditentukan pada tulangan lentur arah x dan y serta tulangan susutnya sebagai berikut :

a) Tulangan Lentur Arah x

Gambar 2.10 Tulangan lentur arah x (Sumber : Ilham, 2010)

Jarak tepi kolom terhadap sisi luar pilecap (cy) cy = ( Lx - Bx ) / 2

Jarak tiang thd. sisi kolom (ey) ey = cx - a

Momen yang terjadi pada pilecap (Mux)

Mux = 2. pumax. ex - W1. cx/2 - W2.cx /2 (63) Lebar pilecap yang ditinjau (b)

(33)

Tebal effektif plat (t’)

Rasio tulangan yang diperlukan (ρ)

ρ = 0,85.fc / fy . [1-√{1–2.Rn / (0,85.fc)}] (67) Rasio tulangan minimum (ρmin)

Merupakan rasio tulangan minimal yang digunakan adalah 0,0025 Luas tulangan yang diperlukan (As)

As = ρ . b . t' (68)

Jarak tulangan yang diperlukan (s)

s = π / 4 .D2. b / As (69) Jarak tulangan maksimum (smax)

Merupakan jarak tulangan terjauh yang disyaratkan adalah sebesar 200 mm

Jumlah tulangan terpakai (∑tul) ∑tul = As / Atul

Dimana :

d’ = Jarak pusat tulangan terhadap sisi luar beton (cm)

(34)

Es = Modulus elastis baja (kN/m2) Diambil 200.000 . 103 kN/m2 β1 = Faktor distribusi tegangan beton

Diambil 0,85 b) Tulangan Lentur Arah y

Gambar 2.11 Tulangan lentur arah y (Sumber : Ilham, 2010) Jarak tepi kolom terhadap sisi luar pilecap (cy)

cy = ( Lx - Bx ) / 2 Jarak tiang thd. sisi kolom (ey)

ey = cx - a

Momen yang terjadi pada pilecap (Mux)

Mux = 2. pumax. ex - W1. cx/2 - W2.cx /2 (70) Lebar pilecap yang ditinjau (b)

(35)

c) Tulangan Susut

Luas tulangan susut arah x (Asx)

Asx = ρsmin . b . t' (71)

Luas tulangan susut arah y (Asy)

Asy = ρsmin . b . t' (72)

Jumlah tulangan terpakai arah x dan arah y (∑tul) ∑tul = As / Atul

Jarak tulangan susut arah x (sx)

sx = π / 4 . Ø2 . b / Asx (73) Jarak tulangan susut arah y (sy)

sy = π / 4 . Ø2 . b / Asy (74) Jarak tulangan susut maksimum arah x (sx max) dan arah y (sy max)

Dipilih jarak maksimal tulangan adalah 200 mm

(36)

b. Perancangan Pondasi Telapak

1) Menentukan kedalaman pondasi telapak (Df)

Mentukan kedalaman pondasi Menurut Sumiyanto (2007) dalam buku Rekayasa Pondasi II ada beberapa hal yang harus diperhatikan :

(a) Pondasi harus diletatakan dibawah dasar dari pada lapisan tanah organik dan tanah jelek lainnya.

(b) Dasar pondasi harus diletakan pada lapisan yang tidak terpengaruh oleh kembang susut tanah akibat cuaca.

(c) Walaupun tanah pondasi kuat, dasar pondasi sebaiknya tidak terletak dipermukaan tanah, karena pertimbangan erosi dan penurunan.

(d) Jarak dan beda elevasi anatara dasar pondasi yang satu dengan yang lainnya harus sedemikian besar sehingga tidak terdapat pengaruh tumPang-tindihnya tekanan.

Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menentukan kedalaman minimal pondasi telapak menurut Sumiyanto (2007) sebagai berikut :

Df > s/2 (75)

Diamana :

(37)

Gambar 2.13 Perbedaan elevasi antara dua pondasi yang berdekatan (Sumber : Hardiyatmo, 2002)

2) Kontrol Tegangan Tanah

Kontrol tegangan tanah menurut Ilham (2010) adalah :

Gambar 2.14 Kontrol tegangan tanah (Sumber : Ilham, 2010) Luas dasar footplat (A)

A = bx . by

Tahanan momen arah x (Wx) Wx = 1/6 . by . bx2 Tahanan momen arah y (Wy)

Wy = 1/6 . bx . by2 Tinggi tanah di atas footplat (z)

(38)

Tekanan akibat berat footplat dan tanah (q)

Tegangan maksimum yang terjadi pada dasar pondasi (qmax)

qmax = P/A + Mx/Wx + My/Wy + q (77) Dengan ketentuan qmax < Qa

Tegangan minimum yang terjadi pada dasar pondasi (qmin)

qmin = P/A - Mx/Wx - My/Wy – q (78) Dengan ketentuan qmin > 0

3) Gaya Geser Pada Footplat

Menghitung gaya geser pada footplat menurut Ilham (2010) untuk gaya geser 1 (satu) arah maupun 2 (dua) arah adalah sebagai berikut :

a) Tinjauan Geser Arah x Tebal effektif footplat (d)

d = h- d'

Jarak bid. kritis terhadap sisi luar footplat (ax) ax = (bx - Bx - d) / 2

(39)

qx = qmin + (bx-ax) / bx . (qmax-qmin) (79) Gaya geser arah x (Vux)

Vux = [qx + (qmax-qx ) / 2 -q ] .ax .by (80) Lebar bidang geser untuk tinjauan arah x (b)

b = by

Rasio sisi panjang thd. sisi pendek kolom (bc) bc = Bx / By

Kuat geser arah x, diambil nilai terkecil vc yang diperoleh dari pers.sbb. : vc 1 = [1 + 2/bc] . √ fc' . b . d / 6 103 (81) vc 2 = [αs . d / b + 2] . √ fc' . b . d /12 . 103 (82) vc 3 = 1/3 . √ fc' . b . d . 103 (83) Kuat geser footplat (Vc)

Vc = vc / F

Dengan ketentuan Vc > Vux

(40)

b) Tinjauan Geser Arah y Tebal effektif footplat (d)

d = h- d'

Jarak bid. kritis terhadap sisi luar footplat (ay) ay = (by – By - d) / 2

Teg. tanah pada bid.g kritis geser arah y (qy)

qy = qmin + (by-ay) / by . (qmax-qmin) (84) Gaya geser arah y (Vuy)

Vuy = [qx + (qmax-qx ) / 2 -q ] .ax .by (85) Lebar bidang geser untuk tinjauan arah x (b)

b = bx

Rasio sisi panjang thd. sisi pendek kolom (bc) bc = Bx / By

Kuat geser arah y, diambil nilai terkecil vc yang diperoleh dari pers.sbb. : vc 1 = [1 + 2/bc] . √ fc' . b . d / 6 103 (86)

(41)

Gambar 2.16 Tinjauan geser arah y (Sumber : Ilham, 2010) c) Tinjauan Geser Dua Arah (PONS)

Lebar bidang geser pons arah x (cx) cx = Bx + 2 . d

Lebar bidang geser pons arah y (cy) cy = By + 2 . d

Gaya geser pons yang terjadi (Vup)

Vup = |(bx. by- cx. cy). [(qmax + qmin)/ 2- q]| (89) Luas bidang geser pons (Ap)

Ap = 2 . (cx + cy) . d Lebar bidang geser pons (bp)

Ap = 2 . (cx + cy)

Rasio sisi panjang thd. sisi pendek kolom (bp) bp = Bx / By

(42)

fp 2 = [αs . d / bp + 2] . √ fc' / 12 (91)

fp 3 = 1 / 3 . √ fc' (92)

Kuat geser pons (Vnp)

Vnp = Ap . fp /F (93)

Dengan ketentuan sebagai berikut : a. Vnp > Vup

b. Vnp > Pu

Gambar 2.17 Tinjauan geser dua arah (pons) (Sumber : Ilham, 2010)

