• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN TINDAKAN IBU DENGAN STATUS GIZI BALITA DI PUSKESMAS PEUREUMEU KECAMATAN KAWAY XVI KABUPATEN ACEH BARAT - Repository utu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN TINDAKAN IBU DENGAN STATUS GIZI BALITA DI PUSKESMAS PEUREUMEU KECAMATAN KAWAY XVI KABUPATEN ACEH BARAT - Repository utu"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

ACEH BARATTAHUN 2012

SKRIPSI

OLEH:

ANITA

NIM : 06C10104260

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

MEULABOH, ACEH BARAT

(2)

GAMBARAN PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN ANAK

DI PUSKESMAS JOHAN PAHLAWAN KABUPATEN

ACEH BARAT TAHUN 2012

SKRIPSI

OLEH:

ANITA

NIM : 06C10104260

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar

Meulaboh

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

MEULABOH, ACEH BARAT

(3)

PEUREUMEU KECAMATAN KAWAY XVI

KABUPATEN ACEH BARAT

SKRIPSI

OLEH

RUHAMAH

NIM : 06C1010229

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

MEULABOH - ACEH BARAT

(4)

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN TINDAKAN IBU

DENGAN STATUS GIZI BALITA DI PUSKESMAS

PEUREUMEU KECAMATAN KAWAY XVI

KABUPATEN ACEH BARAT

SKRIPSI

OLEH

RUHAMAH

NIM : 06C1010229

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Kesehatan Masyarakat Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Teuku Umur Meulaboh

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

MEULABOH-ACEH BARAT

(5)
(6)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Memiliki anak yang sehat dan cerdas merupakan dambaan dan

kebanggaan setiap orang tua. Untuk mewujudkannya tentu saja sebagai orang tua

khususnya ibu harus selalu memperhatikan, mengawasi dan merawatnya dengan

seksama. Terutama dalam memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan nya

karena salah satu fungsi dari keluarga adalah pemeliharaan dan perawatan agar

kesehatan anak selalu terpelihara secara fisik, mental, sosial dan spiritual pada

masa pertumbuhan pembentukan fisik, psikososial dan intelegensinya

(Notoatmodjo, 2003).

Balita merupakan salah satu kelompok yang rawan akan kekurangan gizi

sehingga banyak para ibu khawatir pada balitanya. Status gizi balita merupakan

hal yang penting yang harus diketahui oleh setiap orang tua. Perlunya perhatian

lebih dalam tumbuh kembang diusia balita didasarkan fakta bahwa kurang gizi

yang terjadi pada masa emas ini bersifat irreversible (tidak dapat dipulihkan), dan

akan mengakibatkan balita dengan gizi kurang atau buruk akan memiliki tingkat

kecerdasan yang lebih rendah, nantinya mereka tidak mampu bersaing, sedangkan

dampak jangka pendek gizi buruk adalah anak menjadi apatis, mengalami

gangguan bicara dan perkembangan (Anita, 2007).

Ditinjau dari tinggi badan, sebanyak 25,8 persen anak balita Indonesia

pendek. Ukuran tubuh yang pendek ini merupakan tanda kurang gizi yang

(7)

otak anak. Padahal, otak tumbuh selama masa balita. Fase cepat tumbuh otak

berlangsung mulai dari usia 30 minggu sampai bayi 18 bulan.

Selain tingkat pengetahuan ibu penyebab utama dari kurangnya gizi pada

balita adalah kemiskinan sehingga akses pangan anak terganggu. Penyebab lain

adalah infeksi (diare), ketidaktahuan orang tua karena kurangnya pendidikan

sehingga pengetahuan gizi rendah, atau faktor tabu makanan dimana makanan

bergizi ditabukan dan tidak boleh dikonsumsi oleh anak balita (Nita, 2008).

Masalah kurang gizi pada anak dapat ditunjukkan dari prevalensi yang

berkaitan dengan kurang energi dan protein (gizi makro) dan gizi mikro

(terutama kurang vitamin A, anemia, kurang yodium). Sampai dengan tahun

2000, keadaan gizi masyarakat menunjukan kemajuan yang cukup berarti,

terlihat dari menurunnya secara prevalensi penderita masalah gizi utama

(protein, karbohidrat) pada berbagai kelompok umur. Prevalensi anak balita

kurang gizi pada tahun 1989-2000 menurun dari 37,5 persen menjadi 24,6

persen. Akan tetapi sejak tahun 2000 sampai dengan 2005 prevelensi kurang

gizi anak pada balita meningkat kembali menjadi 28 persen yang sekitar 8,8

persen diantarannya menderita gizi buruk (Parenting Islami, 2008)..

Dari berbagai keadaan tersebut, maka usaha perbaikan gizi harus

ditingkatkan terutama pada balita, ibu-ibu hamil dan ibu-ibu menyusui. Usaha

perbaikan gizi ditujukan kepada keluarga, karena dalam kehidupan sehari-hari

makanan keluarga ditentukan dan menjadi tanggung jawab keluarga itu

sendiri, sejak belanja bahan makanan, menyusun menu, pengolahan, penyajian

dan pembagiannya. Partisipasi dari keluarga atau individu dalam usaha

(8)

3

dilaksanakan. Partisipasi masyarakat diperlukan dalam bentuk kesadaran akan

masalah gizi diantara mereka, sehingga mereka terangsang untuk mengatasi

dan menanggulangi ( Roedjito, 2007).

