• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Prematuritas Bayi dengan Hiperbilirubinemia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Prematuritas Bayi dengan Hiperbilirubinemia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2014"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Hiperbilirubinemia

2.1.1. Defenisi Hiperbilirubinemia

Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin

2 standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur

bayi atau lebih dari persentil 90. (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2009)

Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek

patologi. Tingginya kadar bilirubin yan dapat menimbulkan efek patologi

pada setiap bayi berbeda-beda. Dapat juga diartikan sebagai ikterus

dengan konsentrasi bilirubin, yang serumnya mungkin menjurus ke arah

terjadinya kernicterus bila kadar bilirubin tidak dikendalikan. Ikterus

yang kemungkinan menjadi patologi atau dapat dianggap sebagai

hiperbilirubinemia adalah :

a. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.

b. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24

jam.

c. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus

kurang bulan dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.

d. Ikterus yang disertai berat badan kurang dari 2000 gram, masa

gestasi kurang dari 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom

gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia,

hiperosmolalitas darah. (Surasmi dkk, 2002)

Hiperbilirubinemia juga disebut ikterus neonatorum. (Sinclair, 2009)

2.1.2. Insiden

Enam puluh persen bayi cukup bulan dan delapan puluh persen bayi

(2)

2.1.3. Klasifikasi

a. Ikterus fisiologis

Ikterus fisiologi biasanya dimulai pada usia dua sampai tiga hari

(3-5hari pada bayi yang disusui). Ikterus dapat terlihat diwajah

bayi ketika sadar dalam serum mencapai sekitar 5mg/dL.ikterus

ini bisa terlihat pada abdomen tengan jika kadar bilirubin kurang

lebih 15 mg/dL, dan di tumit kaki jika kadarnya sekitar 20mg/dL.

pada hari kelima hingga ketujuh, kadarnya berkurang menjadi

sekitar 2 mg/dL.

b. Ikterus patologis

Ikterus menjadi patologis jika kondisi ini dapat terlihat dalam 24

jam, ketika kadar bilirubin meningkat sebanyak 5 mg/dL dalam

24 jam, ketika kadar bilirubin >15 mg/dL, ketika peningkatan

kadarnya berlangsung lebih dari 1 minggu pada bayi cukup bulan

dan lebih dari 2 minggu pada bayi prematur, atau ketika bayi

menjadi letargi dan kemampuan menyusu buruk.(Sinclair, 2009)

2.1.4. Etiologi

Bayi mengalami ikterus akibat :

a. Konsentrasi hemoglobin yang tinggi saat lahir dan menurun

dengan cepat selama beberapa hari pertama kehidupan.

b. Umur sel darah merah pada bayi baru lahir lebih pendek

dibandingkan sel darah merah orang dewasa.

c. Imaturitas enzim-enzim hati mengganggu konjugasi dan ekskresi

bilirubin. (Lissauaer, Fanaroff, 2009)

Penyebab ikterus neonatorum menurut waktu kemunculannya :

a. Dua puluh empat jam pertama

• Penyakit hemolisis

• Inkompatibilitas rhesus

• Inkompatibilitas ABO

(3)

• Sferositosis • Infeksi kongenital b. Hari kedua-kelima

• Fisiologis

• Infeksi

• Hematoma

• Galaktosemia dan kelainan metabolik lain • Ikterus non-hemolitik familial

• Bayi dari ibu diabetes c. Setelah akhir minggu kedua

Ikterus air susu ibu (breast milk jaundice)

• Hipotiroidisme

• Hepatitis

• Atresia bilier dan masalah traktus biliaris lainnya • Stenosis pilorus (Hull, 2008)

2.1.5. Patofisiologi

Bilirubin merupakan salah satu hasil pemecahan hemoglobin yang

disebabkan oleh kerusakan sel darah merah (SDM). Ketika SDM

dihancurkan, hasil pemecahannya terlepas ke sirkulasi, tempat

hemoglobin terpecah menjadi dua fraksi: heme dan globin. Bagian globin

(protein) digunakan lagi oleh tubuh, dan bagian heme diubah menjadi

bilirubin tidak terkonjugasi, suatu zat yang tidak larut yang terikat pada

albumin.

