• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualifikasi Akademik Guru Pendidikan Dasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kualifikasi Akademik Guru Pendidikan Dasar"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Kualifikasi Akademik Guru Pendidikan Dasar

Baso Intang Sappaile dan Rusmawati )

Abstrak: Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang guru yang dibuktikan dengan ijazah yang mencerminkan kemampuan akademik yang relevan dengan bidang tugas guru. Guru pada SD/MI dan SMP/MTs, masing-masing harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum sarjana S1 PGSD dan S1 program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi. Di lain pihak, kondisi kualifikasi guru pada jenjang pendidikan dasar masih memprihatinkan, yaitu pada tahun 2003 guru yang berijazah S1 hanya 8,94% di SD/MI dan 54,21% di SMP/MTs. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, serta pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah, termasuk pendidikan anak usia dini. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.

Kata kunci: kualifikasi akademik, guru, pendidikan dasar, pendidik profesional, standar nasional pendidikan.

) Dr. Baso Intang Sappaile, M.Pd. adalah Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Makassar. Dra. Rusmawati adalah Guru SMA Negeri 1 Makassar.

▸ Baca selengkapnya: nota serah tugas guru akademik biasa

(2)

1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Visi Pendidikan Nasional yang tertuang pada rencana strategis Departemen Pendidikan Nasional menghendaki terwujudnya Sistem Pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.

Sejalan dengan visi tersebut, pada tahun 2025 Depdiknas bertekad mengha-silkan manusia Indonesia yang cerdas secara spiritual, emosional, sosial, intelektual, dan kinestetis serta mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain. Kualitas manusia Indonesia seperti itu hanya dapat dihasilkan melalui penyeleng-garaan pendidikan yang bermutu.

Dalam upaya mencapai sasaran pendidikan bermutu, Peraturan Pemerin-tah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendi-dikan mengharuskan disusunnya standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan.

Salah satu standar yang dinilai paling langsung berkaitan dengan mutu lulusan yang diindikasikan oleh kompetensi lulusan adalah standar pendidik dan tenaga kependidikan.

Standar Pendidik dan Tenaga Kepen-didikan adalah kriteria kualifikasi akademik dan kompetensi yang harus dimiliki oleh pendidik dan tenaga kependidikan yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyeleng-garaan pendidikan. Pendidik dan tenaga

kependidikan mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang strategis dalam mencapai pendidikan yang bermutu untuk semua warga Indonesia melalui jalur pendidikan formal dan pendidikan nonformal.

Ini berarti bahwa untuk dapat menca-pai mutu lulusan yang diinginkan, mutu pendidik dan tenaga kependidikan harus ditingkatkan. Tenaga pendidik/ guru dituntut memiliki kualifikasi akademik yang memadai dan memiliki kompetensi sebagai agen pembelajaran.

Kualifikasi akademik salah satu di antaranya ditunjukkan dengan ijazah dan sertifikat keahlian yang harus dimiliki-nya. Ijazah yang harus dimiliki guru pada setiap jenis dan jenjang pendidikan minimal sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV).

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang dirumuskan adalah banyak guru pada jenjang pendidikan dasar yang belum berkualifikasi sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV), di sam-ping itu beberapa guru yang tidak layak mengajar.

1.3 Tujuan Penulisan

Tulisan ini bertujuan untuk memperke-nalkan kepada pembaca 1) landasan-landasan pengembangan standar guru dan 2) tuntutan Undang-Undang Repub-lik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan kaitannya dengan kondisi kualifikasi guru pada jenjang pendidikan dasar di Indonesia.

(3)

2.Kajian Literatur Bahasan

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, mem-bimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, serta pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah, termasuk pendidikan anak usia dini.

Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (PP No. 19 Th 2005, Pasal 28, Ayat 1).

Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Selain kualifikasi pendidik, pendidik pada program vokasi harus memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan tingkat dan bidang keahlian yang diajarkan yang dihasilkan oleh perguruan tinggi (PP No. 19 Th 2005, Pasal 31, Ayat 2).

Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendi-dikan dasar, pendipendi-dikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur formal (UU No. 14 Tahun 2005, Pasal 2). Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah serta sekolah menengah pertama dan madra-sah tsanawiyah. Tantra menyatakan bahwa tenaga profesional adalah tenaga yang memiliki pengetahuan dan keteram-pilan yang memadai untuk menangani tugasnya (Tantra, 2006: 29).

Guru pada sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah memiliki: 1) kualifikasi akademik pendidikan

mini-mum diploma empat atau sarjana, 2) latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah, kependidikan lain, atau psikologi, dan 3) sertifikat profesi guru sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah. Begitu pula, guru pada sekolah menengah pertama dan madrasah tsanawiyah memiliki: 1) kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat atau sarjana, 2) latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan, dan 3) sertifikat profesi guru sekolah menengah pertama dan madrasah tsanawiyah.

Kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkat-kan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Dalam PP No. 19 Tahun 2005, Pasal 28, Ayat 5, disebutkan bahwa untuk meningkatkan mutu pendidikan, kualifi-kasi akademik dan kompetensi guru sebagai agen pembelajaran dikembang-kan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). BSNP adalah badan mandiri dan independen yang bertugas mengembangkan, memantau pelaksa-naan, dan mengevaluasi standar nasional pendidikan (PP No. 19 Tahun 2005, Pasal 1, Bagian 22). Dalam hal pengembangan kualifikasi akademik dan kompetensi guru didasari oleh landasan filosofis, konseptual, yuridis, dan empirik.

2.1 Landasan Yuridis

Undang-Undang Dasar Republik Indone-sia Tahun 1945, Pasal 31 tentang Pendidikan Nasional mengamanatkan: 1) setiap warga negara berhak mendapat

(4)

pendidikan, 2) setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemeri-ntah wajib membiayainya, 3) pemeripemeri-ntah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencer-daskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang, 4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari angggaran pendapatan dan belanja negara serta APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional, dan 5) pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan pera-daban serta kesejahteraan umat manusia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendi-dikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesi-nambungan.

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan mem-bentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencer-daskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis

serta bertanggung jawab. Sukmadinata (2004: 8) menyatakan bahwa pendidikan sebenarnya berfungsi mengembangkan seluruh aspek pribadi peserta didik secara utuh dan terintegrasi tetapi untuk memudahkan pengkajian dan pemba-hasan biasa diadakan pemilahan dalam kawasan atau domain-domain tertentu, yaitu mengembangkan domain kognitif, afektif, dan psikomotor.

Pendidik adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melak-sanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembim-bingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi (UU No. 20 Tahun 2003, Pasal 39, Ayat 2). Pendidik ber-kewajiban: a) menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenang-kan, kreatif, dinamis, dan dialogis, b) mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan, serta c) memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedu-dukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya (UU No. 20 Tahun 2003, Pasal 40, Ayat 2).

UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa untuk menjamin perluasan dan pemera-taan akses, peningkatan mutu dan relevansi, serta akuntabilitas pendidikan, perlu dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru dan dosen secara terencana, terarah, dan berkesinam-bungan sehingga memiliki peran dan kedudukan strategis sebagai jabatan profesional yang bermartabat.

PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menjelas-kan bahwa, pendidik harus memiliki

(5)

kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasma-ni dan rohajasma-ni, serta memiliki kemam-puan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

2.2 Landasan Filosofis

Pendidikan bermutu adalah investasi masa depan bangsa yang menghasilkan warga negara seutuhnya yang terdidik dan cerdas dan merupakan aset yang menentukan eksistensi dan kemajuan bangsa dalam berbagai dimensi kehi-dupan.

Pendidikan bermutu dilandasi oleh filsafat yang mencakup enam hakikat.

Pertama, hakikat kehidupan manusia yang baik adalah adanya interaksi antar-manusia baik secara individu maupun kelompok, sebagai mahluk yang paling sempurna ciptaan Tuhan.

Kedua, hakikat masyarakat Indonesia adalah kelompok individu yang mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam mewujudkan masyarakat madani dengan ciri penghargaan terhadap hak asasi manusia, keekaan dalam kebhinekaan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, dan kesetaraan gender.

Ketiga, hakikat peserta didik adalah individu yang mempunyai potensi untuk tumbuh dan berkembang melalui proses pendidikan.

Keempat, hakikat guru adalah agen pembelajaran dan pembaharuan untuk membudayakan manusia dalam mewu-judkan tujuan pendidikan.

Kelima, hakikat proses pendidikan adalah bantuan guru kepada peserta didik dalam bentuk bimbingan, arahan, pem-belajaran, dan pelatihan yang dilakukan secara sadar dan terencana.

Keenam, hakikat kebenaran adalah realitas yang didasarkan pada rasio, pengalaman, manfaat, dan pilihan nilai. Sejalan dengan keenam hakikat tersebut, proses pengembangan manusia yang terdidik dan cerdas memerlukan guru yang mampu mengembangkan potensi peserta didik melalui olahqolbu, cipta/pikir, olahkarsa, olahkarya, olah-rasa, dan olahraga.

Keenam hakikat di atas diperlukan guna meningkatkan kesadaran dan wawasan akan peran, hak, dan kewajiban dalam kehidupan bermasyarakat, ber-bangsa, dan bernegara menuju terben-tuknya masyarakat Pancasila yang madani dengan ciri penghargaan terha-dap hak asasi manusia, keekaan dalam kebinekaan bangsa, pelestarian ling-kungan hidup, dan kesetaraan gender. 2.3 Landasan Konseptual

Penyusunan standar pendidik perlu dila-kukan karena pendidik adalah jabatan profesional. Jabatan profesional memper-syaratkan 13 hal: yaitu: 1) pendidikan persiapan yang relatif panjang untuk memenuhi kinerja yang sesuai dengan standar kompetensi yang dituntut, 2) penerapan prinsip-prinsip keilmuan dan teknologi dalam memberikan layanan sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman, 3) praktek kependidikan yang intensif dan komprehensif, 4) kemam-puan membuat keputusan, baik secara mandiri maupun secara bersama, 5) proses dan hasil kerja dapat dipertang-gungjawabkan kepada stakeholders, 6) kepatuhan kepada kode etik profesi sebagai acuan norma yang berisi rambu-rambu tentang kepatutan bertindak dalam bidang yang menjadi tanggung jawab-nya, 7) jaminan imbalan yang layak atas

(6)

jasa layanan yang diberikannya, 8) dedikasi yang tinggi dalam memberikan layanan, 9) jaminan memperoleh kesem-patan berkembang sesuai dengan tun-tutan profesi, 10) jaminan memperoleh perlindungan hukum, perlindungan profesi, dan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, 11) kebebasan membentuk dan atau menjadi anggota asosiasi profesi, 12) kemampuan bekerja sama dengan profesi lain, dan 13) pengakuan dari masyarakat atas kepro-fesionalannya.

Pendidik profesional bertugas melak-sanakan pembelajaran yang mendidik melalui perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian proses dan hasil belajar, pelaksanaan bimbingan dan pelatihan serta penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi dosen. Sebagai individu yang bertugas memberi layanan ahli, pendidik profesional harus mampu membuat keputusan-keputusan yang nonrutin (terjadi dalam konteks yang selalu berubah), baik dalam tahap perencanaan maupun dalam tahap implementasi yang terjadi dalam setting yang wajar antara pendidik, peserta didik, dan lingkungan-nya.

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembang-kan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengenda-lian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang berguna bagi individu, masyarakat, bangsa, dan negara (UU No. 20 Tahun 2003, Pasal 1, Ayat 1). Sementara itu, penyelenggaraan pendidikan merupakan suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta

didik yang berlangsung sepanjang hayat. Dalam proses tersebut diperlukan keberadaan pendidik yang memberikan keteladanan dan mampu membangun kemauan, serta mengembangkan potensi peserta didik secara optimal.

Dalam proses pendidikan, setiap peserta didik mengembangkan potensi melalui proses interaksi dengan pendidik, kawan sebaya, lingkungan, dan sumber belajar lainnya. Proses pendidikan ini akan memungkinkan peserta didik menghayati pengalaman belajar untuk mewujudkan empat pilar pendidikan, yaitu belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar untuk mampu melakukan (learning to do), belajar menjadi diri sendiri (learning to be), dan belajar untuk hidup bersama (learning to live together).

Untuk mengemban tugas-tugas sebagai pendidik profesional tersebut pendidik harus menguasai seperangkat kompetensi. Oleh karena itu, perlu dikembangkan standar pendidik untuk menjadi acuan dan dasar dalam perenca-naan, pelaksaperenca-naan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

2.4 Landasan Empirik

Kondisi pendidik di lapangan sangat beragam, baik dari jumlah, kualifikasi akademik, maupun kelayakan mengajar. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional jumlah guru pada jenjang pendidikan dasar di lembaga pendidikan negeri dan swasta, menurut ijazah tertinggi pada tahun 2006 yang ditunjuk-kan pada Tabel 1 adalah sebagai berikut.

(7)

Tabel 1

Persentase Jumlah Guru Negeri dan Swasta Menurut Jenjang Pendidikan Tahun 2006

Guru Jumlah Guru Ijazah Tertinggi <=SLTA D1 D2 D3 S1 S2 S3 SD 1,250,032 33.39% 0.92% 47.12% 1.91% 16.57% 0.09% 0.00 MI 204,774 46.27% 11.52% 22.43% 4.44% 15.29% 0.05% - SMP 488,206 8.02% 7.42% 7.67% 14.92% 61.31% 0.67% 0.00 MTs 179,809 20.60% 5.96% 7.54% 12.55% 53.02% 0.33% 0.00 (Sumber: Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan

Nasional, 2006).

Tabel 2

Persentase Kelayakan Mengajar Guru Negeri dan Swasta

Guru Jumlah

% Tidak layak (%) Layak (%)

Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta

SD 1,250,032 92.60 7.40 84.38 70.39 15.62 29.61

MI 204,774 9.45 90.55 74.01 85.77 25.99 14.23

SMP 488,206 73.09 26.91 37.87 38.43 62.13 61.57

MTs 179,809 16.29 83.71 28.61 50.16 71.39 49.84 (Sumber: Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan

Nasional, 2006).

Data pada Tabel 1 menunjukkan adanya kesenjangan antara standar guru yang dinyatakan dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan PP Nomor 19, Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dengan realitas di lapangan. Jumlah guru yang belum memenuhi kualifikasi sarjana (S1) pada SD 83,34%, MI 84,66%, SMP 37,96%, dan MTs 46,65%. Selanjutnya, dalam hal kelayakan guru mengajar yang ditunjukkan pada Tabel 2, data

Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional tahun 2006 menunjukkan bahwa jumlah dan proporsi guru yang tidak layak mengajar masih cukup tinggi, terutama di SD/MI,

yaitu SD Negeri 84,38% dan MI Swasta 85,77%.

2. 5 Bahasan

Salah satu standar yang berkaitan lang-sung dengan keberhasilan penyelengga-raan pendidikan adalah standar pendidik dan tenaga kependidikan, khususnya standar guru. Guru dalam jabatan diper-syaratkan memiliki kualifikasi akademik minimal dan standar kompetensi.

Kualifikasi akademik guru pada SD/MI, atau bentuk lain yang sederajat, minimum D-IV atau S1 dalam bidang pendidikan SD/MI atau psikologi yang diperoleh dari program studi yang terakreditasi. Begitu pula kualifikasi akademik guru pada SMP/MTs, atau bentuk lain yang sederajat, minimum

(8)

D-IV atau S1 program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi. Misalnya, guru SD dipersyaratkan lulusan S1/D-IV program studi Psikologi, sedangkan guru Matema-tika SMP/MTs dipersyaratkan lulusan S1/D-IV program studi Matematika atau Pendidikan Matematika. Pemenuhan per-syaratan penguasaan kompetensi sebagai agen pembelajaran yang meliputi kompe-tensi pedagogik, kompekompe-tensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional dibuktikan dengan sertifikat pendidik.

Kompetensi guru baik guru SD/MI atau guru SMP/MTs memerlukan sepe-rangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

Kompetensi guru sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: a) kompetensi pedagogik, b) kompetensi kepribadian, c) kompetensi perofesional, dan d) kompe-tensi sosial. Untuk memperoleh penilaian keempat kompetensi tersebut diperlukan peer appraisal dalam bentuk penilaian dari atasan (Depdiknas, 2006: i)

Kompetensi pedagogik untuk guru SD/MI, SMP/MTs, meliputi kemampuan antara lain pemahaman tentang peserta didik secara mendalam; penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik yang meliputi kemampuan merancang ajaran, mengimplementasikan ajaran, menilai proses dan hasil pembel-ajaran, dan melakukan perbaikan secara berkelanjutan. Mulyasa (2006: 41) menyatakan bahwa tugas guru adalah menetapkan apa yang telah dimiliki oleh

peserta didik sehubungan dengan latar belakang dan kemampuannya, serta kompetensi apa yang mereka perlukan untuk dipelajari dalam mencapai tujuan.

Sertifikasi bagi guru dalam jabatan adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dalam jabatan. Sertifikasi dapat diikuti oleh guru dalam jabatan yang telah memiliki kualifikasi akademik S1 atau D-IV. Sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji kompetensi untuk memperoleh sertifi-kat pendidik.

Dengan demikian guru dinyatakan memenhuhi persyaratan penguasaan kompetensi bilamana guru memiliki kualifikasi akademik S1 dan lulus uji kompetensi.

Di lain pihak, pada tahun 2003, kualifikasi akademik guru SD/MI didominasi lulusan D2 dan SLTA (SPG). Hanya 8, 9% guru lulusan S1 (pendi-dikan dan non-kependi(pendi-dikan), yang berarti bahwa 91,06% belum memiliki kualifikasi akademik minimal. Sedang kualifikasi akademik guru SMP/MTs yang berpendidikan S1 sebanyak 54,21%. Dengan demikian, cukup banyak guru SD/MI (91,06%) dan guru SMP/MTs (45,79%) yang harus menem-puh pendidikan sarjana (S1) untuk memenuhi amanah UU Nomor 20 Tahun 2003, UU Nomor 14 Tahun 2005, dan PP Nomor 19 Tahun 2005.

