• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perilaku Individu dan Lingkungan Fisik terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Dataran Tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Perilaku Individu dan Lingkungan Fisik terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Dataran Tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah Chapter III VI"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi analitik observasional dengan disain studi Matched Case Control dengan memilih kasus yang menderita DBD dan kontrol yang tidak menderita DBD. Penelitian dimulai dengan mengidentifikasi pasien dengan DBD pada waktu lalu (retrospektif) melalui wawancara menggunakan kuesioner dan melakukan observasi pada lingkungan rumah responden. Alasan penggunaan disain ini karena desain ini cocok digunakan pada kasus DBD yang merupakan kasus yang jarang terjadi (Sutrisna, 2010).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Aceh Tengah. Dipilihnya Kabupaten Aceh Tengah sebagai lokasi penelitian karena kabupaten tersebut merupakan kabupaten daerah dataran tinggi yang sebelumnya tidak ditemukan penderita DBD akan tetapi pada tahun 2007 mulai terdapat 8 kasus DBD dan terjadi peningkatan terus menerus sehingga pada tahun 2009 tedapat 43 kasus dan pada tahun 2010 ditemukan 128 kasus di Kabupaten tersebut yang mengalami DBD (Dinkes Aceh Tengah, 2010).

(2)

laporan akhir, yang membutuhkan waktu lebih kurang 9 (sembilan) bulan dari bulan Februari sampai dengan Oktober 2011.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh penderita dan bukan penderita DBD berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Aceh tengah yang tinggal di Kota Takengon Kabupaten Aceh Tengah periode Januari-Desember 2010 dan menetap tinggal > 1 tahun di kota tersebut yang berjumlah 128 orang dan yang menjadi responden adalah kepala keluarga (KK). (karena ada 24 KK dimana dalam 1 KK terdapat 2 kasus DBD maka sampel menjadi 104 KK sebagai responden) , sampel penelitian terdiri dari: a. Sampel kasus adalah penderita DBD di Kabupaten Aceh Tengah yang dinyatakan

dengan surat keterangan oleh tenaga medis dan didukung oleh hasil pemeriksaan laboratorium di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Datu Beru dan tercatat di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tengah pada bulan Januari sampai dengan Desember 2010, diwawancarai dengan menggunakan kuesioner kepada kepala keluarga penderita DBD (ayah/ibu). Dipilih sampel dengan penderita DBD pada tahun 2010 setelah dilakukan observasi awal diketahui bahwa perilaku dan lingkungan masih belum ada perubahannya, diantaranya masih terdapatnya TPA pada lingkungan rumah yang merupakan tradisi dari masyarakat tersebut yang tidak dibersihkan dan terlihat kotor.

(3)

umur, jenis kelamin dan kondisi tempat tinggal pada bulan Januari sampai dengan Desember 2010, dan yang diwawancarai adalah KK dengan menggunakan kuesioner.

Pengambilan sampel dengan mewawancarai kepala keluarga responden (kasus dan kontrol), bila responden terpilih tidak berada di tempat atau tidak mau diwawancarai sampai kunjungan ketiga maka responden digantikan dengan responden terpilih lainnya.

Jumlah kasus DBD di Kabupaten Aceh Tengah dari bulan Januari sampai dengan Desember 2010 adalah 128 orang karena ada 24 KK dalam 1 kepala keluarga terdapat 2 kasus, karena kepala keluarga dijadikan sampel dari kasus DBD maka sampel menjadi 104 KK sebagai kasus dengan sampel kontrol juga 104 orang. Perbandingan kasus dan kontrol 1:1.

3.4 Metode Pengumpulan Data

(4)

3.5 Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner

Uji validitas dilakukan di Kecamatan Kebayakan yang terdiri dari 20 penderita dan Bebesen 10 penderita DBD . Uji validitas bertujuan untuk mengukur sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data. Instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Demikian juga kuesioner sebagai alat ukur, harus mengukur apa yang akan diukur.

Uji validitas suatu instrumen (dalam kuesioner) dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi Pearson Product Moment Corelation Coefficient (r) dengan ketentuan bila nilai r hitung > r tabel pada df (30-2;0,05) yang sebesar 0,361, maka dinyatakan valid dan sebaliknya apabila r hitung < dari pada r tabel maka dinyatakan tidak valid (Riyanto.A, 2009).

Menurut Riyanto (2009) uji reliabilitas dilakukan setelah semua data dinyatakan valid, analisis dilanjutkan dengan uji reliabilitas. Dalam penelitian ini teknik untuk menghitung indeks reliabilitas alat ukur menggunakan Cronbach's Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan bila r Alpha > 0,6 , maka dinyatakan reliabel.

(5)

Nilai Cronbach's Alpha dari masing-masing variabel > konstanta 0,6 (Riyanto. A, 2009).

3.6 Variabel dan Definisi Operasional

Variabel terikat (dependent variable) adalah kejadian DBD sedangkan variabel bebas (independent variable) adalah perilaku individu (pengetahuan tentang DBD, sikap tentang kesiapan dan kesediaan responden untuk bertindak dalam pencegahan DBD di lingkungan keluarga/masyarakat dan praktik bila responden telah dapat melakukan suatu tindakan pencegahan DBD dengan benar dan merupakan kebiasaan yang dilakukan tanpa perintah atau ajakan orang lain) dan lingkungan fisik (jarak antar rumah, tata rumah, kelembaban rumah, TPA dan keberadaan jentik). 1. Kasus DBD adalah penderita yang terdiagnosa DBD yang dinyatakan dengan

surat keterangan yang dikeluarkan oleh dokter bahwa penderita tersebut telah didiagnosa dan didukung dengan hasil laboratorium (trambosit, IgG dan IgM) pada bulan Januari sampai dengan Desember 2010

2. Kontrol adalah orang yang tidak terdiagnosa menderita DBD yang memiliki karakteristik (jenis kelamin, umur, lingkungan tempat tinggal) yang sama dengan kasus (penderita DBD) bukan penderita DBD.