Dihati bilirubin dilepas dari molekul albumin dan dengan adanya enzim

glukuronil transferase, dikonjugasikan dengan adanya asam glukoronat

menghasilkan larutan dengan kelarutan tinggi, bilirubin glukoronat

terkonjugasi, yang kemudian diekskresi dalam empedu.Di usus, kerja

bakteri mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi urobilinogen, pigmen

(4)

diekskresikan ke feses; sebagian kecil dieliminasi ke urin. Bila

keterbatasan perkembangan atau proses patologis memengaruhi

keseimbangan ini, bilirubin akan terakumulasi dalam jaringan dan

mengakibatkan jaudis.

Rata-rata, bayi baru lahir memproduksi dua kali lebih banyak bilirubin

dibandingkan orang dewasa karena lebih tingginya kadar eritrosit yang

beredar dan lebih pendeknya lama hidup sel darah merah (SDM) (hanya

70 sampai 90 hari, dibandingkan 120 hari pada anak yang lebih tua dan

orang dewasa). Selain itu, kemampuan hati untuk mengkonjugasi

bilirubin sangat rendah karena terbatasnya produksi glukoronil

transferase.Bayi baru lahir juga memiliki kapasitas ikatan-plasma

terhadap bilirubin yang lebih rendah karena rendahnya konsentrasi

albumin dibandingkan anak yang lebih tua.Perubahan normal dalam

sirkulasi hati setelah kelahiran mungkin berkontribusi terhadap tingginya

kebutuhan fungsi hati.

Normalnya, bilirubin terkonjugasi direduksi menjadi urobilinogen oleh

flora normal usus dan diekskresi dalam feses.Akan tetapi, usus bayi yang

steril dan kurang motil pada awalnya kurang efektif dalam mengekskresi

urobilinogen.Pada bayi baru lahir, enzim ß-glukoronidase mampu

mengonversi bilirubin terkonjugasi menjadi bentik tidak terkonjugasi,

yang kemudian diserap oleh mukosa usus dan ditranspor ke hati. Proses

ini, yang dikenal sebagai sirkulasi atau pirau enterohepatik, jelas pada

bayi baru lahir dan diperkirakan merupakan mekanisme primer dalam

patologi jaundis. (Wong, 2008)

2.1.6. Manifestasi klinis

Ikterus dapat ada pada saat lahir atau dapat muncul pada setiap saat

selama neonatus, bergantung pada keadaan yang menyebabkannya.

Ikterus biasanya mulai pada muka dan, ketika kadar serum bertambah,

turun ke abdomen dan kemudian kaki. Tekanan kulit dapat

(5)

abdomen ~ 15 mg/dL, telapak kaki ~ 20 mg/dL) tetapi tidak dapat

dijadikan tumpuan untuk memperkirakan kadarnya di dalam

darah.Ikterus pada bagian tenga-abdomen, tanda-tanda dan

gejala-gejalanya merupakan faktor risiko-tinggi yang memberi kesan ikterus

non-fisiologis, atau hemolisis yang harus dievaluasi lanjut. Ikterometer

atau ikterus transkutanmeter dapat digunakan untuk menskrining bayi,

tetapi kadar bilirubin serum diindikasikan pada penderita-penderita yang

ikterusnya progresif, bergejala, atau berisiko untuk mengalami hemolisi

atau sepsis. Ikterus akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit

cenderung tampak kuning-terang atau oranye, ikterus pada tipe obstruksi

(bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau

keruh.Perbedaan ini biasanya hanya terlihat pada ikterus berat.Bayi dapat

menjadi lesu dan nafsu makan jelek.Tanda-tanda kernikterus jarang

terjadi pada hari pertama ikterus. (Behrman dkk., 1999)

2.1.7. Diagnosis

a. Anamnesis

Riwayat ikterus pada anak sebelumnya, riwayat keluarga anemi

dan pembesaan hati dan limfa, riwayat penggunaan obat selama

ibu hamil, riwayat infesi maternal, riwayat trauma persalinan,

asfiksia. (Herwanto, 2009)

b. Pemeriksaan fisik

Tampilan ikterus dapat ditentukan dengan memeriksa bayi dalam

ruangan dengan pencahayaan yang baik, dan menekan kulit

dengan tekanan ringan untuk melihat warna kulit dan jaringan

subkutan. Ikterus pada kulit bayi tidak terperhatikan pada kadar

bilirubin kurang dari 4 mg/dL.

