• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGELOLAAN KASUS. A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Rasa Nyaman Nyeri.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PENGELOLAAN KASUS. A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Rasa Nyaman Nyeri."

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGELOLAAN KASUS

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Prioritas Masalah

Kebutuhan Dasar Rasa Nyaman Nyeri.

1. Konsep Dasar Nyeri

a. Defenisi Nyeri

Nyeri merupakan respons subjektif terhadap stresor fisik dan psikologis. Semua individu mengalami nyeri pada beberapa tempat selama kehidupan mereka. Diperkirakan terdapat 50 juta penduduk Amerika yang hidup dengan nyeri kronis; nyeri pinggang bawah (low back pain, LBP) adalah salah satu dari jenis nyeri kronis yang paling sering terjadi, disertai dengan migrain atau sakit kepala berat dan nyeri sendi. Sebanyak 25 juta penduduk lainnya mengalami nyeri akut yang berhubungan dengan pembedahan atau trauma (American Academy of Pain Management, 2009; Center for Disease Control and Prevention [CDC], 2006). Meskipun nyeri terjadi akibat penurunan kondisi kesehatan dalam pola kesehatan fungsional, baik nyeri akut, kronis, berat, maupun ringan hingga sedang. Meskipun nyeri biasanya dialami sebagai ketidaknyamanan dan ketidakinginan, nyeri juga memberikan peran perlindungan, memberi peringatan terhadap ketidakmungkinan kondisi yang mengancam kesehatan. Untuk alasan ini, nyeri semakin dirujuk sebagai tanda-tanda vital kelima, dengan rekomendasi untuk mengkaji nyeri dengan setiap pengkajian tanda-tanda vital. The Joint Commission (2001) menetapkan standar nyeri yang mengidentifikasi pemulihan nyeri sebagai hak pasien. Standar Joint Commission mewajibkan fasilitas layanan kesehatan untuk mengimplementasikan prosedur khusus, dan pendidikan bagi penyedia layanan kesehatan, pengkajian dan manajemen nyeri.

Nyeri pengalaman pribadi dan nyata yang dipengaruhi oleh faktor fisiologis, psikologis, kognitif, sosiokultural, dan spiritual. Nyeri merupakan gejala yang paling dikaitkan dengan penjelasan seseorang terhadap penyakit, dan alasan paling umum untuk mencari layanan kesehatan. International Association

(2)

for the Study of Pain (IASP) mendefenisikan nyeri sebagai suatu sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau dijelaskan dalam istilah seperti kerusakan. Meskipun terdapat banyak defenisi dan orang yang menjelaskan tentang nyeri, satu yang paling relevan bagi perawat adalah bahwa nyeri adalah “apapun yang dialami individu sebagai nyeri adalah nyeri dan benar terjadi, dan kapan pun individu mengatakan nyeri dan benar terjadi, dan kapan pun individu mengatakan nyeri artinya benar adanya” (McCaferry, 1979). Defenisi ini menunjukkan bahwa pasien adalah satu-satunya individu yang dapat mendefenisikan dan menjelaskan nyeri secara akurat yang mereka alami dan berfungsi sebagai dasar untuk pengkajian keperawatan dan asuhan keperawatan pasien terkait nyeri. Defenisi ini juga mendukung nilai dan kepercayaan tentang nyeri yang memerlukan asuhan keperawatan holistik, termasuk :

a. Hanya individu sakit yang dapat merasakan nyeri; yaitu, nyeri memiliki arti yang personal.

b. Jika pasien mengatakan bahwa ia mengalami nyeri, artinya pasien memang mengalami nyeri. Seluruh rasa nyeri itu nyata.

c. Nyeri memiliki dimensi fisik, emosional, kognitif, sosiokultural, dan spiritual. d. Nyeri memengaruhi seluruh tubuh, biasanya secara negatif.

e. Nyeri dapat berfungsi sebagai respons dan peringatan terhadap trauma aktual atau potensial.

b. Fisiologi Nyeri

Reseptor saraf untuk nyeri disebut dengan nosiseptor. Ujung saraf bebas ini bergelombang melalui seluruh jaringan tubuh kecuali otak. Nosiseptor merupakan beberapa bagian yang utama pada kulit dan otot. Nyeri terjadi ketika jaringan yang mengandung nosiseptor dicederai. Intensitas dan durasi stimulus menentukan sensasi. Stimulus yang intens dan berlangsung lama menghasilkan nyeri yang lebih hebat dibandingkan stimulasi yang singkat dan ringan.

Nosiseptor berespons terhadap beberapa jenis stimulus berbahaya yang berbeda : mekanik, kimia, atau termal. Beberapa nosiseptor hanya berespons terhadap satu jenis stimulus tunggal, sedangkan nosiseptor lain berespons

(3)

terhadap ketiga jenis stimulus. Persepsi nyeri pada bagian tubuh yang berbeda dipengaruhi oleh variasi sensitivitas ini terhadap jenis stimulus dan distribusi nosiseptor pada berbagai jaringan.

Trauma jaringan, inflamasi, dan iskemia cenderung mengeluarkan sejumlah biokimia. Biokimia ini memiliki beberapa efek. Zat kimia ini seperti bradikinin, histamin, serotonin, dan ion kalium merangsang nosiseptor secara langsung, dan menghasilkan nyeri. Zat kimia ini dan zat lainnya (seperti ATP dan prostaglandin) juga merangsang nosiseptor, meningkatkan respons nyeri dan menyebabkan stimulus yang normalnya tidak berbahaya (seperti sentuhan) diterima sebagai nyeri. Mediator kimia juga bekerja untuk memicu inflamasi, yang akhirnya menyebabkan pengeluaran zat kimia tambahan yang menstimulasi reseptor nyeri. Selanjutnya, yang disebut dengan nosiseptor silent (misalnya : reseptor sensori pada usus yang normalnya tidak merespons stimulus mekanik atau termal) dapat menjadi sensitif terhadap stimulus mekanik karena adanya mediator inflamasi sehingga menyebabkan nyeri yang parah dan melemahkan serta nyeri tekan (Fauci, et al, 2008).

c. Klasifikasi Nyeri

Penting bagi seorang perawat untuk mengetahui tentang macam-macam tipe nyeri. Dengan mengetahui macam-macam tipe nyeri diharapkan dapat menambah pengetahuan dan membantu perawat ketika memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan nyeri. Ada banyak jalan untuk memulai mendiskusikan tentang tipe-tipe nyeri, antara lain melihat nyeri dari segi durasi nyeri, tingkat keparahan dan intensitas, model transmisi, lokasi nyeri, dan kausatif dari penyebab nyeri itu sendiri (Prasetyo, 2010).

Nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan berdasarkan pada tempat, sifat, berat ringannya nyeri, dan waktu lamanya serangan.

a. Nyeri berdasarkan tempatnya :

1) Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya pada kulit, mukosa.

2) Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam atau pada organ-organ tubuh visceral.

(4)

3) Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.

4) Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada system saraf pusat, spinal cord, batang otak, thalamus, dan lain-lain.

b. Nyeri berdasarkan sifatnya :

1) Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang. 2) Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam

waktu yang lama.

3) Paroxysmal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap ±10-15 menit, lalu menghilang, kemudian timbul lagi.

c. Nyeri berdasarkan berat ringannya :

1) Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas rendah. 2) Nyeri sedang, yaitu yang menimbulkan reaksi.

3) Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi.

d. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan :

1) Nyeri akut dapat dideskripsikan sebagai suatu pengalaman sensori, persepsi dan emosional yang tidak nyaman yang berlangsung dari beberapa detik hingga enam bulan, yang disebabkan oleh kerusakan jaringan dari suatu penyakit seperti pada luka yang diakibatkan oleh kecelakaan, operasi, atau oleh karena prosedur terapeutik (Lewis, 1983). Nyeri akut umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Cedera atau penyakit yang menyebabkan nyeri akut dapat sembuh secara spontan atau memerlukan pengobatan (Brunner dan Suddarth, 2002).

2) Nyeri kronik merupakan nyeri berulang yang menetap dan terus menerus yang berlangsung selama enam bulan atau lebih. Nyeri kronis dapat tidak

(5)

mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya (Brunner dan Suddarth, 2002).

d. Penilaian Nyeri

Penilaian nyeri merupakan elemen yang penting untuk menentukan terapi nyeri yang efektif. Skala penilaian nyeri dan keterangan pasien digunakan untuk menilai derajat nyeri. Intensitas nyeri harus dinilai sedini mungkin selama pasien dapat berkomunikasi dan menunjukkan ekspresi nyeri yang dirasakan (Prasetyo, 2010).

Hayward (1975), mengembangkan sebuah alat ukur nyeri (painometer) dengan skala longitudinal yang pada salah satu ujungnya tercantum nilai 0 (untuk keadaan tanpa nyeri) dan ujung lainnya nilai 10 (untuk kondisi nyeri paling hebat). Untuk mengukurnya, penderita memilih salah satu bilangan yang menurutnya paling menggambarkan pengalaman nyeri yang terakhir kali ia rasakan, dan nilai ini dapat dicatat pada sebuah grafik yang dibuat menurut waktu. Intensitas nyeri ini sifatnya subjektif dan dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat kesadaran, konsentrasi, jumlah distraksi, tingkat aktivitas, dan harapan keluarga. Intensitas nyeri dapat dijabarkan dalam sebuah skala nyeri dengan beberapa kategori, salah satunya adalah (Prasetyo, 2010).

(6)

Tabel 2.1 Skala Intensitas Nyeri Numerik

Skala Keterangan

0 Tidak nyeri

1-3 Nyeri ringan 4-6 Nyeri sedang

7-9 Sangat nyeri, tetapi masih dapat dikontrol dengan aktivitas yang biasa dilakukan

10 Sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol

2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian nyeri yang faktual (terkini), lengkap dan akurat akan memudahkan perawat didalam menetapkan data dasar, dalam menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat, merencanakan terapi pengobatan yang cocok, dan memudahkan perawat dalam mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang diberikan. Tindakan perawat yang perlu dilakukan dalam mengkaji pasien selama nyeri akut adalah mengkaji perasaan klien (respon psikologis yang muncul), menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri dan lokasi nyeri, dan mengkaji tingkat keparahan dan kualitas nyeri (Prasetyo, 2010).

Terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan seorang perawat dalam memulai mengkaji respon nyeri yang dialami oleh klien. Donovan & Girton 1984 (dalam Prasetyo, 2010) mengidentifikasi komponen-komponen yaitu penentuan ada tidaknya nyeri, karakteristik nyeri, respon fisiologis, respon perilaku, respon afektif, pengaruh nyeri terhadap kehidupan kita, persepsi klien tentang nyeri, dan mekanisme adaptasi klien terhadap nyeri.

(7)

a. Penentuan Ada Tidaknya Nyeri

Dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri, perawat harus mempercayai ketika pasien melaporkan adanya nyeri, walaupun dalam observasi perawat tidak menemukan adanya cedera atau luka. Setiap nyeri yang dilaporkan oleh klien adalah nyata. Sebaliknya, ada beberapa pasien yang terkadang justru menyembunyikan rasa nyerinya untuk menghindari pengobatan.

b. Karakteristik Nyeri (Metode PQRST)

a) Faktor pencetus (P : Provocate)

Perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus-stimulus nyeri pada klien, dalam hal ini perawat juga dapat melakukan observasi bagian-bagian tubuh yang mengalami cedera. Apabila perawat mencurigai adanya nyeri psikogenik maka perawat harus dapat mengeksplore perasaan klien dan menanyakan perasaan-perasaan apa yang dapat mencetus nyeri.

b) Kualitas (Q : Quality)

Kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subjektif yang diungkapkan oleh klien, seringkali klien mendeskripsikan nyeri dengan kalimat-kalimat tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih, perih, tertusuk, dan lain-lain, dimana tiap klien mungkin berbeda-beda dalam melaporkan kualitas nyeri yang dirasakan.

c) Lokasi (R : Region)

Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta klien untuk menunjukkan semua bagian/daerah yang dirasakan tidak nyaman oleh klien. Untuk melokalisasikan nyeri lebih spesifik, maka perawat dapat meminta klien untuk melacak daerah nyeri dari titik yang paling nyeri, kemungkinan hal ini akan sulit apabila nyeri yang dirasakan bersifat difus (menyebar).

d) Keparahan (S : Severity)

Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik yang paling subjektif. Pada pengkajian ini klien diminta untuk menggambarkan nyeri yang dirasakan sebagai nyeri ringan, nyeri sedang atau berat.