4) Pembesian Pondasi Telapak

Menghitung penulangan pada footplat menurut Ilham (2010) adalah sebagai berikut untuk arah x dan arah y serta tulangan susut :

a) Tulangan Lentur Arah x

Jarak tepi kolom terhadap sisi luar footplat (ax) ax = (bx - Bx) / 2

Tegangan tanah pada tepi kolom (qx)

(43)

Momen yang terjadi pada plat fondasi akibat tegangan tanah (Mx) Mx = 1/2. ax2. [qx+ 2/3. (qmax- qx)- q]. by (95) Lebar plat fondasi yang ditinjau (b)

b = by

Tebal effektif plat (d) d = h - d'

ρb = β1. 0,85. fc’/ fy . 600/ (600 + fy) (96) Rmax = 0,75.ρb.fy.[1-0,5. 0,75. ρb. fy/(0,85.fc’)] (97) Mn = Mx / F

Rn = Mn / (b . d2) (98)

Rasio tulangan yang diperlukan (ρ)

ρ = 0,85. fc’/ fy. [1- √{1– 2. Rn/ (0,85. fc’)}] (99) Dengan ketentuan Rn < Rmax

Rasio tulangan minimum (ρmin)

Diambil rasio tulangan minimum adalah 0,0025 Luas tulangan yang diperlukan (As)

As = ρ . b . d (100)

Jarak tulangan yang diperlukan (s) s = π / 4. D2 . b / A

s (101)

Jarak tulangan maksimum (smax)

Jarak maksimum untuk setiap tulangan adalah 200 mm Luas tulangan terpakai (As)

(44)

Jumlah tulangan terpakai (∑tul) ∑tul = As / Atul

Dimana :

h = Tebal plat fondasi (m)

d’ = Jarak pusat tulangan thd. sisi luar beton (m)

Es = Modulus elastis baja (kN/m2) Diambil 200.000 . 103 kN/m2 β1 = Faktor distribusi teg. Beton

Diambil 0,85

Gambar 2.18 Tulangan lentur arah x (Sumber : Ilham, 2010) b) Tulangan Lentur Arah y

Jarak tepi kolom terhadap sisi luar footplat (ay) ay = (by – By) / 2

Tegangan tanah pada tepi kolom (qy)

(45)

My = 1/2. Ay2. [qy+ 2/3. (qmax- qy)- q]. Bx (104) Lebar plat fondasi yang ditinjau (b)

b = by

Tebal effektif plat (d) d = h - d'

ρb = β1. 0,85. fc’/ fy . 600/ (600 + fy) (105) Rmax = 0,75.ρb.fy.[1-0,5. 0,75. ρb. fy/(0,85.fc’)] (106) Mn = My / F

Rn = Mn / (b . d2) (107)

Rasio tulangan yang diperlukan (ρ)

ρ = 0,85. fc’/ fy. [1- √{1– 2. Rn/ (0,85. fc’)}] (108) Dengan ketentuan Rn < Rmax

Rasio tulangan minimum (ρmin)

Diambil rasio tulangan minimum adalah 0,0025 Luas tulangan yang diperlukan (As)

As = ρ . b . d (109)

Jarak tulangan yang diperlukan (s)

s = π / 4. D2 . b / As (110) Jarak tulangan maksimum (smax)

Jarak maksimum untuk setiap tulangan adalah 200 mm Luas tulangan terpakai (As)

(46)

∑tul = As / Atul Dimana :

h = Tebal plat fondasi (m)

d’ = Jarak pusat tulangan thd. sisi luar beton (m)

Es = Modulus elastis baja (kN/m2) Diambil 200.000 . 103 kN/m2 β1 = Faktor distribusi tegangan beton

Diambil 0,85

Gambar 2.19 Tulangan lentur arah y (Sumber : Ilham, 2010) c) Tulangan Susut

Luas tulangan susut arah x (Asx)

