• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Outdoor Experiential Learning. 1) Belajar di Luar Kelas (Outdoor Study)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Outdoor Experiential Learning. 1) Belajar di Luar Kelas (Outdoor Study)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori

1. Model Outdoor Experiential Learning

a. Definisi Outdoor Experiential Learning 1) Belajar di Luar Kelas (Outdoor Study)

Vera (2012:16) mengemukakan bahwa pembelajaran di luar kelas adalah kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa yang dilakukan di luar kelas atau alam terbuka sebagai tempat kegiatan pembelajaran siswa. Lingkungan yang biasa digunakan sebagai tempat berlangsungnya proses pembelajaran di luar kelas misalnya lingkungan sekitar sekolah, taman, perkampungan pertanian atau nelayan, dan tempat berkemah. Pembelajaran di luar kelas dapat dipahami sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang menggunakan suasana di luar kelas sebagai situasi pembelajaran terhadap berbagai permainan, sebagai media transformasi konsep-konsep yang disampaikan dalam pembelajaran.

Metode belajar di luar kelas merupakan upaya mengajak lebih dekat dengan sumber belajar yang sesungguhnya, yaitu alam dan masyarakat. Siswa diarahkan untuk melakukan aktivitas yang bisa membawa mereka pada perubahan perilaku terhadap lingkungan sekitar. Lingkungan yang digunakan

(2)

sebagai sumber belajar siswa disesuaikan dengan materi yang diajarkan oleh guru. Tujuan akhir belajar di luar kelas ini lebih mengacu pada pengalaman dan pendidikan lingkungan yang sangat berpengaruh pada kecerdasan siswa.

Kelebihan kegiatan belajar di luar kelas dibandingkan belajar di dalam kelas menurut Vera (2012:28-45), antara lain: a) Mendorong motivasi belajar. Dorongan motivasi belajar ini

timbul karena kegiatan belajar di luar kelas menghilangkan batas ruang belajar siswa dan membuat suasana belajar yang baru.

b) Suasana belajar yang menyenangkan. Pembelajaran di luar kelas dapat memudahkan guru dalam menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi siswa. Guru dapat berkeksplorasi dalam menciptakan suasana belajar seperti bermain, menjelajah, rekreasi, berenang, meneliti, observasi, dan lain sebagainya.

c) Penggunaan media pembelajaran yang konkret. Pembelajaran di luar kelas sangat memungkinkan untuk menghadirkan atau menemukan media pembelajaran yang konkret.

d) Keterampilan bekerja kelompok. Hampir semua materi yang diajarkan di luar kelas diakukan secara berkelompok untuk memudahkan fungi kontrol guru terhadap para siswa. e) Mengembangkan sikap mandiri. Ketika belajar di luar kelas,

siswa sebenarnya sedang menghilangkan sikap ketergantungan pada orang lain minimal ketergantungan terhadap guru.

f) Hasil belajar permanen di otak. Kegiatan belajar di luar kelas menuntut siswa untuk mencoba, merasakan, mencari, menulis, menelaah, melakukan ekperimentasi, menerapkan, dan melaporkan sehingga materi yang sedang siswa pelajari akan mudah dipahami dan akan bertahan lama di memori siswa.

g) Keterampilan intelektual. Siswa dapat terdorong menguasai keterampilan intelektual ketika belajar di luar kelas. Siswa dituntut mendefinisikan dan mengidentifikasikan berbagai hal dan persoalan yang berkaitan dengan materi pelajaran. h) Mengarahkan sikap ke arah lingkungan yang lebih baik.

(3)

lapangan, sehingga mengarahkan sikap ke arah lingkungan yang lebih baik.

i) Meaningful learning. Keadaan lingkungan luar kelas memperlihatkan keadaan yang sebenarnya pada siswa, yang keberadaannya lebih akurat daripada hanya membaca buku dan mendengarkan penjelasa guru di dalam kelas.

