• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN PENEGAK HUKUM TERPADU DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA “MONEY POLITICS” TERHADAP SISTEM PEMILU KEPALA DAERAH (Jurnal)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN PENEGAK HUKUM TERPADU DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA “MONEY POLITICS” TERHADAP SISTEM PEMILU KEPALA DAERAH (Jurnal)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN PENEGAK HUKUM TERPADU DALAM MENANGGULANGI

TINDAK PIDANA “MONEY POLITICS” TERHADAP SISTEM PEMILU

KEPALA DAERAH

(Jurnal)

Oleh

Eka Muly

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

PERAN PENEGAK HUKUM TERPADU DALAM MENANGGULANGI

TINDAK PIDANA “MONEY POLITICS” TERHADAP SISTEM PEMILU

KEPALA DAERAH

Oleh

Eka Muly, Erna Dewi, Budi Rizki Husin

Email : ekamuly09@gmail.com

Politik uang (money politics) dapat diartikan sebagai upaya mempengaruhi perilaku

orang lain dengan menggunakan imbalan tertentu. Di setiap penyelengaraan pemilu

masih banyak terjadinya tindak pidana hal ini terkait pada kasus money politics yang

terjadi di Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Mesuji adapun permasalahan penelitian ini adalah bagaimanakah peran penegakan hukum pidana terhadap tindak

pidana “money politics” dan Bagaimanakah koordinasi antara Bawaslu, Kepolisian, dan

Kejaksaan dalam penyelesaian tindak pidana “money politics” terhadap sistem Pemilu

Kepala Daerah. Penulisan skripsi ini menggunakan dua pendekatan masalah yaitu pendekatan secara yuridis normatif dan normatif empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian Penegak hukum terpadu ini belum berjalan dengan baik bahwa pada

Bawaslu Provinsi Lampung Tahun 2016 terdapat kasus yang menyangkut money

politics pada Pemilihan Kepala Daerah yang ternyata pada proses penegakan hukumnya

tidak ditindak lanjuti sebagaimana penegakan hukum dijalankan secara integral. Seharusnya suatu produk hukum harus memenuhi unsur responsif, yaitu suatu produk hukum mencerminkan keadilan yang memenuhi aspirasi masyarakat. Terhadap pelaku

tindak pidana “money politics” dalam pemilu mendapatkan kendala-kendala yang

menggangu proses hukum itu sendiri dapat ditegakan. Saran dalam penelitian ini adalah hendaknya para penegak hukum dalam hal ini Panwaslu, Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan untuk meningkatkan kerjasama dan koordinasi serta sosialisasi antara semua pihak dalam menyamakan persepsi tentang tindak pidana Pemilu.

(3)

ABSTRACT

THE ROLE OF INTEGRATED LAW ENFORCEMENT IN REDUCING "MONEY POLITICS" CRIME IN THE

REGIONAL HEAD ELECTION SYSTEM

By

Eka Muly, Erna Dewi, Budi Rizki Husin

Email : ekamuly09@gmail.com

Money politics can be interpreted as an attempt to influence the behavior of others by using certain rewards. In every election event, there are still many cases related to money politics like in West Lampung and Mesuji regencies. The problems of this research are formulated as follows: how is the role of integrated law enforcement in countermeasuring money politics? and how is the coordination among Bawaslu (Indonesia's Election Supervisory Board), Police, and the Attorney General in the settlement of "money politics" crime in the system of Regional Head Election? This research used normative and empirical approaches. The data collection technique was done through literature study and field study. While the data analysis was carried out qualitatively. The results of this research on integrated law enforcement showed that the election system has not been well run as reported by Bawaslu of Lampung in the year of 2016 as there were several cases related to money politics in the Regional Head Election which resulted on the process of law enforcement was not followed up yet, unlike if the law enforcement was carried out integrally. However, a legal product must meet the responsive element, that a legal product should reflect the justice that fulfills the aspirations of society. Further, there were several inhibiting factors against the perpetrators of "money politics" crime in the election system which interfered the legal process. It is suggested that the law enforcers, in this case Panwaslu (Election Supervisory Committee), Police, Attorney General and Court to improve cooperation and coordination and also socialization among all parties in equating perception about election crime.

(4)

I. PENDAHULUAN

Pemilihan umum (pemilu) adalah

proses memilih orang untuk mengisi

jabatan politik tertentu. Sistem

pemilihan umum memiliki mekanisme dan proses demokrasi yang merupakan

perwujudan kedaulatan rakyat

sebagaimana telah dijamin dalam

konstitusi. Pasal 2 ayat (1) Undang-

Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa kedaulatan berada ditangan

rakyat dan dilaksanakan menurut

Undang-Undang Dasar. Perwujudan

kedaulatan rakyat dimaksud

dilaksanakan melalui pemilihan umum secara langsung sebagai sarana bagi rakyat untuk memilih wakil-wakilnya

yang akan menjalankan fungsi

melakukan pengawasan, menyalurkan aspirasi politik rakyat membuat undang- undang sebagai landasan bagi semua pihak di Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menjalankan

fungsi masing-masing, serta

merumuskan Anggaran Pendapatan

Belanja Negara untuk membiayai

pelaksanaan fungsi –fungsi tersebut.

