• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Upaya Pemberdayaan Melalui Credit Union Terhadap Perkembangan Kelompok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Upaya Pemberdayaan Melalui Credit Union Terhadap Perkembangan Kelompok"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Dampak

Dampak adalah suatu perubahan yang terjadi akibat suatu aktivitas. Aktivitas tersebut dapat bersifat alamiah, baik sosial, ekonomi, fisik, kimia maupun biologi. Sedangakan menurut KBBI dampak adalah benturan, pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif maupun negatif. Pengaruh adalah daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak kepercayaan atau perbuatan seseorang.

Adapun dampak memberikan pengaruh berupa:

1. Dampak Positif yaitu dampak yang berpengaruh positif. 2. Dampak Negatif yaitu dampak yang berpengaruh negatif.

3. Dampak Langsung yaitu dampak yang dirasakan langsung dan berkaitan dengan dampak positif.

4. Dampak tidak langsung yaitu dampak tidak langsung yang dirasakan dengan adanya suatu pengaruh.

2.2. Kemiskinan

2.2.1 Pengertian Kemiskinan

Memahami kemiskinan tidak cukup dari satu aspek saja, mengingat kemiskinan itu multideminsi apabila dilihat dari kondisi kebutuhan manusia yang juga beragam. Kemiskinan mencakup dimensi kerentanan, ketidakberdayaan, dan ketidakmampuan. Kemiskinan memiliki berbagai dimensi, yaitu:

1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang dan papan) 2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan,

(2)

3. Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga)

4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal. 5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan keterbatasan sumber alam 6. Tidak dilibatkannya dalam kegiatan sosial masyarakat

7. Tidak adanya akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan

8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental 9. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (Suharto, dkk, 2004)

Aspek-aspek kemiskinan saling berkaitan satu sama lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kemiskinan dapat diukur dengan adanya standart kebutuhan hidup layak dan yang miskin adalah manusianya. Lebih dalam lagi, jika kemiskinan ditinjau dari sandart kebutuhan hidup yang layak atau pemenuhan kebutuhan pokok, maka kemiskinan adalah suatu kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan pokok atau kebutuhan-kebutuhan dasar yang disebabkan kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan dalam upaya memenuhi sndart hidup yang layak.

Ditinjau dari segi pendapatan, dapat didefinisikan kemiskinan sebagai suatu kondisi kurangnya pendapatan sebagai modal untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Apabila ditinjau dari segi kesempatan, maka kemiskinan merupakan dampak dari ketidaksamaan kesempatan memperoleh dan mengakumulasikan basis-basis kekuatan sosial, seperti:

a. Keterampilan yang memadai

b. Informasi dan berbagai pengetahuan yang bermanfaat bagi kemajuan hidup c. Jaringan-jaringan sosial

(3)

e. Sumber-sumber modal yang diperlukan dalam upaya peningkatan pengembangan kehidupan.

Kemiskinan dalam perspektif ekonomi, didefinisikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan. Sementara Kemiskinan dalam perspektif kesejahteraan sosial mengarah pada keterbatasan individu atau kelompok dalam mengakses jaringan dan struktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan peningkatan produktivitas. Ada 2 faktor yang menjadi penghambat keterbatasan individu untuk mendapatkan kesempatan, yakni faktor internal dan eksternal. Faktor internal bersumber dari diri individu, disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan dan adanya hambatan budaya mengakibatkan seseorang tidak mendapat kesempatan untuk meningkatkan produktivitasnya. Sedangkan Faktor eksternal berasal dari luar individu, seperti birokrasi atau peraturan-peraturan yang dapat menghambat seseorang mendapatkan sumber daya.

Sementara Mencher dalam Siagian (2012) mengemukakan, kemiskinan adalah gejala penurunan kemampuan seseorang atau sekelompok orang atau wilayah sehingga mempengaruhi daya dukung hidup seseorang atau sekelompok orang tersebut, dimana pada suatu titik waktu secara nyata mereka tidak mampu mencapai kehidupan yang layak. Dalam hal ini dipahami bahwa kemiskinan terjadi karena seseorang atau sekelompok orang tidak lagi mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan hidupnya atau wilayah mengalami penurunan produksi.

2.2.2. Ciri-ciri Kemiskinan

Adapun ciri-ciri kemiskinan itu yakni:

(4)

2. Tidak mempunyai kemungkinan atau peluang untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri sehingga aktivitas hanya berorientasi pada pemenuhan konsumsi semata.

3. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah, dimana seseorang tidak mempunyai pengetahuan yang cukup untuk memperoleh kesempatan kerja.

4. Penduduk miskin pada umumnya tergolong kedalam kategori setengah menganggur, yang disebabkan karena pendidikan dan keterampilan yang rendah membuat mereka sulit mendapat akses diberbagai sektor formal.

5. Mereka yang datang dari desa ke kota dengan maksud mencari pekerjaan, namun tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan yang memadai dalam berbagai bidang pekerjaan.

