• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - PENGARUH6-FURFURIL AMINO PURINE (KINETIN)DANASAM GIBERELAT(GA3) TERHADAP KEBERHASILAN INDUKSI TUNAS PADA KULTUR PUCUK KAKAO (Theobroma cacao L.)SECARA IN VITRO - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - PENGARUH6-FURFURIL AMINO PURINE (KINETIN)DANASAM GIBERELAT(GA3) TERHADAP KEBERHASILAN INDUKSI TUNAS PADA KULTUR PUCUK KAKAO (Theobroma cacao L.)SECARA IN VITRO - repository perpustakaan"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan tanaman tahunan (parennial crop) yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Biji kakao merupakan sumber utama pembuatan bubuk cokelat dan cocoa butter, kedua bahan ini sangat penting dalam industri makanan, farmasi dan kecantikan (Li et al., 1998).

Lebih dari 40 negara di daerah tropis membudidayakan kakao dan merupakan komoditas eksport utama bagi negara-negara tersebut. Pada tahun 2011, total produksi kakao dunia mencapai lebih dari 4 juta ton biji kering dengan total eksport mencapai 4 milyard dolar per tahun (FAO, 2013). Di Indonesia, produksi kakao per tahun mencapai lebih dari 700 ribu ton biji kering dengan nilai eksport mencapai lebih dari 700 juta US$ per tahun (FAO, 2013). Dengan total produksi tersebut, Indonesia menempati urutan kedua sebagai negara penghasil kakao terbesar di dunia setelah Pantai Gading yang total produksinya dapat mencapai lebih dari 1,4 juta ton biji kering per tahunnya (FAO, 2013).

(2)

Malaysia dapat mencapai lebih dari 700 kg per hektar, sedangkan Guatemala dapat mencapai lebih dari 2600 kg per hektar per tahunnya (Gambar 1.1;FAO, 2013).

Gambar1.1 Negaradenganproduktivitas kakaoterbesardi dunia (Guatemala) dibandingkan dengan produktivitas kakao di Indonesia dan Malaysia (FAO, 2013)

Salah satu penyebab utama rendahnya produktivitas kakao di Indonesia adalah rendahnya kualitas bibit yang digunakan oleh para petani (Goenadi et al., 2005). Pada umumnya, petani di Indonesia membudidayakan kakao dari biji. Perbanyakan kakao melalui biji memiliki kelemahan utama yaitu adanya variasi genetik pada bibit yang dihasilkan (Aguilar et al., 1992). Hal tersebut disebabkan kakao merupakan tanaman yang melakukan penyerbukan silang sehingga biji yang dihasilkan sangat bervariasi (Li et al., 1998). Akibatnya, meskipun biji yang digunakan sebagai bibit berasal dari induk yang unggul tetapi anakan yang dihasilkan merupakan campuran dari kedua induknya.

0

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(3)

Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan bibit kakao yang bervariasi adalah dengan menggunakan perbanyakan tanaman kakao secara vegetatif. Perbanyakan ini dapat dilakukan dengan menggunakan induk kakao superior sehingga bibit yang dihasilkan akan memiliki produktivitas yang tinggi (Suryowinoto, 1996). Perbanyakan kakao secara vegetatif dapat dilakukan dengan stek, okulasi dan sambung dari cabang plagiotrop (Li et al., 1998). Teknik perbanyakan secara vegetatif tersebut memiliki banyak kelemahan di antaranya adalah tidak dapat memproduksi bibit dalam jumlah yang besar karena terbatasnya jumlah cabang plagiotrop pada tanaman kakao (Li et al, 1998). Tanaman kakao yang telah diambil cabangnya juga akan terganggu pertumbuhannya sehingga batang yang dapat menghasilkan buah menjadi terbatas (Traore et al., 2003).

Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk menyediakan bibit kakao secara vegetatif dalam jumlah yang sangat banyak adalah dengan teknik in vitro. Salah satu cara yang banyak dikembangkan untuk perbanyakan bibit kakao secara

in vitro adalah melalui teknik embryogenesis somatik. Teknik ini memiliki kelebihan dapat menghasilkan bibit dalam jumlah yang sangat besar serta memiliki sifat genetik yang seragam (Emile et al., 2008). Namun teknik tersebut memiliki kelemahan berupa rendahnya kepastian jumlah embrio yang dihasilkan, dan membutuhkan waktu yang panjang untuk inisiasi embrio (Emile et al., 2008).

(4)

samping itu kultur pucuk memiliki keunggulan berupa tidak merusak tanaman induk karena tidak membutuhkan materi yang banyak (Suyadi et al., 2009). Pucuk yang ditanam juga akan segera tumbuh kembali dengan mudah karena pucuk memiliki bagian meristem yang aktif tumbuh (Salisbury & Ross, 1995).

Kultur pucuk merupakan teknik paling sederhana dalam perbanyakan berbagai jenis tanaman. Kultur pucuk telah banyak digunakan untuk memperbanyak tanaman seperti yang telah dilaporkan pada tanaman anggur (Vitis

vinivera L..; Abido et al., 2013), jati (Tectona grandis; Yasodha et al., 2002),dan duku (Lancium domesticum L.; Suyadi et al, 2009).

Upaya perbanyakan tanaman kakao melalui kultur pucuk telah banyak dilaporkan namun hasilnya belum menggembirakan. Banyak upaya telah dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan kultur pucuk, seperti menggunakan berbagai medium dasar (Flynn et al., 1990), pemilihan umur fisiologi eksplan (Flynn et al., 1990; Lardet et al., 1998), pengaturan faktor lingkungan (cahaya dan CO2) yang tepat (Figueira et al., 1991). Namun dari semua upaya yang telah dilakukan menunjukkan tingkat keberhasilan yang sangat rendah (Figuera et al., 1991). Tingkat keberhasilan perbanyakan tanaman kakao melalui kultur pucuk sangat bervariasi dari 44% - 70% (Janick et al., 1992; Flynn et al., 1990). Sebagian besar peneliti melaporkan bahwa pucuk yang ditanam melalui kultur pucuk mengalami pemanjangan dan daun mulai berkembang, namun kultur pucuk tidak berhasil disubkulturkan ke medium baru.

