• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Introduksi Kompos Plus terhadap Produkasi Bobot Kering Daun Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus) pada Tiga Macam Media Tanah ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Introduksi Kompos Plus terhadap Produkasi Bobot Kering Daun Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus) pada Tiga Macam Media Tanah ABSTRACT"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Introduksi Kompos Plus terhadap Produkasi Bobot Kering Daun Kumis Kucing (Orthosiphonaristatus) pada Tiga Macam Media Tanah

Sri Widawati, Suliasih, & Syaifudin

Bidang Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Bogor

ABSTRACT

A green house experiment were conducted to study the application of “compost plus” on the growth of Orthosiphon aristatus. The experiment was designed in Complete Randomized Design with factorial and five replicates. The first factors were fertilizer application (compost plus, compost, and control). The second factors were 3 kinds of soil (i.e. soil from Cibinong, Ciomas, and Sukabumi). The result showed that compost plus application increased 113.90 gram/pot of dry weight of Orthosispon aristatus leaves compared with compost application and control in 3 kinds of soil.

Key words : Compost plus (compost + microbes), Orthosispon aristatus

PENDAHULUAN

Tanah adalah suatu kesatuan medium tanam yang mengandung unsur hara makro (N,P,Ca,Mg,S,K) dan unsur hara mikro (Mo,B) serta mengandung bermacam-macam mikroba yang bersifat biofertilizer seperti JPF (jamur pelarut fosfat), BPF (bakteri pelarut fosfat) dan BPN (bakteri penambat nitrogen). Tanah di Indonesia umumnya bersifat masam, miskin unsur hara makro dan mikro, terkadang keberadaan unsur tersebut tidak seimbang. Telah diketahui bahwa semua jenis tanaman, hidupnya tergantung dari kesuburan tanah diantaranya unsur yang sangat penting bagi kehidupan tanaman seperti P dan N tanah yang tidak mudah diserap oleh tanaman. Umumnya unsur P di dalam tanah masam dan alkalin terikat dalam bentuk senyawa Al-fosfat, Fe-fosfat, Mg-fosfat dan endapan Ca-fosfat (Kundu & Gaur, 1980; Rao, 1982; Illmer &

Scinner, 1995). Kelompok jamur dan bakteri fosfat (Aspergillus sp.,

Pseudomonas sp., Bacillus sp.) sangat

berpotensi dalam menambah aktivitas penyerapan P dalam tumbuhan yang kekurangan P (Wahyuningsih dkk., 1997). Fosfor selain sebagai faktor pembatas pertumbuhan dalam kunci keberhasilan pertanian (Fath & Ellis, 1988), juga sebagai unsur yang membantu lancarnya penambat N dalam mengfiksasi N bebas dari udara. Penguraian bahan organik secara mikrobiologi dapat melepaskan atau melarutkan ikatan nutrisi didalam sisa bahan organik, sehingga menjadi bentuk tersedia bagi tanaman khususnya kumis kucing.

Kumis kucing (Orthosiphon

aristatus) berpotensi sebagai tanaman

obat. Daunnya mengandung minyak atsiri, saponin, tannin, asam-asam organik (tartarat, sitrat, glikolat, urea), garam kalium, dan glikosida orthosiphon yang

_________________

(2)

berperan sebagai obat sakit batu ginjal, kantung kemih dan empedu, sehingga tanaman tersebut menjadi komoditi ekspor sejak periode pra perang dunia II (Rukmana, 1995). Oleh sebab itu dalam pembudidayaan tanaman kumis kucing bebas kontaminasi kimia, diperlukan suatu usaha penggantian pupuk kimia dengan pupuk biologi yang ramah lingkungan seperti kompos plus mikroba tanah yang berpotensi sebagai pupuk. Pupuk tersebut juga dapat digunakan sebagai pemasok hara dan berperan dalam memperbaiki keadaan fisik, kimia dan biologi tanah serta berperan dalam mengatur kesuburan tanah yang berdampak pada pertumbuhan dan produksi daun kumis kucing.

