• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN. Bruto (PDRB) per kapita, kurs (nilai tukar) rupiah terhadap dolar terhadap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODE PENELITIAN. Bruto (PDRB) per kapita, kurs (nilai tukar) rupiah terhadap dolar terhadap"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana pengaruh variabel-variabel tingkat suku bunga kredit konsumsi, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita, kurs (nilai tukar) rupiah terhadap dolar terhadap elastisitas permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara selama kurun waktu 15 tahun yakni 1996-2010.

3.2 Jenis Data

Dalam melaksanakan penelitian, data yang dipergunakan adalah data sekunder dengan jenis data yang digunakan dalam bentuk runtun waktu (time series) pada kurun waktu 15 tahun (1996 – 2010), yang bersifat kuantitatif yaitu berbentuk angka-angka.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data yaitu pengumpulan

data sekunder dari Bank Indonesia

Sumatera Utar

dengan mengumpulkan data dari buku, jurnal dan hasil penelitian, serta sumber bacaan atau bahan tulisan yang ada relevansinya dengan skripsi ini.

3.4 Model Analisis

Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda sebagai berikut:

(2)

Secara sistematis dari fungsi ini dapat diturunkan model persamaan sebagai berikut:

Log Y = α + β1 log X1 + β2 log X2 + β3 log X3 + єt …….(2) dimana:

Y = Permintaan kredit konsumsi

X1 = Rata-rata tingkat suku bunga kredit konsumsi X2 = Produk Domestik Regional Bruto per kapita X3 = Nilai tukar rupiah terhadap dollar (kurs) β1, β2, β3 = Koefisien regresi

єt = Error term

α = Intercept

3.5 Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Ordinary Least Square (OLS). Pengolahan data menggunakan Eviews 5.1, selain itu juga digunakan software Microsoft Excel sebagai software pembantu dalam mengkonversi data kedalam bentuk baku yang disediakan oleh sumber kedalam bentuk yang lebih representatif untuk digunakan pada software utama dengan tujuan untuk meminimalkan kesalahan data bila dibandingkan dengan pencatatan ulang manual.

3.6 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 3.6.1 Uji Multikolinieritas

Sebuah model regresi dikatakan terkena multikolinieritas apabila terjadi hubungan linier yang sempurna di antara beberapa atau semua variabel bebas dari suatu model regresi. Untuk mendeteksi masalah multikolinieritas dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

(3)

2. Menggunakan korelasi parsial 3.6.2 Uji Normalitas

Untuk menguji apakah normal atau tidaknya faktor pengganggu, maka perlu dilakukan uji normalitas dengan menggunakan Jarque-bera test (JB test). Cara lain untuk melihat apakah data telah berdistribusi normal dengan menggunakan JB test ini adalah dengan melihat angka probability.

3.6.3 Uji autokorelasi

Autokorelasi merupakan gangguan pada fungsi regresi berupa korelasi diantara faktor gangguan (error term). Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya autokorelasi, yaitu:

1. Metode Grafik 2. Metode h-statistik

3. Uji Durbin Watson (DW test) 4. Uji Lagrange Multiplier (LM test) 3.7 Uji Kesesuaian (Test Goodness of Fit)

Uji kesesuaian (test goodness of fit) dilakukan berdasarkan perhitungan nilai koefisien determinasi (R²), uji F-statistik dan uji t-statistik.

1. Penilaian terhadap R² bertujuan untuk melihat kekuatan variasi variabel bebas dalam mempengaruhi variasi variabel terikat. Nilai R² digunakan antara 0 sampai 1 (0 < R² < 1). Semakin mendekati 1 berarti semakin tepat garis regresi untuk meramalkan nilai variabel terikat.

2. Uji F-statistik bertujuan untuk mengetahui signifikasi statistik koefisien regresi secara simultan atau secara bersama-sama.

(4)

Hipotesis: H0 : β1 = 0 HA : β1 ≠ 0

Kriteria: Terima H0 apabila F-statistik < F-tabel Terima HA apabila F-statistik > F-tabel

3. Uji t-statistik bertujuan untuk mengetahui signifikasi statistik koefisien regresi secara parsial.

Hipotesis: H0 : β1 = 0 HA : β1 ≠ 0 Kriteria: Hipotesis positif

Terima H0 apabila t-statistik < t-tabel Terima HA apabila t-statistik > t-tabel Hipotesis negatif

Terima H0 apabila t-statistik > t-tabel Terima HA apabila t-statistik < t-tabel 3.8 Defenisi Operasional

Untuk memudahkan pemahaman terhadap istilah dan variabel yang digunakan dalam penelitian ini maka perlu diberikan defenisi operasional sebagai berikut:

1. Permintaan kredit konsumsi adalah jumlah kredit konsumsi yang disalurkan oleh bank di Sumatera Utara dinyatakan dalam milyar rupiah. 2. PDRB per kapita, merupakan gambaran rata-rata pendapatan yang

diterima setiap penduduk sebagai hasil dari proses produksi. PDRB per kapita dinyatakan dalam ribu rupiah.

(5)

3. Tingkat suku bunga kredit konsumsi adalah rata-rata bunga pinjaman pada bank yang ditetapkan sebagai kewajiban nasabah (peminjam) kepada bank sebagai balas jasa atas dana atau pinjaman yang diberikan, yang dinyatakan dalam persen (%).

4. Kurs (nilai tukar) adalah harga dari satu mata uang (rupiah) yang diukur dengan mata uang lain (dollar) yang dinyatakan dalam ribu rupiah.

(6)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskriptif Daerah Penelitian 4.1.1 Kondisi Geografis

Propinsi Sumatera Utara terletak pada garis 1º-4º Lintang Utara dan 98º-100º Bujur Timur. Sebelah utara berbatasan dengan Propinsi Nangroe Aceh Darussalam, sebelah timur dengan Negara Malaysia di Selat Malaka, sebelah selatan berbatasan dengan Propinsi Riau dan Sumatera Barat, dan di sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia. Luas daratan Propinsi Sumatera Utara adalah 71.680 km². Berdasarkan kondisi letak dan kondisi alam, Sumatera Utara dibagi dalam tiga kelompok wilayah yaitu Pantai Barat, Daratan Tinggi dan Pantai Timur. Sumatera Utara memiliki 419 pulau dimana pulau-pulau terluar dari Propinsi Sumatera Utara adalah Pulau Simuk (Kepulauan Nias), dan Pulau Berhala di Selat Sumatera (Malaka). Selain itu Pesisir Timur Propinsi Sumatera Utara merupakan wilayah di dalam propinsi yang paling pesat perkembangannya karena persyaratan infrastruktur yang lebih lengkap dibanding wilayah lainnya. 4.1.2 Kondisi Demografis

Sumatera Utara merupakan propinsi keempat terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Laju pertumbuhan penduduk Sumatera Utara selama kurun waktu tahun 1990-2000 adalah 1,20 persen per tahun, dan pada tahun 1990-2000-2003 menjadi 1,14 persen per tahun. Menurut data tahun 2010, laju pertumbuhan penduduk di Sumatera Utara berkembang pesat. Berdasarkan data BKKBN Sumatera Utara

(7)

jumlah penduduk sepanjang tahun 2010 sebanyak 12,9 juta dengan laju pertumbuhan penduduk 1,11 persen .

4.1.3 Gambaran Umum Perekonomian Sumatera Utara

Sumatera Utara sangat kaya akan sumber daya alam seperti gas alam di daerah Tandam dan Binjai, minyak bumi di Pangkalan Brandan dan Kabupaten Langkat, PT inalum di Kuala tanjung, Kabupaten Asahan, Danau Toba sebagai salah satu objek wisata yang banyak diminati, serta PLTA Asahan di Kabupaten Toba Samosir dan masih banyak lagi sumber daya alam lainnya.

Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara atau wilayah dalam satu periode tertentu adalah data PDB atau PDRB, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDB/PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDRB atas harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar.

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Salah satu indikator membaiknya ekonomi Sumatera Utara adalah meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi. Untuk melihat fluktuasi pertumbuhan ekonomi secara riil dari tahun ke tahun, disajikan melalui PDRB atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha secara berkala. Tahun 1996-1998 PDRB atas harga konstan mengalami peningkatan tiap tahunnya. Tahun 1999 mengalami penurunan akibat

(8)

krisis pada tahun 1998. Pada tahun 2000 kembali menunjukkan peningkatan hingga tahun-tahun berikutnya. Hal ini menunjukkan kondisi ekonomi yang kembali membaik.

Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara tahun 2000 sebesar 4,83 persen, tahun 2001 sebesar 3,72 persen, tahun 2002 sebesar 4,07 persen dan tahun 2003 sebesar 4,42 persen. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2011 pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan oleh PDRB atas dasar harga konstan 2000 sebesar 6,58 persen, menunjukkan adanya pertumbuhan yang meningkat dibanding tahun 2010 sebesar 6,35 persen. Pertumbuhan terbesar berasal dari sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan yang tumbuh sebesar 13,61 persen, diikuti oleh sektor konstruksi sebesar 8,54 persen. Selanjutnya diikuti oleh sektor jasa tumbuh sebesar 8,30 persen sedangkan sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh sebesar 8,12 persen.

Inflasi merupakan salah satu indikator dalam perencanaan perekonomian dan pembangunan suatu daerah. Terlalu tinggi atau rendahnya inflasi tidak baik bagi perekonomian. Inflasi yang terlalu tinggi (lebih dari dua digit) dapat menghambat ekonomi, karena dapat memperkecil nilai riil dari pendapatan. Terlalu rendahnya angka inflasi (deflasi) dapat menghambat sektor-sektor usaha, karena turunnya nilai jual produk sehingga dapat mematikan usahanya. Berdasarkan data BPS Sumatera Utara, inflasi di Sumatera Utara pada tahun 2007 sebesar 6,6 persen kemudian pada tahun 2008 menjadi 10,72 persen, tahun 2009

(9)

turun menjadi 2,61 persen, tahun 2010 naik menjadi sebesar 8,0 persen, dan tahun 2011 sebesar 3,67 persen.

Berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku, struktur perekonomian Sumatera Utara sejak tahun 1994 telah bergeser dari dominasi sektor pertanian ke sektor industri pengolahan. Hal ini ditandai dengan peranan sektor pertanian terhadap PDRB atas harga berlaku yang cenderung mengecil, sebaliknya peranan sektor industri semakin besar. Akan tetapi pada saat krisis ekonomi pada tahun 1998 peranan sektor pertanian kembali meningkat.

PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku Sumatera Utara tahun 2003-2010 meningkat setiap tahunnya. Tahun 2007 sebesar Rp 181.819,74 milyar dan terus mengalami peningkatan, pada tahun 2010 sebesar Rp 275.700,21 milyar. Tiga sektor utama yang selalu memberi kontribusi terbesar adalah sektor industri pengolahan, sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Untuk tahun 2010 sektor yang memiliki kontribusi terbesar adalah industri pengolahan sebesar Rp 63.293,45 milyar, diikuti sektor pertanian diurutan kedua sebesar Rp 63.181,84 milyar, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran diurutan ketiga sebesar Rp 52.384,31 milyar.

Dari tahun 2007 hingga tahun 2011 struktur perekonomian Sumatera Utara didominasi sektor industri pengolahan, diikuti sektor pertanian; sektor jasa-jasa; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan, real estat dan jasa perusahaan; dan sektor konstruksi. dari 9 sektor lapangan usaha, hanya terdapat 3 sektor yang mengalami penurunan kontribusi terhadap PDRB Sumatera Utara yaitu sektor pertanian, sektor industri pengolahan dan sektor listrik, gas dan air

(10)

bersih. Sedangkan ke enam sektor lain mengalami kenaikan kontribusi. Peranan sektor industri pengolahan dari tahun 2007 hingga tahun 2011 semakin menurun. Namun sektor industri pengolahan masih mendominasi kontribusi struktur perekonomian di Sumatera Utara.

4.1.4 Perkembangan Perbankan di Sumatera Utara

Perkembangan perbankan di Sumatera Utara semakin meningkat, hal ini dapat dilihat dari jumlah kantor bank yang terus bertambah tiap tahunnya, demikian juga dengan jumlah simpanan yang dihimpun dari masyarakat. Selain itu pinjaman (kredit) yang disalurkan bank-bank di Sumatera Utara juga terus meningkat.

Jumlah bank, kantor bank dan kantor cabang di Sumatera Utara tahun 2007-2011 menunjukkan peningkatan. Jumlah kantor bank umum tahun 2007 sebesar 717 unit yang terus meningkat, hingga tahun 2011 sebesar 1050 unit meningkat 22 persen dari tahun 2010. Jumlah kantor bank syariah juga mengalami peningkatan dari tahun 2007-2010. Tahun 2007 berjumlah 31 unit, kemudian meningkat pada tahun 2010 mencapai 70 unit. Untuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR) justru mengalami penurunan walau tidak banyak, tahun 2007 sebanyak 66 unit kemudian menurun menjadi 50 unit tahun 2010 dan tetap pada 2011.