Pemeriksaan fisis harus difokuskan pada identifikasi dari salah

satu penyebab ikterus patologis.Kondisi bayi harus diperiksa

(6)

hepatosplenomegali, kehilangan berat badan, dan bukti adanya

dehidrasi. (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2009)

Menurut Kramer, ikterus dimulai dari kepala, leher, dan

seterusnya. Untuk penilaian ikterus, Kramer membagi tubuh bayi

baru lahir dalam 5 bagian yang dimulai dari kepala dan leher,

dada sampai pusat, pusat bagian bawah sampai tumit,

tumit-pergelangan kaki dan bahu tumit-pergelangan tangan dan kaki serta

termasuk telapak kaki dan telapak tangan. Cara pemeriksaannya

ialah dengan menekan jari telunjuk di tempat yang tulangnya

menonjol seperti tulang hidung, tulang dada, lutut, dan lain-lain.

Kemudian penilaian kadar bilirubin dari tiap-tiap nomor

disesuaikan dengan angka rata-rata. (Surasmi dkk., 2003)

Tabel 2.1 Hubungan kadar bilirubin dengan ikterus

Derajat

ikterus Daerah Ikterus

Perkiraan Kadar

Sumber : Surasmi dkk. Perawatan Bayi Risiko Tinggi. EGC

(7)

Gambar 2.1 Pembagian derajat ikterus menurut Kramer

Sumber : Surasmi dkk. Perawatan Bayi Risiko Tinggi. EGC

2003.hlm. 60

c. Pemeriksaan penunjang

Pengukuran bilirubin diindikasikan jika: • Ikterus pada usia kurang dari 24 jam

• Ikterus tampaknya signifikan pada pemeriksaan klinis.

Bilirubin total diplot pada nonogram spesifik-jam untuk menetukan

risiko hiperbilirubinemia signifikan (Gambar2.1)

Pemeriksaan lebih lanjut, selain bilirubin serum total, yang

mungkin dibutuhkan (usia<3 minggu):

• Bilirubin direk

• Hitung darah lengkap, hitung retikulosit, dan apusan untuk morfologi darah tepi.

• Golongan darah dan tes antibodi direk (direct antibody

test, DAT, atau tes Coombs).

• Konsentrasi G6PD (glucose-6-phosphate dehydrogenase).

• Albumin serum

(8)

Namun demikian, pada sebagian besar bayi penyebabnya tidak

teridentifikasi. (Lissauer, Fanaroff, 2009)

Gambar 2.2 Nomogram Penentuan Risiko Hiperbilirubinemia Pada

Bayi Sehat Usia 36 Minggu atau Lebih denagn Berat

Badan 2000 Gram atau Lebih atau Usia Kehamilan 35

Minggu atau lebih Berdasarkan Jam Observasi Kadar

Bilirubin Serum

S

Sumber : Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009. Buku Ajar

Neonatologi. Badan Penerbit IDAI: Jakarta

2.1.8. Penatalaksanaan

Penanganan hiperbilirubinemia bergantung pada penyebab dan beratnya

gejala serta derajat anemia yang menyertainya. Strategi yang diterapkan

berupa:

a. Konversi bilirubin tidak terkonjugasi menjadi produk yang tidak

berbahaya (fototerapi).

b. Pengeluaran sumber bilirubin yang potensial (transfusi darah

tukar).

(9)

d. Mencegah beban bilirubin tambahan yang berasal dari sirkulasi

enterohepatik.