(8)

e) Durasi (T : Time)

Perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan, durasi, dan rangkaian nyeri. Perawat dapat menanyakan: “Kapan nyeri mulai dirasakan?”, “Sudah berapa lama nyeri dirasakan?”, “Apakah nyeri yang dirasakan terjadi pada waktu yang sama setiap hari?”, “Seberapa sering nyeri kambuh?” atau dengan kata lain yang semakna.

c. Respon Fisiologis

Pada saat implus nyeri naik ke medulla spinalis menuju ke batang otak dan thalamus, system saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon stress. Stimulus pada cabang simpatis pada system saraf otonom menghasilkan respon fisiologis.

d. Respon Perilaku

Perawat perlu belajar dan mengenal berbagai respon perilaku tersebut untuk memudahkan dan membantu dalam mengidentifikasi masalah nyeri yang di rasakan klien. Respon perilaku yang biasa di tunjukkan adalahmerubah posisi tubuh, mengusap bagian yang sakit, menggeretakkan gigi, menunjukkan ekspresi wajah meringis, mengerang, mengaduh, menjerit, meraung.

e. Respon Afektif

Respon afektif juga perlu di perhatikan oleh seorang perawat di dalam melakukan pengkajian terhadap klien dengan gangguan rasa nyeri. Ansietas (kecemasan) perlu di gali dengan menanyakan pada klien seperti: “Apakah anda saat ini merasakan cemas?”. Selain itu juga ada depresi, ketidak tertarikan terhadap aktivitas fisik dan perilaku menarik diri dari lingkungan perlu di perhatikan.

f. Pengaruh Nyeri terhadap Kehidupan Kita

Klien yang merasakan nyeri setiap hari pasti akan mengalami gangguan dalam kegitan sehari-harinya. Pengkajian pada perubahan aktivitas ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan klien dalam berpartisipasi terhadap

(9)

kegiatan sehari-hari, sehingga perawat juga mengetahui sejauh mana dia dapat membantu dalam program aktivitas pasien.

g. Persepsi Klien tentang Nyeri

Dalam hal ini perawat perlu mengkaji persepsi klien terhadap nyeri, bagaimana klien menghubungkan antara nyeri yang di alami dengan proses penyakit atau hal lain dalam diri dan lingkungan di sekitarnya.

h. Mekanisme Adaptasi Klien terhadap Nyeri

Terkadang individu memiliki cara masing-masing dalam beradaptasi terhadap nyeri. Perawat dalam hal ini perlu mengkaji cara-cara apa saja yang biasa klien gunakan untuk menurunkan nyeri yang ia alami, mengkaji keefektifan cara tersebut dan apakah bisa di gunakan saat klien menjalani perawatan di rumah sakit. Apabila cara tersebut dapat di gunakan, perawat dapat memasukkannya dalam rencana tindakan.

2. Analisa Data

Data dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan klien, kemampuan klian mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri, dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya (Prasetyo, 2010).

Data fokus adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon klien terhadap kesehatan dan masalah kesehatannya serta hal-hal yang mencakup tindakan yang dilaksanakan terhadap klien (Prasetyo, 2010).

Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang klien yang di lakukan secara sistematis untuk menentukan masalah-masalah, serta kebutuhan keperawatan dan kesehatan lainnya. Pengumpulan informasi merupakan tahap awal dalam proses keperawatan. Dari informasi yang terkumpul, di dapat data dasar tentang masalah-masalah yang di hadapi klien. Selanjutnya data dasar itu di gunakan untuk menentukan diagnosis kerawatan, merencanakan asuhan keperawatan, serta tindakan kerawatan untuk mengatasi masalah-masalah klien. Pengumpulan data di mulai sejak klien masuk rumah sakit, selama klien di rawat

(10)

secara terus menerus, serta pengkajian ulang untuk menambah/melengkapi data (Prasetyo, 2010).

Tujuan Pengumpulan Data

a. Memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan klien. b. Untuk menentukan masalah keperawatan dan kesehatan klien. c. Untuk menilai keadaan kesehatan klien.

d. Untuk membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langkah-langkah berikutnya.

Tipe Data : 1. Data Subjektif

Data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak bisa di tentukan oleh perawat, mencakup persepsi, perasaan, misalnya tentang nyeri, perasaan lemah, ketakutan, kecemasan, mual, perasaan malu.

2. Data Objektif

Adalah data yang dapat di observasi dan di ukur, dapat di peroleh menggunakan panca indera (lihat, dengar, cium, sentuh/raba) selama pemeriksaan fisik. Misalnya frequensi nadi, pernafasan, tekanan darah, berat badan, tingkat kesadaran.

Karakteristik Data

a. Lengkap

Data yang terkumpul harus lengkap guna membantu mengatasi masalah klien yang adekuat. Misalnya klien tidak mau makan selama 3 hari. Perawat harus mengkaji lebih dalam mengenai masalah klien tersebut dengan menanyakan hal-hal sebagai berikut: apakah tidak mau makan karena tidak ada nafsu makan atau disengaja?, apakah karena adanya perubahan pola makan atau hal-hal yang patologis?, bagaimana respon klien mengapa tidak mau makan (Sigit, 2010).