Asx = ρsmin . d . bx (112)

Luas tulangan susut arah y(Asx)

Asx = ρsmin . d . by (113)

(47)

Jumlah tulangan terpakai arah y (∑tul) ∑tul = As / Atul

Jarak tulangan susut arah x (sx) sx = π / 4 . Ø2 . b

y / Asx (114)

Jarak tulangan susut maksimum arah x (sx max) Jarak tulangan maksimum adalah 200 mm

Jarak tulangan susut arah y (sy)

sy = π / 4 . Ø2 . bx / Asy (115) Jarak tulangan susut maksimum arah y (sy max)

Jarak tulangan maksimum adalah 200 mm Dimana :

ρsmin = Rasio tulangan susut minimum Diambil 0,0014

Gambar 2.20 Desain penulangan pondasi telapak (Sumber : Ilham, 2010)

c. Perancangan Pondasi Sumuran

(48)

mPa. Pembuatan pondasi sumuran ini bertujuan untuk meningkatkan daya dukung tanah dengan cara mengganti tanah yang kurang kuat dengan beton siklop ini. Selain itu juga pondasi sumuran ini berfungsi sebagai penyalur beban dari pondasi telapak ke tanah dasar agar elevasi dasar pondasi telapak tidak terlalu dalam dan tidak membahayakan.

1) Kontrol terhadap daya dukung

Menurut Puspitasari (2007) dalam analisa pondasi sumuran perlu dilakukan kontrol terhadap guling, geser, eksentrisitas. Berikut beberapa perhitungan yang dilakukan terhadap kontrol pondasi sumuran.

a) Kesetabilan terhadap guling

Kesetabilan struktur terhadap guling dihitung dengan persamaan berikut : SFguling = Σ Mr terguling dengan titik pusat putaran yang berada di suatu titik. Disebabkan oleh tekanan tanah aktif yang bekerja pada elevasi tertentu.

(49)

b) Ketahanan terhadap geser

Persamaan untuk menghitungnya adalah :

SFgeser = c. A . Qu . Tan φB . As ≥ Hmax (119) Dimana :

a = 0,589 c = 0,080

φB = Sudut gesk antara tanah pondasi dengan dasar pondasi (º)

c) Ketahanan terhadap penyaluran beban

Menurut Aminullah (2009), maksimum kuat tumpu untuk beton dengan luasan yang berbeda memiliki penyaluran beban seperti sebuah piramida tegak lurus dengan kemiringan b/h yaitu 1:2. Berikut rumus yang bisa digunakan :

PN = (0,85 . fc . A1 . (√A1/A2)) / F (120)

PA = (1,7 . fc . A1) / F (121)

Dengan ketentuan PA > PN Dimana :

(50)

2) Daya dukung tanah akibat pembebanan

Tekanan yang disebabkan oleh gaya-gaya yang terjadi pada dasar pondasi

sumuran harus dipastikan lebih kecil dari daya dukung ijin tanah. Daya dukung tanah

pada dasar pondasi sumuran ditentukan dengan cara yang sama seperti dalam

menentukan daya dukung pondasi dangkal. Hal pertama yang perlu diperiksa adalah

eksentrisitas dari gaya-gaya ke pondasi dengan menggunakan persamaan berikut

menurut Puspitasari (2007) Daya dukung pondasi (Pmax) adalah :

Pmax = Pu

n

±

My x

Σx2

±

Mx y

Σy2 (122)

Dengan ketentuan Pmax < Pall Dimana :

Pmax = Beban maksimum yang diterima oleh pondasi n = Jumlah pondasi sumuran

x = Jarak pondasi terhadap titik berat x (m) y = Jarak pondasi terhadap titik berat y (m)

(51)

Gambar 2.21 Perletakan posisi pondasi sumuran (Sumber : Puspitasari, 2007)

3) Pembesian untuk mengikat antara pondasi sumuran dengan pondasi telapak Luas tulangan yang dibutuhkan (As) untuk mengikat pondasi sumuran dengan pondasi telapak dapat dihitung sebagai berikut :