Posisi simpanan masyarakat baik rupiah dan valas (valuta asing) pada bank umum dan BPR Sumatera Utara dari tahun 2006-2011 mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pada tahun 2006 sebesar Rp 58.697 milyar yang terus meningkat, tahun 2010 sebesar Rp 108.366 milyar dan pada tahun 2011 meningkat 17 persen menjadi Rp 126.645 milyar. Demikian juga dengan posisi

(11)

pinjaman (kredit) masyarakat baik rupiah dan valas pada bank umum dan BPR dari tahun 2006-2011 mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pada tahun 2006 sebesar Rp 41.484 milyar yang terus meningkat, tahun 2010 sebesar Rp 73.921 milyar, dan pada tahun 2011 meningkat 39 persen menjadi Rp 102.899 milyar.

Hal ini menunjukkan kegiatan bank yang terus meningkat di Sumatera Utara. Berarti perekonomian di Sumatera Utara semakin meningkat, terbukti dengan semakin banyaknya nasabah yang menggunakan jasa perbankan baik untuk simpanan atau pinjaman. Selain itu bentuk-bentuk jasa perbankan yang ditawarkan juga semakin beragam dan memberikan kemudahan bagi nasabahnya, seperti sms banking, internet banking, ATM bersama dan layanan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa bank juga semakin meningkatkan kualitas pelayanan terhadap nasabahnya.

4.2 Perkembangan Kredit Konsumsi di Sumatera Utara

Pada umumnya permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah kredit konsumsi yang disalurkan oleh bank umum dan BPR di Sumatera Utara yang semakin meningkat. Dalam hal ini jumlah kredit konsumsi adalah yang disalurkan bank-bank di Sumatera Utara yaitu, bank pemerintah dan bank pembangunan, bank swasta nasional, bank asing dan bank campuran, serta bank perkreditan rakyat baik dalam rupiah maupun valas (valuta asing). Jumlah kredit konsumsi yang disalurkan oleh bank di Sumatera Utara pada tahun 1996 sebesar Rp 1.028,36 milyar. Pada tahun 1996-1997 permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara mengalami peningkatan.

(12)

Kemudian menurun pada tahun 1998-1999, disebabkan krisis ekonomi yang sempat melanda Indonesia pada tahun tersebut.

Pada tahun 2000 permintaan kredit konsumsi menunjukkan peningkatan kembali. Demikian tahun 2001 meningkat menjadi Rp 1331,66 milyar. Tahun 2000-2010 permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2010 jumlah kredit konsumsi yang disalurkan di Sumatera Utara adalah Rp 21.538,23 milyar, meningkat sebesar 19,58 persen dari tahun sebelumnya.

4.3 Perkembangan Tingkat Suku Bunga Kredit Konsumsi di Sumatera Utara Tingkat suku bunga kredit konsumsi pada tahun 1996 sebesar 19,49 persen. Pada tahun 1997-1998 ketika terjadi krisis di Indonesia tingkat suku bunga meningkat drastis hingga mencapai 34,93 persen pada tahun 1998. Kemudian mulai menurun pada tahun 1999 menjadi 28,78 persen. Pada tahun 2000 turun drastis menjadi 18,16 persen. Pada tahun 2001-2002 kembali meningkat walau tidak begitu besar. Tahun 2003-2006 mengalami penurunan tiap tahunnya. Tahun 2007 sedikit meningkat menjadi 14,73 persen dibanding tahun 2006 yakni 14,48 persen. Tahun 2008-2010 kembali mengalami penurunan setiap tahunnya. Tingkat suku bunga pada tahun 2010 sebesar 12,06 persen.

4.4 Perkembangan PDRB per kapita Sumatera Utara

PDRB per kapita merupakan gambaran rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk sebagai hasil dari proses produksi. PDRB per kapita diperoleh dengan cara nilai PDRB dibagi jumlah penduduk dalam suatu wilayah per periode tertentu. PDRB per kapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai

(13)

PDRB per kepala atau per satu orang penduduk. PDRB per kapita atas dasar harga konstan berguna untuk mengetahui pertumbuhan nyata ekonomi per kapita penduduk suatu negara.

