• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Produksi Film Pendek “di Balik Kepak KupuKupu”: Fenomena Prostitusi yang Diakibatkan oleh Gender T1 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Produksi Film Pendek “di Balik Kepak KupuKupu”: Fenomena Prostitusi yang Diakibatkan oleh Gender T1 BAB I"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Perancangan

Perempuan dibedakan dengan laki-laki dari segi kemampuan hingga upah.

Bagi perempuan di seluruh Asia, akses ke pekerjaan yang layak dan upah layak

merupakan dasar dari kemiskinan1. Upah rendah untuk sebagian besar orang, dan khususnya bagi perempuan telah menjadi perhatian. Pada saat yang sama,

perempuan harus bekerja sekaligus melakukan pekerjaan domestik. Hal tersebut

beralasan karena perempuan tidak dapat berkonsentrasi terhadap pekerjaannya.

75% pekerjaan perempuan di Asia adalah di sektor informal.2

Di negara berkembang sendiri, perempuan lebih memilih untuk mengurus

sektor informal3 daripada harus bekerja di sektor formal4. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor pendidikan. Memang sudah

banyak perempuan yang dapat mengakses pendidikan dengan mudah, namun

kesetaraan dalam pendidikan pun masih jauh dari realitas untuk di beberapa

negara berkembang.5

1 Jurnal dari Francesca Rhodes pada tahun 2016 berjudul Underpaid and Undervalued: How inequality defines women’s work in Asia

2 Ibid.

3 Sektor informal: sektor yang tidak terorganisasi (unorganized), tidak teratur (unregulated), dan

kebanyakan legal tetapi tidak terdaftar (unregistered).

4

Sektor formal: sektor yang terorganisasi (organized), teratur (regulated), dan legal terdaftar (registered).

(2)

Bagi perempuan di Asia khususnya di negara berkembang yaitu Indonesia,

perempuan masih dianggap lebih rendah ditimbang dengan laki-laki. Dari segi

pengupahan, upah yang didapat oleh kaum perempuan tidak sebanding dengan

upah yang didapat oleh laki-laki. Salah satu spesifikasi problematika yang terjadi

adalah pembagian kerja seksual.

Pembagian kerja seksual adalah pembagian kerja yang didasarkan atas

jenis kelamin (Saptari & Holzner, 1997:21). Di masayarakat sendiri terdapat

beberapa pembagian dimana suatu pekerjaan dapat dilakukan oleh laki-laki atau

perempuan. Kesadaran akan perbedaan pendefinisian maskulinitas dan feminitas

di setiap masyarakat ini membawa kesadaran akan adanya bentuk-bentuk

pembagian kerja seksual (Mackintosh dalam Saptari & Holzner, 1997:21).

Sebuah studi mengatakan bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh

perempuan di sektor domestik merupakan hal pokok yang harus dilakukan oleh

perempuan. Pandangan ini mengatakan bahwa posisi rendah perempuan

disebabkan karena posisi mereka di rumah tangga. Sehingga upah rendah atau

pekerjaan yang dinilai lebih rendah dari pekerjaan laki-laki dan tidak

membutuhkan keterampilan tinggi. Struktur tersebut dapat menguntungkan kaum

laki-laki karena mereka tidak perlu sibuk mengurus kepentingan rumah tangga.6 Perkara upah tersebut banyak kaum perempuan yang lebih sedikit

mendapatkan penempatan kerja dibanding kaum laki-laki. Menurut data dari

Badan Pusat Statistik, sebanyak 288.614 perempuan yang mendapatkan kerja di

sektor perempuan dan untuk laki-laki sebanyak 336.573 yang mendapatkan

pekerjaan di sektor formal7. Berbagai kelemahan perempuan di pasar tenaga kerja, ada sekelompok kecil perempuan yang berpendidikan tinggi yang

6 Saptari, Ratna & Briggitte Holzner (1997 : 23)

7 Dilansir dari https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1441 pada 18 September 2016 pukul

(3)

mengalami peningkatan jabatan. Para perempuan di sektor formal ini banyak

mengisi posisi-posisi dengan jabatan yang cukup tinggi.8 Namun, hal ini hanya didapatkan oleh kaum perempuan yang mempunyai pendidikan tingi.

Sebuah literatur menuliskan beberapa pandangan mengenai bagaimana

perempuan bekerja di sektor formal (industri). Yang pertama, perempuan yang

bekerja di sektor formal dianggap mendobrak rendahnya posisi perempuan.

Artinya perempuan tidak hanya bekerja di rumah dan menaikan statusnya sebagai pekerja. Perempuan dapat menjadi pelaku “pencari uang” di keluarga.

Namun pandangan selanjutnya beranggapan bahwa perempuan yang

bekerja sektor formal merupakan suatu hal yang di anggap mengeksploitasi

perempuan. Hal ini dikarenakan upah mereka yang amat rendah, dan hubungan

mereka dengan atasan sering kali bersifat patriarkal sehingga berujung kepada

kekerasan. Menurut Catatan Tahunan (CATAHU) 2011, 105 kekerasan yang

dialami oleh pekerja migran dan 43 kekerasan di tempat kerja – yang berkaitan

dengan masalah ketenaga kerjaan. Yang dimaksud dengan kekerasan seksual

dalam kategori kekerasan yang terjadi di ranah Komunitas ini termasuk:

pencabulan, perkosaan, percobaan perkosaan, persetubuhan, pelecehan seksual,

aborsi, eksploitasi seksual, prostitusi, dan pornografi. Sebanyak 87 kasus dialami

oleh perempuan dengan orientasi seksual sejenis dan transgender. 9

Dari stereotype berbasis gender tersebut, banyak perempuan yang mencari

peluang kerja lain yang dianggap lebih menguntungkan. Salah satunya adalah

prostitusi atau menjadi pekerja seks komersil. Prostitusi merupakan sebuah

kegiatan yang didalamnya terdapat perempuan yang dipekerjakan oleh mucikari

8 DIlansir dari

http://www.jurnalperempuan.org/berita/rahma-iryanti-tingkat-partisipasi-angkatan-kerja-perempuan-harus-ditingkatkan pada 18 September 2016 pukul 12:29

9

(4)

untuk memberikan jasa seks terhadap kaum laki-laki. Bahkan Edlund dan Korn

(2002) menyebutkan bahwa prostitusi adalah sebuah pekerjaan yang dilakukan

oleh perempuan yang memiliki keterampilan rendah untuk mendapatkan gaji yang

tinggi. 10 Keterampilan rendah yang dimiliki perempuan juga dikarenakan rendahnya pendidikan yang didapat.

Seorang pelaku pekerja seks komersil pernah bercerita tentang mengapa

memilih melakukan pekerjaan tersebut. Hal ini dikarenakan banyak dari mereka

yang tidak memiliki pendidikan yang cukup tinggi untuk bekerja di sektor formal

yang disebabkan juga latar belakang faktor ekonomi dari keluarga. Mereka dapat

bekerja di sektor formal, namun karena tekanan atas stereotipe masyarakat yang

merendahkan “harga” perempuan sehingga mereka harus mendapatkan upah yang

tidak imbang dengan apa yang didapatkan laki-laki.

Alasan kaum perempuan ini terjerumus ke lokalisasi bukan hanya karena

ditindas kaum laki-laki namun ada juga dari mereka yang mengalami kekerasan

seksual dan pengalaman seksual dini serta karena sebab lainnya seperti faktor

ekonomi.11 Seperti halnya perlakuan kekerasan atau pelecehan seksual yang didapat dari lingkungan kerja dimana mereka bekerja. Selain itu, faktor psikologis

seseorang memilih perkerjaan sebagai pekerja seks komersil karena

menghindarkan diri dari kesulitan hidup dan mendapatkan kesenangan dengan

melacurkan diri.12

10 Jurnal Suhar Nanik, dkk yang ditulis dalam Wacana Vol. 15, no. 4 tahun 2012 berjudul Fenomena

Keberadaan Prostitusi Dalam Pandangan Feminisme

11

Jurnal Rusdiana Mahasiswa Universitas Mulawarman jurusan Sosiatri tahun 2014 berjudul Interaksi Sosial Pekerja Seks Komersial Lokalisasi Bandang Raya Dengan Masyarakat Kelurahan Mugirejo, Kota Samarinda