Penyuluhan gizi merupakan salah satu upaya pendekatan yang dapat

dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan sehingga menghasilkan

perubahan perilaku yang baik. Dengan adanya penyuluhan gizi diharapkan Ibu

balita mengerti dan memahami serta mau dan mampu melaksanakan apa yang

dinasehatkan sehingga mampu mengasuh dan merawat balita gizi kurang

menjadi lebih baik (Depkes, 2007).

Dengan adanya pendidikan gizi (penyuluhan gizi) diharapkan dapat

memperbaiki sikap orang dalam memenuhi gizi keluarga. Dalam hal ini peran

ibu sangat menentukan. Dengan adanya penyuluhan gizi, diharapkan akan

dapat merubah perilaku ibu rumah tangga dalam pemenuhan gizi balita sehingga

terjadi peningkatan gizi balita.

Sebagaimana hasil pengukuran dan pemeriksaan klinik diantara anak-anak

balita di Negara sedang berkembang didapatkan 10 juta anak menderita gizi

kurang tingkat berat, 80 juta gizi kurang tingkat sedang, 120 juta gizi kurang

tingkat ringan. Di samping itu separuh dari anak-anak negara berkembang,

makanannya tidak seimbang. Menurut WHO jumlah anak menderita gizi kurang

serius: 10 juta di Amerika Latin, 16 juta di Afrika dan 64 juta di Asia yang

menderita gizi kurang tingkat sedang (Suharjo, 2005).

Menurut data Depkes RI (2008) Jumlah gizi kurang dan buruk adalah

5.119.935 dan jumlah balita gizi buruk adalah 1.528.676. Pada tahun 2005 turun

(9)

tahun 2007 menjadi 4,1 juta. Jika ditotal secara keseluruhan dalam empat tahun

terjadi penurunan sebesar 20 persen (Depkes, 2008).

Adapun data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat

yaitu jumlah balita yang ada di Kabupaten Aceh Barat 1,618, jumlah balita yang

ditimbang 1,508 (93,2%), berat badan balita yang naik berjumlah 1,480 (98,1%),

dan yang mengalami gizi buruk yaitu berjumlah 7 balita (0,5%) (Dinkes Aceh

Barat, 2012)

Dari laporan yang peneliti dapatkan di Wilayah Puskesmas Peureumeu

Kabupaten Aceh Barat tahun 2010 diperoleh data 25 balita (13%) dengan status

gizi kurang, 7 (6%) dengan status gizi buruk, dan 5 balita dengan status gizi lebih

dari jumlah keseluruhan balita 246 balita (100%). (Puskesmas Peureumeu, 2010).

Menurut, Soewito (2007) Tingkat pengetahuan ibu tentang gizi balita akan

sangat mempengaruhi status gizi balita, sehingga akan berdampak pada tumbuh

kembang balita karena untuk pertumbuhan dan perkembangan seorang balita

secara optimal dibutuhkan gizi yang cukup. Sehingga apabila pengetahuan ibu

tentang gizi balita buruk maka tumbuh kembang balita akan terganggu yang

mengakibatkan pertumbuhan fisik, mental dan intelegensinya terhambat, begitu

juga dengan tindakan ibu sangat mempengaruhi status gizi pada balita.

Oleh karena itu yang ingin diteliti adalah hubungan pengetahuan dan

tindakan ibu terhadap status gizi balita.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas permasalahan dalam penelitian ini

adalah Bagaimanakah Hubungan Pengetahuan dan Tindakan Ibu dengan Status

(10)

5

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan

tindakan ibu terhadap gizi dengan status gizi balita di Puskesmas Peureumeu

Kabupaten Aceh Barat.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu tentang gizi dengan status

gizi balita di Puskesmas Peureumeu Kabupaten Aceh Barat.

2. Untuk mengetahui hubungan tindakan ibu tentang gizi dengan status gizi

balita di Puskesmas Peureumeu Kabupaten Aceh Barat.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Praktis

1. Bagi petugas kesehatan untuk dapat dijadikan sebagai bahan masukan

dibidang kesehatan agar dapat memberikan informasi dan penyuluhan

tentang pentingnya gizi bagi balita.

2. Bagi Puskesmas agar dapat meningkatkan pelayanan kususnya tentang gizi

pada balita.

3. Bagi Dinas Kesehatan agar dapat mempromosikan kepada masyarakat

tentang pentingnya gizi pada balita .

4. Bagi masyarakat dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan

(11)

1.4.2. Manfaat Akademik

Bagi institusi pendidikan agar dapat berguna sebagai bahan bacaan dan

referensi untuk mahasiswa (i)

1.4.3. Manfaat Peneliti

Dapat menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman dalam

melaksanakan penelitian, serta dapat menjadi bekal dalam melakukan

penelitian di masa yang akan datang dan dapat meaplikasikan ilmu yang

(12)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui

mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007 : 57).

Pengetahuan merupakan peng indraan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hindung, telinga dan lain sebagainya) (Taufik, 2007).

2.1.1. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah faktor internal dan

eksternal. Faktor Internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang

bersifatgivenatau bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya. Faktor Eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan

fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini

sering merupakan faktor yang domain yang mewarnai perilaku seseorang.Menurut

Lukman ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah:

1. Umur

Singgih (1998) megemukakan bahwa makin tua umur seseorang maka

(13)

umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat

seperti ketika berumur belasan tahun. Selain itu Abu Ahmadi (2001), juga

mengemukakan bahwa memang daya ingat seseorang itu salah satunya

dipengaruhi oleh umur. Dari uraian ini dapat kita simpulkan bahwa

bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan

pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu atau

menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu

pengetahuan akan berkurang.

