• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN PADA PROGRAM ORIENTASI PERGURUAN TINGGI DI UNIVERSITAS LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN PADA PROGRAM ORIENTASI PERGURUAN TINGGI DI UNIVERSITAS LAMPUNG"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN PADA PROGRAM ORIENTASI PERGURUAN TINGGI

DI UNIVERSITAS LAMPUNG

(Jurnal)

Oleh

Adhitya Dwi Kuncoro

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN PADA PROGRAM ORIENTASI PERGURUAN TINGGI

DI UNIVERSITAS LAMPUNG

Oleh

Adhitya Dwi Kuncoro, Eko Raharjo, Damanhuri (Email : adhityadwik@yahoo.com)

Propti atau Ospek merupakan kegiatan awal bagi setiap peserta didik yang menempuh jenjang perguruan tinggi. pergeseran budaya dikalangan mahasiswa yang mempunyai paradigma dimana budaya perpeloncoan dalam program orientasi merupakan budaya turun menurun yang harus dilestarikan. Rumusan masalah yang diangkat dalam penulisan ini adalah bagaimanakah upaya penanggulangan tindak pidana penganiayaan pada Program Orientasi Perguruan Tinggi di Universitas Lampung dan apakah faktor penghambat dalam penanggulangan tindak pidana penganiayaan pada Program Orientas Perguruan Tinggi di Universitas Lampung. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan (1) Upaya preventif dapat ditempuh dengan cara sosialisasi, penyuluhan, pendekatan terhadap mahasiswa senior , pengawasan dalam melakukan kegiatan orientasi. upaya represif yang dapat ditempuh antara lain mencakup tindakan penyelidikan dan penyidikan dengan berpedoman pada Hukum Acara Pidana (KUHAP), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), serta peraturan perundang-undangan lainnya.(2) Faktor penghambat dalam menanggulangi tindak pidana penganiayaan dalam program orientasi perguruan tinggi di Universitas Lampung yaitu : Kurangnya kesadaran korban kekerasan itu sendiri atau enggan untuk melaporkan tindak kekerasan yang terjadi. Kurang kesadaran masyarakat atau acuh bila ada tindak pidana penganiayaan terhadap mahasiswa baru dalam program orientasi.kurangnya pengawasan dalam menjalani program orientasi. Pergeseran budaya dan nilai-nilai norma di masyarakat.

(3)

ABSTRACT

EFFORTS TO COMBAT CRIME PERSECUTION ON THE ORIENTATION COLLEGE AT THE UNIVERSITY

OF LAMPUNG By

Adhitya Dwi Kuncoro, Eko Raharjo, Damanhuri (Email : adhityadwik@yahoo.com)

Propti or ospek is inception work for every students followed university . Cultural shifts among student who have paradigm where culture bullying in the program orientation is culture down decreased have to be preserved .Formulation problems raised in writing this is how the effort to reduce crimes persecution in program orientation college at the university of lampung have factors barrier in tackling crimes persecution in program orientas college at the university of lampung. his report is written with used the normative juridical juridical and empirical. Based on the research done and discussion, a conclusion can be drawn ( 1 ) preventive measures could be pursued by means of socialization, counseling, Approach to senior student, An oversight in conducting any activity orientation . Repressive efforts that could be pursued among other things includes the act of investigation and investigation according to the law of the event of criminal ( KUHAP ) , the book of the act of criminal law ( KUHP ) , as well as of other legislations . ( 2 ) factors that hampers in tackling the criminal act of persecution in the program orientation college at the university of lampung i.e. to lack of awareness of a victim of violence itself or reluctant to report acts of violence that occurred .Lacking conscious awareness of the community or for granted if there was a criminal act the persecution of a new student in the program orientasi.kurangnya an oversight in undergo an orientation program. Cultural shifts and values the norm in the community.