PDRB per kapita atas harga berlaku pada tahun 1996 sebesar Rp 2.578,53. Apabila dilihat dari data, PDRB per kapita Sumatera Utara terus mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pada tahun 1997-1998 saat terjadi krisis moneter di Indonesia PDRB per kapita Sumatera Utara juga tetap menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2010 PDRB per kapita Sumatera Utara yakni sebesar Rp 21.236,78 meningkat sebesar 15,54 persen dari tahun sebelumnya.

4.5 Perkembangan Kurs Rupiah terhadap Dollar (USD)

Tahun 1996 nilai kurs rupiah terhadap dollar sebesar Rp 2.383. Pada tahun 1997-1988 rupiah melemah secara drastis, pada tahun 1997 nilai tukar rupiah mencapai Rp 4.650, melemah 95 persen dari tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan krisis moneter yang dialami Indonesia. Demikian tahun-tahun berikutnya masih menunjukkan rupiah melemah. Tahun 1998 melemah 73 persen mencapai Rp 8.025, hingga tahun 2001 mencapai Rp 10.400. Kemudian mulai tahun 2002 rupiah kembali menguat yakni Rp 8.940. Pada tahun-tahun berikutnya rupiah relatif stabil pada kisaran Rp 9.000-an. Pada tahun 2008 rupiah kembali melemah hingga Rp 10.950, namun kembali menguat pada tahun berikutnya. Pada tahun 2010 kurs rupiah terhadap dollar sebesar Rp 8.991.

(14)

Tabel 4.1 Perkembangan Permintaan Kredit Konsumsi, Tingkat Suku Bunga Kredit Konsumsi, PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku di Sumatera

Utara dan Kurs Rupiah terhadap Dollar (USD) Tahun 1991-2010 Tahun Kredit Konsumsi

(milyar rupiah) Suku Bunga (persen) PDRB per Kapita (ribu rupiah) Kurs (ribu rupiah) 1996 1.028,36 19,49 2.578,53 2.383 1997 1.179,28 21,96 3.075,42 4.650 1998 950,46 34.93 4.534,12 8.025 1999 851,37 28,78 5.476,17 7.100 2000 1.331,66 18,16 5.928,52 9.595 2001 1.912,97 21,18 6.741,91 10.400 2002 2.346,40 23,48 7.482,95 8.940 2003 3.366,67 23,08 8.070,93 8.465 2004 5.702,59 21,06 9.741,57 9.290 2005 7.762,31 18,91 11.326,68 9.830 2006 8.736,49 14,48 12.684,53 9.020 2007 11.128,17 14,73 14.166.63 9.419 2008 15.726.92 14,17 16.813,29 10.950 2009 18.010,68 13,09 18.381,01 9.400 2010 21.538,23 12,06 21.236,78 8.991

Sumber: Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Daerah Bank Indonesia dan BPS Sumatera Utara

4.6 Hasil dan Analisis Data

Dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kredit konsumsi untuk mengetahui apakah elastisitas permintaaan kredit konsumsi Sumatera Utara dipengaruhi oleh perubahan tingkat suku bunga, PDRB per kapita dan kurs digunakan analisis linier berganda, dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Data diolah dengan menggunakan bantuan program Eviews 5.1. Maka dapat dilihat hasilnya sebagai berikut:

Model persamaan adalah sebagai berikut:

(15)

dimana:

Y = Permintaan kredit konsumsi

X1 = Rata-rata tingkat suku bunga kredit konsumsi X2 = Produk Domestik Regional Bruto per kapita X3 = Nilai tukar rupiah terhadap dollar (kurs) β1, β2, β3 = Koefisien regresi

єt = Error term

α = Intercept

Berdasarkan hasil regresi berganda dengan menggunakan program Eviews 5.1 maka diperoleh estimasi sebagai berikut:

Tabel 4.2 Hasil Estimasi

Log Y = 0.181842 - 0.607670 LogX1 + 1.881370 logX2 - 0.792538 LogX3

Std. Error (0.464042) (0.312666) (0.360920) t-stat ( -1.309514) (6.017181) (-2.195879) R² = 0.957899 DW-stat = 1.362150 F-stat = 83.42614 Sumber: Lampiran 1 4.7 Pembahasan 4.7.1 Interpretasi Model

Dari hasil estimasi diatas dapat dianalisis sebagai berikut:

1. Suku bunga kredit konsumsi mempunyai pengaruh negatif terhadap permintaan kredit konsumsi Sumatera Utara dan mempunyai koefisien sebesar -0,60767. Artinya apabila suku bunga naik sebesar satu persen maka kredit konsumsi akan mengalami penurunan sebesar 0,6076 persen, ceteris paribus. Karena perubahan satu persen tingkat suku bunga kredit

(16)

konsumsi menghasilkan kurang daripada satu persen perubahan kuantitas kredit konsumsi yang diminta, maka permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara memiliki elastisitas yang bersifat inelastis (permintaannya bersifat inelastis) terhadap tingkat suku bunga kredit konsumsi.