As = 20% × Luas tulangan footplat (123)

Tulangan dalam pondasi sumuran ini hanya bersifat sebagai pengikat dengan pondasi telapak yang berada diatasnya. Dipasang dengan kedalaman :

t = 1/3 . hsumuran (124)

Jarak tulangan yang diperlukan (s)

s = π / 4. D2 . b / As (125)

Jarak tulangan maksimum (smax)

Jarak tulangan maksimum diambil 200 mm, tetapi untuk mempermudah pemasangan maka jarak antar tulangan disamakan dengan jarang tulangan lentur pondasi telapak.

Luas tulangan terpakai (As)

(52)

Jumlah tulangan terpakai arah x (∑tul)

∑tul = As / Atul (127)

Jumlah tulangan terpakai arah y (∑tul)

∑tul = As / Atul (128)

Gambar 2.22 Penulangan pondasi sumuran

(Sumber : Analisis, 2016)

4. Perhitungan Waktu Pekerjaan

Perhitungan waktu pekerjaan berdasarkan jumlah pekerja yang disamakan pada tiap pekerjaan jenis pondasi. Untuk dasar perhitungan yaitu koeffisien pekerja yang dikeluarkan oleh Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kabupaten Banyumas tahun 2015 yang didasarkan dari SNI.

Berdasakan data pada saat pekerjaan pondasi tiang pancang gedung perkuliahan di Dukuhwaluh dibutuhkan pekerja minimal 5 orang. Sehingga perhitungan semua jenis pondasi apabila dikerjakan oleh 5 orang adalah sebagai berikut :

(53)

OH = Volume pekerjaan / Koeffisien pekerja menurut SNI

Volume pekerjaan jika dikerjakan oleh 5 orang dalam satu hari (Vol Sat / OH das) adalah :

Vol Sat / OH das = 5 / Koeffisien pekerja menurut SNI

Waktu yang dibutuhkan jika dikerjakan oleh 5 orang dalam satu hari (H / Koef Das) adalah :

H / Koef Das = [Vol Sat / OH das] / Volume pekerjaan

5. Material Pondasi

Berdasarkan Rencana Kerja dan Syarat-syarat, bahan yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Bahan

1) Agregat Kasar

Agregat kasar berupa batu pecah yang diperoleh dari pemecahan yang memenuhi syarat menurut SNI-03-2847-2002.

2) Agregat Halus

Agregat halus dapat digunakan pasir alam yang berasal dari daerah setempat dengan catatan memenuhi syarat seperti yang tercantum dalam SNI-03-2847-2002 untuk Agregat Halus.

a) Semen Portland

(54)

b) Baja Tulangan

Baja untuk beton sesuai dengan persyaratan dalam SNI-03-2847-2002. c) Air

Air untuk campuran beton harus bersih dan jernih sesuai dengan persyaratan dalam SNI-03-2847-2002.

b. Mutu Bahan

1) Mutu beton

Mutu beton yang digunakan untuk seluruh pekerjaan beton Kolom, balok dan plat menggunakan beton 250 sesuai dengan gambar dan untuk pondasi adalah K-500.

2) Mutu baja

Baja tulangan yang dipakai harus dari baja mutu fy 360 mPa dan fys 400 mPa.

6. Perhitungan Anggaran Biaya Pekerjaan

Rencana anggaran biaya bangunan atau sering disingkat RAB adalah perhitungan biaya bangunan berdasarkan gambar bangunan dan spesifikasi pekerjaan konstruksi yang akan di bangun , sehingga dengan adanya RAB dapat di jadikan sebagai acuan pelaksana pekerjaan nantinya.

RAB (Rencana Angaran Biaya) adalah banyaknya biaya yang dibutuhkan baik upah maupun bahan dalam sebuah perkerjaan proyek konstruksi, baik Rumah, gedung, jembatan, dan lain-lain. Berikut langkah – langkah penyusunannya : a. Menentukan metode analisis.