(4)

I. PENDAHULAUN

Program Orientas Perguruan Tinggi atau Propti merupakan kegiatan awal bagi setiap peserta didik yang menempuh jenjang perguruan tinggi. Propti dengan seluruh rangkaian acaranya merupakan pembentukan watak bagi seorang mahasiswa baru. seringkali terjadi perpeloncoan yang merupakan praktik ritual dan aktivitas lain yang melibatkan pelecehan, penyiksaan, atau penghinaan saat proses penyambutan seseorang ke dalam suatu kelompok. Perpeloncoan telah dijumpai di berbagai jenis kelompok sosial, termasuk geng, tim olahraga, sekolah, satuan militer, dan kelompok persaudaraan. Perpeloncoan sudah dilarang oleh hukum di beberapa negara dan biasanya mencakup penyiksaan fisik (tergolong kekerasan) atau penyiksaan psikologis.

Namun dalam beberapa kasus di dalam Propti belakangan ini, apa yang selalu dilakukan tercatat sebagai cara berpikir post factum, setelah kejadian. Ciri khasnya reaktif. Akibatnya, kasus dalam Propti berulang terus, korban tewas dan luka atau trauma sepanjang hidup, dari tahun ke tahun.

Seperti contoh kasus yang terjadi dalam lingkup Fakultas Teknik Universitas Lampung. Kasus tersebut dilakukan oleh tiga mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Lampung yaitu M.Fahmi Rinaldi, Dani Afrizal, dan Robinsar atas perkara penganiayaan terhadap mahasiswa baru.

perbuatan ketiga terdakwa itu dilakukan saat korban Reky Rifiano dan rekan angkatan 2015 dkumpulkan di depan fakultas Teknik Sipil Unila. Setibanya di kampus, korban dipanggil terdakwa Fahmi dan memarahinya hingga memukul wajah korban menggunakan tangannya.

Kemudian, Terdakwa Dani Afrizal tanpa alasan yang jelas ikut memukul kepala korban. Aksi perpeloncoan itu dilanjutkan dengan memerintahkan korban untuk menampar dirinya sendiri dan jika tidak dituruti, terdakwa Fahmi akan menendangnya. Pukulan tersebut mengakibatkan korban Reky sakit pada bagian kepala dan telinga kirinya yang tidak dapat mendengar hingga daun telinganya memar dan membran tympani sobek.

(5)

2

Pemukulan yang dilakukan panitia terhadap peserta merupakan delik penganiayaan. Tindak pidana penganiayaan ini diatur dalam Pasal 351 dan Pasal 352 KUHP. Sebelumnya, terlebih dahulu diklasifikasikan delik pemukulan (penganiayaan) yang terjadi apakah merupakan penganiayaan berat atau ringan.

II.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Penganiayaan pada Program Orientasi Perguruan Tinggi di Universitas Lampung Upaya penanggulangan kejahatan telah dilakukan oleh semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat pada umumnya. Menurut Saparinah Saldi, perilaku menyimpang itu merupakan ancaman yang nyata atau ancaman norma-norma sosial yang mendasari kehidupan atau keteraturan sosial; dapat menimbulkan ketegangan individual ataupun ketegangan-ketegangan social; dan merupakan ancaman riil atau potensial bagi berlangsungnya ketertiban sosial.1

Upaya penanggulangan adalah usaha, ikhtiar guna mencapai suatu maksud dengan suatu proses untuk menanggulangi suatu kejahatan. Upaya penanggulangan kejahatan yang dikemukakan oleh Arif Barda Nawawi di atas memperlihatkan bahwa dalam rangka penanggulangan tindak pidana atau kejahatan maka lebih

1

Abintoro Prakoso, kriminologo dan hukum pidana, Yogyakarta : laksabang grafika 2013 hlm. 155

menitikberatkan pada 2 (dua) sifat upaya yaitu penanggulangan sebelum terjadinya kejahatan (preventif) dan upaya penanggulangan setelah terjadinya kejahatan (represif). Atas dasar kedua sifat penanggulangan di atas, maka dapat dijabarkan hasil penelitian terkait tentang penanggulangan tindak pidana penganiayaan dalam program orientasi perguruan tinggi di Universitas Lampung sebagai berikut:

1. Upaya Preventif

(6)

3

terjadi. Upaya penanggulangan lebih bersifat pencegahan terhadap terjadinya kejahatan, sasaran utamanya adalah mengenai faktor-faktor mengenai terjadinya kejahatan. Faktor-faktor itu antara lain adalah berpusat pada masalah atau kondisi-kondisi sosial secara langsung maupun tidak langsung yang dapat menimbulkan kejahatan. Dengan demikian, dilihat dari sudut pandang kriminil makro dan global, maka upaya preventif menduduki posisi kunci dan strategis dari seluruh upaya politik kriminil.