2. PDRB per kapita mempunyai pengaruh positif terhadap permintaan kredit konsumsi Sumatera Utara dan mempunyai koefisien sebesar 1,881370. Artinya jika PDRB per kapita mengalami peningkatan sebesar satu persen maka permintaan kredit konsumsi akan mengalami kenaikan sebesar 1,8813 persen, ceteris paribus. Karena perubahan PDRB per kapita satu persen menimbulkan lebih daripada satu persen perubahan kuantitas kredit konsumsi yang diminta, maka permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara memiliki elastisitas yang bersifat elastis (permintaannya bersifat elastis) terhadap PDRB per kapita.

3. Kurs rupiah terhadap dollar mempunyai pengaruh negatif terhadap permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara dan mempunyai koefisien sebesar -0,792538. Artinya jika kurs rupiah terhadap dollar mengalami peningkatan sebesar satu persen maka permintaan kredit konsumsi akan mengalami penurunan sebesar 0,7925 persen, ceteris paribus. Karena perubahan satu persen kurs rupiah terhadap dollar menghasilkan kurang daripada satu persen perubahan kuantitas kredit konsumsi yang diminta, maka permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara memiliki elastisitas yang bersifat inelastis (permintaannya bersifat inelastis) terhadap kurs.

(17)

4.8 Uji Kesesuaian (Test Goodness of Fit) 4.8.1 Koefisien Determinasi (R²)

Berdasarkan hasil dari estimasi yang dilakukan diperoleh nilai koefisien determinasi (R²) sebesar 0,957899. Artinya variabel-variabel tingkat suku bunga kredit konsumsi, PDRB per kapita, dan kurs rupiah terhadap dollar secara bersama-sama mampu menjelaskan variabel permintaan kredit konsumsi Sumatera Utara sebesar 95,78 persen sedangkan sisanya sebesar 4,22 persen dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model ini.

4.8.2 Uji F-statistik (Uji Serempak)

Uji F-statistik bertujuan untuk mengetahui signifikasi statistik koefisien regresi secara simultan atau secara bersama-sama.

Hipotesis: H0 : β1 = 0 HA : β1 ≠ 0

Kriteria: Terima H0 apabila F-statistik < F-tabel Terima HA apabila F-statistik > F-tabel α = 5%; n = 15; k = 3; df (k; n-k-1) = 3; 11

F-tabel = 3,59

F-statistik = 83,42614

F-statistik (83, 42) > F-tabel (3,59)

Berdasarkan hasil di atas dengan demikian HA diterima, artinya semua variabel tingkat suku bunga, PDRB per kapita, dan kurs rupiah terhadap USD secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara pada tingkat kepercayaan 95 persen.

(18)

4.8.3 Uji t-statistik (Uji Parsial)

Uji t-statistik bertujuan untuk mengetahui signifikasi statistik koefisien regresi secara parsial.

1. Variabel tingkat suku bunga kredit konsumsi (X1) Hipotesis: H0 : β1 = 0

HA : β1 ≠ 0 Kriteria: Hipotesis negatif

Terima H0 apabila t-statistik > t-tabel Terima HA apabila t-statistik < t-tabel α = 10%; n = 15; k = 3; df (n-k-1) = 11

t-tabel = -1,796 t-statistik = -1,309514

t-statistik (-1,309) > t-tabel (-1,796)

Berdasarkan hasil di atas dengan demikian H0 diterima, artinya variabel tingkat suku bunga kredit konsumsi memberikan pengaruh yang tidak signifikan secara statistik terhadap variabel permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara pada tingkat kepercayaan 90 persen.

2. Variabel PDRB per kapita (X2) Hipotesis: H0 : β1 = 0

HA : β1 ≠ 0 Kriteria: Hipotesis positf

Terima H0 apabila t-statistik < t-tabel Terima HA apabila t-statistik > t-tabel

(19)

α = 1%; n = 15; k = 3; df (n-k-1) = 11 t-tabel = 3,106

t-statistik = 6,017181

t-statistik (6,017) > t-tabel (3,106)

Berdasarkan hasil di atas dengan demikian HA diterima, artinya variabel PDRB per kapita memberikan pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap variabel permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara pada tingkat kepercayaan 99 persen.