Berdasarkan kelebihan-kelebihan dari metode outdoor study

yang disebutkan di atas selain memberikan pengaruh yang baik terhadap aktivitas pembelajaran, metode ini juga sangat sesuai dalam membantu siswa untuk menyimpan hasil belajar secara permanan dan dapat juga menggugah kesadaran siswa untuk peduli terhadap lingkungan. Dua kelebihan itu relevan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu untuk meningkatkan prestasi belajar dan sikap peduli lingkungan siswa.

2) Experiential Learning

Model pembelajaran Experiential Learning menurut Baharudin dan Esa (2010:165) merupakan model pembelajaran yang menekankan pada keinginan kuat dari dalam diri siswa untuk berhasil dalam belajarnya. Model Experiential Learning

memberi kesempatan kepada siswa untuk mengalami keberhasilan dengan memberikan kebebasan siswa untuk memutuskan pengalaman apa yang menjadi fokus mereka, keterampilan-keterampilan apa yang ingin mereka kembangkan dan bagaimana cara mereka membuat konsep dari pengalaman yang mereka alami.

(4)

Sastradi (2013) menyebutkan pembelajaran experiential

menekankan pada peranan pengalaman dalam proses pembelajaran, pentingnya keterlibatan siswa, dan kecerdasan sebagai kesan interaksi antara siswa dengan lingkungannya. Pengalaman-pengalaman yang telah dialami siswa mempunyai peranan penting dalam pembentukan pengetahuan kognitif dalam pikiran siswa. Siswa merefleksikan pengalamannya pada sebuah pengetahuan yang baru.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa model Experiential Learning adalah suatu model pembelajaran melalui pengalaman langsung yang membuat siswa atau pembelajar lebih aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga proses pembelajaran tersebut lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran yang bermakna akan memudahkan siswa untuk menerima materi yang sedang dipelajarinya. Guru juga akan dimudahkan dalam mencapai tujuan belajar yang telah direncanakan.

3) Outdoor Experiential Learning

Model pembelajaran Outdoor Experiential Learning

merupakan model yang dikembangkan oleh Buridge. Buridge mengembangkan model pembelajaran ini dari model

Experiential Learning. Buridge (Watt et al, 2008:2) menganggap pengalaman outdoor atau outdoor learning

(5)

memberikan sumbangan yang sangat besar terhadap

Experiential Learning karena lingkungan alam memberikan ruang bagi siswa untuk memperoleh pengalaman langsung dan mengalami konsekuensi dari sebuah pilihan atau keputusan. Oleh karena itu outdoor learning dan experiential learning

keduanya tidak dapat dipisahkan sehingga Buridge (Watt et al, 2008:2) mengembangkan menjadi Outdoor Experiential Learning dengan tetap mengacu pada tahapan model pembelajaran Experiential Learning dari Kolb.

Berdasarkan pembahasan tentang belajar di luar kelas (outdoor study) dan Experiential Learning dapat diambil pengertian Outdoor Experiential Learning adalah sebuah model pembelajaran yang menekankan pemberian pengalaman langsung pada siswa yang sesuai kenyataan yang ada di lingkungan luar ruangan (alam dan masyarakat). Kenyataan yang ada di luar kelas menjadi objek pembelajaran yang konkret bagi siswa. Pengalaman belajar tersebut sangat sesuai dengan perkembangan kognitif siswa yang masih dalam masa operasional konkret.

b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Outdoor Experiential Learning

Model pembelajaran Outdoor Experiential Learning yang dikembangkan Buridge memiliki tahap yang tetap mengacu pada

(6)

tahapan pembelajaran Kolb. Baharudin dan Esa (2010:166) menyebutkan tahap-tahap pembelajaran Experiential Learning Kolb sebagai berikut:

1) Tahap Pengalaman Nyata

Pada tahap paling awal dalam proses belajar adalah seorang mampu atau dapat mengalami suatu kejadian sebagaimana adanya. Ia dapat melihat dan merasakannya, dapat menceritakan peristiwa tersebut sesuai dengan apa yang dialaminya, namun dia belum memiliki kesadaran tentang hakekat dari peristiwa tersebut. Ia hanya dapat merasakan kejadian tersebut apa adanya, dan belum dapat memahami serta menjelaskan bagaimana peristiwa itu terjadi. Ia juga belum dapat memahami proses mengapa proses peristiwa tersebut harus terjadi seperti itu. Kemampuan inilah yang terjadi dan dimiliki seseorang pada tahap paling awal dalam proses belajar.