Upaya Preventif ini adalah untuk memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu. Dengan demikian dilihat dari sudut kriminal, seluruh kegiatan preventif melalui upaya itu mempunyai kedudukan strategis, memegang posisi kunci yang harus diintensifikasikan dan diefektifkan. Menurut A. Qirom Samsudin M, dalam kaitannya untuk melakukan tindakan preventif adalah mencegah kejahatan lebih baik daripada mendidik penjahat menjadi baik kembali, sebab bukan saja diperhitungkan segi biaya, tapi usaha ini lebih mudah dan akan mendapat hasil yang memuaskan atau mencapai tujuan. cara menanggulangi kejahatan meliputi reformasi dan preventif dalam arti sempit meliputi:

1. Moralistik yaitu menyebarluaskan sarana-sarana yang dapat memperteguhkan moral seseorang agar dapat terhindar dari nafsu berbuat jahat.

2. Abalionistik yaitu berusaha mencegah tumbuhnya keinginan

kejahatan dan meniadakan faktor-faktor yang terkenal sebagai penyebab timbulnya kejahatan, misalnya memperbaiki ekonomi (pengangguran,kelaparan), memperbaiki peradaban, dan lain-lain2

Melihat dari uraian di atas untuk mencegah terjadinya kekerasaan dalam program orientasi Uapaya preventif yang dilakukan oleh Universitas Lampung dan Unit Jatanras Polresta Bandar Lampung dalam menanggulangi tindak Pidana penganiayaan dalam program orientasi perguruan tinggi di Universitas Lampung meliputi : 1. Memberikan arahan terhadap

mahasiswa senior sebagai panitia untuk tidak melakukan kekerasaan dalam setiap kegiatan orientasi 2. Memberikan pengawasan yang

ketat terhadap setiap kegiatan orientasi baik di Universitas maupun Fakultas dengan cara mengutus dosen sebagai pengawas kegiatan orientasi 3. Memberikan sosialisasi tentang

dampak negatif dari kekerasan dalam orientasi kampus2. Kemampuan bertanggung jawab 4. Memberikan arahan kepada Para

senior untuk tidak memberikan tekanan lebih terhadap para junior mereka dengan cara pelatihan mental atau fisik yang sifatnya masih cukup ringan. Dan untuk membantu mahasiswa baru agar memiliki pandangan tentang arah belajar sebagai mahasiswa serta

2

A. Qirom Samsudin Meliala,Eugenius Sumaryono.Kejahatan Anak Suatu

(7)

4

mengenali seluk beluk dari kampusnya

2. Upaya Represif

Upaya penal atau represif merupakan upaya penanggulangan kejahatan yang lebih menitikberatkan pada sifat penindasan, pemberantasan, atau penumpasan setelah terjadinya kejahatan. Upaya pemidanaan diharapkan dapat memberikan efek jera terhadap pelaku agar tidak mengulangi lagi perbuatannya, selain itu untuk menimbulkan efek rasa takut bagi masyarakat untuk tidak berbuat kejahatan karena harus dipidana/penjara apabila tertangkap aparat penegak hukum.3

Upaya represif adalah segala tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukumsesudah terjadinya tindakan pidana. Tindakan ini dapat dipandang sebagai pencegahan untuk masa yang akan datang. Tindakan ini meliputi cara aparat hukumdalam melakukan penyidikan, penyidikan lanjutan, penuntutan pidana, pemeriksaan di pengadilan, eksekusi, dan seterusnya sampai pembinaan narapidana

Upaya penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan:

