• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Keampuhan kurkumin untuk berbagai penyakit seperti penyakit pernapasan, gangguan hati, dan luka diabetes telah didokumentasikan dalam literatur India kuno (Goel dkk., 2008). Penelitian dalam dua dekade terakhir mengungkapkan bahwa kurkumin menunjukkan berbagai aktivitas farmakologis, meliputi antioksidan (Ruby dkk., 1995) dan antiinflamasi (Lantz dkk., 2005). Bahkan lebih luas lagi, secara in vitro ekstensif dan studi in vivo menunjukkan bahwa kurkumin memiliki kemampuan sebagai antiproliferatif, antiangiogenik antiviral, antiamiloid, antiartritik dan anti kanker (Aggarwal dkk., 2003). Senyawa polifenol dalam kurkumin [1,7-bis-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-1,6-heptadiene-3,5-dion] (Gambar I.1) yang diekstrak dari rimpang kunyit memiliki toksisitas rendah dan memiliki berbagai fungsi aktivitas farmakologi.

Gambar I.1 Struktur kurkumin (Song dkk., 2012)

Walaupun kurkumin secara farmakologis aman (Kunnumakkara dkk., 2008), namun penggunaannya dalam terapi dibatasi karena kelarutan yang rendah dalam air pada pH asam atau pH fisiologis dan hal ini pula yang menyebabkan bioavailabilitasnya juga rendah (Tønnesen dkk., 2002).

Dalam bidang farmasi dikenal istilah teknologi pelepasan terkontrol. Penggunaan teknologi ini menjadi kajian yang sangat penting karena bertujuan untuk menjaga konsentrasi obat dalam darah atau jaringan target yang diinginkan selama mungkin (Langer dan Wise, 1984), sehingga obat diselubungi oleh matriks yang diharapkan mampu mengontrol laju pelepasan obat sesuai dengan fungsi waktu (Robinson dkk., 1987). Adanya penggunaan teknologi ini memunculkan istilah drug release atau pelepasan obat yang merupakan suatu proses terlepasnya

(2)

obat dari bahan hantarnya. Pelepasan obat diaplikasikan dalam adsorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi (ADME), sehingga obat dapat digunakan secara langsung untuk aksi farmakologis (Singhvi dan Singh, 2011). Keunggulan teknologi pelepasan terkontrol meliputi pemanfaatan yang lebih efisien dan mengurangi konsumsi zat aktif, mengurangi frekuensi pemberian, dan meminimalkan efek samping (Ron dkk., 1992). Keberadaan teknologi pelepasan terkontrol menjadikan pelarutan obat dalam suatu media didefinisikan sebagai laju transfer massa senyawa obat dari permukaan padatan atau pori padatan matriks yang terlepas ke suatu medium pelarut dalam kondisi suhu dan komposisi larutan standar. Hal ini juga didukung oleh pelarutan in vitro yang telah menjadi bagian dalam perkembangan teknologi obat karena menjadi suatu uji awal dalam meneliti efektivitas pelepasan obat.

Studi terbaru telah dilaporkan bahwa penggunaan sistem hantaran berbasis emulsi dapat juga digunakan untuk mengenkapsulasi kurkumin agar bioavailabilitasnya meningkat, antara lain dengan polimerik nanopartikel (Bisht dkk., 2007), misel, liposom, mikrosfer, hidrogel, dan partikel lipid padat (Sahu dkk., 2008). Hidrogel adalah polimer hidrofilik yang tertaut silang (cross-linking), dapat mengembang dengan menyerap sejumlah volume air atau larutan berair. Referensi lain menyebutkan bahwa hidrogel merupakan jaringan tiga dimensi dari polimer hidrofilik dengan struktur berpori, yang tidak larut dalam air, tetapi dapat menyerap dan mempertahankan banyak air atau molekul lain di dalam pori-porinya (Peppas, 1986). Hidrogel sintesis atau alami, telah menarik banyak perhatian sebagai matriks untuk hantaran zat aktif obat secara terkontrol atau terkendali (Boli dkk., 2011). Struktur hidrogel dapat dengan mudah diatur dengan mengendalikan kepadatan silang, matriks gel dan afinitas lingkungan yang berbeda. Porositas dan sifat hidrofobik dari hidrogel dapat mengontrol pemuatan dan pelepasan obat yang bergantung pada difusi molekul melalui struktur jaringan (Islam dkk., 2013). Salah satu penerapan hidrogel adalah pembuatan film (membran lapis tipis). Dalam keperluan transpor obat kurkumin, matriks pengemban atau pengenkapsulasinya harus dapat melepaskan kembali kurkumin, agar dapat digunakan sebagai aksi farmakologis, sehingga dipilihlah matriks

(3)

pengemban atau pengenkapulasi yang bersifat biodegradabel, biokompatibel dan tidak beracun agar tidak mengurangi manfaat kurkumin sebagai obat. Bahan yang memenuhi kriteria tersebut adalah kitosan.