2) Tahap Obsevasi Reflektif

Tahap kedua dalam peristiwa belajar adalah bahwa seseorang makin lama akan semakin mampu melakukan observasi secara aktif terhadap peristiwa yang dialaminya. Ia mulai berupaya untuk mencari jawaban dan memikirkan kejadian tersebut. Ia melakukan refleksi terhadap peristiwa yang dialaminya, dengan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan bagaimana hal itu bisa terjadi, dan mengapa hal itu mesti terjadi. Pemahamannya terhadap peristiwa yang dialaminya semakin berkembang. Kemapuan inilah yang terjadi dan dimiliki seseorang pada tahap kedua dalam proses belajar.

3) Tahap Konseptualisasi

Tahap ketiga dalam proses belajar adalah seseorang sudah mulai berupaya untuk membuat abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang menjadi obyek penelitiannya. Berpikir induktif banyak dilakukan untuk memuaskan suatu aturan umum atau generalisasi dari berbagai contoh peristiwa yang dialaminya. Walaupun kejadian-kejadian yang diamati tampak berbeda-beda, namun memiliki komponen-konponen yang sama yang dapat dijadikan dasar aturan bersama.

4) Tahap Implementasi

Tahap terakhir dari proses belajar adalah melakukan eksperimentasi secara aktif. Pada tahap ini seseorang sudah mampu untuk mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori atau aturan-aturan ke dalam situasi yang nyata. Berpikir deduktif

(7)

banyak digunakan untuk mempraktekkan dan menguji teori-teori serta konsep-konsep di lapangan. Ia mampu menggunakan teori atau rumus-rumus untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

Gambar 2.1 Langkah-langkah Outdoor Experiential Learning

2. Prestasi Belajar a. Prestasi Belajar

Arifin (2011:12) menyebutkan bahwa kata “prestasi” berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie. Kata tersebut dialih bahasa dalam bahasa Indonesia menjadi “prestasi” yang berarti “hasil usaha”. Istilah “prestasi belajar” (achievment) berbeda dengan “hasil

belajar” (learning outcome). Prestasi belajar pada umunya berkenaan dengan aspek pengetahuan, sedangkan hasil belajar meliputi aspek pembentukan watak siswa.

Prestasi belajar menurut Hamdani (2011:138) merupakan tingkat kemanusiaan yang dimiliki siswa dalam menerima, menolak, dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses belajar

(8)

mengajar. Arifin (2011:12) mengungkapkan bahwa prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan, sedangkan hasil belajar meliputi aspek pembentukan watak peserta didik. Poerwanto (dalam Hamdu dan Lisa, 2011:83) memberikan pengertian prestasi belajar yaitu hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha belajar sebagaimana yang dinyatakan dalam raport. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah salah satu acuan untuk memperlihatkan hasil usaha siswa setelah melewati proses belajar dalam aspek pengetahuan (kognitif) yang diukur melalui kegiatan evaluasi belajar. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa.

b. Fungsi Prestasi Belajar

Prestasi merupakan masalah yang bersifat perenial dalam kehidupan manusia, sepanjang rentang kehidupannya manusia selalu mengejar prestasi sesuai dengan bidang dan kemampuan masing-masing. Adapun fungsi prestasi belajar menurut Arifin (2011:12-13) adalah sebagai berikut:

1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai siswa. Siswa dapat diketahui sejauh mana siswa telah menguasai pengetahuan setelah mengikuti proses pembelajaran.

2) Prestasi belajar sebagai lambang pemusatan hasrat ingin tahu. Para ahli psikologi biasanya menyebut hal ini sebagai “tendensi keingintahuan (coriousity) dan merupakan kebutuhan umum manusia”.