(11)

b. Akurat dan Nyata

Untuk menghindari kesalahan, maka perawat harus berfikir akurat dan nyata untuk membuktikan benar tidaknya apa yang di dengar, di lihat, di amati dan di ukur melalui pemeriksaan. Apabila perawat masih kurang jelas atau kurang mengerti terhadap data yang telah di kumpulkan, maka perawat harus berkonsultasi dengan perawat yang lebih mengerti.

c. Relevan

Pencatatan data yang komprehensif biasanya menyebabkan banyak sekali data yang di kumpulkan, sehingga menyita waktu dalam mengidentifikasi. Kondisi seperti ini bisa di antisipasi dengan membuat data komprehensif tapi singkat dan jelas. Dengan mencatat data relevan sesuai dengan masalah klien, yang merupakan data fokus terhadap masalah klien dan sesuai dengan situasi khusus (Prasetyo, 2010).

3. Rumusan Masalah

Selain bisa ditetapkan sebagai label diagnosis, masalah gangguan rasa nyaman nyeri bisa pula dijadikan etiologi untuk diagnosis keperawatan yang lain. Menurut NANDA, label diagnosis untuk masalah gangguan rasa nyaman nyeri meliputi defisit perawatan diri : makan & minum. Sedangkan label diagnosis dengan masalah gangguan rasa nyaman nyeri sebagai etiologi bergantung pada area fungsi atau sistem yang dipengaruhi (Prasetyo, 2010).

Contoh diagnosa keperawatan NANDA untuk klien dengan gangguan nyeri : 1. Ansietas berhubungan dengan nyeri kronis.

2. Nyeri berhubungan dengan : - Cedera fisik/trauma

- Penurunan suplai darah ke jaringan - Proses melahirkan

3. Nyeri kronik berhubungan dengan : - Control nyeri yang tidak adekuat - Jaringan parut

(12)

- Kanker maligna

4. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan : - Nyeri muskuloskeletal

- Nyeri insisi

5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri yang dirasakan

4. Perencanaan

Perencanaan keperawatan yang dibuat untuk klien nyeri diharapkan berorientasi untuk memenuhi hal-hal berikut (Prasetyo, 2010) :

1) Klien melaporkan adanya penurunan rasa nyeri. 2) Klien melaporkan adanya peningkatan rasa nyaman.

3) Klien mampu mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki. 4) Klien mampu menjelaskan faktor-faktor penyebab nyeri.

5) Klien mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa nyeri.

(13)

B. Asuhan Keperawatan Kasus

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN USU

FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT

1. PENGKAJIAN

I. BIODATA

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn.K

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 64 tahun

Status Perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Dusun VIII Kec.Lima Puluh, Batubara Tanggal Masuk RS : 20 Mei 2016

No. Register : 00.99.82.99

Ruangan / Kamar : Ruangan VIII, Melati III

Golongan Darah : O

Tanggal Pengkajian : 30 Mei 2016

Tanggal Operasi : -

Diagnosa Medis : pre op Benigna Prostat Hiperplasia

II.KELUHAN UTAMA :

Pasien mengatakan nyeri pada bagian abdomen bawah tengah (suprapubik) dan kesulitan BAK.

(14)

III. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG A. Provocative / palliative

1. Apa penyebabnya :

Nyeri disebabkan oleh pembesaran prostat yang menghambat pengeluaran urin.

2. Hal-hal yang memperbaiki keadaan :

Pasien mengatakan nyeri akan hilang jika pasien beristirahat.

B. Quantity/quality

1. Bagaimana dirasakan :

Pasien mengatakan merasakan sakit saat BAK, nyeri tajam dan menusuk.

2. Bagaimana dilihat :

Pasien tampak meringis ketika timbul nyeri saat BAK.

C. Region

1. Dimana lokasinya :

Lokasi nyeri pada abdomen bawah tengah. 2. Apakah menyebar :

Pasien mengatakan jika timbul nyeri menyebar hingga ke punggung bawah.

D. Saverity

Pasien mengatakan sakit yang dirasakannya menganggu aktivitas. Skala nyeri : 6.

E. Time

Klien mengatakan nyeri mulai timbul sejak 1 bulan yang lalu. Durasi nyeri hilang timbul dan frekuensi nyeri hanya pada saat BAK.

(15)

IV. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU A. Penyakit yang pernah dialami

Pasien mengatakan pernah mengalami penyakit asam lambung.

B. Pengobatan/tindakan yang dilakukan

Pasien mengatakan jika penyakit asam lambung kambuh hanya membeli obat di apotek.

C. Pernah dirawat/operasi

Pasien mengatakan tidak pernah dirawat maupun operasi sebelumnya.

D. Lama dirawat

Pasien tidak mendapatkan perawatan sebelumnya, sebab pasien belum pernah di rawat di rumah sakit.

E. Alergi

Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan, cuaca dan obat-obatan.

V. RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL

A. Persepsi Pasien tentang Penyakitnya

Pasien mengatakan nyeri yang dirasakan saat ini sangat mengganggu aktivitasnya.

B. Konsep Diri

- Gambaran diri : Pasien menyukai seluruh bagian tubuhnya karena itu adalah pemeberian dari Tuhan - Ideal diri : Pasien mengatakan sangat ingin cepat

sembuh agar dapat berkumpul dengan keluarganya.

- Harga diri : Pasien merasa bahwa dirinya tidak maksimal menjalani aktivitasnya sebagai kepala keluarga.

(16)

- Peran diri : Setelah sakit pasien mengatakan ia merasa terganggu dengan perannya sebagai kepala keluarga.

- Identitas : Pasien berperan sebagai seorang suami dan seorang ayah.

C. Keadan Emosi

Pasien tampak gelisah dan sering meringis kesakitan.

D. Hubungan Sosial

- Orang yang berarti : Pasien mengatakan orang yang berarti adalah istri dan anak-anaknya.

- Hubungan dengan keluarga : Pasien menjalin hubungan yang baik dengan keluarga terbukti istri dan anak pasien selalu bergantian datang untuk menjaga pasien dirumah sakit.