Kompos adalah pupuk organik hasil dari produk fermentasi bahan-bahan organik seperti serasah dan enceng gondok oleh sejumlah besar jasad renik dalam lingkungan yang hangat, basah dan berudara dengan hasil akhir berupa humus (Sastraatmadja dkk., 2001). Kompos sebagai penyedia unsur hara tanah dan mikronutrien juga dapat mempertinggi produktivitas tanaman serta dapat memperbaiki struktur dan tekstur tanah. Meskipun tanaman kumis kucing dapat beradaptasi terhadap berbagai kondisi lingkungan, tetapi untuk memperoleh produktivitas daun tanaman kumis kucing dan sekaligus dapat memperbaiki fisik, kimia dan biologi tanah yang lebih

optimal, maka dicoba dengan

mengintroduksikan mikroba tanah efektif yang terkandung dalam kompos plus. Kompos plus mengandung unsur-unsur kompos yang menguntungkan (Tabel 1) juga mengandung beberapa jenis mikroba seperti JPF, BPF dan BPN non Legum yang efektivitasnya telah teruji.

Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengetahui pengaruh kompos plus mikroba terhadap produksi bobot kering

daun kumis kucing pada tiga macam medium tanah.

BAHAN DAN METODA

Tanah yang digunakan sebagai media tanam kumis kucing berasal dari 3 lokasi yaitu Cibinong, Ciomas, dan Sukabumi. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui lokasi yang cocok untuk penanaman lebih lanjut (standar lapangan).

Mikroba yang diintroduksikan terhadap tanaman kumis kucing merupakan mikroba tanah yang efektivitasnya telah teruji (skala rumah kaca) yang terkandung dalam kompos plus. Pupuk biologi yang digunakan ada 2 macam, yaitu kompos (mengandung mikroba: Azotobacter indicus,

Azospirillum sp., Pseudomonas sp.,

Aspergillus sp.) sebagai pembanding dan

kompos plus (mengandung mikroba:

Azotobacter indicus, Azospirillum sp.,

Lactobacillus sp., Pseudomonas sp.,

Pseudomonas cepacea, Pseudomonas

fluorescent, Bacillus panthothenticus, B. Megaterium dan Aspergillus niger) yang diuji keefektifannya terhadap produksi bobot kering tanaman kumis kucing. Kompos dan kompos plus tersebut dibuat di Laboratorium Tanah Bidang Mikrobiologi, Puslit Biologi, LIPI. Bibit kumis kucing yang digunakan berasal dari kebun pembibitan Bidang Botani, Puslit Biologi, LIPI. Penanaman kumis kucing dilakukan di rumah kaca Bidang Mikrobiologi, LIPI.

Pembuatan Kompos

a. Bahan kompos berupa tanaman enceng gondok, dipotong kecil-kecil (ukuran 3-5 cm) sebanyak 240 kg. Potongan tersebut dibagi menjadi 10 bagian. b. Bahan kotoran sebagai sumber N,

(3)

sebanyak 80 kg, dibagi menjadi 9 bagian.

c. Satu bagian bahan (butir a) dihampar-kan di atas permukaan tanah dan dipadatkan, lalu tambahkan 1/9 bagian pupuk kandang secara merata. Sebagai aktivator tambahkan ke atasnya tepung tapioka 200 gram/lapisan dan inokulan cair dari campuran Lactobacillus,

Acetobacter, Aspergillus niger dan

Awamori,diratakan diatasnya pada tiap

lapisan.

d. Dibuat lapisan lain seperti yang dilakukan di atas, hingga mencapai 9 lapisan. Bagian paling atas ditutup dengan bahan yang tersisa. Ukuran penimbunan kompos yaitu panjang sisi-sisinya 1-2 m dan tingginya 1-1,5 m. e. Seluruh permukaan ditutup plastik

(terhindar dari panas dan hujan) dan sekitar tumpukannya dibuat parit-parit agar air tidak masuk kedalamnya. Setelah 4-7 hari pengeraman, tumpukan dibalik. Pembalikan dilakukan selama 5 kali dalam 5 minggu (matang), setelah matang dan suhu konstan lalu dijemur dan diayak, kemudian kompos tersebut dapat dikemas dengan kantung plastik.

f. Kompos yang telah jadi tidak berbau, berwarna coklat kehitaman, dan tidak larut dalam air (bila digenggam tidak menggumpal, tetapi kompos dapat keluar dari sela-sela jari tangan)