3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan. Siswa akan terdorong untuk selalu meningkatkan

(9)

prestasi belajarnya. Hal tersebut mendorong penyediaan mutu pendidikan yang lebih baik lagi.

4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan. Indikator intern tingkat produktivitas suatu institusi pendidikan. Asumsinya adalah kurikulum yang digunakan relevan dengan kebutuhan masyarakat dan siswa. Indikator ekstern dalam arti bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan indikator kesuksesan peserta didik di masyarakat. Asumsinya adalah kurikulum yang digunakan relevan pula dengan kebutuhan masyarakat.

5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) peserta didik. Peserta didik menjadi fokus utama dalam proses pembelajaran, karena peserta didiklah yang diharapkan dapat menyerap seluruh informasi materi pembelajaran.

Cronchbach dalam Arifin (2011:13) mengungkapkan kegunaan prestasi belajar banyak ragamnya, antara lain

Sebagai umpan balik bagi guru dalam mengajar, untuk keperluan diagnostik, untuk keperluan bimbingan dan penyuluhan, untuk keperluan seleksi, untuk keperluan penempatan atau penjurusan, untuk menentukan isi kurikulum, dan untuk menentukan kebijakan sekolah.

Berdasarkan pendapat para ahli sebelumnya dapat dikatakan bahwa fungsi prestasi belajar penting untuk semua pihak baik siswa, guru maupun masyarakat. Dilihat dari sisi siswa prestasi belajar dapat memperlihatkan tingkat penguasaan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa dari segi kualitas dan kuantitas. Prestasi belajar bagi guru bermanfaat untuk sebagai umpan balik setelah proses kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Masyarakat sebagai konsumen pendidikan melihat prestasi belajar sebagai indikator produktivitas dan indikator daya serap (kecerdasan) dari instansi pendidikan.

(10)

3. Sikap Peduli Lingkungan

Manusia dalam kehidupannya tidak bisa terpisah dari sikap. Manusia akan senantiasa menunjukkan sikapnya dalam menghadapi berbagai kondisi. Sikap yang ditunjukkan oleh seseorang mencerminkan perasaan yang sedang dialaminya. Trow, Popham dan Allport dalam Adisusilo (2014: 67-68) mengemukakan tentang pengertian sikap sebagai:

Suatu kesiapan mental atau emosional dalam berbagai jenis tindakan pada situasi yang tepat dan merupakan sebagian dari ranah afektif yang di dalamnya mencakup perilaku seperti perasaan, minat, emosi, dan sikap. Kesiapan mental dan saraf tersusun melalui pengalaman dan memberikan pengaruh langsung kepada respon individu terhadap objek atau situasi yang berhubungan dengan objek itu.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan suatu kesiapan mental dan saraf yang terbentuk melalui pengalaman yang dapat mempengaruhi tindakan seseorang. Tindakan seseorang terhadap lingkungan tergantung pada kesiapan mental orang itu sendiri.

Manusia harus selalu menjaga kelestarian, kebersihan serta keindahan lingkungannya agar menciptakan suasana yang kondusif bagi kelangsungan hidup dirinya dan makhluk hidup lainnya. Lingkungan yang terjaga kelestariannya akan berdampak baik pada penghuninya. Sebaliknya, lingkungan yang kualitasnya buruk juga menimbulkan dampak buruk bahkan membahayakan bagi penghuninya.

(11)

Kelestarian lingkungan dari waktu ke waktu senantiasa terancam bahaya. Bahaya yang mengancam diantarannya adalah pencemaran dan kerusakan lingkungan. Undang-undang No. 23 Tahun 1997 Pasal 1 dalam (Erwin, 2009:35) menjelaskan pencemaran lingkungan merupakan:

Masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak berfungsi sesuai peruntukannya.

Lingkungan merupakan ruang lingkup yang bersinggungan langsung dengan manusia. Manusia harus senantiasa dapat menjaga dan melestarikan lingkungan hidupnya. Begitupun dalam lingkungan sekolah peran warga sekolah sangatlah berperan, tak terkecuali dengan siswa yang berkewajiban menjaga dan melestarikan lingkungan sekolahnya agar tetap bersih, indah, dan sehat. Hal ini dapat diwujudkan melalui kebiasan untuk menjaga kebersihan kelas, menjaga kebersihan sekolah, tidak membuat sampah secara sembarangan, serta tidak merusak fasilitas yang ada di sekolah.