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan wakil kepala daerah merupakan suatu keharusan yang diselenggarakan oleh setiap daerah melalui Komisi Pemilihan

Umum Daerah (KPUD).1 Pemilihan ini

tidak lain dan tidak bukan, bertujuan untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung oleh

rakyat didaerah yang

menyelenggarakan. Pemilihan kepala daerah ada adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat diwilayah provinsi dan atau kabupaten/kota berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

1

http://pemerintahan.blogspot.co.id/2010/11/- pemilihan-kepala-daerah.html

1945.2 Dalam memberikan suaranya,

pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun. Penyelenggara Pemilu dan semua pihak yang terlibat dalam proses pelaksanan pemilu, wajib bersikap dan bertindak

jujur sesuai dengan peraturan

perundang- undangan.3 Setiap pemilih

dan peserta pemilu berhak mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun. Alasan

utama ditetapkannya pemilihan

langsung terhadap kepala daerah dan wakil kepala daerah oleh rakyat

didaerah yang menyelenggarakan

adalah agar mereka yang terpilih benar- benar telah melalui proses seleksi dari

bawah karena prsetasi moral,

intelektual, dan pengabdiannya pada masyarakat selama ini. Tetapi, rupanya gagasan mulia ini sulit terwujud mengingat umumnya masyarakat tidak memiliki informasi yang cukup tentang kepala daerah maupun wakil kepala daerah yang mencalonkan diri, apakah

mereka merupakan tokoh – tokoh

bermoral dan memiliki kompetensi atau tidak. Rakyat di dalam melaksanakan

haknya sebagai pemilih, dijamin

keamanannya oleh Negara, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nuraninya masing-masing.

Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam pelaksanaan Pemilihan umum, terutama dalam pemilihan Kepala Daerah masih sering dijumpai terjadinya berbagai pelanggaran, baik pelanggaran yang

bersifat administratif maupun

pelanggaran yang berupa tindak pidana. Tindak pidana pemilu, yaitu semua

2

Suharizal, Pemilukada Regulasi, Dinamia dan Konsep Mendatang, Dicetak Di Fajar interpratama, Cetakan ke-2, Depok, Agustus 2012, hlm 30.

3

(5)

tindak pidana berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu yang diatur di dalam Undang-Undang Pemilu. Tindak pidana pemilu di Indonesia dalam perkembangannya mengalami banyak perubahan baik berupa peningkatan jenis tindak pidana sampai perbedaan tentang penambahan sanksi pidana. Hal ini disebabkan karena semakin hari tindak pidana pemilu semakin menjadi perhatian yang serius karena ukuran keberhasilan Negara demokratis dilihat dari kesuksesannya menyelenggarakan

pemilu. Pemerintah Kemudian

memperketat aturan hukum tentang tindak pidana pemilu dengan semakin

memperberat sanksi pidana bagi

pelakunya. Undang–Undang Nomor 10

Tahun 2016 tentang Pemilihan umum Kepala Daerah yang menjadi dasar dan acuan dalam pelaksanaan pemilu Tahun

2017 telah mengatur mekanisme

penanganan pelanggaran dan tindak pidana yang terjadi dalam pelaksanaan

Pemilu. Dalam Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 2016 telah diatur bahwa ada 4 (empat) institusi yang terlibat dalam penanganan perkara tindak pidana pemilu yakni Panitia

Pengawas Pemilu (Panwaslu),

Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan.

Pembukaan Undang-Undang Dasar

1945 menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum, maka setiap tindak pidana yang terjadi seharusnya diperoses melalui jalur hukum, jadi hukum dipandang sebagai satu- satunya sarana bagi penyelesaian terhadap suatau tindak pidana. Tindak pidana adalah tindakan yang tidak hanya dirumuskan oleh Kitab Undang- Undang Hukum Pidana sebagai

menurut Moeljatno, perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa

pidana tertentu.5 Untuk mengefektifkan

penanganan perkara pelanggaran

pemilu yang menyangkut pidana maka Panwaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan membentuk Sentra Penegak hukum terpadu (Sentra Gakkumdu), payung

hukumnya adalah kesepahaman

bersama antara Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Republik

Indonesia dan Ketua Badan

Pengawasan Pemilihan Umum.

Keanggotaan Sentra Gakkumdu di tingkat pusat terdiri dari Kabareskrim Polri, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum dan Ketua Bidang

Penanganan Pelanggaran Pemilu

Bawaslu. Di tingkat provinsi terdiri dari Direktur Reskrim/Umum, Asisten

Pidana Umum Kejaksaan Tinggi,

Koordinator Bidang Hukum dan

Penanganan Pelanggaran Pemilu

Panwaslu Provinsi, dan di tingkat

kabupaten/kota anggotanya adalah

Kepala Satuan Reserse Kriminal,

Kepala Seksi Pidana Umum dan

Koordinator Bidang Hukum dan

Penanganan Pelanggaran Pemilu

Panwaslu Kabupaten/Kota. Jika

pemilihan dimenangkan melalui cara

curang (malpractices), sulit dikatakan

bahwa pemimpin Kepala Daerah

merupakan wakil-wakil rakyat.6

Peran Gakkumdu (Penegak hukum terpadu) hanya dioperasionalkan ketika

Pemilu dilaksanakan. Namun

gakkumdu sendiri punya tugas dalam menyidik segala kejahatan Pemilu yang dilaporkan dari Panwaslu / Bawaslu.

kejahatan atau tindak pidana.4 Selain itu

5

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pokok-pokok Hukum Pidana, (jakarta: Pradnya

4

S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Cet.3, (jakarta:Storia Grafika, 2002), hlm 204.

Paramita,2004), hlm. 54.

6

(6)

Sentra Gakkumdu adalah wadah bersama 3 unsur antara pengawas pemilu, kepolisian, dan kejaksaan untuk menangani tindak pidana pemilu. Sentra Gakkumdu yang akan mengolah laporan masyarakat yang mengandung Tindak Pidana Pemilu. Fungsi sentra

gakkumdu yang utama adalah

melakukan gelar perkara untuk

menemukan unsur-unsur tindak pidana pemilu dan bukti-bukti yang harus dikumpulkan. Selain itu fungsi sentra gakkumdu untuk membantu pengawas pemilu dalam membuat kajian tindak pidana pemilu.

Sistem pemilihan umum Kepala Daerah secara langsung Tahun 2017 membuka

maraknya praktik money politics di

Provinsi Lampung, dalam situasi yang serba sulit seperti saat ini, uang merupakan alat kampanye yang cukup

ampuh untuk mempengaruhi

masyarakat guna memilih calon Kepala

Daerah tertentu. Praktik-praktik

kecurangan tersebut menimbulkan

paradigma bagi masyarakat bahwa kecerdasan intelektual tidak menjadi dasar untuk menjadi calon Kepala Daerah, tetapi kekayaan finansial yang menjadi penentu pemenang dalam pemilu.

Pada pemilihan umum Kepala Daerah Tahun 2016 di Kabupaten Mesuji dan Kabupaten Lampung Barat terdapat perbuatan melawan hukum dengan cara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada warga, baik secara langsung maupun tidak langsung pelanggaran yang dilakukan oleh calon

atau tim kampanye. Menyikapi

pelanggaran-pelanggaran tersebut,

pihak Pengawas Pemiliu (Panwaslu) tentu saja memiliki peran penting dalam proses penegakan hukum terkait dengan pelanggaran atau tindak pidana pemilu yang terjadi.

Berdasarkan uraian latar belakang

masalah diatas maka penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul “Peran Penegak hukum terpadu Dalam

Menanggulangi Tindak Pidana (Money

Politics) Terhadap Sistem Pemilu

Kepala Daerah.”

Adapun rumusan masalah yang penulis akan dikaji dalam penulisan skripsi ini adalah :

a. Bagaimanakah peran penegak

hukum terpadu dalam

menanggulangi tindak pidana

money politics” terhadap sistem Pemilu Kepala Daerah ?

b. Apa sajakah faktor-faktor yang

mempengaruhi penegak hukum

terpadu dalam menanggulangi

tindak pidana “money politics”

terhadap sistem Pemilu Kepala Daerah ?

Penulisan skripsi ini menggunakan dua pendekatan masalah yaitu pendekatan secara yuridis normatif dan normatif empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi

lapangan. Analisis data dilakukan

secara kualitatif.

II.PEMBAHASAN

A. Peran Penegak hukum terpadu Dalam Menanggulangi Tindak

Pidana Money Politics”

Terhadap Sistem Pemilu Kepala Daerah

Penegakkan hukum adalah suatu usaha untuk menanggulangi kejahatan secara

rasional, memenuhi keadilan dan

berdaya guna, dalam rangka

menanggulangi kejahatan terhadap

berbagai sarana sebagai reaksi yang

dapat diberikan kepada pelaku

kejahatan, berupa sarana pidana

(7)

diintegrasikan satu dengan yang lainya. Apabila sarana pidana dipanggil untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan dilaksanakan politik hukum pidana, yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang.

Salah satu pilar pokok dalam setiap

sistem demokrasi adalah adanya

mekanisme penyaluran pendapat rakyat secara berkala dan berkesinambungan melalui pemilihan umum. Pemilihan

Umum adalah sebuah mekanisme

politik untuk mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan warga negara dalam

proses memilih sebagian rakyat

menjadi pemimpin pemerintah.7

Banyaknya tindak pidana Pemilu, tidak

menjamin penegakan hukum.

Penggunaan pidana dalam proses

Pemilu tidaklah mudah. Pengawas Pemilu, penyidik Polri, Jaksa dan Hakim masih berbeda persepsi terhadap

beberapa bentuk kasus pidana Pemilu.8

Terutama ketentuan yang definisinya kabur, bisa diartikan sempit atau luas. Perdebatan defenisi kampanye itu sudah menjadi perdebatan yang klasik dan terjadi dari dulu. Atas dasar itu Topo Santoso mengusulkan agar berbagai ketentuan pidana Pemilu dibahas lebih

mendalam. Sehingga dapat

menghasilkan ketentuan yang lebih

jelas, tidak ambigu dan mudah

dipahami semua pihak. Ahli pidana

berperan penting bagi pembuat

kebijakan dalam merumuskan tindak

7

Paimin Napitupulu, Peran dan Pertanggungjawaban DPR Kajian di DPRD Provinsi DKI Jakarta, Disertasi, Alumni, Bandung, 2004, Hlm.71

Berdasarkan hasil wawancara dengan Yanuar, menyatakan bahwa Mekanisme Pengawasan Pemilu yang dimaksud dengan pengawasan Pemilu adalah

kegiatan mengamati, mengkaji,

memeriksa, dan menilai proses

penyelenggaraan Pemilu sesuai dengan perundang-undangan. Sedangkan tujuan

pengawasan Pemilu adalah untuk

menjamin terselenggaranya Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, dan berkualitas.

Contoh kasus yang terjadi pada

pemilihan umum Kepala Daerah Tahun

2016 di Kabupaten Mesuji dan

Kabupaten Lampung Barat terdapat perbuatan melawan hukum dengan cara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada warga, baik secara langsung maupun tidak langsung pelanggaran yang dilakukan oleh calon

atau tim kampanye. Menyikapi

pelanggaran-pelanggaran tersebut,

pihak Pengawas Pemiliu (Panwaslu) tentu saja memiliki peran penting dalam proses penegakan hukum terkait dengan pelanggaran atau tindak pidana pemilu yang terjadi. Penegak hukum terpadu ini belum berjalan dengan baik bahwa pada Bawaslu Provinsi Lampung Tahun 2016 terdapat banyak kasus yang menyangkut money politic di tingkat Provinsi yang ternyata pada proses penegakan hukumnya tidak ditindak lanjuti sebagaimana penegakan hukum dijalankan secara integral. Seharusnya suatu produk hukum harus memenuhi unsur responsif, yaitu suatu produk hukum mencerminkan keadilan yang memenuhi aspirasi masyarakat.

Terhadap pelaku tindak pidana money

politics dalam pemilu mendapatkan

(8)

proses hukum itu sendiri dapat ditegakan, sesuai dengan kasus yang

diteliti yaitu kasus money politics dalam

pemilu yang terjadi di Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Mesuji,

bahwa adanya limit waktu yang

disediakan dalam proses tindak pidana Pemilu itu sendiri sehingga aparat dituntut dengan waktu yang sangat cepat untuk prosesnya, berbeda dengan tindak pidana biasa yang memerlukan banyak waktu, dan apabila kasus di

Penanganan pelanggaran pidana Pemilu harus dilakukan dengan cepat apabila

didasarkan kepada Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 2016. Adanya batasan

waktu yang relatif lebih cepat

dibandingkan penanganan tindak pidana

pada umumnya membutuhkan

koordinasi yang lebih baik antara

lembaga yang terlibat dalam

penanganan pelanggaran pidana

tersebut. Gakkumdu adalah lembaga

yang dilahirkan dari naskah

kesepahaman, 28 Juni 2008, antara Jaksa Agung, Kapolri, dan Ketua Bawaslu. Kesepahaman antara ketiga

institusi mengenai pembentukan

Gakkumdu ini termuat dalam

Keputusan Jaksa Agung Nomor : 055/A/JA/VI/2008; Keputusan Kapolri Nomor : B/06/VI/2008; dan Keputusan

Bawaslu Nomor

:01/Bawaslu/KB/VI/2008 dimana

kesepahaman tersebut termuat dalam Sentra Penegak hukum terpadu dan Pola Penanganan Perkara Tindak Pidana Pemilu Legislatif Tahun 2009.

Kesepahaman bersama tersebut dibuat untuk menyamakan pemahaman dan pola tindak dalam penanganan tindak

pidana “money politics” Pemilu kepala

daerah Tahun 2017 secara terpadu dan terkoordinasi antara unsur pengawas Pemilu, Kepolisian, dan Kejaksaan.

Sedangkan tujuan kesepahaman

bersama tersebut adalah untuk

tercapainya pengakan hukum tindak pidana Pemilu kepala daerah Tahun 2017 sesuai dengan prinsip peradilan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan serta bebas, jujur, dan tidak memihak.