(55)

b. Menentukan bagian-bagian atau item pekerjaan. c. Menghitung volume pekerjaan.

d. Menghitung biaya pekerjaan.

Harga = Volume pekerjaan × Harga satuan pekerjaan

a. Rencana Anggaran Biaya Pekerjaan Pondasi Tiang

Menurut Feedburner (2014), hal pertama untuk menghitung biaya pekerjaan pondasi tiang pancang adalah menentukan harga dari perusahaan jasa pembuatan tiang pancang :

(a) Harga mobilisasi dan demobilisasi alat pancang (b) Harga material tiang pancang

(c) Harga joint / sambungan tiang pancang (d) Harga welding / pengelasan sambungan (e) Harga handling tiang pancang

(f) Harga upah pemancangan 1) Material tiang pancang

Harga = ∑titik × panjang tiang × harga per m1 2) Joint dan welding

Harga = ∑titik × ∑joint tiang pancang × (harga joint per m1 + harga welding per m1)

3) Upah pemancangan dan handling

(56)

4) Harga total pekerjaan pondasi tiang pancang

Harga = Harga material + Harga Mobilisasi dan demobilisasi + Harga joint dan welding + Upah pemancangan dan handling

b. Rencana Anggaran Biaya Pekerjaan Pondasi Telapak

Menurut Nugroho (2011) perhitungan pondasi telapak dilakukan dengan cara menghitung volume pondasi per m3.

1) Volume pondasi telapak

V telapak = Luas alas × tebal telapak × ∑ pondasi 2) Harga satuan item pekerjaan

Harga satuan pekerjaan berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Banyumas tahun 2015 yang didasarkan dari SNI Harga satuan pekerjaan.

3) Harga total pekerjaan pondasi telapak Harga = Vtelpak × Harga satuan

c. Rencana Anggaran Biaya Pekerjaan Pondasi Sumuran

Perhitungan pondasi sumuran dengan mutu fc 20 mPa dengan bahan beton siklop yang terdiri dari 60% campuran beton (1 PC : 2 PS : 3 KR) dan 40% batu belah menurut SNI-2836 (2008).

1) Volume pondasi sumuran

(57)

2) Harga satuan item pekerjaan

Harga satuan pekerjaan berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Banyumas tahun 2015 yang didasarkan dari SNI Harga satuan pekerjaan.

3) Harga total pekerjaan pondasi sumuran Harga = Vsumuran × Harga satuan

Harga pondasi sumuran ini nantinya akan digabungkan dengan harga pondasi telapak.

7. Faktor Aman

Untuk menentukan faktor aman hitungan terhadap keruntuhan yaitu dengan cara memperhatikan kalsifikasi dari bangunan itu sendiri. Reese dan O’Neill (1989) dalam Sihotang (2009) menyarankan faktor aman sebagai beikut :

Tabel 2.5 Penentuan faktor aman Tipe Tiang

(58)

beresiko apabila didirikan bangunan dengan tinggi lebih dari satu lantai. Solusi yang dilakukan adalah perbaikan tanah, namun hal ini tidak relevan untuk proyek dengan dana yang kecil. Oleh karena itu, diberikan model pondasi gabungan telapak dan sumuran yang diharapkan memberikan daya dukung yang lebih besar. Namun, beberapa proyek menerapkan model pondasi ini tanpa pengujian terlebih dahulu. Ada kekhawatiran pondasi yang diharapkan mampu memberikan tambahan daya dukung ultimit justru malah berperilaku sebaliknya.

Penelitian dilakukan untuk mengetahui perilaku grafik penurunan terhadap beban dari model pondasi tunggal dan pondasi gabungan. Dari kedua variasi yang diberikan, yakni kedalaman telapak dan panjang sumuran akan dicari manakah yang memberikan perubahan daya dukung ultimit dan penurunan yang lebih signifikan. Selain itu juga dilakukan analisis terhadap tegangan kontak pondasi untuk mendapatkan sumbangan dari masing-masing pondasi tunggal. Data dalam penelitian ini didapatkan dari Laboratorium Mekanika Tanah UNS. Selanjutnya, data ini diolah dengan Plaxis 3D Foundation v1.5 untuk mendapatkan nilai penurunan dan tegangan. Hasil dari Plaxis, kemudian diolah untuk menjawab masalah penelitian.