2. Intelegensi

Intelegensi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk belajar dan berfikir

abstrak guna menyesuaikan diri secara mental dalam situasi baru.

Intelegensi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil dari

proses belajar. Intelegensi bagi seseorang merupakan salah satu modal untuk

berfikir dan mengolah berbagai informasi secara terarah sehingga dia

mampu menguasai lingkungan (Khyan, 1997). Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa perbedaan intelegensi dari seseorang akan berpengaruh

pula terhadap tingkat pengetahuan.

3. Lingkungan

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan

seseorang. Lingkungan memberikan pengaruh pertama bagi seseorang,

dimana seseorang dapat mempelajari hal-hal yang baik dan juga hal-hal

yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya. Dalam lingkungan

seseorang akan memperoleh pengalaman yang akan berpengaruh pada cara

(14)

9

4. Sosial Budaya

Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang.

Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungannya dengan

orang lain, karena hubungan ini seseorang mengalami suatu proses belajar

dan memperoleh suatu pengetahuan.

5. Pendidikan

Menurut Notoatmodjo (1997) pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses

pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan

tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Menurut

Wied (1996), menyebutkan bahwa tingkat pendidikan turut pula

menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami

pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi

pendidikan seseorang maka semakin baik pula pengetahuannya.

6. Informasi

Menurut Wied (1996) informasi akan memberikan pengaruh pada

pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang

rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media

misalnya TV, radio atau surat kabar maka hal itu akan mengikatkan

pengetahuan seseorang.

7. Pengalaman

Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat diartikan

bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu

suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu

(15)

pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali

pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang

dihadapi pada masa lalu (Notoatmodjo, 1997).

2.1.2. Tingkat Pengetahuan

Menurut Bloom (1908) dalam buku Notoatmodjo (2003) mendefinisikan

pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Sehingga pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau ransangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu

tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,

mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

dijelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus

(16)

11

3. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, metode, prinsip, dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan

rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penulisan, dapat

menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cyclel) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

4. Analisa (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur

organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat

dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat

bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (syntesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun,

dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebaiknya

terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

(17)

pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria

yang telah ada.

2.1.3. Cara Memperoleh Pengetahuan

Pengetahuan memungkinkan seseorang memecahkan masalah yang

dihadapinya. Menurut Notoatmodjo (2003), cara yang digunakan untuk

memperoleh pengetahuan dapat dilakukan dengan cara tradisional dan cara

modren (ilmiah). Cara tradisional dapat diperoleh melalui cara coba salah (trial and error) dimana cara ini telah banyak dipakai orang sebelum adanya kebudayaan bahkan mungkin sebelum adanya peradaban, cara kekuasaan atau

otoritas yaitu cara memperoleh pengetahuan dari kehidupan sehari-hari cara

memperoleh pengetahuan berdasarkan pengalaman masa lalu untuk memecahkan

suatu masalah, dan cara memperoleh pengetahuan melalui jalan pikiran dimana

cara ini sejalan dengan perkembangan kebudayaan manusia.

Sedangkan cara modern yaitu cara baru dalam memperoleh pengetahuan

pada dewasa ini lebih sistematis, logis, dan alamiah. Cara ini disebut metode

penulisan atau lebih popular disebut metodologi penulisan (Notoatmodjo, 2003).

2.1.4.Cara Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penulis atau

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui yaitu pengetahuan

(18)

13

2.2. Tindakan

Menurut Notoatmodjo (1990) tindakan adalah melaksanakan atau

mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Fishbein et al

(1980), mengemukakan teori tentang tindakan beralasan (teori of reasoned action) yaitu : bahwa manusia umumnya melakukan sesuatu dengan cara-cara yang

masuk akal, bahwa manusia mempertimbangkan implikasi tindakan mereka.

2.3. Gizi

Gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan

fungsinya yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan serta

mengatur proses-proses kehidupan (Supariasa, dkk, 2002).

Menurut Depkes RI (1994) dalam buku Pedoman Makanan Sehat Untuk

Warung Sekolah mengartikan gizi sebagai makanan yang dapat memenuhi

kesehatan. Zat gizi adalah unsur yang terdapat dalam makanan dan dapat

mempengaruhi kesehatan.

2.3.1. Fungsi Makan

Makan merupakan salah satu naluri yang diperoleh manusia sejak lahir.

Tidak ada orang yang mengajari untuk makan. Dalam memilih makanan orang

mempunyai selera masing-masing dimana ini di peroleh dari pergaulan serta

kebiasaan sehari-hari.

Secara khusus makanan mempunyai fungsi ”biologis” makan yang terdiri

berbagai unsur (protein, lemak, hidrat arang, vitamin, mineral dan air) didalam

(19)

a. Sebagai zat pembagun

b. Sebagai sumber tenaga

c. Sebagai zat pengatur.

Ketiga fungsi makan tersebut harus ada dalam tubuh. Karena itu kita harus

mengkonsumsikan zat gizi (Protein, Lemak, Hidrat Arang, Vitamin, Mineral dan

Air) setiap hari (Depkes RI, 2006).