- Hubungan dengan orang lain : Pasien berhubungan baik dengan orang lain terbukti dengan pasien terlihat berkomunikasi dengan pasien lain, di sekitar ruangan.

- Hambatan dalam hubungan dengan orang lain : Pasien mengatakan tidak memiliki hambatan dengan orang lain.

E. Spiritual

- Nilai dan kenyakinan : Pasien beragama islam dan dalam kehidupan sehari-hari klien melakukan aktivitas sesuai dengan ajaran dari kenyakinannya.

- Kegiatan ibadah : Sejak mendapat perawatan di rumah sakit, pasien melakukan kegiatan ibadah yaitu berdoa.

VI. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum

(17)

B. Tanda-tanda Vital Suhu Tubuh : 36,9°C Tekanan Darah : 130/80 mmHg Nadi : 78x/i Pernafasan : 22x/i Skala Nyeri : 6 TB : 160 cm BB : 60 kg

C. PEMERIKSAAN HEAD TO TOE

Kepala dan Rambut

- Bentuk : Bentuk kepala pasien simetris dan bulat.

- Ubun - ubun : Tepat di tengah dan tidak ada benjolan

- Kulit kepala : Kulit kepala bersih, dan tidak ada ketombe.

Rambut

- Penyebaran dan keadaan rambut : Penyebaran rambut pasien merata, tipis dan beruban.

- Bau : Tidak ada bau.

Wajah

- Warna kulit : Normal, warna kulit sawo

matang

- Struktur wajah : Struktur wajah simetris

Mata

- Kelengkapan dan Kesismetrisan : Mata lengkap, simetris mata kanan dan kiri.

(18)

- Palpebra : Tidak ada oedema

- Konjungtiva dan sklera : Konjungtiva bewarna merah muda (tidak anemis) dan sklera bewarna putih (tidak icterus).

- Pupil : Isokor, dan refleks terhadap c ahaya ada.

- Kornea dan iris : Tidak ada katarak dan

peradangan. Refleks terhadap cahaya (+)

Hidung

- Tulang hidung dan

posisi septum nasi : Simetris

- Lubang hidung : Simetris, bersih dan terdapat rambut hidung.

- Cuping hidung : Tidak terdapat pernafasan cuping hidung.

Telinga

- Bentuk telinga : Simetris antara telinga kanan dan kiri

- Ukuran telinga : Ukuran telinga simetris kanan dan kiri

- Lubang telinga : Lubang telinga bersih, tidak ada sekret.

- Ketajaman pendengaran : Pasien dapat mendengar dengan baik.

Mulut dan Faring

(19)

- Keadaan gusi dan gigi : Gigi dan gusi terawat baik

- Keadaan lidah : Medial, berwarna merah muda, tidak ada sariawan dan pecah-pecah

- Orofaring : Tidak ada peradangan

Leher

- Posisi trachea : Posisi medial/normal

- Thyroid : Tidak ada pembesaran kelenjar

thyroid

- Suara : Suara pasien terdengar jelas dan

tidak serak

- Kelenjar Limfa : Tidak ada pembengkakan kelenjar limfa

- Vena jugularis : Tidak ada distensi vena jugularis - Denyut nadi karotis : Teraba, kuat dan teratur

Pemeriksaan Integumen

- Kebersihan : Kulit bersih, tidak ada kotoran pada kulit

- Kehangatan : Akral teraba hangat

- Warna : Sawo matang

- Turgor : Turgor kulit kurang < 2 detik

- Kelembapan : Kulit pasien kering

- Kelainan pada kulit : Tidak ada alergi/kelainan pada kulit

Pemeriksaan Thorak/Dada

- Inspeksi thoraks : Simetris kanan dan kiri - Pernapasan : 22 x/i dan berirama normal

- Tanda kesulitan bernafas : Tidak ada tanda kesulitan bernafas

Pemeriksaan Paru

- Palpasi dan getaran suara : Tidak dilakukan pemeriksaan

(20)

- Auskultasi : Tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan Jantung

- Inspeksi : Tidak ada pembengkakan pada

kardiak.

- Palpasi : Tidak ada pembengkakan

- Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan

- Auskultasi : Tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan Abdomen

- Inspeksi : Tidak terdapat benjolan

- Auskultasi : Terdapat peristaltik usus 5 kali, tidak ada suara tambahan

- Palpasi : Teraba massa padat pada abdomen bawah tengah dan nyeri tekan

- Perkusi : Timpani

Pemeriksaan Muskuloskeletal/Ekstremitas

Ekstrimitas tampak simetris, terpasang infuse NaCl 0,9% 20 gtt/menit ekstrimitas atas.

Pemeriksaan Neurologi (Nervus Cranialis)

Tidak dilakukan pemeriksaan

Fungsi Sensorik

Tidak dilakukan pemeriksaan

VII. POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI

I. Pola Makan dan Minum

- Frekuensi makan/hari : 3 x sehari, ditambah dengan makanan selingan

(21)

- Nafsu/selera makan : Sejak masuk rumah sakit, nafsu makan mulai berkurang karena pasien belum terbiasa mengkonsumsi makanan yang ada di rumah sakit.

- Nyeri ulu hati : Tidak terdapat masalah pada ulu hati. - Alergi : Pasien mengatakan tidak ada alergi pada makanan. - Mual dan muntah : Pasien mengeluh mual dan muntah.

- Waktu pemberian makan : Disesuaikan dari rumah sakit, pagi (09.00), siang (12.00), malam (20.00)

- Jumlah dan jenis makan : 1 porsi bubur

- Waktu pemberian cairan : Sesuai dengan kebutuhan pasien

- Masalah makan dan minum : Pasien mengeluh mual dan muntah serta porsi makan tidak habis.

II. Perawatan Diri/personal hygiene

- Kebersihan tubuh : Pasien tampak bersih dan terawat

- Kebersihan gigi dan mulut : Gigi dan mulut tampak bersih dan tidak ada kotoran pada gigi dan mulut.

- Kebersihan kuku kaki dan tangan : Kuku sedikit panjang dan bersih.