Pembuatan Kompos Plus

Hasil kompos di atas digiling dan disaring hingga lembut dan pHnya dibuat netral untuk digunakan sebagai bahan pembawa (carier) bagi mikroba berpotensi sebagai biofertilizer. Inokulan cair ynag terbuat dari media cair yema untuk BPN, Pikovskaya untuk BPF dan Pikovskaya + antibiotik untuk JPF. Masing – masing inokulan cair tersebut disatukan dalam

gelas Erlenmeyer dan di gojok hingga homogen, kemudian disuntikan kedalam bahan pembawa (kompos halus) dengan perbandingan 100 gram bahan pembawa (kompos halus) dan 60 ml inokulan cair (mix). Sebelum diinokulasikan terhadap tanaman kumis kucing, Inokulan padat (kompos plus) tersebut diinkubasi 7 hari pada suhu ruang.

Penghitungan Populasi Jamur Dan Bakteri Tanah Sebelum Percobaan

Penghitungan jamur dan bakteri dengan cara cawan hitung. Contoh tanah dari 3 lokasi ditimbang masing-masing 10 gram dan dimasukkan ke dalam Erlenme-yer streril ukuran 250 ml yang berisi 90 ml aquades steril. Lalu goyang selama 1 jam (ekstrak tanah terlihat homogen) dengan kecepatan 120 rpm. Dibuat seri pengenceran 10-3, 10-5,dan 10-7 . Diambil ekstrak tanah sebanyak 0,2 ml dari pengenceran tersebut, lalu dituangkan ke dalam petridish steril (12 buah) dan kedalamnya dituangkan media agar Pikovskaya (BPF), pikovskaya + antibiotik (JPF), agar manitol Ashby (Azotobacter), dan Medium Okon (Azospirillum). Suhu medium 40 oC. Lalu diinkubasi selama 5-7 hari. Pertumbuhan koloni diamati dan dihitung jumlahnya dengan menggunakan metode cawan hitung.

Hasil penghitungan populasi mikroba pada kompos dan kompos plus menunjukkan bahwa kompos mengandung BPN, BPF, dan JPF. Kompos mengandung : 4,7 x 109AzotobacterIndicus (BPN), 8,0 x 107 Azospirillum sp. (BPN), 4,5 x 106

Pseudomonas sp. (BPF), dan 1,0 x 107

Aspergillus sp. (JPF) dan kompos plus

mengandung: 9,9 x 109 Azotobacter

Indicus, 9,0 x 109 Azospirillum sp. (BPN), 9,0 x 109 Lactobacillus sp., 1 x 109

Pseudomonas sp., 1 x 109P. cepacea, 1 x

(4)

panthothenticus, 1,8 x 109 B. megaterium (BPF), dan 3,1 x 109 Aspergillus niger

(JPF).

Penanaman Di Rumah Kaca

Disiapkan 45 pot berukuran 3 galon yang berisi tanah 5 kg. Lima belas pot berisi tanah dari Sukabumi, 15 pot berisi tanah dari Ciomas dan yang 15 pot lagi berisi tanah dari Cibinong. Pot yang berisi 3 macam tanah tersebut masing-masing diberi kompos (jumlahnya 5 pot dari masing-masing asal tanah) dan kompos plus(jumlahnya 5 pot dari masing-masing asal tanah), sisanya merupakan kontrol. Dosis pupuk kompos berbanding dengan medium tanam (tanah) = 1,67 kg : 5 kg, sedangkan kompos plus berbanding dengan medium tanam (tanah) = 25 gram : 5 kg. Pada setiap pot berisi 2 tanaman kumis kucing dan setelah 1 bulan tanaman dipanen.