(6)

dari item pertanyaan pengetahuan yang terdiri dari 18 item berbentuk soal dengan pernyataan benar salah. Jika menjawab dengan benar diberi nilai 1, dan menjawab salah diberi nilai 0. Nilai skor maksimal adalah 18 dan skor minimal adalah 0. Total skor variabel pengetahuan tersebut dikategorikan menjadi 2 berdasarkan nilai median (karena data berdistribusi tidak normal), yaitu:

a. Baik, jika total nilai skor responden ≥ median (≥ 8) b. Kurang, jika total skor responden < median (< 8)

4. Sikap adalah respon individu atau kecenderungan individu untuk bereaksi terhadap suatu tindakan atau lingkungannya atas kejadian DBD. Diukur dari item pernyataan dengan menggunakan skala Likert yang terdiri dari 5 pernyataan positif dan 5 pernyataan negatif. Alternatif positif terhadap masalah penelitian: sangat setuju (SS) diberi nilai 4, setuju (S) diberi nilai 3, tidak setuju (TS) diberi nilai 2 dan sangat tidak setuju (STS) diberi nilai 1. Sedangkan alternatif yang negatif terhadap masalah penelitian: sangat setuju (SS) diberi nilai 1, setuju (S) diberi nilai 2, tidak setuju (TS) diberi nilai 3 dan sangat tidak setuju (STS) diberi nilai 4. Nilai skor maksimal adalah 50 dan skor minimal adalah 10. Total skor variabel pengetahuan tersebut dikategorikan menjadi 2 berdasarkan nilai median (karena data berdistribusi tidak normal), yaitu:

(7)

5. Praktik adalah tindakan yang dilakukan oleh kepala keluarga kasus (penderita DBD) dan kontrol (bukan penderita DBD) untuk dapat melakukan suatu tindakan pencegahan DBD dengan benar dan merupakan kebiasaan yang dilakukan tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain menyangkut terhadap penyebab terjadinya DBD. Diukur dari item pertanyaan tentang tindakan yang dilakukan terhadap kejadian DBD yang terdiri dari 9 item, setelah dilakukan uji validitas dari 9 item pertanyaan terdapat 2 item yang tidak valid sehingga menjadi 7 item pertanyaan, setiap pertanyaan yang menjawab ada diberi nilai 1, dan yang menjawab tidak ada diberi nilai 0. Nilai skor maksimal adalah 7 dan skor minimal adalah 0. Total skor variabel pengetahuan tersebut dikategorikan menjadi 2 berdasarkan nilai median (karena data berdistribusi tidak normal), yaitu:

a. Baik, jika total nilai skor responden ≥ median (≥ 4) b. Kurang, jika total skor responden < median (< 4)

6. Jarak rumah adalah adanya halaman pembatas antara satu rumah dan rumah lainnya dengan kategori :

a. Baik ≥ 5 m dan b. Tidak baik < 5 m.

7. Tata rumah adalah ada tidaknya barang berserakan dan kain bergantungan dengan kategori:

(8)

8. Tempat penampungan air (TPA) adalah ada tidaknya tempat-tempat untuk menampung air guna keperluan sehari-hari seperti: tempayan, drum, bak mandi, bak WC, bak penampungan air, ember dan lain-lain, dengan kategori sebagai berikut:

a. Ada b. Tidak ada

9. Keberadaan jentik adalah ada tidaknya jentik pada tempat penampungan air baik tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari, bukan untuk keperluan sehari-hari atau tempat penampungan alami, dengan kategori:

(9)

3.7 Metode Pengukuran

Definisi operasional, cara ukur, skala ukur dan hasil ukur sebagai berikut: Tabel 3.1. Definisi Operasional, Cara Ukur, Alat Ukur, Skala Ukur, dan Hasil

Ukur

Variabel Definisi

Operasional Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur Kategori VARIABEL DEPENDEN

Pengetahuan Segala sesuatu yang diketahui individu tentang DBD

Wawancara Kuesioner Ordinal Baik

1 = Kurang

Sikap Respon individu

(10)

Tabel 3.1. Lanjutan

Variabel Definisi

Operasional Cara Ukur Alat Ukur

Skala

Observasi Ceklist Nominal 0 = Tidak ada jentik

(11)

3.8 Metode Analisis Data

(12)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak Geografis

Kabupaten Aceh Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di tengah Provinsi Aceh dengan luas wilayah 4.318,39 Km2, terletak antara 4,1033o sampai 5,5750o Lintang Utara dan 95, 1540o sampai 97, 2025o

Sebelah Utara : Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Bireuen

Bujur Timur dengan ketinggian bervariasi. Dengan batas-batas wilayah Kabupaten Aceh Tengah adalah:

Sebelah Selatan : Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Gayo Lues Sebelah Timur : Kabupaten Aceh Timur

Sebelah Barat : Kabupaten Pidie

Kabupaten Aceh Tengah memiliki topografi wilayah yang bervariasi, mulai dari datar, lembah, bergelombang, berbukit sampai bergunung dengan kemiringan permukaan tanah mulai dari landai sampai curam. Kabupaten Aceh Tengah memiliki 14 kecamatan dengan jumlah desa sebanyak 295 desa. Kabupaten Aceh Tengah mempunyai sebuah danau yang diberi nama Danau Laut Tawar.