Setelah penyebab ikterus diketahui, kadar bilirubin dapat diperiksa secara

serial. Hal ini penting pada penyakit hemolisis karena kadar bilirubin

dapat meningkat dengan cepat. Hidrasi yang baik dan masukan kalori

yang adekuat membantu organ hati mengkonjugasi bilirubin secara

efisien.Hiperbilirubinemia dapat diobati dengan menggunakan

fototerapi.Cahaya dengan gelombang 450 nm dari spektrum warna biru

(bukan ultra violet) mengubah bilirubin tak terkonjugasi melalui

fotodegradasi menjadi pigmen menyerupai biliverdin yang larut dalam

air dan tidak berbahaya.Cahaya dengan panjang gelombang yang tepat

dihasilkan oleh pipa flouresen atau lampu biru yang lebih

khusus.Pengaturan suhu dan balans cairan harus diperhatikan. Jika

terdapat risiko peningkatan kadar bilirubin ke tingkat yang berbahaya

meskipun diberikan fototerapi dan tatalaksana yang disebut diatas,

dilakukan transfusi darah tukar. Dalam prosedur ini, sejumlah 10 atau 20

ml darah ditarik keluar dan ditransfusi secara bergantian melalui kateter

vena umbilikalis, hingga 60-70% sel darah merah bayi telah ditukar.

Pada inkompatibilitas rhesus, transfusi tukar sering diperlukan segera

setelah lahir, bahkan sebelum kadar bilirubin sempat naik. Hal ini

dilakukan untuk menghilangkan antibodi yang menyebabkan hemolisis

dalam sirkulasi darah bayi. (Hull, Johnston, 2008)

2.1.9. Komplikasi

Komplikasi terberat ikterus pada bayi baru lahir adalah ensefalopati

bilirubin atau kernikterus.Kernikterus terjadi pada keadaan

hiperbilirunemia indirek yang sangat tinggi, cedera sawar darah-otak, dan

adanya molekul yang berkompetisi dengan bilirubin untuk mengikat

albumin. Adanya keadaan berikut ini, seperti hipoksemia, hiperkarbia,

(10)

menurunkan ambang toksisitas bilirubin dengan cara membuka sawar

darah-otak.

Gejala ensefalopati bilirubin meliputi letargi, tidak mau makan, dan

refleks Moro yang lemah.Pada akhir minggu pertama kehidupan, bayi

menjadi demam dan hipertonik disertai tangisan bernada tinggi

(high-pitched cry).Refleks tendon dan respiratori menjadi depresi. Bayi akan

mengalami opistotonus disertai penonjolan dahi ke anterior. Dapat mulai

terjadi kejang tonik-klonik umum. Jika bayi dapat bertahan hidup,

gambaran klinis ini akan menghilang dalam usia dua bulan, kecuali sisa

kekakuan otot, opistotonus, gerakan iregular, dan kejang. Pada akhirnya

anak tersebut mengalami koreoatetosis, tuli sensorineural, strabismus,

kelainan pandangan ke atas, dan disartria. (Schwartz, 2004)

2.2.Prematuritas Bayi

2.2.1. Defenisi

Prematuritas didefenisikan sebagai kelahiran bayi dengan usia gestasional

kurang dari 37 minggu. (Mitchell dkk., 2008). Badan Kesehatan Dunia

(WHO) menyatakan bahwa bayi prematur adalah bayi yang lahir pada usia

kehamilan 37 minggu atau kurang. Himpunan kedokteran Fetometernal

POGI di Semarang tahun 2005 menetapkan bahwa persalinan preterm

adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu.

(Mochtar, 2010)

2.2.2. Insidens

Sekitar 7% dari seluruh kehamilan. (Morgan, Hamilton, 2009).

2.2.3. Faktor risiko

Lebih dari setengah jumlah wanita hamil yang melahirkan prematur

diketahui tidak memiliki faktor risiko untuk persalinan prematur.