III. Pola Kegiatan/Aktivitas

- Uraian aktivitas pasien untuk mandi, makan, eliminasi, ganti, pakaian dilakukan secara mandiri, sebahagian, atau total.

Selama masa perawatan, pasien tidak mampu makan secara mandiri, dan eliminasi urine pasien membutuhkan bantuan baik dari keluarga maupun petugas kesehatan. Pasien tidak bisa secara mandiri, sebab pasien hanya terbaring di atas tempat tidur, sehingga pasien membutuhkan bantuan dalam memenuhui kebutuhan dasar, begitu juga dalam hal berpakaian.

- Uraikan aktivitas ibadah pasien selama di rawat/sakit

Selama masa perawatan pasien tampak melaksanakan kegiatan ibadah yaitu berdoa.

(22)

VIII. POLA ELIMINASI 1. BAB

- Pola BAB : 2 - 3 x perhari - Karakter feses : Encer

- Riwayat perdarahan : Pasien mengatakan tidak pernah mengalami perdarahan saat BAB

- Diare : Pasien tidak pernah mengalami diare hebat - Penggunaan laktasif : Pasien tidak menggunakan laktasif

2.BAK

- Pola BAK : Tidak lancar (4 kali/hari) dengan volume > 100 ml - Karakter urine : Kuning dan berbau khas

- Nyeri/rasa terbakar/kesulitan : Pasien mengalami kesulitan dan nyeri saat berkemih

- Riwayat penyakit ginjal : Pasien tidak menderita penyakit ginjal sebelumnya

- Penggunaan diuretik : Pasien menggunakan direutik

- Upaya mengatasi masalah : Memberikan lingkungan yang nyaman dan pasien dianjurkan untuk istirahat.

(23)

IX. Pemeriksaan Penunjang

Tabel 2.2 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Hasil Normal

SGPT 10,00 U/L 0,00 – 40,00

Alkaline Phospatase 78,00 U/L 30,00 – 142,00

Total Bilirubin 0,37 mg/dL 0,00 – 1,20 Direct Bilirubin 0,16 mg/dL 0,05 – 0,30 Albumin 1,60 g/dL 3,60 – 5,00 Ureum 51,00 mg/ dL 10,00 – 50,00 Creatinin 2,16 mg/dL 0,60 – 1,20 Uric Acid 7,40 mg/dL 3,50 -7,00 Glukosa Adrandon 80,00 mg/dL <140 mg/dL Natrium 132,00 mmol/L 136,00 – 155,00 Kalium 2,20 mmol/L 3,50 – 5,50 Chlorida 120,00 mmol/L 95,00 – 103,00

(24)

X. TERAPI OBAT-OBATAN Tabel 2.3 Terapi Obat-obatan

Nama Terapi/Obat

Dosis Fungsi Efek Samping

NaCl 0,9% 20 gtt/i Untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit pada dehidrasi.

Reaksi-reaksi yang mungkin terjadi karena larutannya atau cara pemberiannya, termasuk timbulnya panas, infeksi pada tempat penyuntikan, thrombosis vena atau flebitis yang meluas dari tempat penyuntikan, ekstravasasi. Inj. Ketorolac 30 mg / 8

jam

Untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut sedang sampai berat.

Diare, dispepsia, nyeri gastrointestinal, sakit kepala, pusing, mengantuk, berkeringat.

Inj. Ranitidine 50 mg / 12 jam

Tukak lambung dan usus 12 jari, hipersekresi patologik sehubungan dengan syndrome zollinger-Ellison.

Diare, nyeri otot, pusing, timbul ruam pada kulit, malaise,eosinofila,konstipasi, penurunan jumlah sel darah putih, sedikit peningkatan kadar serum kreatinin.

Harnal ocas tab

1 x sehari Untuk gejala gangguan saluran kemih bagian

bawah yang

berhubungan dengan hiperplasi prostat jinak.

Gangguan fungsi hati, ikterus. Pesing, sakit kepala gelisah, penuruna TD, hipotensi ortostatik, takikardi, palpitasi, gatal, ruam kulit, gangguan gastrointensial (saluran cerna) ; obstruksi nasal,

(25)

edema, inkontinesia urin, rasa panas terbakar pada farings, kelelahan yang menyeluruh, priapismus, IFIS.

Cefixime tab 100 mg / 2 x sehari

Untuk mengobati berbagai macam infeksi bakteri. Termasuk obat antibiotik kelas cephalosporins, yang bekerja dengan menghentikan

pertumbuhan bakteri.

Mual ringan, sakit perut, sembelit, kehilangan nafsu makan, sakit kepala, sakit tenggorokan dan batuk.

Na. Diclofenac tab

3 x sehari Sebagai anti nyeri setelah operasi, mengurangi radang dan bengkak setelah pembedahan dan obat anti-nyeri tambahan pada infeksi berat yang sangat sakit seperti pada infeksi telinga,

hidung dan

tenggorokan.

Mual, muntah, diare, kembung, penurunan nafsu makan, peningkatan kadar enzim hati, nyeri kepala, vertigo, kemerahan pada kulit, ulkus peptik, berdenging pada telinga.

Ranitidine tab 2 x sehari Menurunkan produksi

asam lambung, pengobatan radang saluran pencernaan bagian atas (kerongkongan) dan luka lambung.

Sakit kepala, sulit buang air besar, diare, mual, nyeri perut, dan gatal-gatal pada kulit.

(26)

Albumin 20% 1 fls / hari Meningkatkan volume plasma atau tingkat serum albumin.

Reaksi alergi, kesulitan bernafas, sesak di dada, pembengkakan (mulut, wajah, bibir, atau lidah), perubahan denyut jantung atau pernapasan ; panas dingin, demam, sakit kepala, mual dan muntah.

(27)

2. ANALISA DATA

Tabel 2.4 Analisa Data

No. Data Masalah Keperawatan

1. DS :

P : Nyeri disebabkan oleh pembesaran prostat yang menghambat pengeluaran urin. Q : Klien mengatakan nyeri terasa tajam dan menusuk.