3. Simpulan dan Saran

Berdasarkan uraian-uraian mengenai kualifikasi guru pendidikan dasar, maka disimpulkan sebagai berikut.

Pertama. Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang guru yang dibuktikan dengan ijazah yang

(9)

mencer-minkan kemampuan akademik yang relevan dengan bidang tugas guru.

Kedua. Guru adalah pendidik profe-sional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, serta pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah, terma-suk pendidikan anak usia dini.

Ketiga. Guru harus memiliki kualifi-kasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Keempat. Guru pada SD/MI dan SMP/MTs memiliki: 1) kualifikasi akademik pendidikan minimum sarjana atau diploma empat, 2) latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan SD/MI dan/atau SMP/MTs kependidikan lain, atau psikologi, dan 3) sertifikat profesi guru SD/MI dan/atau SMP/MTs.

Kelima. Kompetensi pedagogik guru SD/MI, SMP/MTs meliputi: 1) kemam-puan pemahaman tentang peserta didik secara mendalam, 2) penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik yang meliputi: a) kemampuan merancang

pembelajaran, b) mengimplementasikan pembelajaran, c) menilai proses dan hasil pembelajaran, dan d) melakukan perbaik-an secara berkelperbaik-anjutperbaik-an.

Keenam. Guru dinyatakan memenuhi persyaratan penguasaan kompetensi bilamana guru memiliki kualifikasi akademik minimal S1 atau D-IV dan lulus uji kompetensi.

Atas simpulan ini maka beberapa saran sebagai berikut.

Pertama. Untuk menjadi guru yang profesional dan dapat mendidik, meng-ajar, membimbing, dan mengevaluasi peserta didik, maka disarankan kepada guru agar memiliki kualifikasi akademik minimal sarjana atau diploma empat yang berlatar belakang kependidikan.

Kedua. Disarankan kepada guru baik guru SD/MI maupun guru SMP/MTs mampu mahami tentang peserta didik secara mendalam, menyelenggaraan pembelajaran yang mendidik dalam hal: merancang pembelajaran, mengimple-mentasikan pembelajaran, menilai proses dan hasil pembelajaran, dan melakukan perbaikan secara berkelanjutan.

(10)

Pustaka Acuan

Anonim. 2005. Ministry of National Education, Educational Statistics in Brief in Indonesia. Jakarta: Badan Litbang Depdiknas.

Depdiknas, 2006. Instrumen Sertifikasi Guru. Jakarta: Direktorat Ketenagaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Direktorat Profesi Pendidik, Direktorat Jenderal Peningkatan Pendidik dan Tenaga Kependidikan.

---, 2006. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Karya Mandiri.

---, 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: BSNP.

---, 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sekretariat Jenderal Depdiknas.

Mulyasa, 2006. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sukmadinata, Nana Syaodih, 2004. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Ramaja Rosdakarya.

Tantra, Dewa Komang, 2006. Peningkatan Kompetensi PTK PNF Melalui Kaji Tindak Terintegrasi Berbasis Kompetensi (Intergrated Competency-based Action Action Research), Jurnal Ilmiah VISI Vol. 1, No. 2 – 2006. Jakarta: Direktorat PTK-PNF kerjasama dengan FIP UNJ■

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan menghasilkan suatu rancangan Sistem Manajemen Kinerja berbasis The Balanced Scorecard untuk diterapkan di seluruh Cabang PT Indomarco Adi Prima agar

Berawal dari apa yang telah dilakukan oleh para ulama terdahulu yang mampu membentuk kepribadian yang berilmu, tangguh dan militant, maka

persimpangan jalan Jenderal Urip, jalan Merdeka, jalan HOS Cokroaminoto dan jalan Johar dengan perencanaan simpang bersinyal, diperlukan perhitungan awal berupa arus

Uji t-test yang dilakukan menunjukkan bahwa ada tidak ada perbedaan yang signifikan (p&gt;0.05) antara asupan protein hewani pada kelompok contoh yang

Hasil uji regresi kedua variabel bebas (X 1 dan X 2 ) terhadap variabel terikat (Y) diperoleh nilai R-square sebesar 0.374, maka dapat dijelaskan bahwa pengaruh keterampilan

Konstanta adalah suatu identifier non-standar yang nilainya telah ditetapkan dalam suatu program dan dideklarasikan pada bagian deklarasi. Bagian

[r]

1. Investigate the improvement of the students’ written responses in English through Literature Circles. Describe the types of written responses the students produced