2.3.2. Zat Gizi Dan Peranannya

Menurut Depkes RI (1994) dalam buku Pedoman Makanan Sehat Untuk

Warung Sekolah, makanan terdapat 6 (enam) kelompok zat gizi yaitu:

1. Hidrat Arang

Banyak terdapat didalam makanan pokok dna gula, didalam tubuh dapat

menghasilkan tenaga/energi. Ukuran yang menghasilkan 4 kalori, jika kita

mengkonsumsikan 100 gram (1 ons) hidrasi arang mengahasilkan 400 kalori.

Kelebihan hidrat akan ditimbun dalam tubuh berbentuk jaringan lemak, hal ini

dapat mengakibatkan berat badan akan melebihi dari yang seharusnya. Demikian

juga sebaliknya jika kekurangan hidrat arang maka jaringan lemak tersebut akan

digunakan tubuh sebagai pengeluaran tenaga yang dapat menurunkan daya tahan

tubuh dan kesangupan belajar menurun.

2. Protein Dan Lemak

a. Banyak terdapat dalam lauk-pauk dan minyak.

b. Masa usia sekolah fungsi protein sangat berguna untuk pertumbuhan,

(20)

15

c. Lemak merupakan sumber energi yang dapat disimpan didalam tubuh

yang dapat mengakibatkan kegemukan (obesitas)

3. Vitamin, Mineral dan Air

Secara umum vitamin-vitamin mempunyai fungsi sebagai berikut:

a. Mengatur berbagai proses metabolisme dalam tubuh

b. Mempertahankan fungsi berbagai jarigan

c. Mempengaruhi pertumbuhan dan pembentukan sel-sel baru

d. Membantu pembuatan zat-zat tertentu dalam tubuh.

2.3.3. Manfaat Nutrisi 1. Nutrisi untuk pertumbuhan

Dengan makanan bergizi, tubuh manusia tumbuh dan terpelihara. Semua

organ tubuh dapat berfungsi dengan baik. Bagian tubuh yang rusak diganti, kulit

dan rambut terus berganti, sel-sel tubuh terus bertumbuh. Sel-sel tubuh memasak

dengan mengolah zat makanan yang masak agar zat makanan dapat dipakai untuk

pekerjaan tubuh.

2. Nutrisi sebagai pertumbuhan jaringan

Dengan makanan bergizi, tubuh manusia tumbuh dan terpelihara. Semua

organ tubuh dapat berfungsi dengan baik. Bagian tubuh yang rusak diganti, kulit

dan rambut terus berganti, sel-sel tubuh terus bertumbuh. Sel-sel tubuh memasak

dengan mengolah zat makanan yang masak agar zat makanan dapat dipakai untuk

pekerjaan tubuh.

Untuk itu, setelah sakit kita perlu banyak makanan bergizi. Begitu juga

(21)

3. Nutrisi sebagai penunjang aktifitas

Makanan juga dibutuhkan untuk melakukan kegiatan sehari-hari seperti

mandi, menyapu, juga berkebun. Dalam keadaan tidurpun tubuh tetap

membutuhkan tenaga untuk bernafas, degup jantung, serta tenaga memasak zat

makanan dan memakainya. Namun, makanan perlu diatur agar sesuai dengan

kebutuhan tubuh. Jumlah harus memadai, dan mutunya sesuai dengan kebutuhan

sehari-hari (Nadesul, 1995).

2.3.4. Status Gizi (Nutrion Status)

Ekspresi dari keadaan keseimbangan atau kelebihan dalam bentuk variabel

tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Contoh gondok endemik merupakan keadaan tidak seimbangnya pemasukan dan

pengeluaran yodium dalam tubuh (Supariasa, dkk, 2001).

Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh

keseimbangan antara intake zat gizi dengan kebutuhan. Hal ini dapat dilihat dari

variabel-variabel pertumbuhan, yaitu berat badan, tinggi / panjang badan, lingkar

kepala, lingkar lengan dan panjang tungkai (Gibson, 1990).

Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan

oleh keseimbangan antara kebutuhan dengan nutrient. Penelitian status gizi

merupakan pengukuran yang didasarkan pada data antropometri serta biokimia

dan riwayat makan (Beck, 2000).

Status gizi buruk balita ditetapkan bersarkan atas salah satu hal berikut:

a. Anak yang dalam tiga kali penimbangan berturut-turut berat badan nya

(22)

17

b. Balita yang dalam pemeriksaan ditemukan mendarita xeroptalmia

(kekurangan vitamin A)

c. Balita yang mempunyai pembesaran kelenjar thyroid akibat dari

kekurangan unsur yodium yang diperlukan untuk produksi hormon thyroid

d. Balita yang menderita anemia dimana keadaan akibat kadar Hb kurang,

akibat kekurangan salah satu zat pembentuk (zat besi, asam folat, vitamin

B12) (Depkes RI, 1990).

2.3.5. Penilaian Status Gizi

Status gizi merupakan ekspresi satu aspek atau lebih dari nutrisi seorang

individu dalam satu variabel (Hadi,2005). Penilaian status gizi dibagi menjadi

empat penilaian yaitu, antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Adapun

penilaian dari masing-masing sebagai berikut (Supariasa, 2001).

1. Antropometri

Secara umum bermakna ukuran tubuh manusia. Antropometri gizi

berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan

komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.