Gambar I.2 Struktur kitosan (George dan Abraham, 2006)

Kitosan merupakan turunan kitin, suatu biopolimer kationik yang diekstrak dari cangkang luar krustasea. Senyawa kitosan terdiri dari poli[β-(1-4)-2-amino-2-deoksi-β-d-glukopiranosa], dengan gugus hidroksil pada posisi C-2 terhadap cincin glukosa. Senyawa ini dikenal pula sebagai polisakarida alami yang dapat dimodifikasi untuk mendapatkan bahan dengan sifat tertentu dan terkendali. Penggunaan kitosan biasanya dijadikan ke dalam bentuk hidrogel. Hidrogel kitosan menunjukkan kemampuan pembengkakan di air (swelling) yang baik, kemampuan pemuatan (loading) yang tinggi untuk obat-obat hidrofilik dan hidrofobik, dan penerapan yang potensial dalam pengiriman obat dan rekayasa jaringan. Namun kekuatan mekanik dan kestabilannya tidak memuaskan terhadap penerapan klinik praktis (Wang dkk., 2003), sehingga hidrogel kitosan secara kovalen harus ditautsilangkan dengan matriks lain yang lebih stabil. Dalam hal ini, matriks yang digunakan adalah pektin.

Senyawa pektin merupakan polisakarida anionik alami tersusun oleh campuran heteropolisakarida, yang paling utama ditemukan dalam tumbuhan tingkat tinggi dan dinding-dinding sel. Ciri khas dominan dari pektin adalah suatu rantai linear ikatan (1→4) terikat residu α-D-asam galakturonat, yang sering dimetil-esterifikasi pada O-6 (oksigen ke-6) dan terkadang diasetil-esterifikasi pada O-2 atau O-3 (oksigen ke-2 atau oksigen ke-3) (Combo dkk., 2013). Pektin sering digunakan karena ketersediaan dan permintaan yang semakin meningkat

(4)

untuk matriks alami, selain itu digunakan dalam aplikasi biomedis dan farmasi, seperti regenerasi organ dan rekayasa jaringan, pembalut luka, bahan jahitan, kaki palsu, serta sistem pengiriman obat terkendali (drug delivery system) dan film (Albersheim dkk., 1996; Coenen dkk., 2007; Perrone dkk., 2002; dan Zheng dkk., 2013). Selain itu, pektin juga dikenal karena kegunaannya dalam jangka panjang dan aman dalam industri makanan, misalnya sebagai pembentuk gel (gelling) dan penstabil (stabilizer) dan menjadi polimer yang digunakan dalam bidang farmasi karena sifatnya yang bio-kompatibilitas dan non-toksik (Sriamornsak, 2011). Namun pektin memiliki kekurangan yakni kelarutan yang sangat tinggi dalam air sehingga mudah larut dengan cepat. Oleh karena itu, pektin memerlukan suatu teknik agar manfaatnya dapat digunakan dengan meminimalisir kekurangan yang dimiliki. Salah satu cara untuk meminimalisir kekurangan pektin adalah dengan menggabungkan kitosan dengan pektin.

Gambar I.3 Struktur pektin (Ribeiro, 2014)

Dalam hal pelepasan obat, pencampuran kitosan dan pektin telah digunakan secara luas. Penggunaan film yang terdiri dari campuran dalam hantaran obat ini dilakukan untuk mengoptimasi sifat fisikokimia dan permeabilitas dari film yang dihasilkan (Ofori-Kwayke dan Fell, 2003). Karakteristik pelepasan dari formulasi pelepasan terkontrol film tersalut sangat bergantung pada permeabilitas film (Arwidsson, 1991). Kombinasi antara pektin dan kitosan membentuk kompleks polielektrolit (PEC) pada pH dalam kisaran 3-6 (Macleod dkk., 1999; Meshali dan Gabr, 1993). Selain pembentukan PEC, pektin dan kitosan juga berinteraksi dengan ikatan hidrogen pada pH rendah (pH < 2). Pada nilai pH ini, pektin akan berkumpul dan interaksi elektrostatik akan

(5)

dihambat, sehingga interaksi antara pektin dan kitosan menjadi mungkin dilakukan melalui ikatan hidrogen (Nordby dkk., 2003). Pada studi sebelumnya, disebutkan bahwa ketika kitosan dicampur dengan pektin, sifat mekanik dan hidrofilisitas campuran kitosan-pektin dalam membran menjadi meningkat (Chen dkk., 2010).