Pemanenan dilakukan dengan cara memangkas daun 20 cm dari batas akar / permukaan tanah. Parameter yang diamati adalah jumlah kandungan bakteri penambat nitrogen, bakteri pelarut fosfat dan jamur pelarut fosfat sebelum percobaan ,serta bobot kering daun / pot (panen daun dilakukan tiap bulan). HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat kesuburan tanah dari ke tiga medium tanah yang digunakan dapat dilihat pada analisa fisik dan kimia tanah (Tabel 1). Terlihat bahwa ke tiga macam tanah yang digunakan sebagai media tanam, mempunyai tingkat kemasaman tanah, kandungan P tersedia, dan kandungan K yang sama dalam ciri kimia dan fisik tanah kesuburan tanah. Sedangkan unsur-unsur teringgi seperti unsur N total didapati pada tanah Ciomas (2,22%), unsur Ca didapati pada tanah asal

Cibinong (11,03 ml/100 g), unsur Mg didapati pada tanah asal Ciomas (2,16 ml/100 g) dan asal Cibinong (2,31 ml/100 g), serta unsur Na didapati pada tanah asal Cibinong (0,83 ml/100 g). Ke tiga macam tanah yang digunakan sebagai media tanam kumis kucing tersebut termasuk katagori kurang subur, sehingga untuk pertumbuhannya perlu pasokan pupuk biologi yang mengandung mikroba tanah efektif yang dapat melarutkan P dan menambat N2 menjadi tersedia bagi tanaman tersebut. Selain faktor kesuburan tanah agregasi (tekstur tanah) juga sangat penting bagi pertumbuhan mikroba tanah dan tanaman pada habitatnya. Hasil analisa dari ketiga contoh tanah menujukkan hasil tekstur tanah yang berbeda – beda. Ini terjadi karena tekstur tanah memang sangat bergantung pada persentase pasir, debu dan liat. Seperti dikemukakan oleh Rao (1994), bahwa pada tanah berpasir memiliki struktur butir tunggal karena adanya keseragaman ukuran partikelnya sedangkan tanah liat berpasir ternyata partikel - partikelnya mengelompok membentuk agregat. Kesetabilan agregat tanah bergantung pada kandungan bahan organik dalam masing-masing tanah tersebut (Tabel 1) dan keadaan alami hasil mikroba yang mengikat partikel-partikel tanah menjadi satu (Tabel2).

Hasil analisa kompos (Tabel 1), menunjukkan bahwa kompos mempunyai pH agak masam dengan nilai perbandingan C/N ratio sebesar 8,90 %, kompos tersebut termasuk katagori baik, karena mempunyai nilai C/N ratio kurang dari 20 %. Penghitungan populasi mikroba

indigenousous ditampilkan pada Tabel 2.

Jamur Pelarut Fosfat pada sampel tanah dari Sukabumi jumlahnya sama dengan sampel tanah dari Cibinong, sedangkan untuk BPF sampel tanah dari Ciomas dan Cibinong jumlah bakterinya lebih banyak

(5)

Tabel 1. Ciri kimia dan fisik beberapa jenis tanah (tiga macam) dan pupuk organik (dua macam)

Unsur yang dianalisa

Jumlah kandungan dan pengharkatan kesuburan dalam tanah

Ciomas Cibinong Sukabumi Kompos

pH H2O 6,10 (agak asam) 5,80 (agak asam) 6,00 (agak asam) 6,10 (agak asam)

C (%) - - - 17,26 (tinggi)

N total (%) 2,22 (sangat tinggi) 0,08 (sangat rendah) 0,17 (rendah) 1,94 (sangat tinggi)

C/N ratio - - - 8,90 (rendah)

P tersedia (ppm) 0,17 (sangatrendah) 0,01 (sangat rendah) 4,00 (sangat rendah) 0,31 (sangat rendah) Ca ml/100 gr 6,68 (sedang) 11,03 (tinggi) 4,71 (rendah) 0,48 (sangat rendah) Mg ml/100 gr 2,16 (tinggi) 2,31 (tinggi) 1,32 (sedang) -

K ml/100 gr 0,21 (rendah) 0,22 (rendah) 0,18 (rendah) 0,54 (sedang) Na ml/100 gr 0,43 (rendah) 0,83 (tinggi) 0,52 (sedang) 0,03 (sangat rendah) Al (%) Tidak terukur 0,86 (rendah) 0,52 (rendah) -

Tekstur (%): Pasir Debu Liat 63,3 20,73 15,98 8,45 30,45 61,50 43,09 31,62 25,29 -

jika dibandingkan dengan sampel tanah dari Sukabumi. Rendahnya jumlah mikroba BPF dibandingkan BPN mungkin karena keadaan tanah kurang subur dengan kandungan P tersedia sangat rendah (0,01 ppm). Ini merupakan suatu ciri tanah yang terkena difisiensi unsur P (< 10 ppm) dan akan mengakibatkan kurang baiknya tanaman dalam menyerap P. Menurut Rao (1994), bahwa kualitas dan kuantitas bahan organik yang ada dalam tanah mempunyai pengaruh langsung terhadap jumlah jamur dalam tanah, karena jamur dalam tanah nutrisinya heterotrofik. Sehingga jamur-jamur tanah hidupnya tergantung pada ketersediaan bahan organik (Sutedjo

dkk.,1991).

Jumlah BPN non legum genus

Azotobacter banyak dijumpai pada sampel

tanah Ciomas sedangkan genus

Azospirillum ada pada sampel tanah dari Sukabumi dan Cibinong. Sedangkan jamur terdapat disegala macam tipe tanah, tetapi populasinya sedikit. Ini mungkin pengaruh dari tekstur tanah dan kandungan substrat organik dalam tanah (Rao, 1994). Ini menunjukkan bahwa ke 3 lokasi tanah tersebut cukup mengandung bakteri dan sedikit mengandung jamur pelarut fosfat.

Meskipun antara jenis bakteri yang satu dengan yang lainnya saling menunjang dan berkaitan dalam menyuburkan tanah dan memacu pertumbuhan kumis kucing , tetapi kehidupan keduanya tetap saja tergantung pada jenis tanah, sifat fisik, kandungan kimia tanah, pH, temperatur, kelembaban, suplai makanan dan kecocokan tanaman terhadap 3 macam sampel tanah tersebut yang ternyata mempengaruhi jumlah populasi mikroba tanah. Populasi mikroba yang dianalisa ternyata jumlahnya dibawah standar populasi, kecuali Azospirillum pada tanah Sukabumi. Populasi mikroba dalam tanah dikatakan baik untuk tanaman apabila populasinya sebanyak 107 (Obaton, 1977).

Tanaman kumis kucing ternyata tumbuh subur pada medium tanam (tanah) yang berasal dari Sukabumi dibandingkan yang berasal dari Ciomas dan Cibinong (Tabel 3). Apabila dilihat dari hasil analisis tanah (Tabel 1), maka ternyata introduksi mikroba tanah yang diberikan dalam bentuk kompos plus terhadap tanaman kumis kucing berhasil membuat tanaman tersebut tumbuh subur pada tanah yang aslinya kurang subur dan mengandung bakteri indigenous sedikit

(6)

Tabel 2. Populasi mikroba indigenousous pada tiga sampel tanah yang digunakan sebagai medium tanam kumis kucing

Jenis Mikroba Tanah Sukabumi Tanah Ciomas Tanah Cibinong

Jamur Pelarut Fosfat (JPF) 5,0 x 105 2,0 x 104 5,0 x 105 Bakteri Pelarut Fosfat (BPF) 5,0 x 105 2,0 x 106 4,0 x 106

Azotobacter 5,0 x 105 2,1 x 106 3,6 x 105

Azospirillum 2,0 x 108 5,0 x 106 1,7 x 107

Tabel 3. Pengaruh tiga tanah berbeda terhadap rata-rata hasil panen bobot kering daun kumis kucing / bulan (gram/pot)

No. Asal tanah Panen I Panen II Panen III Panen IV Panen V 1 Ciomas 46,83 a 47,06 a 47,43 b 45,51 b 42,26 a 2 Cibinong 65,67 a 70,21 a 59,74 ab 39,66 b 29,41 b 3 Sukabumi 61,58 a 71,87 a 66,54 a 62,45 a 43,21 a

Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 % uji Duncan’s

Tabel 4. Pengaruh introduksi mikroba terhadap rata-rata hasil panen bobot kering daun kumis kucing / bulan (gram/pot)

No. Perlakuan Panen I Panen II Panen III Panen IV Panen V

1 Konttrol 24,23 b 20,30 b 15,28 c 14,10 c 10,65 c

2 Kompos 68,47 a 76,60 a 71,85 b 56,80 b 37,90 b

3 Kompos plus 81,39 a 92,24 a 86,57 a 76,72 a 66,32 a

Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 % uji Duncan’s kecuali bakteri Azospirillum (Tabel 4).

Sedangkan mikroba dalam kompos hanya mampu memacu pertumbuhan tanaman kumis kucing hingga panen kedua. Seperti pada panen ketiga, empat dan lima, nilai bobot kering daunnya menurun drastis jika dibandingkan dengan tanaman kumis kucing yang diberi pupuk kompos plus. Terjadinya hal tersebut mungkin disebabkan oleh faktor mikroba tanah dalam kompos plus (JPF, BPF, BPN) yang mempunyai jumlah populasi dan daya efektivitasnya tinggi, sehingga mampu bersaing dengan mikroba

indigenous. Kemungkinan lain terjadinya

hubungan sinergis antara mikroba JPF

(Aspergillus niger) atau BPF

(Pseudomonas sp.) dan BPN. Seperti

diketahui bahwa JPF atau BPF mampu melarutkan unsur P terikat pada Al-fosfat dan Ca-fosfat (Rao, 1994), sehingga akan tersedia unsur P tinggi yang akan meningkatkan jumlah dan kemampuan bakteri penambat N2 dari udara untuk meningkatkan pertumbuhan serta hasil panen.

Tanaman kumis kucing pada pot kontrol menghasilkan bobot kering tanaman cukup tinggi pada panen pertama, tetapi pada panen kedua sampai ke lima bobot kering daunnya menurun (Tabel 5). Ini membuktikan bahwa 70 % unsure P total yang berada dalam keadaan terikat pada unsure lain (Fath, 1990) tidak dapat

(7)

Tabel 5. Pengaruh tiga macam media tanah dan dua macam pupuk terhadap panen rata-rata tanaman kumis kucing/bulan

Asal media tanah

Pupuk Interval Panen

Panen ke I Panen ke II Panen ke III Panen ke IV Panen ke V Ciomas Kontrol 17,70 de 15,21 d 11,97 e 11,41 f 10,95 ef Kompos 55,28 bc 55,27 c 55,58 c 54,03 e 51,50 c Kompos plus 85,91 a 80,10 b 74,73 b 71,09 b 64,34 b Cibinong Kontrol 41,75 cd 32,75 d 25,40 d 22,80 e 13,23 e Kompos 69,36 abc 85,75 b 83,81 ab 72,43 b 31,71 d Kompos plus 85,91 a 92,12 b 92,12 a 90,32 a 84,68 a Sukabumi Kontrol 13,22 e 12,94 d 8,49 e 8,10 f 7,11 f Kompos 80,76 ab 88,77 b 76,08 b 43,94 d 30,50 d Kompos plus 90,76 a 113,90 a 94,66 a 90,50 a 89,94 a Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 % uji Duncan’s dilarutkan oleh BPF dan JPF indigenous,

sehingga persediaan unsur P (Tabel 1) dalam medium tanam (5 galon tanah dalam pot) lama kelamaan tidak mecukupi untuk membantu BPN menambat N2 dan pertumbuhan tanaman. Akibatnya panen daun kumis kucing berikutnya menurun.

Bobot kering daun kumis kucing dalam perhitungan statistik, nilainya sangat berbeda nyata antara hasil panen tanaman kontrol dan hasil panen tanaman yang diintroduksi mikroba tanah yang terkandung dalam kompos dan kompos plus. Hasil terbaik untuk bobot kering daun kumis kucing dicapai oleh tanaman yang diberi kompos plus pada panen kedua. Hal ini dapat terjadi karena kompos plus merupakan inokulan yang mengandung mikroba efektif dengan bahan pembawa kompos yang sudah mengandung mikroba, sehingga aktifitas dan efektivitas mikroba indigenous dalam medium tanam (tanah) akan bersama – sama terpacu dan membentuk komunitas mikroba yang dapat mempercepat mineralisasi unsur hara makro dan mikro (Atlas & Bartha, 1993) yang dibutuhkan oleh tanaman dalam pertumbuhannya.