2. Klinis

Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang

dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal tersebut dapat dilihat

pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada

(23)

3. Biokomia

Biokimia adalah suatu pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboraturis

yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang

digunakan antara lain: urine, tinja, darah, beberapa jaringan tubuh lain

seperti hati dan otot.

4. Biofisik

Penentuan gizi secara biofisik adalah suatu metode penentuan status gizi

dengan melihat kemampuan fungsi khususnya jaringan, dan melihat

perubahan struktur jaringan.

Berat badan dan tinggi badan adalah satu parameter penting untuk

menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan dengan

status gizi.

Penggunaan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB merupakan indikator status

gizi untuk melihat adanya gangguan fungsi pertumbuhan dan komposisi tubuh

(M. Khumaidi, 1994). Penggunaan berat badan dan tinggi badan akakn lebih jelas

dan sensitif/peka dalam menunjukkan keadaan gizi kurang bila dibandingkan

dengan penggunaan BB/U. Dinyatak dalam BB/TB menurut standar WHO bila

prevalensi kurus/ wasting < 2 SD diats 10% menunjukkan suatu daerah tersebut

mempunyai masalah gizi yang sangat serius dan berhubungan langsungdengan

angka kesakitan.

Adapun penilaian (pengukuran) status gizi balita sebagai berikut :

Indeks Status Gizi Ambang Batas Skala

(24)

19

2.4. Landasan Teoritis

Adapun kerangka teoritis yang peneliti gunakan dalam penelitian ini

adalah teori Benjamin Bloom (1908) dalam buku Notoatmodjo (2003), yang

menyatakan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat

penting dalam membentuk sikap dan tindakan seseorang (over beheviour )

sehingga pengetahuan yang cukup dalam domain kognitif 6 tingkatan di antaranya

tahu untuk tingkat pertama dan memehami untuk tingkat kedua.

2.5. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Independen Dependen

Gambar 2.1 Skema Kerangka Konsep Penelitian Status Gizi

Balita

Pengetahuan

Tindakan Pengetahuan

Tindakan

Sikap

(25)

2.6. Variabel Penelitian 2.6.1. Variabel Independen

Variabel independen (variabel bebas) adalah : Komunikasi dan Tindakan

2.6.2. Veriabel Dependen

Variabel dependen (variabel terikat) adalah Status Gizi Balita

2.7. Hipotesis Penelitian.

1. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan status gizi balita di

Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI.

2. Ada hubungan antara tindakan ibu dengan status gizi balita di Puskesmas

(26)

21 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Desain penelitian ini bersifat analitik yaitu bertujuan menganilisa antara

variabel yang akan diteliti, berdasarkan metode yang di pakai termasuk penelitian

survei karena penelitian ini dilakukan pengamatan atau pengumpulan data lansung

berdasarkan waktunya (Notoatmodjo, 2005). Pengetahuan dan tindakan ibu

tentang gizi balita di Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten

Aceh Barat.

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini yaitu di Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway

XVI Kabupaten Aceh Barat.

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu Penelitian ini dilakukan selama 1 minggu berturut dimulai pada

tanggal 17 sampai dengan 21 Juni 2013

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Ibu yang mempunyai balita di

Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat selama

(27)

3.3.2. Sampel

Sampel pada penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik simple Accidental sampling. Yaitu sampel yang diambil secara kebetulan bertemu, selama 1 minggu berturut, berjumlah 57 responden Ibu-ibu yang memiliki balita.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Pengumpulan data primer pada penelitian ini adalah pengetahuan dan

tindakan ibu tentang status gizi balita dengan menggunakan kuesioner.

3.4.2. Data Sekunder

1. Data Jumlah Balita di Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI

2. Data status gizi balita yang ada di Puskesmas Peureumeu Kecamatan

Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat di peroleh data status gizi balita.

3. Data dari Dinas Kesehatan Aceh Barat

4. Serta literatur-literatur yang berhubungan dengan judul penelitian

3.5. Definisi Operasional Tabel 3.1. Variabel Penelitian

No Variabel Dependent

1. Variabel : Status Gizi Balita Definisi

(28)

23

(29)

b. Cukup : Jika responden menjawab benar dengan skor 17-20 dari

pertanyaan yang diajukan.

c. Kurang : Jika responden menjawab benar dengan skor 13-16 dari

pertanyaan yang diajukan.

3. Status Gizi Balita

Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel (Dependen)

Indeks Status Gizi Ambang Batas Skala

Berat badan menurut umur

Dalam penelitian ini data yang telah dikumpulkan akan diolah melalui

beberapa tahap (Hidayat, 2007) yaitu :

1. Editing yaitu melakukan pengecekan terhadap hasil pengisian keusioner yang meliputi kelengkapan identitas dan jawaban yang diberikan oleh responden.

2. Coding yaitu memberikan kode berupa angka-angka untuk setiap hasil jawaban pada kuesioner.

3. Transfering yaitu menyusun total nilai dari variabel-variabel penelitian yang diberikan.

4. Tabulating yaitu mengelompokkan nilai responden berdasarkan kategori yang telah dibuat untuk tiap-tiap variabel dan selanjutnya dimasukkan kedalam

(30)

25

3.8. Analisis data 1. Analisis Univariat

Analisis yang digunakan untuk menjabarkan dengan menghitung persentase

dari tiap-tiap variabel bebas maupun variabel terikat.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji statistik Chi-Square

untuk memperoleh apakah dua variabel saling berhubungan atau sebaliknya

dengan menggunakan rumus :

X2=∑(O-E0)2

E

Dimana : O = FrekuensiObserval

E = FrekuensiExpected

df =degree of fredom( derajat kebebasan) k =kolom

b = baris

Adapun persyaratan yang dipakai dalam statistik ini adalah sebagai

berikut :

a. Ho ditolak jika nilai P < 0,05 artinya ada hubungan antara

variebel-variebel yang diteliti

b. Ho diterima jika nilai p > 0,05 artinya tidak ada hubungan antara

variebel-variabel yang diteliti.

(31)

25

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Puskesmas Peuremeue Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat

statusnya merupakan Puskesmas Perawatan diwilayah kerja mencakup 44

gampong, selain Puskesmas Peureumeue ( Puskesmas Induk) juga memiliki 8 (

delapan ) Puskesmas Pembantu, 5 (lima ) Polindes dan 2 ( dua ) Poskesdes dan 4 (

empat ) Posyandu Plus.

Secara geografis, wilayah kerja Puskesmas peureumeue adalah wilayah

daratan yang terletak diantara wilayah kerja puskesmas- puskesmas lain, dengan

batas- batas sbb :

1. Utara : berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Pante Ceuremen dan

Meutulang

2. Selatan : berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Meureubo dan Johan

Pahlawan.

3. Timur : berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Pante Ceureumen dan

Kabupaten Nagan Raya.

4. Barat : berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Sama Tiga dan Kuta

Padang Layung.

Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat

(32)

26

Saat ini Puskesmas Peureumeue memiliki fasilitas ruang pelayanan

kesehatan antara lain: UGD, Ruang Kartu, Ruang Poli Umum, Ruang KIA/KB,

Ruang Apotik, Anamneses, Poli Anak, Psikolog Gizi, Poli Gigi, Ruang Pimpinan,

Ruang Farmasi, Ruang Imunisasi, Ruang Laboratorium, Ruang Kafetaria, Ruang

Tata Usaha, Ruang Rawat Inap, Ruang Perpustakaan, Ruang Persalinan, Ruang

Latihan Laboratorium Kebidanan dan Dapur.

Puskesmas Peureumeue yang terletak di Kecamatan Kaway XVI

mempunyai 44 desa di wilayah kerja: Marek, Pasie Jambu, Alue Tampak

Meunasah Buloh, Padang Mancang ,Simpang, Peunia, Mesjid, Keude Aron,

Beureugang,Meunasah Rayeuk, Meunasah Ara, Tompok Ladang, Pasi Teungoh,

Tanjung Bunga, Putim, Meunasah Rambot, Pasi Jeumpa, Muko, Palimbungan,

Blang Geunang, Alue On, Pu’uk, Meunasah Gantung, Pungki, Meunuang,

Tanjong, Pungki, Meunuang Tanjong, Pasi Meugat, Babah Meulaboh, Tanjung

Meulaboh, Alue Peudeng, Teladan, Pucok Pungki,Pucok Pungki, Pasi Ara,Drien

Cale, Teupin Panah, Blang Dalam, Alue Lhee, Keude Tanjong, Pasie Kumbang,

Sawang Teubee,Padang Sikabu,Batu Jaya,Keuramat.

Program Kesehatan UPTD Puskesmas peureumeue :

1. Program / Upaya Pokok sbb: Upaya KIA/ KB, Upaya Perbaikan Giz, Upaya

Pemberantasan Penyakit, Upaya Kesehatan Lingkungan , Upaya Promosi

Kesehatan , Upaya Imunisasi.

2. Program Upaya Pengembangan sbb: Upaya Kesehatan Jiwa Masyarakat,

Upaya UKS dan UKGS, Upaya PKPR /KESPRO, Upaya Puskesmas

(33)

4.1.2. Analisa Univariat

1. Pengukuran Karakteristik Responden yaitu umur, pendidikan, dan pekerjaan

dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini.

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu di Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013

Karakteristik Frekuensi %

Sumber : Data Primer (Diolah Tahun 2013)

Dari tabel di atas diketahui sebagian responden di Puskesmas Peureumeue

berusia antara 30 – 40 tahun yaitu 28 orang (49,1 %), sementara itu sebagian

besar dari ibu yaitu 27 orang (47,4%) memiliki jenjang pendidikan responden

SMA sederajat dan sebagian besar pekerjaan Responden adalah Ibu Rumah

(34)

28

2. Pengetahuan Ibu terhadap status gizi balita di Puskesmas Peureumeu

Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat di jelaskan pada tabel 4.2 di

bawah ini :

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Ibu terhadap status gizi balita di Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013

Pengetahuan Ibu Frekuensi %

Baik 16 14,0

Cukup 34 80,7

Kurang 7 5,3

Total 57 100

Sumber : Data Primer (Diolah Tahun 2013)

Dari tabel di atas, diketahui bahwa dari jumlah 57 responden di Puskesmas

Peureumeue terdapat 16 orang (14%) berpengetahuan baik, sedangkan 34 orang

(80,7%) berpengetahuan cukup. Hal menunjukkan bahwa sebagian besar

responden berpengetahuan cukup tentang status gizi balita.

3. Tindakan Ibu tentang status gizi balita di Puskesmas Peureumeu Kecamatan

Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat dari hasil penelitian sudah cukup

meningkat sebagaimana di jelaskan pada tabel 4.3 di bawah ini :

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Tingkat Tindakan Ibu terhadap status gizi balita di Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013

Tindakan Frekuensi %

Baik 8 14,0

Cukup 46 80,7

Kurang 3 5,3

Total 57 100

Sumber : Data Primer (Diolah Tahun 2013)

Dari tabel di atas, diketahui bahwa dari jumlah 57 responden di Puskesmas

(35)

tindakan cukup. Hal menunjukkan bahwa tindakan responden memiliki tindakan

cukup

4. Status gizi balita di Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten

Aceh Barat dari hasil penelitian yaitu gizi baik sebagaimana di jelaskan pada

tabel 4.4 di bawah ini :

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi status gizi balita di Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.

Status Gizi Balita Frekuensi %

Gizi Baik 30 52,6

Gizi Kurang 27 47,4

Total 57 100

Sumber : Data Primer (Diolah Tahun 2013)

Dari tabel di atas, diketahui bahwa dari jumlah 57 responden di Puskesmas

Peureumeue terdapat 30 orang (52,6 %) gizi baik, sedangkan 27 orang (47,4 %)

gizi cukup.

4.1.3Analisa Bivariat

1. Hubungan Pengetahuan ibu dengan status gizi balita dapat dilihat pada tabel di

bawah ini :

Tabel 4.5. Hubungan pengetahuan ibu terhadap status gizi balita di Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.

Cukup 17 29,8 17 29,8 34 59,6 0,374

Kurang 3 5,3 4 7,0 7 12,3

Jumlah 31 54,4 26 45,6 57 100

(36)

30

Berdasarkan tabel silang diatas menunujukkan dari 57 responden diketahui

responden berpengetahuan baik yang status gizi baik sebanyak 11 orang (19,3),

sedangkan responden yang berpengetahuan kurang yang status gizi kurang

sebanyak 4 orang (7%). Dengan nilai = 0,374.

Hal ini menunjukan bahwa pengetahuan ibu dengan status gizi balita dengan

menggunakan uji Chi-Square menunjukkan hasil bahwa tidak ada hubungan

antara pengetahuan dengan status gizi balita.

2. Hubungan tindakan ibu dengan status gizi balita dapat dilihat pada tabel di

bawah ini :

Tabel 4.6. Hubungan tindakan ibu terhadap status gizi balita di Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.

Cukup 24 42,1 22 38,6 46 80,7 0,027

Kurang 0 0 3 5,3 3 5,3

Jumlah 31 54,4 26 45,6 57 100

(Sumber : Data Primer, Diolah Tahun 2013)

Berdasarkan tabel silang diatas menunujukkan dari 57 responden diketahui

responden bertindakan baik yang status gizi baik sebanyak 7 orang (12,3),

sedangkan responden yang bertindakan cukup yang status gizi kurang sebanyak

22 orang (38,6%). Dengan nilai = 0,027. Hal ini menunjukan bahwa

tindakan ibu terhadap status gizi balita dengan menggunankan uji Chi-Square

(37)

4.2. Pembahasan 4.2.1. Analisa Univariat 1. Pengetahuan

Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 57 responden, pengetahuan

ibu dengan status gizi balita sebagian besar responden berpengetahuan cukup

tentang status gizi balita 46 (80,7%).

Menurut asumsi peneliti, pengetahuan responden dengan status gizi balita

karena pada umumnya responden tersbut telah banyak memperoleh informasi dan

hal ini juga didukung beberapa faktor penunjang yaitu umur, pendidikan.

Menurut Hurlock (1998) yang dikutip Wawan (2010) semakin cukup

umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam

berfikir dan bekerja. Pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin

mudah menerima informasi (Notoatmodjo,2003).

2. Tindakan

Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 57 responden dengan status

gizi balita tindakan responden memiliki tindakan cukup yaitu 46 (80,7%).

Menurut asumsi peneliti tindakan dengan status gizi balita dikarenakan

faktor informasi yang didapat tentang status gizi balita.

Menurut Notoatmodjo (2005) informasi akan memberikan pengaruh pada

pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah

tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media misalnya TV,

(38)

32

4.2.2. Analisa Bivariat

1. Pengetahuan Ibu terhadap status gizi balita dengan menggunakan uji chi-square menunjukkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan status gizi balita. Hal ini disebabkan oleh pengetahuan ibu cukup

tentang status gizi balita.

Menurut asumsi peneliti bahwa tidak adanya hubungan antara status

gizi dan pengetahuan ibu.

Pengetahuan merupakan hasil ‘tahu’ dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba, sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,2007). Sehingga, makin banyak indera

yang digunakan maka semakin jelas yang diperoleh.

Pengetahuan menurut Potter & Perry, (1997) merupakan proses belajar

yang berupa pola tingkah laku lama menjadi pola tingkah laku baru artinya

yang semua orang tersebut tidak tau dengan adanya pendidikan/belajar orang

tersebut menjadi tau dari tidak tau melaksanakan menjadi mau melaksanakan

pencegahan penyakit. Makin tinggi pendidikan/pengetahuan seseorang maka

makin tinggi kesadaran yang berperan serta dalam upaya pencegahangizi

balita. Begitu juga dalam penelitian ini semakin kurang pengetahuan semakin

besar persentase dalam tidak memberikan gizi balita pada waktu bayi, ibu yang

(39)

2. Tindakan Ibu terhadap status gizi balita dengan menggunakan uji chi-square

menunjukkan hasil bahwa ada hubungan antara tindakan dengan status gizi

balita.