Siswa di sekolah tidak hanya beraktivitas untuk belajar di dalam kelas saja, namun siswa juga berinteraksi dengan makhluk hidup dan benda mati yang berada di sekitar lingkungan sekolahnya. Peran aktif dan nyata siswa sangat diharapkan memberikan sumbangsih dan tanggapan yang baik terhadap lingkungan dengan cara menjaga kelestarian lingkungan. Penanaman sikap peduli lingkungan merupakan kegiatan

(12)

yang sangat diperlukan untuk membentuk sikap siswa yang peduli akan lingkungan, sehingga siswa mempunyai kesadaran untuk ikut serta menjaga dan melestarikan lingkungan.

Sejak dini mungkin siswa harus dilatih untuk menjaga dan melestarikan lingkungan sehingga menjadi kebiasaan. Kurikulum karakter di Amerika Serikat negara bagian Georgia (Samani dan Hariyanto, 2012:53-54) menyatakan bahwa “respect for environment

maknanya adalah menghargai alam lingkungan dengan kewajiban melestarikan fungsinya agar kehidupan yang berkelanjutan, jauh dari pencemaran lingkungan”. Berdasarkan pernyataan di atas peduli lingkungan merupakan sikap menghargai lingkungan sebagai sumber daya yang harus dijaga dan dipelihara fungsinya agar dapat terus dimanfaatkan dalam kehidupan manusia pada masa sekarang dan masa yang akan datang.

Penanaman sikap peduli lingkungan di dunia pendidikan Indonesia sudah mulai diperhatikan dengan diterapkannya 18 karakter siswa, yang salah satunya adalah peduli lingukungan. Indikator sikap peduli lingkungan siswa pada sekolah dasar dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Indikator Sikap Peduli Lingkungan

Peduli lingkungan Indikator

Kelas 1-3 Kelas 4-5

Peduli Lingkungan: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan lingkungan alam di sekitarnya dan

Buang air besar dan kecil di WC Membersihkan WC Membuang sampah pada tempatnya Membersihkan tempat sampah Membersihkan halaman sekolah Membersihkan lingkungan sekolah

(13)

mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki

kerusakan alam yang sudah terjadi

Tidak memetik bunga di taman sekolah

Memperindah kelas dan sekolah dengan tanaman Tidak menginjak rumput di taman sekolah Ikut memelihara taman di halaman sekolah Menjaga kebersihan rumah

Ikut dalam kegiatan menjaga kebersihan lingkungan

Sumber: Kemendiknas (2010:37) 4. Hakikat IPA

a. Pengertian IPA

Trianto (2011:136) mengemukakan IPA adalah bagian dari ilmu pengetahuan atau sains yang berasal dari bahasa Inggris

science. Kata science tersebut berassal dari Bahsa Latin science yang berarti saya tahu. Sering dengan perkembangan kata science

diterjemahkan sebagai sains yang berarti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

IPA menurut Wahyana (Trianto, 2011:136) adalah suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangan IPA tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Mulyasa (2009:110) menyebutkan bahwa IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.

(14)

Berdasarkan dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan ilmu ilmiah yang dapat dikembangkan oleh siswa dengan cara melakukan percobaan dan mencari tahu tentang alam secara sistematis. Sikap ingin tahu sebagai bagian dari sikap ilmiah yang merupakan sikap yang selalu ingin mendapatkan jawaban yang benar dari objek yang diamati.

b. Hakikat Pembelajaran IPA

Hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Donosepoetra (Trianto 2011:137) mengemukakan IPA sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. IPA sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau di luar sekolah. IPA sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu yang lazim disebut metode ilmiah.

Nur dan Wikandri (dalam Trianto, 2011:143) mengemukakan bahwa pembelajaran IPA di sekolah lebih ditekankan pada pendekatan keterampilan proses. Siswa diberi ruang untuk menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiah siswa sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh posistif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan.