(11)

Ibu dari ras kulit hitam, status sosio-ekonomi yang rendah, usia <

18 tahun atau > 40 tahun.

b. Kesehatan umum

Stres pribadi tinggi, nutrisi buruk; berat ibu sebelum hamil

rendah; anemia; bakteriuria; kondisi-kondisi medis, seperti

diabetes, asma, dan pielonefritis; penyakit jantung pada ibu;

meroko (risiko 2 kali lipat); penyalahgunaan zat (risiko 3 kali

lipat).

c. Pekerjaan

Pekerjaan yang banyak menuntut kemampuan fisik, berdiri terlalu

lama, bekerja dalam shift, dan bekerja di malam hari.

d. Kondisi uterus

Kelainan, cedera pada serviks atau abnormalitas (termasuk

pajanan dietilstilbestrol [DES] di dalam uterus, konisasiserviks,

atau riwayat induksi aborsi pada trimester kedua), fibroid, atau

kontraksi uterus yang berlebihan, infeksi.

e. Faktor obstetrik

Persalinan prematur sebelumnya pada kehamilan usia antara 16

dan 36 minggu (2-3 kali risiko : semakin sering mengalami

persalinan prematur, semakin dini usia kehamilan-semakin basar

risiko mengalami persalinan prematur-hasil yang diperoleh pada

persalinan terakhir merupakan alat yang lebih akurat untuk

menentukan perkiraan hasil persalinan kali ini, KPD, plasenta

previa, inkompetensia serviks, abrupsio plasenta, preeklamsi,

PJT, oligohidramnion, amnionitis, kelainan janin, perdarahan per

vaginam setelah trimester pertama, perawatan prenatal kurang

atau tidak ada sama sekali. (Sinclair, 2009)

2.2.4. Etiologi

(12)

1. Gangguan medis yang melemahkan

i. Penyakit kardiovaskular

ii. Penyakit ginjal

iii. Hipertensi berat

iv. Diabetes yang tidak terkontrol

v. Penyakit serius lainnya

2. Pembedahan abdomen yang menyebabkan pergeseran

posisi uterus dan/atau manipulasi uterus saat hamil.

3. Cedera pada ibu

4. Preeklamsi atau eklamsia

5. Anomali uterus

6. Sepsis atau tumor pelvis

7. Infeksi

i. Virus

(1). Sitomegalovirus

(2). Herpes simpleks

(3). Hepatitis

ii. Bakteri

(1). Kelompok Streptococcus-B

(2). Vaginosis bakterial

iii. Pielonefritis

iv. Korioamniositis yang disebabkan oleh infeksi

8. Inkompetensi serviks

9. Riwayat dua kali aborsi atau lebih

c. Faktor abrupsio plasenta

d. Faktor janin

1. Kehamilan kembar

2. Polihidramnion

3. Bayi besar

(13)

5. Infeksi (rubela, toksoplasmosis, dan lain-lain). (Morgan,

Hamilton, 2009)

2.2.5. Masalah bayi prematur

Kelahiran prematur mambawa sejumlah masalah yang timbul segera,

yaitu :

a. Nutrisi

Karena kemampuan bayi prematur untuk menghisap masih

terbatas, sering diperlukan pemberian minum melalui pipa

nasogastrik selama beberapa minggu setelah kelahiran.

b. Stabilitas termal

Bayi prematur mempunyairasio luas permukaan tubuh yang besar

dibandingkan berat badan, memiliki sedikit lemak subkutan dan

dalam beberapa hari pertama akan kehilangan air dengan cepat

melalui kulit (transepidermal water loss). Karakteristik fisik ini

membuat bayi prematur sulit untuk mempertahankan stabilitas

termal.Karena paparan udara dingin dapat mengancam

kelangsungan hidup, perhatian besar harus diberikan untuk

menjaga bayi prematur agar tetap hangat.Untuk memberikan suhu

lingkungan yang terkendali, bayi prematur sekarang ini biasanya

dirawat dalam inkubator atau di bawah pemanas

pancaran.Kehilangan panas juga harus dicegah dengan pemberian

pakaian atau selimut panas.

c. Kesulitan pernafasan

Akibat imaturitas, banyak bayi mengalami kesulitan dalam

mengembangkan paru dan kerja pernapasan amat meningkat

karena sindrom gawat napas idiopatik.

d. Imaturitas hati

Ikterus fisiologis sering menjadi lebih nyata dan lebih lama pada

(14)

jarang diperlukan. Diduga bahwa otak bayi prematur mempunyai

risiko kerusakan yang lebih besar akibat kadar bilirubin yang

tinggi.