4.1.2 Demografi

(13)

jiwa, dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 47.604 jiwa dan perempuan 46.069 jiwa.

Kepadatan penduduk di tiap kecamatan dalam Kabupaten Aceh Tengah tahun 2010 tidak merata, Kecamatan Bebesen adalah yang terpadat penduduknya yaitu 727.24 jiwa/Km2, kemudian Kecamatan Kebayakan 249.22 jiwa/Km2, Kecamatan Bies 222.25 jiwa/Km2, Kecamatan Silih Nara 209.61 jiwa/Km2, Kecamatan Kute Panang 194.38 jiwa/Km2, Kecamatan Lut Tawar 180.39 jiwa/Km2, Kecamatan Pegasing 178,18 jiwa/Km2, dan yang terjarang penduduknya adalah kecamatan Linge yaitu 4.22 jiwa/Km2

4.1.3 Rumah Sehat .

(14)

4.2 Pengaruh Perilaku Individu dan Lingkungan Fisik terhadap Kejadian DBD Hasil penelitian tentang pengetahuan pada kelompok kasus di daerah Dataran Tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah adalah berpengetahuan kurang sebanyak 44 orang (42,3%). Pada kelompok kontrol berpengetahuan kurang sebanyak 58 orang (55,8%), dan berpengetahuan baik sebanyak 46 orang (44,2%).

Sikap pada kelompok kasus adalah bersikap kurang sebanyak 44 orang (42,3%) dan bersikap baik sebanyak 60 orang (57,1%). Pada kelompok kontrol bersikap kurang sebanyak 33 orang (31,7%), dan bersikap baik sebanyak 71 orang (68,3%).

Tindakan pada kelompok kasus terdapat tindakan kurang sebanyak 26 orang (25,0%) dan tindakan baik sebanyak 78 orang (75,0%). Pada kelompok kontrol tindakan kurang sebanyak 12 orang (11,5%), dan tindakan baik sebanyak 92 orang (88,5%).

Hasil penelitian tentang jarak rumah pada kelompok kasus di daerah Dataran Tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah adalah tidak baik (<5 m) sebanyak 48 orang (46,2%) dan baik (≥5 m) sebanyak 56 orang (53,8%). Pada kelompok kontrol yang jarak rumahnya tidak baik sebanyak 31 orang (29,8%) dan baik sebanyak 73 orang (70,2%).

(15)

Tempat penampungan air pada kelompok kasus yang memiliki TPA terdapat ada sebanyak 75 orang (72,1%) dan tidak ada sebanyak 29 orang (27,9%). Pada kelompok kontrol tempat penampung air ada terdapat 53 orang (51,0%) dan tidak ada sebanyak 51 orang (49,0%).

Keberadaan jentik yang ada pada kelompok kasus sebanyak 71 orang (68,3%) dan yang tidak ada sebanyak 33 orang (31,7%). Pada kelompok kontrol keberadaan jentik kategori ada sebanyak 8 orang (7,7%) dan tidak ada sebanyak 96 orang (92,3%).

Besarnya angka risiko faktor perilaku individu dan lingkungan fisik diukur berdasarkan analisis hubungan masing-masing variabel (pengetahuan, sikap, tindakan, jarak rumah, tata rumah, tempat penampungan air, dan keberadaan jentik) dengan kejadian DBD dan kemaknaan yang dipakai dalam analisis statistik ini adalah p = 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian demam berdarah dengue. Nilai Odds Ratio (OR) =0,55 (95%CI: 0,30 – 0,99). Hal ini berarti responden yang pengetahuannya kurang mempunyai risiko 0,55 kali lebih besar untuk menderita DBD dibandingkan responden yang pengetahuannya baik diperoleh nilai = 4,08 dan p=0,0433.

(16)

responden yang bersikap kurang mempunyai risiko 1,79 kali lebih besar menderita DBD dibandingkan dengan responden yang bersikap baik, diperoleh nilai p= 0,0782.

Berdasarkan uji statistik diperoleh hasil ada hubungan yang bermakna antara tindakan dengan kejadian demam berdarah dengue diperoleh nilai = 7,54 dan p=0,0064 < 0,05. Nilai Odds Ratio (OR) = 3,33 (95% CI: 1,34 – 8,30) artinya bahwa responden yang memiliki tindakan kurang mempunyai risiko 3,33 kali lebih besar untuk menderita DBD dibandingkan dengan responden yang memiliki tindakan baik, diperoleh nilai = 7,54 dan p= 0,0064.

Hasil penelitian bahwa ada hubungan yang bermakna antara jarak rumah dengan kejadian demam berdarah dengue. Nilai Odds Ratio (OR) = 2,42 (95% CI: 1,23 – 4,73) artinya responden yang jarak rumah tidak baik (< 5 m) mempunyai risiko 2,42 kali lebih besar untuk menderita DBD dibandingkan responden yang jarak rumahnya baik (≥ 5 m), diperoleh nilai = 7,05 dan p=0,0079.

Bila dilihat dari variabel tata rumah hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara tata rumah dengan kejadian demam berdarah dengue. Nilai Odds Ratio (OR) = 11,50 (95% CI: 2,71 – 48,77) artinya bahwa responden yang tata rumahnya tidak baik mempunyai risiko 11,50 kali lebih besar untuk menderita DBD dibandingkan dengan responden yang tata rumahnya baik, diperoleh nilai = 17,64 dan p=0,0000.

(17)

memiliki TPA mempunyai risiko 3,18 kali lebih besar untuk menderita DBD dibandingkan responden yang tidak memiliki TPA, diperoleh nilai = 12,52 dan p=0,0004.

(18)

Tabel 4.1 Pengaruh Perilaku Individu dan Lingkungan Fisik terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Daerah Dataran Tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah

Variabel

(19)

4.3 Pengaruh Perilaku Individu dan Lingkungan Fisik terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Daerah Dataran Tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah

Analisis multivariat merupakan analisis untuk mengetahui pengaruh variabel independen (perilaku individu dan lingkungan fisik) terhadap variabel dependen (kejadian DBD) serta mengetahui variabel dominan yang memengaruhi. Pengujian terhadap hipotesis yang menyatakan bahwa perilaku individu (pengetahuan dan tindakan) dan lingkungan fisik (jarak rumah, tata rumah, tempat penampungan air dan keberadaan jentik) berpengaruh terhadap kejadian DBD di daerah dataran tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah dilakukan dengan uji conditional logistic regression dengan nilai signifikansi masing-masing variabel < 0,05.

Hasil analisis uji conditional logistic regression menunjukkan bahwa variabel perilaku individu yang berpengaruh terhadap kejadian DBD adalah pengetahuan dengan nilai p= 0,0433 (p<0,05), dan tindakan dengan nilai p= 0,0064 (p<0,05). Sementara variabel lingkungan fisik yang berpengaruh terhadap kejadian DBD adalah jarak rumah dengan nilai p= 0,0079 (p<0,05), tata rumah dengan nilai p= 0,0000 (p<0,05), tempat penampungan air dengan nilai p= 0,0004 (p<0,05) dan keberadaan jentik dengan nilai p= 0,0000 (p<0,05) berpengaruh terhadap kejadian DBD di daerah dataran tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah.

(20)

Variabel tata rumah dan keberadaan jentik bernilai positif menunjukkan bahwa variabel tersebut mempunyai hubungan yang searah terhadap kejadian DBD di daerah dataran tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah. Jadi dapat ditafsirkan secara teoritis bahwa ada kemungkinan untuk risiko kejadian DBD di daerah dataran tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah .

Pada Tabel 4.4 juga terlihat bahwa semua variabel bernilai positif menunjukkan bahwa variabel tersebut mempunyai hubungan yang searah (positif) terhadap kejadian DBD di daerah dataran tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah, yaitu variabel pengetahuan pada nilai koefisien regresi (B) -0,71, variabel tindakan pada nilai koefisien regresi (B) 0,15 , variabel jarak rumah pada nilai koefisien regresi (B) 1,52, variabel tata rumah pada nilai koefisien regresi (B) 2,82, variabel tempat penampungan air pada nilai koefisien regresi (B) 1,19 dan variabel keberadaan jentik pada nilai koefisien regresi (B) 3,64.

Berdasarkan hasil analisis uji conditional logistic regression dengan metode tersebut dapat ditentukan model persamaan conditional logistic regression yang dapat menafsirkan perilaku individu (pengetahuan dan tindakan) dan lingkungan fisik (jarak rumah, tata rumah, tempat penampungan air dan keberadaan jentik) yang memengaruhi variabel dependen (kejadian DBD) di daerah dataran tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah adalah sebagai berikut:

1 f (Z) =

(21)

dimana:

f (Z) = Probabilitas Kejadian DBD di dataran tinggi Gayo

α = Konstanta

ß1- ß4

X

= Koefisien regresi

1

= Tempat penampungan air

7

E = Error (tingkat kesalahan) = Keberadaan jentik

Tabel 4.2. Pengaruh Perilaku Individu (Pengetahuan, Sikap dan Tindakan) dan Lingkungan Fisik (Jarak Rumah, Tata Rumah, Tempat Penampungan Air dan Keberadaan Jentik) terhadap Kejadian DBD di Dataran Tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah

Variabel Independen Nilai B Nilai P .for Exp(B)

(22)

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Pengaruh Perilaku Individu terhadap Kejadian DBD

5.1.1 Pengaruh Pengetahuan terhadap Kejadian DBD di Dataran Tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah

Berdasarkan hasil penelitian, secara presentase/proporsi penyakit DBD lebih banyak terjadi pada kelompok yang berpengetahuan kurang pada kelompok kasus sebesar 42,3%. Untuk kelompok kasus terdapat pengetahuan baik sebesar 57,7% dan pada kelompok kontrol terdapat pengetahuan baik sebesar 44,2% dengan OR=0,55 artinya bahwa responden dengan pengetahuan kurang 0,55 kali berisiko menderita DBD debandingkan dengan responden yang berpengetahuan baik. Uji statistik chi-square diperoleh nilai p>0,05, hal ini menunjukkan variabel pengetahuan berpengaruh terhadap kejadian DBD. Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan semakin tinggi pengetahuan maka akan menurun kejadian DBD.

Responden yang berpengetahuan baik lebih tidak ada yang menderita DBD, hal ini bahwa yang berpengetahuan baik mengetahui pencegahan penyakit DBD mungkin diperoleh dari informasi tentang DBD baik melalui penyuluhan langsung maupun media massa. Pengetahuan masyarakat pada kelompok kasus mayoritas berpengetahuan baik (57,7%).

(23)

Dalam menyikapi kejadian DBD, masyarakat masih cenderung berpengetahuan kurang tentang DBD keadaan ini upaya untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang DBD dapat dilakukan melalui kegiatan penyuluhan tentang pentingnya pencegahan DBD oleh petugas kesehatan yang ada di dataran tinggi Gayo serta membuat brosur atau leaflet tentang pencegahan penyakit DBD. Penyuluhan tentang DBD dengan materi yang mencakup keseluruhan materi tentang penyakit DBD dan pencegahannya sangat penting dilakukan sebagai upaya meningkatkan kesehatan masyarakat (Shafitri,2010)

Metode penyuluhan yang digunakan juga harus disesuaikan dengan kemampuan masyarakat, sehingga apa yang menjadi tujuan penyuluhan dapat tercapai, misalnya dengan menampilkan gambar tentang pencegahan DBD yaitu 3M+ (menguras, menguburdan menutup serta pemeliharan ikan dikolam) (Shafitri, 2010).

Peningkatan pengetahuan saja belum tentu dapat merubah sikap atau pandangan masyarakat tentang penyakit DBD, oleh karena itu harus dirumuskan suatu pendekatan yang lebih baik, misalnya dengan melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama maupun tokoh adat untuk mensosialisasikan pencegahan dan penyakit DBD.

5.1.2 Pengaruh Sikap terhadap Kejadian DBD di Dataran Tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah

(24)

Sikap masyarakat tentang penyakit DBD di dataran tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah yang diwakili oleh kelompok kasus dan kelompok kontrol. Pada hasil penelitian ini masyarakat yang memiliki sikap yang kurang pada kelompok kasus sebesar 42,3%, sedangkan kelompok kontrol sikap kurang sebesar 31,7% terhadap pencegahan DBD. Uji statistik menunjukkan variabel sikap berpengaruh terhadap kejadian DBD. Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan semakin baik sikap maka akan menurun kejadian DBD.

Hal ini ditunjukan pada uji statistik OR = 1,79 chi-square diperoleh nilai p<0,05, (95% CI: 0,93 – 3,44) artinya responden dengan sikap kurang 1,79 kali menderita DBD dibandingkan responden yang bersikap baik dan membuktikan ada perbedaan kemungkinan risiko terkena DBD pada sikap masyarakat yang baik (mendukung) dengan sikap masyarakat yang tidak baik dengan kejadian DBD. Sikap masyarakat yang tidak baik tentang pencegahan penyakit DBD dapat mengakibatkan kejadian DBD di dataran tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Sitorus (2005) bahwa sikap masyarakat yang kurang mendukung dalam pemberantasan vektor merupakan risiko penyebab terjadinya penyakit DBD OR= 2,2, (95% CI: 1,290 – 4,078).

Penelitian yang dilakukan Fathi (2005) menunjukkan bahwa semakin masyarakat bersikap tidak serius dan tidak berhati-hati terhadap penularan penyakit DBD akan semakin bertambah fackor risiko terjadinya penularan penyakit DBD.

(25)

pengetahuan masyarakat dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat termasuk tokok masyarakat dan tokoh agama setempat. Pemerintah telah mencanangkan gerakan 3M, memberikan penyuluhan DBD melalui berbagai macam media yang sifatnya individual dilakukan oleh para kader atau petugas kesehatan, namun belum memberikan hasil yang optimal. Hal ini memberikan petunjuk bahwa keterlibatan masyarakat dalam melakukan kegiatan pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD di lingungannya belum maksimal.

5.1.3 Pengaruh Tindakan terhadap Kejadian DBD di Dataran Tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah

Berdasarkan hasil penelitian, secara presentase/proporsi penyakit DBD lebih banyak terjadi pada kelompok yang bertindakan baik pada kelompok kasus sebesar 75%. Untuk kelompok kontrol terdapat lebih banyak bertindakan baik sebesar 88,5%.

Berdasarkan hasil uji statistik Nilai OR = 3,33 (95% CI: 1,34 – 8,30) dan diperoleh nilai p<0,05, artinya bahwa ada perbedaan kemungkinan risiko terkena DBD pada tindakan masyarakat yang baik (mendukung) dengan tindakan masyarakat yang kurang (tidak mendukung) dengan kejadian DBD di daerah dataran tinggi Gayo kemungkinan orang yang menderita DBD tindakannya kurang (tidak baik) 3,33 kali dibandingkan dengan orang yang tidak menderita DBD.

(26)

DBD dapat mengakibatkan kejadian DBD di dataran tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah.

Menurut penelitian Fathi (2005) menunjukkan bahwa tindakan ‘3M’ berperan positif terhadap pencegahan terjadinya penyakit DBD.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Usman (2002) bahwa ada hubungan antara perilaku dengan kejadian DBD. Salah satu hambatan yang menyebabkan angka kesakitan DBD tinggi yaitu kesulitan merubah perilaku penduduk yang tidak perduli dan tidak membersihkan sarang nyamuk yang mengakibatkan potensi penularan DBD. masyarakat yang kurang mendukung dalam pemberantasan vektor merupakan risiko penyebab terjadinya penyakit DBD (Depkes. RI, 1997).

Responden pada kelompok kasus kurang memiliki tindakan tentang pencegahan penyakit DBD. Perbaikan tindakan masyarakat dilakukan sejalan dengan peningkatan pengetahuan masyarakat dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat termasuk tokoh masyarakat dan tokoh agama setempat. Pemerintah telah mencanangkan gerakan 3M, memberikan penyuluhan DBD melalui berbagai macam media yang sifatnya individual dilakukan oleh para kader atau petugas kesehatan, namun belum memberikan hasil yang optimal. Hal ini memberikan petunjuk bahwa keterlibatan masyarakat dalam melakukan kegiatan pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD di lingungannya belum maksimal.

(27)

masyarakat tentang DBD dapat dilakukan melalui kegiatan penyuluhan tentang pentingnya pencegahan DBD oleh petugas kesehatan yang ada di dataran tinggi Gayo. Tindakan masyarakat masih dapat ditingkatkan melalui penyuluhan sehingga dapat menggugah mereka untuk berperan serta aktif dalam pengendalian vektor guna pemberantasan DBD dilakukan bersama-sama oleh warga (kerja bakti) dapat menurunkan risiko terhadap kejadian DBD.

Apabila program pemberantasan vektor tidak berjalan efektif maka mengakibatkan kepadatan jentik dan populasi nyamuk di daerah pemukiman meningkat.

5.2 Hubungan Lingkungan Fisik dengan Kejadian DBD

5.2.1 Pengaruh Jarak Rumah Terhadap Kejadian DBD di Dataran Tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah

Berdasarkan hasil penelitian, secara presentase/proporsi penyakit DBD yang terjadi dengan jarak rumah yang tidak baik pada kelompok kasus sebesar 46,2%. Untuk kelompok kontrol terdapat lebih banyak jarak rumah yang baik sebesar 70,2% dibandingkan dengan kelompok kasus sebesar 53,8%.

(28)

dijelaskan bahwa responden yang mempunyai jarak rumah tidak baik 2,42 kali berisiko menderita DBD dibandingkan dengan responden yang mempunyai jarak rumah yang baik, semakin baik jarak rumah maka akan menurun kejadian DBD.

Hal ini membuktikan ada perbedaan kemungkinan risiko terkena DBD pada jarak rumah masyarakat yang baik dengan jarak rumah masyarakat yang tidak baik pada kejadian DBD. Jarak rumah masyarakat yang tidak baik dapat mengakibatkan kejadian DBD di dataran tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Roose (2008) bahwa ada hubungan antara jarak rumah dengan kejadian DBD. Kemungkinan risiko terkena DBD pada masyarakat yang jarak rumahnya ≤ 5m dengan tetangga sebelah menyebelah dengan rumah yang berjarak > 5 m dengan tetangga sebelah.

Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa jarak antara rumah memengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah ke rumah lain, semakin dekat jarak rumah semakin mudah menyebar ke rumah sebelah menyebelah (Soegijanto, 2008).

5.2.2 Pengaruh Tata Rumah dengan Kejadian DBD di Dataran Tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah

(29)

diperoleh hasil nilai p < 0,05 artinya bahwa orang yang menderita DBD dengan faktor risiko tata rumah yang tidak baik(adanya baju berserakan dan kain bergantungan) 11,50 kali lebih mungkin untuk terkena DBD dari pada orang yang tidak menderita DBD, hal ini menunjukkan variabel tata rumah berpengaruh terhadap kejadian DBD. Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan semakin baik penataan dalam rumah maka akan menurun kejadian DBD.

Penataan rumah masyarakat di dataran tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah yang diwakili oleh kelompok kasus dan kelompok kontrol. Pada hasil penelitian ini masyarakat dengan penataan rumah tidak baik pada kelompok kasus sebesar 98,1%, sedangkan kelompok kontrol sebesar 77,9%. Hal ini membuktikan ada perbedaan kemungkinan risiko terkena DBD pada penataan rumah masyarakat yang baik dengan penataan rumah masyarakat yang tidak baik terhadap kejadian DBD. Penataan rumah masyarakat yang tidak baik dapat mengakibatkan kejadian DBD di dataran tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Roose (2008) bahwa ada hubungan antara penataan rumah dengan kejadian DBD. Selain itu menurut Haryanto dkk (1989) mengatakan bahwa kebiasaan menggantung pakaian adalah tempat-tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap istirahat selama menunggu waktu bertelur dan tempat tersebut gelap, lembab dan sedikit angin. Nyamuk Ae.aegypti biasa hinggap di baju-baju yang bergantungan dan benda-benda lain di dalam rumah.

(30)

dataran tinggi Gayo. Penataan rumah sangat mendukung untuk menurunkan kejadian DBD. Metode penyuluhan yang digunakan juga harus disesuaikan dengan kemampuan masyarakat, sehingga apa yang menjadi tujuan penyuluhan dapat tercapai, misalnya dengan menampilkan gambar tentang pencegahan DBD.

Melalui penyuluhan yang dilaksanakan sehingga diharapkan rumah masyarakat dapat tertata dengan baik untuk menghindari perkembangbiakan nyamuk Ae.aegypti.

5.2.3 Pengaruh Tempat Penampungan Air (TPA) dengan Kejadian DBD di Dataran Tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah

Berdasarkan hasil penelitian, secara presentase/proporsi penyakit DBD lebih banyak terjadi pada kelompok dengan tempat penampungan air yang tidak ada pada kelompok kasus sebesar 27,9%. Untuk kelompok kontrol terdapat lebih banyak tenpat penampungan air yang ada sebesar 51,0% dibandingkan dengan kelompok kasus sebesar 72,1%. Uji statistik menunjukkan variabel tempat penampung air berpengaruh terhadap kejadian DBD. Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan semakin baik tempat penampungan air maka akan menurun kejadian DBD.