(59)

penurunan. Semakin besar kedalaman telapak dan panjang sumuran, kontribusi yang diberikan pondasi telapak semakin kecil. Hal ini diikuti dengan semakin besarnya kontribusi pondasi sumuran. Besar kontribusi ini berubah pada setiap beban luar yang diberikan. Semakin besar beban luar, semakin besar pula kontribusi yang diberikan telapak, hal ini diikuti dengan semakin kecil kontribusi sumuran.

Menurut Nugroho (2014), untuk menganalisa desain dan biaya yang dibutuhkan dalam melaksanakan konstruksi pondasi tower dengan menvariasikan tipe pondasi serta diameter dan kedalaman pondasi. Dengan harapan akan memberikan manfaat dalam pemilihan tipe dan desain pondasi tower pada berbagai jenis tanah di Kota Pekanbaru sehingga dapat memberikan referensi bagi pelaksana dilapangan.

Pondasi tower yang dianalisa ada 3 yaitu pondasi telapak, pondasi bored pile dan pondasi tiang pancang. Agar didapatkan tipe pondasi yang optimal maka setiap pondasi dibagi dalam 3 alternatif. Untuk pondasi telapak kedalaman pondasi dibatasi sebesar 2,2 m, 2,0 m dan 1,8 m. Pondasi bored pile dibatasi dengan diameter 0,4 m, 0,5 m dan 0,6 m. Sedangkan pondasi tiang pancang digunakan tiang dengan panjang sisi 0,2 m, 0,25 m dan 0,3 m. Berdasarkan variasi alternatif tersebut dianalisa alternatif yang memberikan kekuatan teknis pondasi yang optimum dengan estimasi biaya yang ekonomis.

(60)

Gambar

Tabel 2.2 Nilai fs menurut Terzaghi
Tabel 2.3 Nilai untuk tanah keadaan asli di lapangan
Tabel. 2.4 Berat  jenis tanah (gravity spesific)
Gambar 2.2 Hubungan sudut gesek dalam puncak (φ) dan qc(Sumber : Hardiyatmo, 2002)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan diatas, di dapatkan suatu perumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana penerapan algoritma jaringan syaraf tiruan untuk

Gending lakon Saridin dalam ketoprak Cahyo Mudho di Bakaran Pati melalui syair- syair terdapat nilai religi yakni nilai keagamaan yang didalamnya ada ajaran moral:

basa lemah dengan asam kuat, menggunakan indikator ek- strak mahkota bunga sepatu yang diperoleh menunjukkan pH di atas 4,29 berwarna hijau, diantara pH 4,29-3,09 terjadi

Penetapan lembaga yang terlibat langsung dan peranannya dalam sistem pengelolaan benih sumber (benih penjenis) dengan tugas dan wewenang yang jelas serta berkonsentrasi hukum

Pada neonatus, orang tua dan imunocompromised gejala tidak khas Pada neonatus, orang tua dan imunocompromised gejala tidak khas Tanda / gejala meningitis akteri kelompok umur !.

Berdasarkan latar belakang di atas, penting dilakukan uji aktivitas antibakteri pada komplek kitosan-monosakarida pada matriks pangan surimi ikan gabus untuk

Pati dalam suasana asam bila dipanaskan dapat terhidrolisis menjadi senyawa yang lebih sederhana, hasilnya diuji dengan iodium yang akan memberikan warna biru

Berdasarkan hasil penelitian tingkat daya tarik objek wisata alam di Kabupaten Kebumen terbagi menjadi tingkat daya tarik tinggi dimiliki oleh Goa Jatijajar, tingkat daya