Pengaruh interaksi antara 3 macam sample tanah dan mikroba tanah yang ada dalam kompos dan kompos plus, hasilnya

dapat dilihat pada Tabel 5. Terlihat bahwa pada panen pertama hingga panen kelima, tanaman kumis kicing yang diberi kompos plus pada ketiga macam tanah menunjukkan bobot kering daun yang tertinggi meskipun nilainya juga ikut turun, tetapi jika dibandingkan dengan tanaman kontrol maupun tanaman yang diberi kompos ternyata nilai bobot kering daunnya masih lebih tinggi. Bobot kering daun kumis kucing tertinggi pada ketiga macam media tanah dicapai oleh tanaman kumis kucing yang ditanam pada media tanah yang berasal dari Sukabumi + kompos plus. Adanya introduksi kompos plus terhadap tanaman kumis kucing, ternyata membuat efektivitas mikroba menjadi tinggi dan dapat bersaing dengan efektivitas mikroba tanah yang terkandung baik dalam medium tanam (tanah) maupun dalam kompos. Mikroba tersebut dapat bertahan hidup dan berkembang baik di media tanam (tanah) yang berasal dari Sukabumi, sehingga memacu pertumbuhan tanaman inangnya (kumis kucing). Terjadinya hal tersebut memang tidak terlepas dari fungsi timbal balik antara tanaman dan mikroba tanah dalam menguraikan bahan organik secara mikrobiologi. Secara potensial bahan organik dan anorganik yang dilepas

(8)

tanaman ke dalam lingkungan (berupa eksudat) akan dimanfaatkan oleh mikroba tanah yang terkandung dalam kompos plus akan menghasilkan bermacam-macam substrat secara langsung maupun tidak langsung berperan penting dalam mensintesa dan melepaskan kembali zat hara ke dalam bentuk bahan organik yang tersedia bagi tanaman (kumis kucing).

Jadi kesuburan tanah untuk dapat menghasilkan bobot kering daun kumis kucing yang baik ternyata tidak hanya bergantung kepada komposisi kimia tanah dan sifat fisik tanah saja, melainkan juga pada mikroba yang mendiaminya (Rao, 1994). Sehingga apabila jumlah mikroba dalam media tanam mempunyai jumlah populasi rendah (< 107), maka diperlukan introduksi mikroba potensial sebagai biofertilizer dan efektif untuk mencapai bobot kering tanaman kumis kucing yang optimum. Mikroba tanah memang memegang peranan penting dalam memacu pertumbuhan tanaman, khususnya pada lahan yang miskin unsure hara. Dengan kemampuannya sebagai bakteri penambat N2, introduksi Azotobacter dan

Azospirillum mempunyai peranan sentral

dalam menyediakan unsur hara N bagi tanaman.

Sedangkan JPF dan BPF

berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman dengan cara menyediakan unsure P tersedia dan dapat diserap oleh tanaman (Garbaye, 1994). Selanjutnya BPF dikatagorikan sebagai bakteri pemacu pertumbuhan yang menghasilkan fitamin dan fitohormon sehingga dapat memperbaiki pertumbuhan akar tanaman serta meningkatkan serapan hara P dan berdampak pada perbaikan pertumbuhan tanaman (Glick, 1995).

Jadi efektivitas mikroba tanah dalam kompos plus sangat berkaitan erat dengan cara beradaptasi dari mikroba yang

dikandungnya dengan lingkungan (media tanah dalam pot). Karena setiap biak mempunyai kemampuan yang berbeda dalam penyesuaian serta kemampuan bersaing dengan mikroba indigenousous. KESIMPULAN

Hasil Percobaan dapat disimpulkan bahwa tanaman kumis kucing yang diberi kompos plus dapat menaikkan produksi bobot kering daun kumis kucing sebesar 113,90 gram / pot (tertinggi) dibandingkan penggunaan kompos dan kontrol pada ke tiga media tanah yang diuji. Sedangkan mikroba tanah yang terkandung dalam kompos hanya mampu menaikkan bobot kering daun sebesar 88,77 gram / pot dan kontrol sebesar 17,70 gram / pot. Produksi bobot kering daun kumis kucing terbaik umumnya dicapai pada panen ke 2 (kompos plus dan kompos), kecuali kontrol hanya terjadi pada panen pertama. DAFTAR PUSTAKA

Atlas, R.M. & R. Bartha. 1993. Microbial

Ecology, Fundamentals and

Applications. Addition Wesley. h.