Tempat penampungan air masyarakat di dataran tinggi Gayo Kabupaten Aceh

Tengah yang diwakili oleh kelompok kasus dan kelompok kontrol. Uji statistik OR = 3,18 (95% CI: 1,61 – 6,26) dan chi-square diperoleh nilai p < 0,05 artinya

(31)

baik dengan tempat penampungan air masyarakat yang tidak baik terhadap kejadian DBD. Tempat penampungan air masyarakat yang tidak baik dapat mengakibatkan kejadian DBD di dataran tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah.

Penelitian yang dilakukan oleh Fathi (2005) terdapat hubungan yang bermakna antara keberadaan TPA dengan penyakit DBD.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Roose (2008) bahwa ada hubungan antara tempat penampungan air dengan kejadian DBD dengan nilai OR = 0,34 (95% CI: 0,18 – 0,58). Tempat penampungan air merupakan media untuk berkembang biak nyamuk Aedes aegypti. Untuk menghindari agar nyamuk tidak meletakkan telur-telurnya pada tempat penampungan air agar melakukan pengurasan tempat penampungan air maksimal 1 kali seminggu sehingga telur nyamuk tidak dapat berkembang menjadi nyamuk dewasa yang siap menularkan DBD.

5.2.4 Pengaruh Keberadaan Jentik terhadap kejadian Kejadian DBD di Dataran Tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah

(32)

Keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti. di dataran tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah yang diwakili oleh kelompok kasus dan kelompok kontrol. Pada hasil penelitian ini keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti. yang ada pada kelompok kasus sebesar 68,3%, sedangkan kelompok kontrol sebesar 7,7%. Hasil uji statistik OR = 16,75 (95% CI: 6,11 – 45,92) dan menunjukan bahwa nilai p < 0,05. Hal ini membuktikan ada perbedaan kemungkinan risiko 16,75 kali terkena DBD pada masyarakat lingkungan rumahnya ada jentik dengan lingkungan rumahnya tidak ada jentik. Keberadaan jentik ini karena responden kurang menyadari bahaya penyakit DBD dan kurang melakukan kegiatan 3M yaitu menguras, menutup dan menimbun TPA yang ada sehingga pada saat penelitian berlangsung keberadaan jentik pada TPA didapati.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Roose (2008) bahwa ada kemungkinan risiko terkena DBD pada lingkungan rumah yang ada jentiknya dengan lingkungan yang tidak ada jentiknya dengan nilai OR = 0,79 (95% CI: 0,49 – 1,27).

(33)

5.2.5 Pengaruh Perilaku Individu dan Lingkungan Fisik terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Daerah Dataran Tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah

Berdasarkan uji statistik Conditional logistic regression, tidak ada pengaruh variabel pengetahuan, tindakan, tata rumah, tempat penampungan air dan keberadaan jentik terhadap kejadian DBD, artinya terdapat variabel lain yang lebih mendominasi untuk kejadian DBD. Sesuai dengan penelitian Sitorus (2005) pengetahuan, tindakan, jarak rumah, tata rumah dan tempat penampungan air tidak memengaruhi kejadian DBD.

Hasil uji statistik Conditional regresi logistic menunjukkan bahwa ada pengaruh sikap dan jarak rumah terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue. Temuan ini sejalan dengan penelitian Sitorus (2005) dimana tata rumah dan keberadaan jentik memengaruhi kejadian DBD.

5.3 Kriteria Kausasi

Menurut Hill (1971) dalam buku Murti (2003), untuk membantu menarik kesimpulan kausalitas membuktikan bahwa ada pengaruh perilaku individu dan lingkungan fisik terhadap kejadian DBD. Pembuktian dapat dilakukan jika hubungan yang terjadi memenuhi criteria sebagai berikut:

(34)

Penelitian ini menggunakan rancangan Mached Case Control, perilaku individu dan lingkungan fisik berpengaruh terhadap kejadian DBD. Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini sangat mendukung criteria hubungan temporal dan membuktikan adanya hubungan kausal antara perilaku individu dan lingkungan fisik berpengaruh terhadap kejadian DBD.

2. Kuatnya hubungan (strength of the asosiation): Ukuran yang digunakan untuk menilai kuatnya hubungan antara variabel perlakuan dan keluaran pada penelitian ini adalah odd rasio (OR). Hasil penelitian ini menunjukan risiko berlanjutnya kejadian DBD yang di rumah kelompok kasus karena ada jentiknya dibandingkan kelompok kontrol, yang bermakna secara statistik (OR=16,75; 95%CI: 6,11-45,92). Kuatnya hubungan antara keberadaan jentik terhadap penurunan risiko berlanjutnya DBD, dan adanya hubungan kausal antara kedua variabel tersebut.

(35)

terhadap kejadian DBD. Hasil penelitian Roose (2008) konsisten dengan hasil penelitian penulis, keberadaan jentik pada lingkungan rumah berisiko terjadinya DBD.