e. Infeksi

Akibat kulit yang tipis dan daya imunitas yang terbatas, bayi

prematur lebih rentan terhadap infeksi.Karena daya tahan yang

lemah, mereka tidak memperlihatkan gejala dan tanda seperti

yang terjadi pada bayi yang lebih tua.Keadaan klinis mereka

berubah dengan cepat dari bakteremia menjadi septikemia dan

akhirnya kematian.Oleh karena itu, pada bayi yang dicurigai

mengalami infeksi, perlu dilakukan skrining sepsis meliputi

biakan darah, urin, dan cairan serebrospinal serta memulai terapi

antibiotik spektrum luas sebelum hasil skrining tiba.

f. Perdarahan intraventrikular

Perdarahan kecil dalam lapisan germinal lateral otak sering

dijumpai pada pemeriksaan ultrasonografi bayi prematur,

terutama yang mengalami asfiksia atau masalah pernafasan yang

berat. Perdarahan ini meluas ke dalam sistem ventrikular dan

sebagian bayi akan menderita hidrosefalus. Tetapi, sebagian besar

bayi hanya mengalami perdarahan kecil dan akan pulih tanpa

pengaruh jangka panjang yang serius.

g. Leukomalasia periventrikular (LPV)

Leukomalasia periventrikular kistik mempunyai prognosis yang

jauh lebih buruk dibanding perdarahan yang hanya terbatas pada

ventrikel, yaitu sekitar 9 dari 10 mayi akan menderita palsi

serebral spastik.

h. Enterokolitis nektrotikan (EKN)

i. Retinopathy of prematurity

j. Bahaya lain

Bayi prematur sering lahir tanpa disuga dan punya risiko lebih

(15)

jaringan yang rentan.Bayi prematur juga rentan terhadap

hipoglikemia, asidosis metabolik, edema perifer; iritabilitas dan

kejang akibat traumalahir dan asfiksia.Bayi prematur yang rentan

juga lebih mudah cedera akibat prosedur medis. Sebagai contoh,

jika larutan hipertonik seperti glukosa 10%, kalsium atau preparat

asam amino bacor dari vena perifer ke jaringan, larutan ini akan

menimbulkan nekrosis yang dapat meninggalkan jaringan parut

permanen. (Hull, Johnston, 2008)

2.2.6. Penilaian umur kehamilan pada saat lahir

Tanda-tanda fisik mungkin berguna dalam memperkirakan umur

kehamilan pada saat lahir.Sistem skoring Dubowitz, sistem yang

biasanya digunakan, akurat sampai ± 2 minggu.Bayi harus dianggap

mempunya risiko mortalitas atau morbiditas yang tinggi jika terdapat

perbedaan antara perkiraan umur kehamilan memalui pemeriksaan fisik;

tanggal perkiraan persalinan yang ditentukan dari tanggal menstruasi

(16)

Gambar 2.4 Maturitas Fisik

2.3.Hubungan prematuritas bayi dengan hiperbilirubinemia

Bayi prematur mempunyai sejumlah masalah yang timbul segera.Salah

satu dari masalah tersebut adalah masalah dalam metabolisme yaitu

terjadinya ikterus.Hal ini disebabkan oleh imaturitas dari hati.( Hull,

Johnston, 2008).Kemampuan hati untuk mengkonjugasi bilirubin sangat

rendah karena terbatasnya produksi glukoronil transferase.(Wong,

2008).Kadar bilirubin yang berpotensi berbahaya pada bayi prematur lebih

rendah dibandingkan bayi yang lebih matur. (Lissauer, Fanaroff, 2009)

2.3.1. Metabolisme bilirubin pada neonatus

Pada likuor amnion yang normal dapat ditemukan bilirubin pada

kehamilan 12 minggu, kemudian menghilang pada kehamilan 36-37

minggu. Pada inkompatibilitas darah Rh, kadar bilirubin dalam cairan

amnon dapat dipakai untuk menduga beratnya hemolisis. Peningkatan

(17)

bilirubin sampai ke likuor amnion belum diketahui jelasnya, tetapi

kemungkinan besar melalui mukosa saluran nafas dan saluran cerna.