R : Klien mengatakan nyeri dirasakan pada daerah abdomen bawah tengah.

S : Klien mengatakan

sakit yang dirasakannya mengganggu aktivitas, skala nyeri : 6

T : Klien mengatakan nyeri mulai timbul sejak 1 bulan yang lalu. Durasi nyeri hilang timbul dan frekuensi nyeri hanya pada saat BAK. DO : Tanda-tanda vital : TD : 130/80 mmHg HR : 78 x/i RR: 22 x/i T : 36,9 °C

- Klien terlihat meringis kesakitan terutama saat berkemih.

- Nyeri tekan dibagian abdomen

Faktor resiko umur

Perubahan hormonal

Hiperplasia jaringan penyangga Stromal dan glanduler pada prostat

Pembesaran Prostat

Lobus yang hipertropi menyumbat Kolom vesikal atau uretra prostatik

- Pengosongan urin inkomplit atau retensi urin

- Retensi urin pada leher buli-buli prostat

- Otot detrusor menebal dan menegang

Timbul sakulasi atau divertikel

Lama-kelamaan otot detrusor menjadi lelah dan mengalami dekompensasi

(28)

bawah tengah (suprapubik).

2. Retensi Urin

Disfungsi saluran kemih atas

Disuria

1. Nyeri Akut

Pembesaran Prostat

Peningkatan tekanan pada abdomen

Perasaan penuh pada abdomen dan rasa tidak nyaman pada epigastrik

Ransangan ke nervus vagus

Pengaktifan pusat muntah (medula oblongata)

Mual disertai muntah yang berlebihan

Anoreksia

3. Ketidakseimbangan Nutrisi : kurang dari Kebutuhan Tubuh

2. DS :

- Klien mengatakan sulit untuk berkemih dan harus mengedan saat berkemih.

- Klien mengatakan tidak puas sehabis berkemih dan pancaran urin melemah.

DO :

- Klien tampak kesulitan saat berkemih

- Klien tampak menahan rasa sakit.

- Intake cairan : ± 1500cc/hari - Volume urine ± 1000 cc/hari

3. DS :

- Klien mengatakan mual dan muntah.

- Klien mengatakan tidak nafsu makan.

- Klien mengatakan abdomen terasa penuh.

DO :

- Klien hanya menghabiskan porsi makan setengah porsi. - Klien tampak lemah.

- Nilai albumin menurun 1,6 g/dL (01 Juni 2016)

(29)

3. MASALAH KEPERAWATAN

1. Nyeri Akut 2. Retensi Urin

3. Ketidakseimbangan Nutrisi

4. DIAGNOSA KEPERAWATAN (PRIORITAS)

a. Nyeri akut b/d distensi kandung kemih ditandai dengan keluhan nyeri pada kandung kemih dengan skala nyeri : 6.

b. Retensi urine b/d pembesaran prostat ditandai dengan frekuensi, keragu-raguan dan ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih.

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d rasa tidak nyaman di epigastrik ditandai dengan ketidakadekuatan masukan makanan.

(30)

5. PERENCANAAN KEPERAWATAN DAN RASIONAL

Tabel 2.5 Perencanaan Keperawatan dan Rasional

Hari/Tanggal No.Dx Perencanaan Keperawatan

Senin 30 Mei 2016

1. Tujuan dan Kriteria Hasil :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam nyeri berkurang.

Kriteria hasil :

- Melaporkan nyeri hilang/terkontrol. - Tampak rileks.

- Mampu untuk tidur/istirahat dengan tepat.

Intervensi Rasional

1. Lakukan hubungan teraupetik dengan pasien.

1. Membangun hubungan yang baik terhadap klien.

2. Kaji skala nyeri yang dialami pasien. 2. Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan/keefektifan intervensi.

3. Berikan lingkungan yang tenang untuk mengurangi peningkatan nyeri, yaitu mengurangi kebisingan disekitar ruangan.

3. Menurunkan reaksi terhadap stimulus dari luar dan meningkatkan istirahat atau relaksasi.

4. Ukur tanda-tanda vital. 4. Nyeri yang berkelanjut akan berdampak pada peningkatan tanda-tanda vital. Merupakan indikator/derajat nyeri, tidak langsung yang dialami.

(31)

5. Bantu klien merubah posisi semi fowler.

5. Membantu meningkatkan

kenyamanan lebih lanjut.

6. Ajarkan teknik relaksasi

untuk tindakan

pengendalian nyeri, yaitu tarik nafas dalam.

6. Meningkatkan relaksasi,

memfokuskan kembali perhatian, dan dapat meningkatkan

kemampuan koping.

Kolaborasi

7. Berikan terapi sesuai indikasi.

Inj. Ketorolac /8 jam Na. Diclofenac tab 3x1

7. Mempercepat proses penyembuhan.

2. Tujuan dan Kriteria hasil :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam dapat berkemih dengan jumlah cukup.

Kriteria hasil :

- Berkemih dengan jumlah yang cukup tak teraba distensi kandung kemih.

- Menunjukkan residu pasca-berkemih kurang dari 50ml, dengan bak adanya tetesan/kelebihan aliran.

Intervensi Rasional

1. Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.

1. Meminimalkan retensi urine distensi berlebihan pada kandung kemih.

2. Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan.

2. Berguna untuk mengevaluasi

(32)

intervensi. 3. Awasi dan catat waktu

dan jumlah tiap berkemih. Perhatikan penurunan haluaran urine dan perubahan berat jenis.

3. Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas, yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal.

4. Perkusi/palpasi area suprapubik.

4. Distensi kandung kemih dapat dirasakan diarea suprapubik. 5. Awasi tanda-tanda vital

dengan ketat.

5. Kehilangan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eliminasi cairan dan akumulasi sisa toksik, dapat berlanjut ke penurunan ginjal total.

Kolaborasi

6. Berikan terapi sesuai indikasi.

Harnal ocas tab 1x1

6. Mempercepat proses penyembuhan.

3. Tujuan dan Kriteria hasil :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.

Kriteria hasil :

- Nafsu makan meningkat. - Porsi makan habis.