Sebenarnya pembentukan Sentra

Gakkumdu sudah ada pada Pemilu 1999 dimana Gakkumdu diposisikan sebagai lembaga Pra Sistem Peradilan Pidana berbagai kasus Pemilu.

Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Hari Sutrisno Peran penting Sentra

Gakkumdu dalam penanganan

pelanggaran pidana Pemilu adalah menerima laporan pelanggaran Pemilu pada setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dari Panwaslu dan KPU. Dalam teknisnya, Sentra Gakkumdu melakukan penelitian dan pengkajian melalui mekanisme gelar perkara setiap laporan pelanggaran yang diterima dari Panwaslu. Sehingga dalam pelaksanaan tugas di Sentra Gakkumdu tersebut wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik dalam pelaksanaan tugas yang bersifat internal maupun eksternal,

sesuai dengan asas Integrated Criminal

Justice System. Jadi dengan prinsip

tersebut maka setiap unsur dalam Sentra

Gakkumdu meneliti laporan yang

masuk tersebut. Apabila dalam hasil penelitian oleh unsur-unsur dalam

Sentra Gakkumdu laporan yang

diterima oleh pengawas Pemilu bukan

merupakan tindak pidana maka

dikembalikan kepada Panwaslu,

(9)

Pola penanganan tindak pidana Pemilu

telah diuraikan diatas adalah

pendeskripsian tentang alur

penyelesaian perkara pidana Pemilu sesuai dengan Undang-Undang dan

Kesepahaman Bersama antara

Panwaslu, Kepolisian dan Kejaksaan. Selanjutnya pada bab berikutnya akan

dikemukakan permasalahan yang

dihadapi dalam penanganan perkara

pidana Pemilu. Alur Penanganan

Pelanggaran Pemilu Berdasarkan

Perbawaslu Nomor 14 Tahun 2012 Alur penanganan tindak pidana dalam sistem peradilan pidana pemilu sebagaimana diuraikan di atas menunjukkan birokrasi penanganan yang tidak sederhana.

Sistem penanganan tindak pidana

pemilu jauh lebih rumit dibandingkan

tindak pidana biasa yang hanya

melibatkan Polisi, Jaksa dan

Pengadilan. Sementara tindak pidana pemilu juga melibatkan pengawas pemilu. Sehingga, kondisi inipun dinilai sebagai salah satu alasan kenapa

penanganan tindak pidana pemilu

menjadi tidak efektif.

Laporan terjadinya pelanggaran Pemilu

disampaikan oleh pelapor kepada

Panwaslu paling lama tiga hari sejak

terjadinya pelanggaran Pemilu.

Sehingga apabila laporan yang

disampaikan oleh pelapor melebihi waktu tiga hari setelah terjadinya pelanggaran Pemilu, Panwaslu dapat menolak laporan tersebut. Panwaslu mengkaji setiap laporan pelanggaran yang diterima. Apabila dari hasil kajian, laporan tersebut terbukti kebenarannya, maka dalam waktu paling lama tiga hari setelah laporan diterima, Panwaslu wajib menindaklanjuti laporan tersebut.

Apabila Panwaslu memerlukan

keterangan tambahan dari pelapor mengenai isi laporan, maka permintaan keterangan tambahan tersebut dilakukan paling lama lima hari setelah laporan diterima. Inilah hak istimewa yang

diberikan oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 kepada Penawaslu dimana kewenangan ini sangat mirip dengan kewenangan yang diberikan kepada penyidik yaitu kewenangan menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana dan memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.

Laporan yang menyangkut pelanggaran administrasi Pemilu, diteruskan kepada

KPU,sedangkan laporan yang

menyangkut pelanggaran pidana Pemilu

diteruskan kepada penyidik

Polri. Dalam tahap ini juga menjadi

alasan Panwaslu dapat dikatakan

sebagai salah satu sub sistem dalam penanganan perkara pidana Pemilu

yaitu Panwaslu menerima laporan

pelanggaran Pemilu baik pelanggaran administrasi maupun pidanap pemilu. Panwaslu juga mempunyai kewenangan memutuskan bahwa sebuah perkara merupakan perkara pidana, dimana pada

penanganan perkara pidana pada

umumnya, kewenangan tersebut

merupakan milik penyelidik dan

penyidik.