Gambar 2.5 Metabolisme bilirubin pada neonatus

Produksi bilirubin pada fetus dan neonatus diduga sama besarnya tetapi

kesanggupan hepar mengambil bilirubin dari sirkulasi sangat terbatas.

Dengan demikian hampir semua bilirubin pada janin dalam bentuk

indirek dan mudah melalui plasenta ke sirkulasi ibu dan diekskresi oleh

hepar ibunya.Dalam keadaan fisiologis tanpa gejala hampir semua

(18)

masa neonatus.Pada masa janin hal ini diselesaikan oleh hepar ibunya,

tetapi pada masa neonatus hal ini berakibat penumpukan bilirubin dan

disertai gejala ikterus. Pada bayi baru lahir karena fungsi hepar belum

matang atau bila terdapat gangguan dalam fungsi hepar akibat hipoksia,

asidosis atau bila terdapat kekurangan enzim glukoronil transferase atau

kekurangan glukosa, kadar bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi.

Bilirubin indirek yang terikat pada albumin sangat tergantung pada kadar

albumin dalam serum. Pada bayi kurang bulan biasanya kadar

albuminnya rendah sehingga dapat dimengerti bila kadar bilirubin indirek

yang bebas itu yang dapat meningkat dan sangat berbahaya karena

bilirubin indirek yang bebas inilah yang dapat melekat pada sel otak.

Inilah yang menjadi dasar pencegahan ‘kernicterus’ dengan pemberian

albumin atau plasma. Bila kadar bilirubin indirek mencapai 20mg% pada

umumnya kapasitas maksimal pengikatan bilirubin oleh neonatus

mempunyai kadar bilirubin normal telah tercapai. (Staf Pengajar Ilmu

Kesehatan Anak FK UI, 2007)

2.3.2. Etiologi ikterus neonatorum

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat

disebabkan oleh beberapa faktor.

Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi:

a. Produksi yang berlebihan.

Hal ini melibihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya,

misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas

darah Rh., ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PD,

piruvat kinase, perdarahan tertutup, sepsis.

b. Gangguan dalam proses ‘uptake’ dan konjugasi hepar.

Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya

substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat

asidosis, hipoksia, dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim

(19)

lainialah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan

penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.

c. Gangguan transportasi.

Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke

hepar.Ikatan bilirubin dalam albumin ini dapat dipengaruhi oleh

obat misalnya salisilat, sulfafurazole.Defisiensi albumin

menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang

bebas dalam darah yang mudahmelekat ke otak.

d. Gangguan dalam sekresi.

Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di

luar hepar.Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh

kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi

atau kerusakan hepar oleh penyebab lain. (Staf Pengajar Ilmu

Gambar

Tabel 2.1 Hubungan kadar bilirubin dengan ikterus
Gambar 2.1 Pembagian derajat ikterus menurut Kramer
Gambar 2.2 Nomogram Penentuan Risiko Hiperbilirubinemia Pada
Gambar 2.3 Maturitas Neuromuskular
+3

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Sehubungan hal tersebut di atas, maka Pokja akan melakukan verifikasi terhadap semua data dan informasi yang ada dalam formulir isian kualifikasi dengan memperlihatkan dokumen

(1) Seksi Angkutan Jalan Antar Kota dan Wilayah mempunyai tugas melaksanakan pengaturan, penataan dan pengendalian angkutan antar kota dalam wilayah dan

apabila yang bersangkutan mengundurkan diri dan masa penawarannya masih berlaku dengan alasan yang tidak dapat diterima secara obyektif oleh Panitia Pengadaan Polres Bantul,

1) Penyajian materi menggunakan kosakata yang sesuai dengan norma dan nilai sosial, budaya dan agama. 2) Penyajian materi merupakan keterpaduan unsur intrinsik dan ekstrinsik

[r]

Pajak penghasilan terkait pos-pos yang tidak akan direklasifikasi ke laba rugi. Penyesuaian akibat penjabaran laporan keuangan dalam mata

Aset produktif dihapusbuku yg dipulihkan/berhasil ditagih Persentase kredit kepada Usaha Mikro Kecil (UMK) terhadap total kredit. Penyertaan