3. Variabel kurs rupiah terhadap dollar (X3) Hipotesis: H0 : β1 = 0

HA : β1 ≠ 0 Kriteria: Hipotesis negatif

Terima H0 apabila t-statistik > t-tabel Terima HA apabila t-statistik < t-tabel α = 5%; n = 15; k = 3; df (n-k-1) = 11

t-tabel = -1,796 t-statistik = -2,195879

t-statistik (-2,195) < t-tabel (-1,796)

Berdasarkan hasil di atas dengan demikian HA diterima, artinya variabel kurs rupiah terhadap dollar memberikan pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap variabel permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara pada tingkat kepercayaan 90 persen.

(20)

4.9 Uji Asumsi Klasik 4.9.1 Uji Multikolininieritas

Tabel 4.2 Hasil Estimasi Correlation Matrix

LX1 LX2 LX3

LX1 1.000000 -0.722848 -0.225394

LX2 -0.722848 1.000000 0.735886

LX3 -0.225394 0.735886 1.000000

Sumber: Lampiran 2

Adanya multikolinieritas jika nilai koefisien korelasi antar variabel bebasnya 0,8 atau r > 0,8. Hasil menunjukkan bahwa nilai korelasi antar variabel lebih kecil dari 0,8 sehingga berdasarkan metode ini dapat disimpulkan tidak terdapat multikolinieritas antar variabel-variabel tersebut.

4.9.2 Uji Normalitas

Sumber: Lampiran 3

Gambar 4.1 Hasil Estimasi JB-test

Berdasarkan hasil estimasi dengan uji JB-test ditemukan bahwa besarnya nilai Jarque-Bera normality test statistics adalah 1,090884. Kemudian dibandingkan dengan nilai χ² tabel (0,05) degree of freedom (derajat kebebasan) =

0 1 2 3 4 5 6 -0.6 -0.4 -0.2 -0.0 0.2 0.4 Series: Residuals Sample 1996 2010 Observations 15 Mean 2.79e-15 Median -0.025895 Maximum 0.351077 Minimum -0.560450 Std. Dev. 0.239224 Skewness -0.649790 Kurtosis 3.237710 Jarque-Bera 1.090884 Probability 0.579586

(21)

faktor pengganggu atau residual berdistribusi normal pada tingkat kepercayaan 95 persen. Dari hasil estimasi juga diperoleh nilai prob.JB test = 0,579586 atau lebih besar dari nilai α = 0,05 ( prob. = 0,0523265 > α = 0,05). Dengan demikian berarti residual terdistribusi normal.

4.9.3 Uji Autokorelasi

Tabel 4.3 Hasil Estimasi LM-test Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 2.443503 Prob. F(1,10) 0.149077

Obs*R-squared 2.944526 Prob. Chi-Square(1) 0.086169

Sumber: Lampiran 4

Hasil estimasi yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai obs*R-squared (χ²hitung) = 2,944526 lebih kecil dari nilai χ²tabel = 4,57 (χ²hitung = 2,944 < χ²tabel = 4,57) pada level signifikan 5%. Dengan demikian H0 diterima yang menyatakan bahwa tidak ada autokorelasi diterima. Berdasarkan nilai probabilitas obs*R-squared sebesar 0,086169 lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi tidak terdapat autokorelasi.

(22)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Secara serempak tingkat suku bunga kredit konsumsi, PDRB per kapita, dan kurs rupiah terhadap dollar secara statistik signifikan mempengaruhi permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara.

2. Berdasarkan hasil regresi diperoleh koefisien determinasi (R²) sebesar 0,957899 artinya bahwa tingkat suku bunga kredit konsumsi, PDRB per kapita dan kurs mampu menjelaskan pengaruhnya terhadap permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara sebesar 95,78 persen sedangkan sedangkan sisanya sebesar 4,22 persen dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model ini.