Berdasarkan hasil wawancara dengan

Ari Hidayat menyatakan bahwa

penuntut umum setelah menerima

berkas perkara hasil penyidikan dari penyidik Polri, segera mempelajari dan meneliti berkas perkara tersebut, dan

dalam waktu tiga hari wajib

memberitahukan kepada penyidik Polri apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum. Apabila hasil penyidikan belum lengkap, Penuntut Umum dalam waktu paling lama tiga hari sudah harus mengembalikan berkas

perkara kepada penyidik disertai

(10)

Penyidik Polri dalam waktu paling lama tiga hari sejak tanggal penerimaan berkas, sudah harus menyampaikan kembali berkas perkara tersebut kepada

Penuntut Umum yang menerima

kembali berkas perkara yang telah dilengkapi penyidik, dalam waktu paling lama tiga hari sudah harus memberitahukan hasil penelitian berkas kepada penyidik. Dalam waktu paling lama tiga hari setelah menerima pemberitahuan hasil penyidikan sudah lengkap dari penuntut umum, penyidik

Polri sudah harus menyerahkan

tanggung jawab tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum. Dalam waktu paling lama lima hari setelah menerima penyerahan tanggung jawab tersangka dan barang bukti (penyerahan berkas perkara tahap kedua), Penuntut

Umum harus sudah melimpahkan

perkara tersebut ke Pengadilan Negeri untuk disidangkan. Dalam waktu paling lama tujuh hari setelah menerima

pelimpahan perkara dari Penutut

Umum, Pengadilan Negeri harus sudah memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana Pemilu. Disinilah letak pentingnya kesiapan hakim dalam menerima berkas perkara tindak pidana

Pemilu disamping harus adanya

koordinasi yang baik pula antara instansi kejaksaan dan pengadilan.

Terhadap putusan Pengadilan Negeri

tersebut dilakukan banding,

permohonan banding diajukan paling

lama tiga hari setelah putusan

dibacakan. Pengadilan Negeri

melimpahkan berkas perkara banding kepada Pengadilan Tinggi paling lama tiga hari setelah permohonan banding

diterima. Kesiapan hakim dalam

menyidangkan perkara pidana Pemilu tersebut diwujudkan dengan komitmen hakim dengan menyiapkan putusan yang lengkap pada saat pembacaan vonis perkara pidana Pemilu sehingga

jaksa penuntut umum maupun terdakwa

dapat mempersiapkan langkah

selanjutnya dengan baik dan tidak terkendala dengan belum adanya salinan putusan yang lengkap dari majelis hakim.

Pengadilan Tinggi memeriksa dan memutus perkara banding paling lama tujuh hari setelah permohonan banding diterima. Putusan Pengadilan Tinggi

merupakan putusan terakhir dan

mengikat, serta tidak ada upaya hukum lain. Putusan Pengadilan Negeri dan

Pengadilan Tinggi harus sudah

disampaikan kepada Penuntut Umum paling lama tiga hari setelah putusan dibacakan. Dalam waktu paling lama tiga hari setelah menerima putusan

tersebut, Jaksa harus sudah

melaksanakan putusan pengadilan

tersebut. Tenggang waktu yang sangat singkat diatas kadangkala merupakan kendala tersendiri bagi jaksa penuntut umum ketika akan melakukan eksekusi, apalagi terdakwa tidak ditahan dan kendala geografis di daerah yang terpencil, maka koordinasi yang baik

dengan polisi dapat mengatasi

permasalahan tersebut.

B. Faktor-faktor yang Mem- pengaruhi Penegak hukum terpadu dalam Menanggulangi

Tindak Pidana “Money Politics” Terhadap Sistem Pemilu Kepala Daerah

Berdasarkan studi wawancara yang dilakukan dengan responden maupun dari hasil pustaka ditemukan beberapa faktor yang menjadi penghambat dalam penegakan hukum pidana terhadap

pelaku tindak pidana “money politics

(11)

1. Faktor Hukum (Substansi Hukum) Berdasarkan hasil wawancara dengan

Yanuar, salah satu kunci dari

keberhasilan dalam penegeakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian dari penegakan hukumnya sendiri. Dalam rangka penegakan hukum dan penegak hukumnya sendiri. Praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini disebabkan oleh konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak, sedangkan kepastian hukum merupakan suatu prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Justru itu, suatu kebijakan atau tindakan yang tidak sepenuhnya berdasar hukum

merupakan sesuatu yang dapat

dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan dengan

hukum. Maka pada hakikatnya

penyelenggaraan hukum bukan hanya mencakup law enforcement, namun

juga peace maintenance, karena

penyelenggaraan hukum sesungguhnya merupakan proses penyerasian antara nilai kaedah dan pola perilaku nyata

yang bertujuan untuk mencapai

kedamaian.

2. Faktor Penegakan Hukum

Fungsi hukum, mentalitas atau

kepribadian petugas penegak hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang baik, ada masalah. Penegak hukum merupakan golongan

panutan dalam masyarakat, yang

hendaknya mempunyai kemampuan- kemampuan tertentu sesuai dengan aspirasi masyarakat. Oleh karena itu, salah satu kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian penegak hukum.

3. Faktor Sarana atau Fasilitas

Pendukung

Faktor sarana atau fasilitas pendukung

mencakup perangkat lunak dan

perangkat keras, salah satu contoh perangkat lunak adalah pendidikan.

Kalau peraturan perUndang-

Undangannya sudah baik dan juga mentalitas penegaknya baik, akan tetapi

fasilitas kurang memadai, maka

penegakkan hukum tidak akan berjalan dengan semestinya.

4. Faktor Masyarakat

Setiap warga masyarakat sedikit

banyaknya mempunyai kesadaran

hukum, persoalan yang timbul adalah

taraf kepatuhan hukum. Warga

masyarakat harus mengetahui dan

memahami hukum yang berlaku, serta menaati hukum yang berlaku dengan penuh kesadaran akan penting dan

perlunya hukum bagi kehidupan

masyarakat. Adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum,

merupakan salah satu indikator

berfungsinya hukum yang bersang- kutan.

5. Faktor Kebudayaan

Menurut Soerjono Soekanto, fungsi kebudayaan dalam masyarakat yaitu

mengatur agar manusia mengerti

bagaimana seharusnya bertindak,

berbuat, dan menentukan sikapnya jika mereka berhubungan dengan orang lain. Dalam hal ini kebudayaan mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai mana merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik sehingga dianut, dan apa yang dianggap buruk sehingga dihindari.

(12)

namun berdasarkan pendapat para ahli dan juga responden yang berkompenten, undang-undang ini memiliki kelemahan yang menjadi penghambat penegakan hukum itu sendiri seperti adanya limitasi waktu yang diatur dalam proses penegakan hukum pidana itu sendiri yang menjadikan prosesnya dilakukan secara terburu-buru dan apabila sudah lewat dari masa tenggang waktu maka

akan kadaluarsa, walaupun secara

faktual terbukti adanya pelanggaran tersebut. Selain itu pasal yang terdapat pada undang-undang ini masih bersifat secara universal apabila dilihat dari kejelasan kata-katanya tidak secara spesifik. Wawasan dan sumber daya

manusia dalam menanganai kasus

pidana pemilu khususya “money

politics” benar-benar dibutuhkan

mengingat bentuk dari tindak pidana “money politics” itu sendiri berubah- ubah sehingga diperlukan wawasan yang luas dalam diri para penegak hukum di Indonesia. Harus diakui faktor ini juga mendorong terhambatnya penegakan hukum terhadap tindak

pidana “money politics” dalam Pemilu,

mengingat negara Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah yang

panjang dan juga pertumbuhan

penduduk yang sangat pesat maka kualitas aparat penegak hukum yang menetukan dilihat tidak semua penegak hukum sendiri memahami tindak pidana Pemilu. Masyarakat yang tidak kondusif dan adanya indikasi dari luar juga

menjadi faktor penghambat untuk

menjalankan pemilihan umum, masih banyaknya masyarakat yang mengangap “money politics” adalah hal yang biasa dalam setiap pemilhan umum yang

mengakibatkan proses penegakan

hukum itu sendiri tidak berjalan sebagai mana yang telah diatur dalam undang- undang.

Menurut Ari Hidayat dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana Pemilu ini fasillitas yang dimiliki oleh para penegak hukum masih dirasa kurang Seperti yang dilihat bahwa banyak kejadian tindak pidana Pemilu yang secara geografis letaknya sangat jauh sehingganya menjadikan susahnya para pelapor untuk melapor adanya temuan “money politics”.

Kebudayaan (sistem) hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang menjadi landasan hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi- konsepsi abstrak menagani apa yang diangap baik (sehingga dianut) apa yang dianggap buruk (sehingga dihindari) nilai-nilai tersebut biasanya merupakan

pasangan nilai-nilai yang

mencerminkan dua keadaan ekstrim yang seharusnya diserasikan. Hal itulah

yang menjadi pokok pembicaraan

didalam bagian mengenai faktor

penghambat dari segi budaya

III.PENUTUP

A.Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan maka dapat ditarik

simpulan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Peran penegak hukum terpadu

terhadap tindak pidana “money

politics” Pemilihan Kepala Daerah

dilaksanakan oleh oleh Kepolisian,

Kejaksaan dan Panwaslu yang

tergabung dalam Sentra Penegak

hukum terpadu (Gakkumdu)

Pemilihan Umum Tahun 2016,

dengan menyesuaikan pada sistem peradilan pidana sebagaimana diatur

secara umum dalam KUHAP,

(13)

khusus hukum beracara untuk menyelesaikan tindak pidana Pemilu diatur oleh UndangUndang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota. Peran penting Sentra Gakkumdu

dalam penanganan pelanggaran

pidana Pemilu adalah menerima laporan pelanggaran Pemilu pada

setiap tahapan penyelenggaraan

Pemilu Kepala Daerah dari Panwaslu dan KPU.

Koordinasi antara Bawaslu,

Kepolisian, dan Kejaksaan dalam

penyelesaian tindak pidana “money

politics” terhadap sistem Pemilu

Kepala Daerah yaitu Sentra

Gakkumdu dalam penanganan

pelanggaran pidana Pemilu adalah

menerima laporan pelanggaran

Pemilu. Dalam teknisnya, Sentra Gakkumdu melakukan penelitian dan pengkajian melalui mekanisme gelar perkara setiap laporan pelanggaran

yang diterima dari Panwaslu.

Sehingga dalam pelaksanaan tugas di Sentra Gakkumdu tersebut wajib

menerapkan prinsip koordinasi,

integrasi dan sinkronisasi baik dalam pelaksanaan tugas yang bersifat internal maupun eksternal, sesuai

dengan asas Integrated Criminal

Justice System.

2. Faktor penghambat dalam penegakan

hukum pidana terhadap pelaku

tindak pidana “money politics

terhadap sistem pemilu Kepala

Daerah karena ancaman pidananya yang kurang sehingga masih banyak oknum-oknum yang merasa tidak

jera dan ingin memanfaatkan

keadaan yang ada tanpa memikirkan yang lain, sementara dalam faktor penegak hukum kurangnya anggota atau penyidik yang benar-benar berkompeten dalam menangani kasus

tersebut sehingga dalam proses penyidikan sedikit terkendala.

B.Saran

Berdasarkan penelitian yang telah

dilaksanakan maka beberapa saran yang diajukan adalah sebagai berikut:

1. Kepada Bawaslu, Kepolisian dan

Kejaksaan serta semua pihak yang berkepentingan di dalam Pemilu perlu meningkatkan kerja sama serta sosialisasi antara semua pihak dalam penyamaan persepsi tentang Tindak

Pidana Pemilu. Untuk institusi

penegak hukum khususnya

Kejaksaan hendaknya

menganggarkan alokasi dana dalam penyelesaian perkara pidana Pemilu.

2. Upaya meningkatkan efektivitas dan

efisiensi dalam peran penegakan hukum terpadau terhadap tindak

pidana Pemilu “money politics” di

masa mendatang dapat ditempuh oleh aparat penegak hukum dengan penyelenggaran acara pemeriksaan biasa untuk kategori pelanggaran pemilu dan acara pemeriksaan cepat untuk kategori tindak pidana pemilu. Hal ini penting dilakukan dalam

rangka mengatasi hambatan

keterbatasan waktu dalam penegakan

hukum terhadap tindak pidana

Pemilihan Kepala Daerah pada masa-masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Kansil, C.S.T. 2004. Pokok-pokok

Hukum Pidana, Jakarta: Pradnya

Paramita.

Napitupulu, Paimin. 2004. Peran dan

Pertanggungjawaban DPR Kajian di DPRD Provinsi DKI Jakarta,

Disertasi. Bandung: Alumni.

Santoso, Topo. 2006. Tindak Pidana

(14)

Sianturi, S.R. 2002. Asas-asas Hukum

Pidana di Indonesia dan

Penerapannya, Cet.3, Jakarta:

Storia Grafika.

Suharizal. 2012. Pemilukada Regulasi,

Dinamia dan Konsep Mendatang,

Cetakan ke-2, Depok: Fajar

Interpratama.

Sumber lain

http://pemerintahan.blogspot.co.id/2010 /11/pemilihan-kepala-daerah.html

https://wiwi07.wordpress.com/2010/07/ 20/hubungan-antara-pemilu- dengan-demokrasi-dan-kedaulatan- rakyat/

Referensi

Dokumen terkait

V pri č ujo č i nalogi smo preu č ili vplive mnogih domnevno pomembnih okoljskih dejavnikov (zlasti dejavnikov zgradbe prostora) na: (a) celoletno, sezonsko in dnevno- no č

Prototype modul alat praktikum Trainer Praktikum Motor Stepper Berbasis PLC, yang digunakan sebagai alat peraga sewaktu dosen mengajar di depan kelas, dalam

Dari aspek kesehatan masyarakat, khususnya pola penyebaran penyakit menular, cukup banyak penyakit yang dapat dicegah melalui kebiasan atau perilaku higienes dengan cuci tangan

Kegiatan ini dilakukan sampai karti soal habis; (20) Pukul 08.00 WIB, guru melakukan kegiatan akhir dalam kegiatan ini; (21) Siswa dan guru bertanya jawab tentang materi yang

Berdasarkan hasil dari penelitian, dapat diketahui bahwa bahwa peraturan daerah nomor 20 tahun 2002 dalam penanganan anak jalanan sudah berjalan baik, namun belum maksimal

Apakah ada bantuan atau dorongan dari Pemkab Deli Serdang dalam bentuk anggaran kepada PNS yang sedang belajar di Perguruan Tinggi6. Adakah batas usia untuk memperoleh

tanggapan yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Jawaban yang diutarakan siswa tidak sesuai dengan inti pertanyaan guru.. yang melanggar maksim relevansi. Ketidakrelevanan

Hal ini bisa dilihat dari pola pemukiman yang masih memegang nilai-nilai budaya dan tradisi setempat, pemukiman adat suku Ende Lio Desa Woloara, Dusun Nuaone memiliki