5.4 Keterbatasan Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini tidak terlepas dari berbagai keterbatasan yang tidak dapat dihindari. Adapun keterbatasan tersebut:

a. Keterbatasan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain case control yang meneliti suatu penyakit setelah terjadinya sakit, kemudian menyelidiki apa penyebabnya atau faktor risikonya. Penelitian ini tidak diketahui mana yang lebih dahulu terjadi antara paparan dan akibat, tetapi hubungan yang ada hanya menunjukan besarnya pengaruh faktor pemapar dalam hubungannya dengan kejadian DBD. Upaya yang dilakukan untuk mengurangi bias dalam penelitian ini dengan melakukan matching dalam hal kelompok umur, kondisi tempat tinggal dan jenis kelamin. b. Recall Bias

(36)

untuk mudah dimengerti dan mencari responden yang baru terdiagnosis menderita DBD oleh pemeriksaan laboratorium rumah sakit.

Pada kasus diperoleh pengetahuan tinggi, hal ini kemungkinan di sebabkan karena masih ingatnya kasus terhadap penyuluhan yang diberikan oleh petugas kesehatan tentang apa itu penyakit DBD selama kasus dirawat di rumah sakit. Sedangkan pada kontrol diperoleh pengetahuan rendah dikarenakan mereka tidak memperoleh penyuluhan tentang apa itu penyakit DBD oleh petugas kesehatan c. Terdapat data yang berbeda antara kasus DBD yang ada RSUDB Takengan

(37)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Ada pengaruh perilaku individu (pengetahuan dan tindakan) terhadap kejadian DBD di dataran tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah.

2. Ada pengaruh lingkungan fisik (jarak rumah, tata rumah, tempat penampungan air (TPA) dan keberadaan jentik terhadap kejadian DBD di dataran tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah.

3. Variabel yang paling berpengaruh terhadap kejadian DBD di dataran tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah adalah variabel keberadaan jentik.

6.2 Saran

1. Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tengah perlu menyusun kebijakan tentang peningkatan sosialisasi kepada masyarakat agar mengupayakan diri terhindar dari gigitan nyamuk dan bekerjasama dengan melibatkan sector lain yang terkait.

2. Kepada tenaga kesehatan khususnya petugas P2M Puskesmas beserta lintas pelaksana program lainnya .di dataran tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah agar lebih aktif meningkatkan program promosi tentang upaya pencegahan dan penanggulangan DBD kepada masyarakat secara intensif.

(38)

sekali untuk menjaga kebersihan rumah dan lingkungan dari sampah/wadah yang menjadi tempat bersarangnya nyamuk

4.

dalam pencegahan penyakit DBD, menggabungkan kegiatan partisipasi masyarakat dalam program pencegahan dan pemberantasan DBD dengan prioritas pemberdayaan masyarakat.

a.

Untuk masyarakat secara individu berperan menjaga kebersihan rumah dan lingkungannya agar tidak dijadikan tempat bersarang nyamuk Aedes aegypti, dengan cara:

b.

Menguras bak mandi minimal seminggu sekali, menutup rapat-rapat tempat penampungan air, menimbun barang-barang bekas yang dapat menampung air.

c.

Mendorong/menganjurkan setiap anggota rumah tangga untuk melakukan kegiatan rutin yang dapat membantu upaya pemberantasan DBD seperti pengurangan sumber perkembangbiakan nyamuk PSN dan melakukan tindakan-tindakan perlindungan diri secara memadai dan ikut serta berpartisipasi secara aktif dalam mengikuti penyuluhan PSN di tingkat kelurahan.

d.

Adanya sikap yang mendukung pada setiap tindakan dalam upaya pemberantasan dan pencegahan DBD khususnya kepala keluarga.

Gambar

Tabel 3.1. Lanjutan
Tabel 4.1 Pengaruh Perilaku Individu dan Lingkungan Fisik terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Daerah Dataran Tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah
Tabel 4.2.  Pengaruh Perilaku Individu (Pengetahuan, Sikap dan Tindakan) dan Lingkungan Fisik (Jarak Rumah, Tata Rumah, Tempat Penampungan Air dan Keberadaan Jentik) terhadap Kejadian DBD di Dataran Tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah

Referensi

Dokumen terkait

Aplikasi Sistem Informasi Persediaan Barang Pada Perusahaan Ekspor Hasil Laut Berbasis Web.. E-journal

( libur, adalah, cuaca, cerah, ban, bocor, paku, matematika, bahasa, sains, bermain, baris, rajin, tentang, kalimat, tentang, kalimat) Bagus, siapa tahu arti kata dari; libur

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNIK. UNIVERSITAS MURIA KUDUS

Cemilan adalah istilah bagi makanan yang bukan merupakan menu utama (makan pagi, makan siang atau makan malam).Makanan ringan merupakan makanan untuk menghilangkan rasa pasokan

“Inilah Lima Kudapan Khas Orang Jepang di Musim Panas”.Japanese Station Portal Berita Jepang.10 Mei 2014.5 Juni. “Oyatsu Cemilan Sore

bahwa penurunan jumlah permintaan produk, jumlah produksi produk, biaya pemeriksaan, biaya simpan vendor dan biaya simpan buyer menyebabkan penurunan pada ukuran lot

Hasil sampel menunjukkan bahwa tidak ada indikasi manajemen laba sebelum merger dan akuisisi yang dilakukan dengan income increasing accruals.. Selanjutnya kinerja keuangan

Berdasarkan analisis data dalam kegiatan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan Silabus dan SAP pada mata kuliah praktik pencabutan gigi tetap pada mahasiswa Poltekkes