(15)

Akhirnya aplikasi dari IPA menghasilkan teknologi yang dapat memberikan kemudahan dan kebermanfaatan bagi kehidupan.

c. Tujuan Pembelajaran IPA

Tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar menurut Badan Nasional Standar Pendidikan (Susanto, 2013: 171-172) , dimaksudkan untuk:

1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2) Mengembangakan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.

6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah ciptaa Tuhan.

7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Berdasarkan pendapat tersebut, tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar yang relevan dengan penelitian ini adalah menanamkan sikap-sikap ikut serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam, menghargai alam sekitar dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. Berdasarkan tujuan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bawa pembelajaran IPA memuat beberapa sikap yang harus diterapkan pada setiap pembelajaran, salah satunya adalah sikap peduli lingkungan.

(16)

d. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Mulyasa, 2009:112) membagi ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut:

1) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yang meliputi manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan hidup serta kesehatan.

2) Benda/materi, sifat-sifat kegunaannya yang meliputi benda cair, padat, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana.

3) Energi dan perubahannya yang meliputi gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana.

4) Bumi dan alam semesta yang meliputi tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

Berdasarkan ruang lingkup IPA di atas, dapat diketahui bahwa materi yang terdapat dalam pembelajaran IPA terdiri dari makhluk hidup dan proses kehidupan, benda serta kegunaannya, energi dan perubahannya, bumi dan alam semesta. IPA juga menjelaskan mengenai interkasi makhluk hidup, sehingga diharapkan siswa mengetahui interaksi yang tepat yang harus dilakukan dalam ekosistem. Materi tersebut nantinya memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada siswa, dengan bekal ilmu pengetahuan yang dimiliki siswa, diharapkan siswa dapat memiliki sikap peduli lingkungan yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. e. Materi IPA

Pada penelitian ini, materi yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini adalah materi sumber daya alam pada kelas IV semester 2.

(17)

Tabel 2.2 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 11.Memahami hubungan antara

sumber daya alam dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

11.1.Menjelaskan hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan

Sumber: BSNP (2006:168)

B. Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian terkait Outdoor Experiential Learning telah dilakukan, diantarnya penelitian oleh:

1. Penelitian yang berjudul Outdoor Education in Natural Life Park: An Experience from Turkey oleh Bulent Cavas yang dilaksanakan pada tahun 2011 menyimpulkan bahwa persepsi siswa mengenai lingkungan dan hewan-hewan serta sikap terhadap lingkungan berubah secara positif melalui program pendidikan di luar kelas.

2. Penelitian yang berjudul Impact of Experiential Learning on Cognitive Outcome in Technology and Engineering Teacher Preparation oleh Jeremy V. Ernst yang dilaksanakan pada tahun 2013 menyimpulkan bahwa kegiatan bejalar menggunakan experiential learning memberikan keuntungan dalam bentuk hasil kognitif.

3. Penelitian yang berjudul Experiential Learning oleh Valentina Sharlanova yang dilaksanakan pada tahun 2004 menyimpulkan bahwa

experiential learning memiliki berbagai macam penerapan, yaitu membantusiswa menyadari diri mereka sendiri, membantu guru menjadi

(18)

guru yang reflektif, mengidentifikasi gaya belajar siswa, dan pengembangan keterampilan.

4. Penelitian yang berjudul Penerapan Model Experiential Learning

terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa oleh Imroatus Sholehah, Trapsilo Prihandono, dan Yushardi yang dilaksanakan pada tahun 2013 salah satu hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan hasil penelitian tersebut disimpulkan penggunaan model experiential learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

C. Kerangka Pikir

Pembelajaran merupakan proses transfer pengetahuan dari guru kepada siswanya. Pembelajaran IPA menekankan pada penglaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa, hal ini membantu siswa dalam memahami pengetahuan secara lebih mendalam. Pengetahuan yang diterima siswa bukan hanya hafalan semata namun siswa memahami pengetahuan hingga menguasi konsepnya.