12 Jurnal Erik Estrada dan Oksiana Jatinigsih Mahasiswa FIS UNESA tahun 2015 berjudul Persepsi

(5)

Namun sayangnya, usaha perempuan dalam hal mendapatkan uang

seringkali dianggap tidak baik oleh masyarakat karena menyalahi nilai dan norma

yang dipercaya oleh masyarakat. Masyarakat tidak dapat menerima keberadaan

PSK dan menyatakan menjadi PSK bukanlah satu-satunya pekerjaan yang bisa

dilakukan dengan alasan terpaksa.13 Masyarakat resah dan khawatir dengan dampak negatif yang mungkin ditimbulkan dari adanya PSK. Menurut pandangan

masyarakat, PSK juga dapat menularkan perilaku buruk terhadap masyarakat

terutama remaja seperti seks bebas. Selain itu adanya PSK masyarakat

meresahkan nantinya memicu perilaku imoril lain seperti halnya judi, narkoba,

mabuk-mabukan dan perilaku buruk lainnya. Karena pandangan seperti ini

masyarakt tidak dapat menerima keberadaan PSK.

Perbedaan dalam memandang prostitusi yang terjadi pada kaum

perempuan tidak terlepas adanya cara pandang yang salah dari sistem sosial yang

di dominasi oleh kaum laki-laki dan pelaku dalam prostitusi pada umumnya

adalah perempuan. Budaya patriarki membawa dampak yang buruk terhadap

perempuan yang bekerja sebagai perempuan pekerja seks.14 Oleh karena itulah, permasalahan ini yang membuat penulis tertarik untuk mengemasnya dalam sebuah karya tugas akhir berupa Filem pendek yang berjudul “Di Balik Kepak Kupu-Kupu”.

Alasan penulis memilih Filem sebagai media penyampaian informasi

karena Filem merupakan salah satu media komunikasi massa, dimana Filem dapat

mengirimkan pesan atau isyarat yang disebut simbol melalui Filem tersebut.

Selain itu (Monaco, 1977:35), Filem merupakan media penyampaian informasi

yang sangat besar pengaruhnya terhadap komunikan, dampak yang ditimbulkan

13 Ibid.

14 Jurnal Suhar Nanik, dkk yang ditulis dalam Wacana Vol. 15, no. 4 tahun 2012 berjudul Fenomena

(6)

bisa positif dan negatif. Agar pesan yang ingin disampaikan komunikator

tersampaikan kepada komunikan, maka komunikator harus benar-benar

memperhatikan fungsi Filem dan perancangan produksi dari Filem tersebut.

Melihat dari fungsi Filem tersebut, penulis tertarik mengemas permasalahan

tersebut menjadi sebuah Filem, sehingga pesan mengenai kritik dari dampak

ketidaksetaraan gender lebih memberikan dampak yang besar terhadap

komunikan.

1.2 Rumusan Perancangan Produksi

Berdasarkan pemaparan data diatas tentang bagaimana seorang perempuan

menjadi korban kekerasan di tempat kerja sehingga mencari peluang kerja sebagai

pekerja seks komersil, maka dihasilkan perumusan rancangan produksi:

Bagaimana Filem pendek berjudul ”Di Balik Kepak Kupu-Kupu”

memberikan gambaran faktual tentang persepsi yang selama ini salah dalam

masyarakat tentang latar belakang pekerja seks komersil?

1.3Tujuan Perancangan Produksi

Karya tugas akhir ini bertujuan untuk mengkritik sistem sosial yang ada di

Indonesia mengenai timpangnya kesetaraan gender di Indonesia dan sekaligus

memaparkan pesan kepada masyarakat terhadap persepsi yang salah mengenai

pekerja seks komersil.