563.

Fath, H.D. & B.G. Ellis. 1988. Soil fertility. John Wiley & Sons, New York. 212 h.

Garbaye, J. 1994. Helper Bacteria : A new dimension to the mycorrhizal symbiosis. New Phyt. 128 : 197 – 210.

Glick, B.R. 1995. The enhancement of plant growth by free – living bacteria. Can.J.Microbiol. 41: 109 117. Illmer, P. & F. Scinner. 1995. Solubilization of inorganik calcium

phosphate solubilization

mechanisme. Soil Biol. Biochem. 27 (3) : 257-263.

(9)

Pengaruh Introduksi Kompos Plus Kundu, B.S. & A.C. Gaur. 1980. Effect of

seed inoculation with Pseudomonas sp on phosphate uptake and yield of maize. Curr. Sci. 40 : 439-440. Obaton, M. 1977. Effectivenes, saprophitic

and competitive ability three properties of Rhizobium essensial for in-cresing the yield of inoculated legumes pp. 127-132.

Rao S.N.S. 1982. Phosphate solubili-zation by soil microorganisms. In :

Advanced Agricultural Microbiolo-gy. Dalam : Rao, S.N.S. (ed.) Oxford and IBH Publ.co. New Delhi. Rao, S.N.S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Edisi kedua (Bahasa Indonesia). Penerbit Universitas Indonesia.

Rukmana, R. 1995. Kumis kucing. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Sastraatmadja D.D., S. Widawati, & Rachmat. 2001. Kompos sebagai salah satu pilihan dalam penggunaan pupuk organik. Makalah Seminar Pada Pelatihan Kompos di UNILA. Unpublish.

Sutedjo, M.M., A.G Kartosapoetra, & R.D.S. Sastroatmodjo. 1991.

Mikro-biologi Tanah. Rineka Cipta.

Wahyuningsih, S., R.S. Mieke, & N.F. Betty. 1997. Pengaruh aplikasi inokulan bakteri pelarut fosfat

(Pseudomonas cerevisial dan

Pseudomonas sp.) dan pupuk

organik terhadap ketersediaan P dan populasi BPF pada humic hapludults seri Jatinangor. Prosiding Kongres

Gambar

Tabel  1.  Ciri  kimia  dan  fisik  beberapa  jenis  tanah  (tiga  macam)  dan      pupuk    organik  (dua  macam)
Tabel  2.  Populasi  mikroba  indigenousous  pada  tiga  sampel  tanah  yang  digunakan  sebagai  medium tanam kumis kucing
Tabel  5.  Pengaruh tiga  macam  media tanah  dan  dua macam  pupuk  terhadap  panen  rata-rata  tanaman kumis kucing/bulan

Referensi

Dokumen terkait

Item no 24, 100% menyatakan ada kesulitan dalam menulis laporan PTK karena belum terbiasa menulis KTI, belum paham akan isi setiap bab, terlebih dalam menulis

Sebagai suatu ideologi bangsa dan negara Indonesia maka Pancasila pada hakikatnya bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau

Sebelum proses penyampaian pesan komunikasi dapat dilakukan pengirim pesan harus menyiapkan ide atau gagasan yang ingin disampaikan kepada pihak lain atau pendengar. Idea

Kemandirian seorang mahasiswa sangat diperlukan dalam kerangka menghadapi era persaingan yang demikian ketat dalam mendapatkan lapangan pekerjaan. Salah satu upaya

Persen dari masing masing variabel dapat kita ketahui dari tabel di atas yang pertama nilai initial eigenvalues pada nilai % of Variance dari komponen Rajin dalam

Kerajaan harus menarik lebih banyak pelaburan dalam bidang pendidikan dari negara luar supaya pendidikan bagi pengajian tinggi dapat memberi peluang kepada semua

Seseorang datang melihat pertunjukkan karena kebetulan, dan tidak memiliki tujuan untuk mengetahui lebih lanjut cenderung pasif, sedang melihat pertunjukkan karya seni

Posisi ini persis sama dengan posisi dalam hubungan kerjasama bidang ekonomi dan perdagangan karena baik Korea Selatan maupun Indonesia merupakan salah satu dari 10 mitra