3. Tingkat suku bunga kredit konsumsi mempunyai pengaruh negatif terhadap permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara yang tidak signifikan dan besarnya koefisien sebesar -0,607670. Artinya apabila suku bunga naik sebesar satu persen maka permintaan kredit konsumsi akan mengalami penurunan sebesar 0,60767 persen, ceteris paribus. Tingkat suku bunga kredit konsumsi tidak berpengaruh secara nyata. Elastisitas permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara bersifat inelastis terhadap tingkat suku bunga kredit konsumsi. Dimana konsumen akan tetap mengajukan kredit konsumsi meskipun tingkat suku bunganya masih tinggi atau meningkat Hal ini berarti permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara kurang peka terhadap perubahan tingkat suku bunga.

(23)

4. PDRB per kapita mempunyai pengaruh positif terhadap permintaan kredit konsumsi Sumatera Utara yang signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen atau α=1% dan besarnya koefisien adalah sebesar 1,881370. Artinya apabila PDRB per kapita naik sebesar satu persen maka kredit konsumsi akan mengalami peningkatan sebesar 1,88137 persen, ceteris paribus. Elastisitas permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara bersifat elastis terhadap PDRB per kapita. Hal ini berarti permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara sangat peka terhadap perubahan PDRB per kapita.

5. Kurs rupiah terhadap dollar mempunyai pengaruh negatif terhadap permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara yang signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen atau α=10% dan besarnya koefisien sebesar -0,792538. Artinya apabila kurs naik sebesar satu persen maka permintaan kredit konsumsi akan mengalami penurunan sebesar 0,792538 persen, ceteris paribus. Elastisitas permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara bersifat inelastis terhadap kurs rupiah terhadap dollar. Hal ini berarti permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara kurang peka terhadap perubahan kurs rupiah terhadap dollar.

5.2 Saran

1. Bagi pihak perbankan harus lebih selektif dan berhati-hati dalam menyalurkan kredit konsumsi agar tidak mengalami kredit macet. Pihak perbankan juga diharapkan memberikan bunga yang kompetitif bagi nasabahnya.

(24)

2. Bagi masyarakat peningkatan pendapatan akan meningkatkan konsumsi bahkan bisa lebih tinggi dari kenaikan pendapatan dan akan sulit turun walau pendapatan turun, dengan peningkatan PDRB per kapita sebagai gambaran rata-rata pendapatan masyarakat akan meningkatkan permintaan kredit konsumsi. Masyarakat harus memikirkan dengan baik pengambilan kredit konsumsi dan mempertimbangkan apakah pendapatan mampu membayar kredit konsumsi yang akan diambil. Jangan sampai peningkatan kredit konsumsi lebih besar dari peningkatan pendapatan, yang pada akhirnya akan meningkatkan resiko kesulitan pembayaran kredit.

Gambar

Tabel 4.1 Perkembangan Permintaan Kredit Konsumsi, Tingkat Suku Bunga  Kredit Konsumsi, PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku di Sumatera
Tabel 4.2 Hasil Estimasi
Gambar 4.1 Hasil Estimasi JB-test

Referensi

Dokumen terkait

Apabila terdapat keraguan pada pilihan jalur ke pendidikan Sekolah Menengah, tidak sesuai dengan minat siswa atau orang tua siswa merasa bahwa anaknya memiliki kemampuan

Dengan adanya teknologi android yang sedang berkembang pesat ini penulis ingin membuat sebuah aplikasi mengenai perhitungan pembagian harta waris sesuai syariat Islam

sebahagian besar daripada KIR yang telah terlibat dalam berkongsi manfaat aktiviti dan program di bawah SPKR memaklumkan bahawa mereka tidak menerima sebarang kemudahan dari

Dari penelitian penulis diperoleh hasil bahwa dalam pengelolaan zakat produktif yang dilakukan BAZNAS Grobogan melalui program bantuan Usaha Kecil Mikro (UKM) di wilayah

Menganalisis pengaruh investasi, tenaga kerja, ekspor, inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi sektor pertanian dan sektor industri baik secara simultan maupun secara parsial

• Pada malam pertama, ketika mereka hanya berdua saja di kamar tidur, Dewi Aprodhite yang tidak dapat menahan rasa ingin tahunya apakah naluri perempuan itu sebagai kucing

Proses 3.2 Proses Pilih Pelanggan adalah proses yang dilakukan bagian gudang untuk memilih supplier dan data dugunakan diambil dari tabel Pelanggan.. Proses 3.3

Kebijakan adalah suatu peristiwa yang ditimbulkan, baik untuk mendamaikan dari pihak-pihak yang konflik atau untuk menciptakan insentif terhadap tindakan bersama