1.4Manfaat Perancangan Produksi

Manfaat yang diharapkan mampu didapat dari pengerjaan Filem pendek ini

(7)

1.4.1 Manfaat Teoritis

Karya tugas akhir ini diharapakan dapat memberikan sumbangsih dalam

kajian ilmu komunikasi tentang apa fungsi dari sebuah Filem pendek dalam

penyampaian pesan.

1.4.2 Manfaat Praktis

Karya tugas akhir ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menyuarakan kaum

perempuan yang memilih berkerja menjadi pekerja seks komersil terhadap

salahnya persepsi masyarakat. Sehingga karya ini sekaligus dapat bermanfaat

untuk menjadi refleksi kepada masyarakat terhadap isu ketidaksetaraan gender

yang ada di Indonesia

1.5Pembatasan Perancangan Produksi

Tugas akhir ini berfokus pada upaya merancang Filem yang berisi tentang

bagaimana perempuan memilih pekerja sebagai pekerja seks komersil akibat dari

ketidaksetaraan gender, yang nantinya akan dikemas dalam sebuah Filem pendek

yang mengangkat kisah nyata dari seorang pekerja seks komersil. Filem pendek

ini memiliki beberapa informasi penting, seperti berikut:

1) Berisi informasi tentang gambaran umum ketidaksetaraan gender

di ruang kerja sektor formal yang ada di Indonesia.

2) Berisi mengenai pemaparan fakta seorang pekerja seks komersil

yang memilih melacur sebagai mata pencaharian untuk hidupnya.

3) Berisi mengenai penutup serta kesimpulan yang berupa kritik

(8)

1.6 Konsep Perancangan Produksi

Karya tugas akhir ini akan dikemas melalui sebuah Filem pendek berbentuk

narasi yang nantinya berdurasi sekitar 10 menit. Filem pendek ini akan bercerita

bagaimana seorang perempuan dirugikan di tempat kerja yang pada akhirnya

mereka memilih peluang kerja lain sebagai pekerja seks komersil. Alur dalam

Filem ini akan menggunakan alur maju mundur. Dengan sinopsis cerita sebagai

berikut;

Gina, seorang perempuan sekaligus korban dari sudut pandang masyarakat

yang serampangan dalam menyikapi perempuan. Ia menjadi "produk" dari praktik

subordinasi dalam tatanan masyarakat urban.

Parasnya yang cantik kerap menjadi objek pelecehan seksual oleh laki-laki di

sekitarnya, mulai dari teman kerja hingga majikan tempat ia mencicil mimpi yang

kian hari semakin tak terbeli. Belum lagi bias yang melekat erat dalam

kehidupannya sehari-hari sebagai perempuan pekerja.

Gajinya sebagai buruh perempuan di kota kecil ternyata hanya sanggup

menata masa depan yang kerdil. Ia mulai jengah setiap akhir bulan diupah murah

setelah waktu dan tenaganya habis diperah. Kondisi tersebut akhirnya menyeret

Gina ke dalam dunia prostitusi, sebuah palung yang paling kelam dalam getir

Referensi

Dokumen terkait

Tagged on: buat lemari baju murah buat lemari dapur murah buat lemari kayu murah buat lemari murah jakarta buat lemari pakaian murah cara buat lemari

imposeddiscipline yaitu pelaksanaan disiplin yang timbul dari seorang pegawai atas dasar kerelaandan kesadaran, akan tetapi dalam kenyataannya masih terdapat

Banyak kritik yang ditunjukkan pada cara guru mengajar yang terlalu menekankan pada penguasaan sejumlah informasi atau konsep belaka. Pentingnya pemahaman konsep

[r]

Berdasarkan hal – hal tersebut di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul “Praktik

menyerah segala yg berkaitan dgn bola jaring kpd sk bukit balai.sk bukit balai bercadang utk menghantar dua pasukan iaitu johan tahun lepas sk lenggong dan yg kedua akan

Secara umum, teori agensi dan teori sinyal yang digunakan dalam penelitian ini berhasil membuktikan bahwa konflik keagenan akan berkurang jika corporate governance

pihak Pengawas Pemiliu (Panwaslu) tentu saja memiliki peran penting dalam proses penegakan hukum terkait dengan pelanggaran atau tindak pidana pemilu yang