1. Penerapan hukum pidana (Criminal Law Application). 2. Pencegahan tanpa pidana

(Prevention Without Punishment). 3. Mempengaruhi pandangan

masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media

Soedjono Dirdjosisworo,Penanggulangan Kejahatan (Ctime Prevention), Bandung: Alumni.1976, hlm. 32

4

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan

Upaya penanggulangan kejahatan yang dikemukakan oleh Barda Nawawi di atas, yang merupakan upaya penanggulangan kejahatan yang lebih menitik beratkan pada sifat represif adalah penerapan hukum pidana (Criminal Law Application). Tindakan represif juga disebutkan sebagai pencegahan khusus, yaitu suatu usahauntuk menekan jumlah kejahatan dengan memberikan hukuman (pidana) terhadap pelaku kejahatan dan berusaha pula melakukan perbuatan dengan jalan memperbaikisi pelaku yang berbuat kejahatan. Upaya penanggulangan kejahatan perlu ditempuh dengan pendekatan kebijakan dalam arti:

1. Ada keterpaduan (integralitas) antara politik kriminal dan politik sosial;

2. Ada keterpaduan (integralitas) antara upaya penanggulangan kejahatan dengan penal dan non penal.

Melihat dari uraian diatas upaya yang represif dilakukan oleh pihak Universitas Lampung dan Unit Jatanras Polresta Bandar Lampung dalam menanggulangi tindak pidana penganiayaan pada program orientasi perguruan tinggi di Uiversitas Lampung ialah sebagai berikut : 1. Memanggil para pihak yang

terkait dengan kekerasan dalam program orientasi kampus untuk memberikan keterangan

2. Memberikan sanksi kepada pihak yang terbukti melakukan

(8)

5

kekerasan dalam lingkungan kampus khusunya Fakultas Teknik. Sanksi yang diberikan oleh pihak kampus berupa sanksi akademik yaitu; teguran akademik, pembinaan, tidak mengeluarkan nilai mata kuliah tertentu, skorsing, DO (Drop Out).

3. Melakukan mediasi kepada para pihak, apabila terdapat pihak yang dirugikan dan pihak yang terbukti melakukan kekerasan. Mediasi ini bertujuan untuk menemukan solusi yang terbaik antara kedua belah pihak, pihak kampus sangat menekankan terhadap upaya ini.

4. Mengambil keputusan dari upaya diatas jika menemukan kata sepakat perdamaian antara kedua belah pihak. Keputusan yang diambil oleh pihak kampus untuk pihak yang terbukti melakukan kekerasaan untuk membuat surat penyataan untuk tidak mengulangi perbuatan serupa jika mengulangi perbuatan tersebut maka mahasiswa terkait bersedia menerima sanksi DO (Drop Out) dari Universitas Lampung.

5. Apabila tidak menemukan solusi atas upaya mediasi di atas, pihak kampus sendiri menyerahkan kepada para pihak upaya apa yang akan ditempuh baik secara kekeluargaan ataupun secara hukum.

B. Faktor penghambat dalam menanggulangi tindak pidana penganiayaan pada program orientasi perguruan tinggi di Universitas Lampung

Realita kehidupan bermasyarakat, seringkali penerapan hukum tidak efektif. Untuk membahas

ketidakefektifan hukum, ada baiknya juga memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas suatu penerapan hukum.

Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Ishaq dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Hukum yang menyebutkan dalam proses penegakan hukum, ada faktor-faktor yang mempengaruhi dan mempunyai arti sehingga dampak positif dan negatifnya terletak pada isi faktor tersebut.

Menurut Soerjono Soekanto bahwa faktor tersebut ada lima, yaitu: 1. Faktor hukumnya sendiri atau

peraturan itu sendiri. Contohnya, tidak diikutinya asas-asas berlakunya undang-undang, belum adanya peraturan pelaksana yang sangat dibutuhkan untuk menerapkan undang-undang serta ketidakjelasan arti kata-kata di dalam undang-undang yang mengakibatkan kesimpangsiuran di dalam penafsiran serta penerapannya.

2. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. Contohnya, keterbatasan kemampuan untuk menempatkan diri dalam peranan pihak lain dengan siapa dia berinteraksi, tingkat aspirasi yang relatif belum tinggi, kegairahan yang sangat terbatas untuk memikirkan masa depan, sehingga sulit sekali untuk membuat suatu proyeksi.

(9)

6

tidak ada, diadakan yang baru betul; yang rusak atau salah, diperbaiki atau dibetulkan; yang kurang, ditambah; serta yang macet, dilancarkan.

4. Faktor masyarakat, yakni faktor lingkungan dimana hukum tersebut diterapkan. Contohnya, masyarakat tidak mengetahui akan adanya upaya-upaya hukum untuk melindungi kepentingan-kepentingannya; tidak berdaya untuk memanfaatkan upaya-upaya hukum karena faktor-faktor keuangan, psikis, sosial atau politik, dan lain sebagainya.

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Contohnya, nilai ketertiban dan nilai ketentraman, nilai jasmaniahkebendaan dan nilai rohaniahkeakhlakan, nilai kelanggengankonservatisme dan nilai kebaruan/inovatisme.5

Berdasarkan hasil wawancara dengan Panca bahwa faktor penghambat dalam menanggulangi tindak pidana penganiayaan dalam program orientasi perguruan tinggi di Universitas Lampung antara lain: 1. Dilihat dari faktor hukumnya

Penghambat dalam faktor ini ialah kurangnya kesadaran hukum dan pengetahuan hukum yang dimiliki oleh mahasiswa atau warga kampus, kurangnya kesadaran hukum mahasiswa atau warga kampus di

5

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. UI Pres. 1986 hlm 5

sini sering dikaitkan dengan berperannya mahasiswa atau warga kampus sebagai saksi

2. Dilihat dari faktor penegak hukum Faktor penghambat mengenai persoalan penegak hukum umumnya terjadi karena banyaknya jumlah Mahasiswa baru yang tidak seimbang dengan dosen pengawas dalam program jumlah Mahasiswa baru di bandingkan dengan jumlah dosen pengawas kegiatan orientasi sehingga memungkinkan terjadinya kegiatan kekerasan atau penganiayaan dalam kegiatan tersebut yang tidak termonitor oleh dosen pengawas kegiatan.

3. Dilihat dari faktor sarana dan prasarana

penghambat dalam hal sarana yang dimiliki oleh Universitas Lampung ialah tidak adanya fasilitas tempat pengaduan mahasiswa yang menjadi korban kekerasan atau penganiayaan dalam program orientasi tersebut. Tidak adanya kamera pengawas atau CCTV dibeberapa gedung-gedung dalam lingkup kampus menjadi salah satu penghambat dalam menanggulangi kekerasan tersebut penghambat dalam menanggulangi hal tersbut

(10)

7

kegitan tersebut. Mereka lebih mengenang masa lalu, dan diulang kepada adik-adiknya.

5. Dilihat dari faktor kebudayaan Faktor kebudayaan inilah yang menjadi faktor penghambat yang paling dominan dalam menanggulangi tindak penganiayaan dalam program orientasi perguruan tinggi, pergesran budaya yang menyimpang karena dari kegiatan tersebut minumbulkan rasa ingin balas dendam yang di rasakan oleh mahasiswa baru di periode orientasi selanjutnya, sehingga hal tersebut akan terlungang kembali dalam sebuah kegiatan orientasi dan menjadikannya budaya atau kebiasaan

Berdasarkan wawancara dengan kadek suci faktor penghambat dalam menanggulangi tindak pidana penganiayaan dalam program orientasi perguruan tinggi di Universitas Lampung antara lain: 1. Dilihat dari faktor hukum

kurangnya kesadaran hukum mahasiswa atau warga kampus di sini sering dikaitkan dengan berperannya mahasiswa atau warga kampus sebagai saksi. Tidak dapat dipungkiri, apabila selama ini mahasiswa atau warga kampus mencoba untuk mengelak dimintai keterangan sebagai saksi walaupun tindak pidana penganiayaan dalam program orientasi yang terjadi di hadapan mahasiswa atau warga kampus. Berbagai alasan akan

mereka kemukakan untuk menolak menjadi saksi, pada umumnya masyarakat enggan menjadi saksi karena takut adanya intimidasi berupa ancaman fisik maupun psikis terhadap saksi itu sendiri.