(5)

induksi tunas.ZPT yang umum digunakan dalam kultur pucuk adalahkinetin. Kinetin telah berhasil digunakan untuk memperbanyak tanaman kiwi(Actinidia

deliciosa; Akbas et al., 2007), kentang (Solanum tuberosum; Hoque, 2010), kapas (Gossypium hirsutum L.; Rauf et al., 2004), dan mentimun (Cucumis sativus L.;Vasudevan et al, 2001).

Pada tanaman kakao, Orchard et al. (1979) melaporkan bahwa penambahan kinetin pada media kakao mampu merangsang pertumbuhan pucuk, namun belum berhasil memperbanyak tunas yang ditanam. Hal sama juga dilaporkan oleh Figueira et al. (1991), Janick et al. (1992), Figueira dan Janick (1994), dan Lardet

et al. (1998). Pada penelitian-penelitian tersebut digunakan medium cair LS (Linsmaier & Skoog; Orchard et al., 1979), dan WPM (Lloyd & McCown, 1981; Flynn et al., 1990).

Zat pengatur tumbuh lain yang pernah dicobakan untuk memperbanyak tanaman melalui kultur pucuk adalah asam giberelat (GA3). ZPT tersebut telah dilaporkan berhasil digunakan untuk perbanyakan beberapa tanaman seperti

Eucalyptus hybrib(Eucalyptus benthamii and Eucalyptus dunnii; Brondani et al.,

2011), ketela rambat (Ipomea batatas L.; Mervat, 2007), dan Lentil (Lens

culinaris medik; Naeem et al., 2004).

(6)

tunas yang ditanam. Pada penelitian ini digunakan medium tanam padat dan cair LS (Linsmaier & Skoog, 1964). Oleh karena itu dalam penelitian ini diujikan pengaruh penambahan GA3 ke dalam medium induksi tunas yang terdiri atas medium DKW (DKW, Driver and Kuniyuki, 1984) terhadap keberhasilan induksi tunas pada kultur pucuk kakao.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. menguji pengaruh penambahan kinetin ke dalam media induksi tunas (IT) terhadap keberhasilan induksi tunas kakao (Theobroma cacao L.) secara in vitro;

2. menguji pengaruh penambahan asam giberelat (GA3) ke dalam media induksi tunas (IT) terhadap keberhasilan induksi tunas kakao (Theobroma cacao L.) secara in vitro;

3. menguji pengaruh penambahan kinetin yang dikombinasikan dengan penambahan GA3 ke dalam media induksi tunas (IT) terhadap keberhasilan induksi tunas kakao (Theobroma cacao L.) secara in vitro.

1.3 Manfaat Penelitian

Berdasarkan data dan informasi yang didapatkan dari penelitian ini, diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut :

1. bagi penulis

(7)

menyediakan bibit bagi pengusaha perkebunan kakao. Serta dapat memiliki perkebunan kakao sehingga dapat meningkatkan pendapatan.

2. bagi petani

Membantu menyediakan bibit superior terutama dalam rangka reklamasi besar perkebunan kakao di Indonesia karena tanaman sudah tua dan produktivitas sangat rendah. Bibit yang diperoleh dari kultur pucuk akan lebih berkualitas dan bebas penyakit, serta dapat diproduksi dalam jumlah yang sangat besar dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini akan meningkatkan produktivitas kakao Indonesia dan meningkatkan pendapatan petani kakao.

3. bagi ilmu pengetahuan

Penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan informasi dalam rangka pengembangan penelitian kultur jaringan pada kakao yang diketahui

recalsitrant dalam kultur pucuk secara in vitro. Dengan berhasilnya kultur pucuk kakao ini maka diperoleh keuntungan yaitu dapat memperoleh bibit dengan cara yang lebih efisien dibandingkan dengan perbanyakan vegetatif secara konvensional.

Referensi

Dokumen terkait

Tanpa fondasi agama, pernikahan yang sah bahkan pergaulan yang sangat mempengaruhi seseorang dalam bermoral demi nasab keluarganya, keluarga sakinah, mawaddah, warohmah

Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), 43.. Untuk menganalisis adakah hubungan antara perhatian orang tua dan

Skripsi ini merupakan penelitian tentang penggunaan dan kepuasan pengiklan khususnya anggota Arcade Agency Indonesia dalam menggunakan situs berita periklanan

Sebagai masukan dan sumber informasi bagi mahasiswa lain tentang asuhan keperawatan pada anggota keluarga yang menderita CVA (cerebro vascular accident).. 1.5

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Responsivitas Dinas Lingkungan Hidup dalam pemeliharaan jalur hijau jalan di Kota Surakarta sudah cukup baik, dilihat dari (1)

penyusunan laporan penelitian yang berjudul “ Pemanfaatan Tepung Kacang Koro Pedang ( Canavalia ensiformis [L.] DC) dan Tepung MOCAF (M odified Cassava Flour )

Dari uraian diatas, maka peneliti sangat tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang, “ Pengaruh Kepemimpinan Kepala Madrasah dan Penerapan Strategi

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir berjudul ” Peran Public Relations PT Dirgantara Indonesia Bandung dalam Meningkatkan Citra Positif di Mata Masyarakat ”