Intervensi Rasional 1. Anjurkan pasien mempertahankan masukan makanan harian. 1. Membantu pasien untuk menyadari gambaran besar dan memungkinkan

(33)

kesempatan untuk mengubah pilihan diet untuk memenuhi keinginan individu dalam pembatasan yang diidentifikasi. 2. Perhatikan adanya mual

dan muntah.

2. Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah/

menurunkan

pemasukan dan memerlukan

intervensi. 3. Berikan makan sedikit dan

frekuensi sering.

3. Porsi lebih kecil dapat meningkatkan

masukan.

Kolaborasi

4. Berikan terapi sesuai indikasi.

Inj. Ranitidine/12 jam Ranitidine tab 2x1 Cefixime tab 2x1 Albumin 20% 1 fls/hari 4. Mempercepat proses penyembuhan.

(34)

6. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN DAN EVALUASI

Tabel 2.6 Implentasi Keperawatan dan Evaluasi

Hari/Tanggal No.Dx Implementasi Keperawatan Evaluasi (SOAP)

Selasa, 31 Mei 2016

1. 1. Mengkaji nyeri, lokasi nyeri, karakteristik nyeri, skala nyeri klien. - Lokasi : Abdomen bawah tengah (suprapubik) - Karakteristik : Intensitas nyeri sedang - Skala nyeri : 6 2. Mengukur tanda-tanda vital. 3. Membantu klien merubah posisi semi fowler

4. Mengajarkan teknik relaksasi tarik nafas dalam untuk tindakan pengendalian nyeri. 5. Memberikan lingkungan yang tenang untuk mengurangi peningkatan nyeri. Kolaborasi

6. Berikan terapi sesuai indikasi.

S : Pasien mengatakan nyeri pada abdomen belum berkurang. O : Tanda-tanda vital : TD: 130/80 mmHg HR : 78 x/i RR : 22 x/i T : 36,9 oC Skala nyeri : 6 O : Klien tampak kesakitan. A : Masalah belum teratasi. P : Intervensi dilanjutkan, yaitu :

- Merubah posisi semi fowler.

- Mengajarkan teknik relaksasi tarik nafas dalam untuk tindakan pengendalian nyeri. - Kolaborasi pemberian

terapi sesuai indikasi. Na. Diclofenac tab 3x1

(35)

- Inj. Ketorolac /8 jam - Na. Diclofenac tab 3x1 Selasa,

31 Mei 2016

2. 1. Mendorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan. 2. Mengobservasi aliran

urine, perhatikan ukuran dan kekuatan.

3. Mengawasi dan mencatat waktu dan jumlah tiap berkemih. Perhatikan penurunan haluaran urine dan perubahan berat jenis. 4. Memberikan kompres dan

palpasi area suprapubik. 5. Mengawasi tanda-tanda

vital dengan ketat.

Kolaborasi

6. Berikan terapi sesuai indikasi.

- Harnal ocas tab 1x1

S : Pasien mengatakan sulit dan tidak puas untuk berkemih. O : Tanda-tanda vital : TD : 130/80 mmHg HR : 78 x/i RR: 22 x/i T : 36,9 °C - Intake cairan ± 1500 cc/hari - Volume urine ± 1000 cc/hari

A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan, yaitu :

- Mengawasi dan

mencatat waktu dan jumlah tiap berkemih. - Memberikan kompres

dan palpasi area suprapubik

- Kolaborasi pemberian terapi sesuai indikasi : Harnal ocas tab 1x1 Selasa, 31 Mei 2016 3. 1. Menganjurkan pasien mempertahankan masukan makanan harian. 2. Memperhatikan adanya mual dan muntah.

3. Memberikan makan sedikit

S : Klien mengeluh mual/muntah dan tidak nafsu makan.

O : Porsi makan hanya dihabiskan setengah porsi.

(36)

dan frekuensi sering.

Kolaborasi

4. Berikan terapi sesuai indikasi. - Ranitidine tab 2x1 - Albumin 20% 1 fls/hari Tanda-tanda vital : TD : 90/60 mmHg HR : 70 x/i RR: 24 x/i T : 37 °C A : Masalah belum teratasi. P : Intervensi dilanjutkan, yaitu : - Memperhatikan

adanya mual dan muntah.

- Memberikan makan sedikit dan frekuensi sering.

- Kolaborasi pemberian terapi sesuai indikasi Ranitidine tab 3x1 Albumin 20% 1 fls/hari

Gambar

Tabel 2.1 Skala Intensitas Nyeri Numerik
Tabel 2.2 Pemeriksaan Penunjang
Tabel 2.3 Terapi Obat-obatan
Tabel 2.4 Analisa Data
+2

Referensi

Dokumen terkait

Fasilitas kredit kepada bank lain yang belum ditarik.. Irrevocable L/C yang

4.3.1 Disajikan beberapa gambar Peta pulau Wilayah Indonesia ( peta pulau jawa Kalimantan sumatra,sulawesi irian jaya dll), Siswa dapat menceritakan lisan atau tulisan

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 201 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, maka Kepala Daerah perlu mengatur batas

Dengan bantuan enzim yang diproduksi oleh hifa, bahan makanan tersebut diuraikan menjadi senyawa yang dapat diserap untuk pertumbuhan (Parmijo dan Andoko, 2008). Hanya beberapa

Dokumen dan data yang didistribusikan kepada personil yang sudah ditentukan, dan apabila terjadi perubahan/revisi terhadap dokumen dan data tersebut, maka Sekretariat ISO

Jamu Iboe dilaksanakan baik dengan melalui penjualan canvass yaitu secara tunai serta penjualan melalui agen yang merupakan penjualan kredit, maka sebaiknya faktur-faktur

Pemikiran Islam Fazlur Rahman tampil sebagai sosok yang meyakinkan dan cemerlang dalam merumuskan metode penafsiran al Quran.. Orisinalitas metode penafsiran yang

[r]