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, kurkumin sebagai objek hantaran obat sulit larut dalam air. Hal ini bertolak-belakang dengan sifat campuran kitosan dan pektin yang bersifat mudah larut dalam air, sehingga dalam menciptakan suatu film yang dapat mengemban kurkumin sebagai obat, maka diperlukan suatu matriks lain yang dapat menggabungkan kedua sifat yang bertolakbelakang tersebut. Matriks yang dimaksud adalah surfaktan. Beberapa literatur menyebutkan bahwa kelarutan kurkumin yang rendah dalam air dapat ditingkatkan dengan menggunakan surfaktan anionik seperti sodium dodesil sulfat atau kation setil trimetilammonium bromida dan dodesil trimetilammonium bromida (Leung dkk., 2008), kaseinat (Sahu dkk., 2008) dan blok kopolimer poli (etilena oksida)-β-poli (ε-kaprolakton) (Ma dkk., 2008). Dalam literatur lain juga disebutkan bahwa penambahan surfaktan dalam polimer untuk enkapsulasi dapat mengubah ukuran mikrokapsul dan porositas yang dihasilkan, yakni merupakan parameter penting yang mempengaruhi sifat pelepasan terkontrol dari hidrogel (Khattak dkk., 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Song dkk. (2012) juga telah mempelajari kemampuan pengemulsi Tween-80 dan Span-80 pada pelepasan kurkumin. Hasil penelitiannya, yakni beads (manik) kitosan-alginat yang memiliki keseimbangan ukuran dan kekuatan antara gugus hidrofil dan lipofil (Hydrophilic Lipophilic Balance, HLB) lebih tinggi setelah ditambahkan pengemulsi, sehingga lebih mudah melepaskan kurkumin dibandingkan beads kitosan-alginat yang memiliki HLB lebih rendah tanpa penambahan pengemulsi.

Berdasarkan referensi – referensi tersebut, penulis melakukan penelitian menggunakan pengemulsi dari salah satu asam lemak, yakni asam palmitat. Asam palmitat terdiri dari 2 gugus, polar maupun non-polar yang sesuai dengan kriteria pengemulsi dalam penelitian ini. Penambahan asam palmitat juga membantu dalam pembentukan misel, yakni agregat molekul amfilik yang terbentuk pada

(6)

atau di atas konsentrasi yang dikenal sebagai Critical Micellization Concentration (CMC). Salah satu sifat unik yang dimiliki misel adalah kemampuannya dalam melarutkan molekul zat yang tidak larut dalam larutan berair (kurkumin). Selain itu nilai HLB yang dimiliki asam palmitat juga tinggi sehingga diharapkan mampu bertindak sebagai pengemulsi yang dapat meningkatkan dan menstabilkan kelarutan kurkumin dalam air. Adapaun mekanisme kinetika dan pelepasan kurkumin yang terjadi, diselidiki berdasarkan data pelepasan kurkumin. Terkait efek keberadaan pengemulsi pada struktur film pektin-kitosan dan interaksi antara film dengan kurkumin, dikaji melalui Fourier Transform Infrared (FTIR).

I.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

a. Mempelajari pengaruh konsentrasi kurkumin dalam film pektin-kitosan terhadap studi pelepasan kurkumin.

b. Mempelajari pengaruh penambahan asam palmitat dalam film pektin-kitosan terhadap studi pelepasan kurkumin.

c. Mempelajari pengaruh konsentrasi etanol 96% dalam pelarut terhadap pelepasan kurkumin.

d. Mengetahui pengaruh pH pelarut terhadap pelepasan kurkumin, dan

e. Mempelajari kinetika pelepasan kurkumin dari film pektin-kitosan-asam palmitat menggunakan berbagai model kinetika.

I.3 Manfaat Penelitian

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap pengembangan matriks kitosan sebagai film teremban kurkumin.

b. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan terhadap pengaruh pengemulsi berupa asam palmitat pada proses pelepasan kurkumin dari film pektin-kitosan.

c. Menciptakan suatu film biodegradabel yang memiliki kemampuan dalam pelepasan kurkumin, sehingga dapat digunakan sebagai bahan hantar obat bersifat hidrofobik.

(7)

d. Meningkatkan nilai ekonomis dan fungsi dari kitosan, pektin, asam palmitat dan kurkumin.

Gambar

Gambar I.1 Struktur kurkumin (Song dkk., 2012)
Gambar I.2 Struktur kitosan (George dan Abraham, 2006)
Gambar I.3 Struktur pektin (Ribeiro, 2014)

Referensi

Dokumen terkait

Tinea pedis adalah infeksi dermatofita pada kaki terutama mengenai sela jari kaki dan telapak kaki, dengan lesi terdiri dari beberapa tipe, bervariasi dari ringan, kronis

Berdasarkan observasi pada tanggal 7 Februari 2011, dalam proses belajar khususnya menulis resensi buku terdapat beberapa kelemahan yang mempengaruhi hasil tulisannya, maka

Rancangan implikasi penelitian ini yaitu menyebarkan questioner kepada pelanggan hypermart member dan non member , akan didapatkan gambaran mengenai variabel Brand Trust dan

bahwa PTK adalah suatu bentuk refleksi diri kolektif yang dilakukan oleh peserta – pesertanya dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan keadilan praktik-praktik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam publikasi tersebut belum memuaskan karena terdapat beberapa kesalahan, seperti kesalahan penulisan kata

Kebutuhan sekunder adalah kebutuhan yang pemenuhannya setelah kebutuhan primer terpenuhi, namun tetap harus dipenuhi, agar kehidupan manusia berjalan dengan baik. Contoh: pariwisata

Sehingga dapat dilihat hasil penilaian rata – rata yang dicapai nilai dari kegiatan kondisi awal 64,77 dan pada silkus pertama nilai rata – rata yang dicapai 65,45

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK &amp; MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI