PERTEMUAN 14
MODUL
HUMAN RELATIONS (3 SKS) Oleh: Wihartantyo Ari Wibowo, ST, MM
POKOK BAHASAN:
Konflik dan Negoisasi DESKRIPSI
Materi berupa uraian tentang dinamika yang terjadi dalam sebuah organisasi diantaranya mengenai terjadinya konflik yang dapat mengganggu kehidupan organisasi, adanya upaya untuk mengatasi konflik yang terjadi.
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
Setelah mengikuti pokok bahasan matakuliah ini mahasiswa diharapkan mengerti dan mampu menjelaskan pengertian konflik dan cara pandang konflik, jenis konflik dan proses konflik terjadi serta bagaimana konsep negoisasi dan perundingan untuk mengatasai konflik yang terjadi.
REFERENSI
1. Hodges. Modern Human relations at Work.8th Edition.1993. USA: The
Dryden Press.
2. Onong Uchyana Effendy. Human relations dan Public relations. 1993.
3. Scott M.Cutlip,Allen H.Center,Glen M.Broom. Effective Public Relations. 8th
Konflik dan Negoisasi
Dalam kehidupan sebuah organisasi, baik itu organisasi bisnis maupun non bisnis, di sana selalu ada dinamika kehidupan orang-orang yang ada di dalamnya. Bentuk dinamika itu dapat berupa konflik. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah konflik itu berbahaya bagi organisasi? Sejauh mana pengaruhnya terhadap kinerja organisasi? Bagaimana jalan keluar yang dapat ditempuh untuk mengatasi konflik ?
Pengertian Konflik
Menurut Robbin, konflik adalah suatu proses yang dimulai bila satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif atau akan segera mempengaruhi secara negatif pihak lain.
Sedangkan Alabaness (Nimran, 1996) mengatakan konflik sebagai kondisi yang dipersepsikan ada di antara pihak-pihak atau lebih merasakan adanya ketidaksesuaian antara tujuan dan peluang untuk mencampuri usaha pencapaian tujuan pihak lain.
Dari kedua definisi dapat disimpulkan bahwa konflik itu adalah proses yang dinamis dan keberadaannya lebih banyak menyangkut persepsi dari orang-orang atau pihak yang mengalami dan merasakannya. Jadi jika suatu kedaan tidak dirasakan sebagai konflik maka pada dasarnya konflik itu tidak ada. Begitu juga sebaliknya.
Pandangan tentang Konflik
Ada 3 (tiga) pandangan tentang konflik: 1. Pandangan Tradisional
Pandangan Tradisional, menyatakan bahwa konflik harus dihindari karena akan menimbulkan kerugian. Aliran ini juga memandang konflik sebagai seseuatu yang buruk, tidak menguntungkan dan selalu merugikan organisasi.
2. Pandangan hubungan kemanusian
Pandangan aliran behavioral ini menyatakan bahwa konflik merupakan sesuatu yang wajar, alamiah dan tidak terelakkan dalam setiap kelompok manusia. Konflik tidak selalu buruk karena memiliki potensi kekuatan yang positif di dalam menentukan kinerja kelompok. Konflik tidak selamanya merugikan, bahkan dapat menguntungkan, yang oleh karena itu konflik harus dikelola dengan baik.
3. Pandangan interaksionis
Yang menyatakan bahwa konflik bukan sekedar sesuatu kekuatan positif dalam suatu kelompok, melainkan juga mutlak perlu untuk suatu kelompok agar dapat berkinerja positif. Oleh karena itu konflik harus diciptakan. Pandangan ini didasari keyakinan bahwa organisasi yang tenang, harmonis, damai ini justru akan membuat organisasi itu menjadi statis, stagnan dan tidak inovatif. Dampaknya adalah kinerja organisasi menjadi rendah.
Jenis dan Penyebab Konflik
Jenis konflik dibedakan dalam beberapa perspektif, antara lain :
1. Konflik intra individu:
konflik ini dialami oleh individu dengan dirinya sendiri karena adanya tekanan peran dan ekspetasi di luar berbeda dengan keinginan atau harapannya.
2. Konflik antar individu:
konflik yang terjadi antar individu yang berada dalam suatu kelompok atau antar individu pada kelompok yang berbeda.
3. Konflik antar kelompok:
konflik yang bersifat kolektif antara satu kelompok dengan kelompok lain.
4. Konflik organisasi:
konflik yang terjadi antara unit organisasi yang bersifat struktural maupun fungsional. Contoh konflik antara bagian pemasaran dengan bagian produksi.
Ditinjau dari fungsinya, ada dua jenis konflik, yaitu:
1. Konflik konstruktif,
adalah konflik yang memiliki nilai positif bagi pengembangan organisasi.
2. Konflik Destruktif,
adalah konflik yang berdampak negatif bagi pengembangan organisasi. Ditinjau dari segi instansionalnya, konflik dibagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu: 1. Konflik kebutuhan individu dengan peran yang dimainkan dalam
organisasi. Tidak jarang kebutuhan dan keinginan karyawan bertentangan atau tidak sejalan dengan kebutuhan dan kepentingan organisasi. Hal ini dapat memunculkan konflik.
2. Konflik peranan dengan peranan. Setiap karyawan oragnaisasi memiliki peran yang berbeda-beda dan ada kalanya perbedaan peran tiap individu tersebut memunculkan konflik karena setiap individu berusaha untuk memainkan peran tersebut dengan sebaik-baiknya.
3. Konflik individu dengan individu lainnya. Konflik sering kali muncul jika seorang individu berinteraksi dengan individu lain, disebabkan oleh latar belakang, pola pikir, pola tindak, kepribadian, minat, persepsi, dan sejumlah karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan yang lain.
4. Konflik kebijakan. Konflik ini muncul karena seorang individu atau kelompok tidak sependapat dengan kebijakan yang ditetapkan organisasi (Depdikbud,1981).
Mastenbroek (1987) membagi konflik menjadi 4 (empat), yaitu: 1. Instrumental Conflics
Konflik terjadi karena tidak ada kesepemahaman antarkomponen dalam organisasi dan proses pengoperasiannya.
2. Socio-emotional Conflics
Konfliks yang berkaitan dengan identitas, kandungan emosi, citra diri, prasangka, kepercayaan, keterikatan, identifikasi terhadap kelompok, lembaga dan lambing-lambang tertentu, sistem nilai dan reaksi individu dengan yang lainnya.
4. Power and dependency Conflics
Konflik kekuasaan dan ketergantungan berkaitan dengan persaingan dalam organisasi, misalnya pengamanan dan penguatan kedudukan yang strategis.
Penyebab konflik ada bermacam-macam, antara lain sebagai berikut: 1. Saling bergantungan
Saling bergantungan dalam pekerjaan terjadi jika dua kelompok organisasi atau lebih saling membutuhkan satu sama lain guna menyelesaikan tugas. 2. Perbedaan Tujuan
Perbedaan tujuan yang ada di antara satu bagian dengan bagian lain, seperti unit produksi yang bertujuan semaksimal mungkin biaya produksi dan mengusahakan sedikit mungkin kerusakan produk, sementara bagian penelitian dan pengembangan berurusan dengan pengembangan ide-ide baru untuk mengubah dan mengembangkan produk yang berhasil secara komersial. Hal ini dapat menjadi potensi konflik.
3. Perbedaan Persepsi
Dalam menghadapi suatu masalah, jika terjadi perbedaan persepsi maka hal itu dapat menyebabkan munculnya konflik.
Menurut Smith, Mazzarella dan Piele (1981), sumber terjadinya konflik adalah: 1. Masalah Komunikasi
Dapat terjadi pada masing-masing atau gabungan dari unsur-unsur komunikasi, yaitu sumber komunikasi, pesan, penerima pesan dan saluran/media.
2. Struktur organisasi
Secara potensial dapat memunculkan konflik. Tiap depertemen/fungsi dalam organisasi mempunyai tujuan, kepentingan dan program sendiri-sendiri yang acap kali berbeda dengan yang lain.
3. Faktor manusia
Sifat dan keperibadian manusia satu dengan yang lain berbeda dan unik. Hal ini berpotensi memunculkan konflik.
Proses Konflik
Menurut Pondi (Indriyo, 1977 dan Umar Nimran, 1999) proses konflik dimulai: 1. Tahap I, Laten Conflict
Yaitu tahap munculnya faktor-faktor yang menjadi penyebab konflik dalam organisasi. Bentuk-bentuk dasar dari situasi ini adalah persaingan untuk memperebutkan sumber daya yang terbatas, konflik peran, persaingan perebutan posisi dalam organisasi, dll.
2. Tahap II, Perceived Conflict
Konflik yang dipersepsikan. Pada tahap ini salah satu pihak memandang pihak lain sebagai penghambat atau mengancam pencapaian tujuan.
3. Tahap III, Felt Conflict
Konflik yang dirasakan. Pada tahap ini konflik tidak sekedar dipandang ada akan tetapi benar-benar dirasakan.
4. Tahap IV, Manifest Conflict
Konflik yang dimanifestasikan. Pada tahap ini perilaku tertentu sebagai indicator konflik sudah mulai ditunjukkan, seperti adanya sabotase, agresi terbuka, konfrontasi, rendahnya kinerja, dll.
5. Tahap V, Conflict Resolution
Resolusi konflik. Pada tahap ini konflik yang terjadi diselesaikan dengan berbagai macam cara dan pendekatan
6. Tahap VI, Conflict Aftermath
Jika konflik sudah benar-benar diselesaikan maka hal itu akan meningkatkan hubungan para anggota organisasi. Hanya saja jika penyelesaiannya tidak tepat maka akan dapat menimbulkan konflik baru.
Smith, dkk (1981) menambahkan proses terjadi konflik sebagi berikut: 1. Tahap Antisipasi
Merasakan munculnya gejala perubahan yang mencurigakan. 2. Tahap menyadari
4. Tahap perdebatan terbuka
Perbedaan-perbedaan pendapat mulai ditunjukkan dengan nyata dan terbuka 5. Tahap konflik terbuka
Masing-masing pihak berusaha memaksakan kehendaknya kepada pihak lain.
Hubungan Konflik dengan Kinerja
Secara umum hubungan antara konflik dan kinerja dapat dijelaskan melalui gambar sebagai berikut:
Penjelasan:
secara singkat dapat dikatakan bahwa pada saat konflik berada pada tingkat rendah dan tinggi, sifat konflik menjadi dwifungsional, sedangkan pada saat konflik berada pada tingkat optimal (di puncak), konflik menjadi fungsional.
Tabel Hubungan Konflik dengan Prestasi Kerja
KONDISI TINGKAT KONFLIK KARAKTERISTIK PERILAKU KONFLIK SIFAT KINERJA
A Rendah atau Tidak Ada Apatis, Stagnan, Tidak responsif terhadap perubahan,
Kurang ide-ide baru
Disfungsional Rendah B Optimal Bersemangat, Inovatif, Dorongan melakukan perubahan, Mencari cara pemecahan masalah Fungsional Tinggi C Tinggi Kekacauan,
Tidak ada kerjasama,
Tidak ada koordinasi
Disfungsional Rendah
Strategi Manajemen Konflik
Strategi manajemen konflik yang diterapkan dalam suatu organisasi tergantung pada bagaimana seorang pimpinan memandang suatu konflik. Meskipun demikian harus kita sadari bahwa konflik pasti terjadi dalam suatu organisasi, hanya saja skalanya berbeda. Ada yang besar, sedang atau kecil. Oleh karena itu konflik harus dikelola dengan baik. Gordon (1990) dan Miftah Thoha (1995), mengemukakan secara umum bahwa strategi manajemen konflik adalah sebagai berikut:
1. Strategi Menang – kalah
Strategi ini ada kalanya pihak tertentu menggunakan wewenang atau kekuasaan untuk memenangkan/menekan pihak lain.
3. Strategi Menang - menang
Konflik dipecahkan melalui metode problem solving. Metode ini dianggap paling baik karena tidak ada pihak yang dirugikan.
Semuck (1976) menunjukkan bahwa:
a. Metode pemecahan masalah mempunyai hubungan positif dengan manajemen konflik yang efektif;
b. Pemecahan masalah banyak dipergunakan oleh pihak-pihak yang memiliki keuasaan, tetapi lebih suka bekerja sama.
Negoisasi atau Perundingan
Negoisasi atau perundingan merupakan suatu proses tawar menawar antara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Dalam perundingan ini diharapkan ada kesepakatan nilai antara kedua kelompok tersebut.
Robbins (1999) menawarkan dua strategi perundingan yang meliputi:
1. Tawar menawar Distributif artinya perundingan yang berusaha untuk membagi sejumlah tetap sumberdaya (suatu situasi kalah menang).
2. Tawar menawar Integratif, yaitu perundingan yang mengusahakan satu penyelesaian atau lebih yang dapat menciptakan pemecahan menang-menang.
Nimran (1999) menawarkan beberapa strategi manajemen konflik, yaitu: 1. Strategi kompetisi
Disebut juga strategi kalah menang, yaitu penyelesaian masalah dengan Kekuasaan.
2. Strategi Kolaborasi
Atau strategi menang-menang di mana pihak yang terlibat mencari cara penyelesaian konflik yang sama-sama menguntungkan.
3. Strategi penghindaran
Strategi untuk menjauhi sumber konflik dengan mengalihkan persoalan sehingga konflik itu tidak terjadi.
4. Strategi Akomodasi
Strategi ini disebut dengan sifat mengalah. 5. Strategi Kompromi
Strategi kalah-kalah di mana pihak-pihak yang terlibat konflik sama-sama mengorbankan sebagian dari sasarannya dan mendapatkan hasil yang tidak maksimal.
Tabel Tawar Menawar distributif & integratif
Ciri Tawar Menawar Tawar Menawar
Distributif Tawar Menawar Integratif
Sumber daya yg tersedia Jumlah tetap sumber daya untuk dibagi Jumlah variabel sumber daya untuk dibagi
Motivasi Primer Saya menang anda kalah Saya menang anda menang
Kepentingan Primer Saling berlawanan Saling cocok /sama dan sebangun