Salah satu model pembelajaran berbasis pengalaman yang sesuai digunakan dalam proses pembelajaran IPA adalah model Outdoor Experiential Learning. Model ini memberikan siswa pengalaman belajar langsung di luar kelas. Pembelajaran di luar kelas menyediakan sumber,

(19)

objek, dan wahana belajar yang konkret bagi siswa. Hal tersebut sangat sesuai dengan perkembangan kognitif siswa yang masih dalam fase operasional konkret.

Pembelajaran yang dilakukan di lingkungan luar kelas juga memberi kemudahan guru untuk menanamkan sikap peduli lingkungan. Guru dapat memberi penjelasan beserta contoh langsung tentang upaya menjaga kelestarian lingkungan. Siswa lebih cepat menangkap pesan karena contoh yang diberikan oleh guru merupakan kegiatan yang konkret. Penanaman sikap peduli lingkungan sejak dini akan membuat sikap tersebut lebih cepat diterima dan lebih lama bertahan.

Pada penelitian hendak membandingkan tingkat prestasi belajar siswa dan sikap peduli lingkungan siswa yang lebih optimal di antara dua kelompok yang akan diberikan perlakuan yang berbeda. Perbedaan hasil diharapkan dapat memberi masukan bagi guru untuk mengatasi masalah dalam pembelajaran. Pembelajara mata pelajaran IPA diharapkan dapat mencapai tujuan optimal melalui bantuan model Outdoor Experiential Learning. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dijelaskan dalam bagan skema pemikiran sebagai berikut:

Pembelajaran menggunakan model Outdoor Expriential

Learning (X1)

Prestasi belajar dan sikap peduli lingkungan

(Y1)

Pembelajaran menggunakan

model non-Outdoor Experiential

Learning (X2)

Prestasi belajar dan sikap peduli lingkungan (Y2)

Pembelajaran menggunakan model Outdoor Experiential

Learning (X1)

Prestasi belajar dan sikap peduli lingkungan (Y1)

(20)

Gambar 2.2 Skema Kerangka Pikir D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir di atas, dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh lebih baik penggunaan model Outdoor Experiential Learning terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA kelas IV MIM 2 Kasegeran.

2. Terdapat pengaruh lebih baik penggunaan model Outdoor Experiential Learning terhadap sikap peduli lingkungan siswa pada mata pelajaran IPA kelas IV MIM 2 Kasegeran.

Gambar

Gambar 2.1 Langkah-langkah Outdoor Experiential Learning  2.  Prestasi Belajar
Tabel 2.1 Indikator Sikap Peduli Lingkungan
Tabel 2.2 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar  Standar Kompetensi  Kompetensi Dasar  11
Gambar 2.2 Skema Kerangka Pikir  D.  Hipotesis Tindakan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil kajian menunjukkan bahwa: (1) Secara umum introduksi teknologi PHT relatif baik diterapkan oleh para petani perkebunan rakyat, meskipun penerapannya belum

Keanekaragaman Jenis Ikan dan Keterkaitannya dengan Parameter Fisika Kimia Perairan Estuari Suaka Margasatwa Karang Gading Kabupaten Deli Serdang Sumatera

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat keaktifan siswa sebelum penerapan Model Pembelajaran Student team Achievement Division (STAD) dan sesudah

Kependudukan merupakan aset bangsa.Struktur dan komposisi penduduk negara memliki hubungan yang sangat erat dengan kondisi politis,.. ekonomis, sosial, budaya, serta keamanan

Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.02-IZ.01.10 Tahun 1995 tentang Visa Singgah, Visa Kunjungan, Visa Tinggal Terbatas, Izin Masuk dan Izin Keimigrasian. google.com,tujuan

[r]

Hasil analisis regresi logistik biner diketahui tiga variabel yang berkontribusi secara bersama-sama dalam pemilihan pohon tidur burung Nuri Talaud yaitu tinggi

Pada kegiatan awal pembelajaran, guru menyampaikan tujuan pembelajaran, memotifasi murid, serta mengaitkan materi pelajaran dengan pengalaman dan pengetahuan umum