2. Dilihat dari faktor penegak hukum Pengahambat dalam faktor ini ialah ketidak tegasan pimpinan, minimnya kegiatan mahasiswa yang berorientasi pada peningkatan kualitas pendidikan, lemahnya dialog antara mahasiswa dan dosen, dan intervensi alumni dalam kegiatan-kegiatan kampus. kurangnya kordinasi antara pihak kampus dengan pihan Kepolisian, karena pihak kampus tidak menginginkan kasus kekerasaan atau penganiayaan dalam program orientasi tersebut masuk ke ranah hukum untuk menjaga nama baik kampus. Dengan demikian jika pihak kampus tidak mengingikan kasus kekerasaan tersebut di selesaikan di meja hukum, maka pihak kepolisisanpun terhambat dalam menanggulangi kasus.

3. Faktor masyarakat

(11)

8

yang mendukung dalam kegiatan orientasi merupak salah satu dari penghambat dalam menanggulangi hal tersbut.

4. Faktor budaya.

Dalam faktor ini paradigma mahsiswa senior yang memiliki kekuasaaan, kekuasaan sangat dekat dengan kekerasan, maka tak heran jika panitia yang memiliki wewenang dan derajat lebih tinggi dari mahasiswa baru akan melakukan kekerasan baik fisik maupun psikis kepada mahasiswa baru. Kekuasaan tersebut merupakan sarana balas dendam bagi senior atas perlakuan kakak tingkatnya yang mereka alami pada waktu dulu.

Penghambat-penghambat yang dihadapi oleh Universitas Lampung dan Polresta Bandar Lampung

merupakan penghambat yang banyak pula terjadi di Universitas-Universitas dan kepolisian lain di daerah lain. Mulai dari kekerasan yang telah melekat dan menjadi budaya di kalangan mahasiswa dan kurang tegasnya pimpinan kampus dalam menanggulangi tindak pidana dalam program orientasi di perguruan tinggi.

(12)

9

DAFTAR PUSTAKA

Prakoso, Abintoro, 2013 kriminologi dan hukum pidana, Yogyakarta : laksabang Grafika

Meliala,A. Qirom Samsudin Eugenius Sumaryono. 1985. Kejahatan Anak Suatu Tinjauan Dari Segi Psikologis dan Hukum. Yogyakarta: Liberti.

Dirdjosisworo, Soedjono 1976 Penanggulangan Kejahatan ( Ctime Prevention ). Bandung: Alumni.

Nawawi, Arif Barda. 2008. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru).Jakarta:Kencana.

Soekanto, Soerjono. 2012, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press

Referensi

Dokumen terkait

Oleh sebab itu berdasarkan latar belakang penelitian di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini seberapa besar pengaruh self assessment system terhadap

Elastisitas penawaran output (jagung) baik di Provinsi Jawa Timur maupun di Jawa Barat terhadap perubahan harga sendiri adalah elastis, sedangkan terhadap perubahan harga

syarikat di Jerman kerana mereka memberi bantuan modal kepada syarikat- syarikat tersebut... Kesan Revolusi Perindustrian.. KESAN EKONOMI..

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang.. pemah dilalokan oleh orarrg lain dan sepanjang sepengetahuan saya juga

Kesadaran meliputi: (1) Kesadaran diri untuk mengembangkan potensi- potensi dengan menambah keterampilan pribadi secara terus menerus; (2) Kesadaran mau mencari

guest-house accorranodation during field visits is not available , local hotel accorrnnodation will be provided under the Canadian contribution. The number of copies

Inkubasi enzim pada suhu optimum 55 o C baik ekstrak kasar maupun enzim hasil pemekatan amonium sulfat tingkat kejenuhan 10% memberikan hasil lebih baik yaitu

ÐÛÎÌ×É× ÓßÔßÒÙßÒ ÌßØËÒ ßÖßÎßÒ îðïíñîðïì..