Menurut asumsi peneliti hal ini menunjukkan bahwa tindakan ibu

sangat mempengaruhi status gizi balita misalnya pada penyediaan makanan

yang bergizi.

Almatsier (2003) memaparkan bahwa semakin baik tindakan ibu, maka

semakin baik status gizi balita . Susanto (2010) mengungkapkan bahwa status

gizi lebih baik, bila perhatian yang diberikan dan mamfaat makan yang

diberikan berguna bagi tubuh dan tubuh menerima makan yang di berikan.

Fishbein et al (1980), mengemukakan teori tentang tindakan beralasan

(teori of reasoned action) yaitu : bahwa manusia umumnya melakukan sesuatu dengan cara-cara yang masuk akal, bahwa manusia mempertimbangkan

(40)

33 BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti dapat mengambil

kesimpulan bahwa :

1. Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dengan status gizi balita

dengan menggunankan uji Chi-Square menunjukkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara status gizi balita dengan nilai uji statistic Chi-Square

diperoleh nilai = lebih dari 0,005, maka tidak terdapat hubungan yang

bermakna secara statistik < 0,05 maka hasil signifikan ditolak dan

diterima.

2. Terdapat hubungan antara tindakan dengan status gizi balita dengan

menggunankan uji Chi-Square menunjukkan hasil bahwa ada hubungan antara tindakan dengan status gizi balita dengan nilai uji statisticChi-Square

diperoleh nilai = kurang dari dari 0,005, maka terdapat hubungan

yang bermakna secara statistik < 0,05 maka hasil signifikan

(41)

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang di dapatkan maka dengan ini penulis

memberi saran :

1. Bagi Puskesmas Peureumeue Kecamatan Kaway XVI

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi

petugas kesehatan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang sudah

baik menjadi lebih baik lagi khususnya dalam pelayanan pada balita.

2. Bagi Responden dan Masyarakat

Untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan informasi tentang status gizi

balita.

3. Bagi Intitusi Kesehatan dan Pemerintah Aceh Barat

Diharapkan kepada Instansi kesehatan atau pemerintah setempat agar

meningkatkan penyuluhan dengan memberikan informasi mengenai gizi

balita kepada masyarakat khususnya Ibu-ibu yang mempunyai balita, baik

melalui media-media informasi yang ada sehingga masyarakat memiliki

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Aan E. 2009. Pengetahuan Ibu tentang Gizi pada Anak Balita. Bumi Aksara. Jakarta.

Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

________. 2001. Penuntun Diet Edisi Baru. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Anita. 2007.Makanan Bergizi dan Status Gizi Balita.Rineka Cipta. Jakarta. Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta.

Jakarta.

Arisman. 2009.Gizi Dalam Daur Kehidupan Edisi II. EGC. Jakarta.

Budiarto. 2002. Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.

EGC. Jakarta.

Danim. 2004.Metode Penelitian Untuk Ilmu-ilmu Prilaku.Bumi Aksara. Jakarta. Depkes RI. 2006.Tri Guna Makanan.Depertemen Kesehatan RI. Jakarta.

Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat .Tahun 2008.Pencatatan dan Pelaporan.

Meulaboh.

Febrianti, dkk. 2008. Modul Gizi Kesehatan Masyarakat. Program Studi Ilmu. Kesehatan Masyarakat FKIK. Jakarta.

Hartono, A. 2006.Terapi Gizi dan Diet Ed-2. EGC. Jakarta.

(43)

Supriasa, dkk. 2002.Penilaiaan Status Gizi. EGC. Jakarta.

Gambar

Gambar 2.1 Skema Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 4.2.Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Ibu terhadap status
Tabel 4.5. Hubungan pengetahuan
Tabel 4.6. Hubungan tindakan ibu terhadap status gizi balita di PuskesmasPeureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh BaratTahun 2013.

Referensi

Dokumen terkait

Pembelajaran STM jauh lebih efektif karena dapat meningkatkan keaktifan siswa di kelas sehingga hasil belajar siswa meningkat, yang meliputi kemampuan kognitif,

Abortus imminens disebut juga abortus membakat, dimana terjadi perdarahan pervaginam pada kehamilan &lt;20 minggu dengan atau tanpa kontraksi uterus tanpa disertai dilatasi

Kabupaten melakukan koordinasi dan pembinaan pelaksanaan GP-PTT di tingkat lapangan/kelompoktani pelaksana GP-PTT diharapkan minimal 4 (empat) kali selama musim tanam

Hakim adalah hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,

Pasien rawat inap di rumah sakit memiliki berbagai spektrum klinis be- rupa pasien dengan hipertensi sejak sebelum masuk rumah sakit dengan komorbid lain, Tatalaksana

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang positif antara Persepsi Citra Merek dengan Keputusan Pembeliandeterjen Daia pada Warga RW 004, Jakarta

Mengembangkan budaya 5S (senyum, sapa, salam, sungkem, dan sopan) untuk Membentuk Karakter Cinta Damai. Penerapan budaya 5S dimaksudkan untuk membentuk

Yaitu proses pencegahan yang dilakukan oleh penyerang untuk terhubung ke dalam jaringan komputer melalui akses yang tidak sah, atau penggunaan secara ilegal dari komputer