2.2.3. Indikator kemiskinan

Dalam laporan PBB 1 berjudul Report on International Definition and Measurement of Living, badan dunia tersebut menetapkan 12 jenis komponen yang digunakan sebagai dasar memperkirakan kebutuhan manusia, meliputi:

1. Kesehatan, termasuk kondisi demografi 2. Makanan dan Gizi

3. Pendidikan, termasuk literacy dan skill 4. Kondisi pekerjaan

5. Situasi kesempatan kerja

6. Konsumsi dan tata hubungan aggregatif 7. Pengangkutan

8. Parumahan, termasuk fasilitas-fasilitas perumahan 9. Sandang

(5)

11.Jaminan sosial 12.Kebebasan manusia

Departemen sosial dalam rangka menetapkan sasaran pelayanan kesejahteraan sosial, dirumuskan indikator yang merefleksikan tingkat kemiskinan yang ada di masyarakat, diantaranya:

1. Penghasilan rendah atau berada dibawah garis sangat miskin yang diukur dari tingkat pengeluaran perorangan perbulan berdasarkan standar BPS per wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

2. Ketergantungan pada bantuan pangan untuk penduduk miskin (seperti zakat/ beras untuk miskin/ santunan sosial).

3. Keterbatasan kepemilikan pakaian untuk setiap anggota keluarga pertahun (hanya mampu memiliki satu stel pakaian lengkap perorang pertahun).

4. Tidak mampu membiayai pengobatan jika ada salah satu anggota keluarga yang sakit. 5. Tidak mampu membiayai pendidikan dasar sembilan tahun anak-anaknya.

6. Tidak memiliki harta (asset) yang dapat dimanfaatkan hasilnya atau dijual untuk membiayai kebutuhan hidup selama tiga bulan atau dua kali batas garis sangat miskin. 7. Ada anggota keluarga yang meninggal dalam usia muda atau kurang dari 40 tahun

akibat tidak mampu mengobati penyakit sejak awal.

8. Ada anggota keluarga usia 15 tahun ke atas yang buta huruf. 9. Tinggal dirumah yang tidak layak huni.

10.Luas rumah kurang dari 4 meter persegi. 11.Kesulitan air bersih.

12.Rumah tidak mempunyai sirkulasi udara.

(6)

2.2.4 Faktor Penyebab Kemiskinan

Secara umum ada dua faktor penyebab kemiskinan, yaitu:

1. Faktor Internal, merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu yang mengalami kemiskinan yang secara substansial adalah dalam bentuk kekurangmampuan, meliputi:

a. Fisik, misalnya cacat, kurang gizi, sakit-sakitan.

b. Intelektual, seperti kurangnya pengetahuan, kebodohan, miskinnya informasi c. Mental emosional atau tempramental, seperti malas, mudah menyerah dan putus

asa

d. Spiritual, seperti tidak jujur, penipu, serakah, dan tidak disiplin

e. Sosial psikologis, seperti kurang motivasi, kurang percaya diri, depresi, stress, kurang relasi dan kurang mampu mencari dukungan.

f. Keterampilan, seperti tidak memiliki keahlian yang sesuai dengan tuntutan lapangan kerja

g. Asset, seperti tidak memiliki stok kekayaan dalam bentuk tanah, rumah, tabungan, kendaraan dan modal kerja

2. Faktor Eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri individu atau keluarga yang mengalami dan menghadapi kemiskinan itu, sehingga pada suatu titik waktu menjadikannya miskin, meliputi:

a. Terbatasnya pelayanan sosial dasar

b. Tidak dilindunginya hak atas kepemilikan tanah sebagai asset dan alat memenuhi kebutuhan hidup

(7)

d. Kebijakan perbankan terhadap pelayanan kredit mikro dan tingkat bunga yang tidak mendukung sektor usaha mikro

e. Belum terciptanya sistem ekonomi kerakyatan dengan prioritas sektor riil masyarakat banyak

f. Sistem mobilisasi dan pendayagunaan dana sosial masyarakat yang belum optimal, seperti zakat

g. Dampak sosial negatif dari program penyesuaian struktural (srtructural adjusment program)

h. Budaya yang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan i. Kondisi geografis yang sulit, tandus, terpencil atau daerah bencana j. Pembangunan yang lebih berorientasi fisik material.

k. Pembangunan ekonomi antar daerah yang belum merata

l. Kebijakan publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin

2.3. Koperasi Simpan Pinjam/Credit Union 2.3.1 Pengertian Koperasi

Koperasi menurut Undang-Undang Koperasi tahun 1967 No. 12 tentang pokok-pokok Perkoperasian adalah: organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang-orang atau badan-badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Tujuan dari koperasi sendiri adalah memajukan kesejahteraan khususnya anggota dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

(8)

usaha bersama atas asas kekeluargaan. Koperasi sebagai badan usaha harus mampu mengembangkan usaha dan kelembagaan termasuk menciptakan profit, benefit dan efisiensi serta meningkatkan kesejahteraan anggota. Koperasi sebagai badan usaha berbeda dengan badan usaha lainnya dan secara spesifik memiliki prinsip-prinsip dan nilai-nilai koperasi, dimana didalamnya terkandung unsur-unsur moral dan etika. Nilai-nilai yang terkandung dalam koperasi yaitu menolong diri sendiri dan percaya pada diri sendiri serta kebersamaan dalam lembaga koperasi. Kekuatan pokok koperasi terletak pada kepercayaan dan kebersamaan anggota. Oleh karena itu partisipasi dan peran aktif anggota perlu diperkokoh dan ditumbuh kembangkan. Sifat keanggotaan koperasi adalah sukarela dan terbuka, yang mana setiap anggota koperasi tidak boleh dipaksakan, anggota koperasi dapat mengundurkan diri dari keanggotaannya serta sifat terbuka mengandung makna keanggotaan tidak dilakukan pembatasan dalam bentuk apapun (Sinaga, Pariaman dkk, 2008).

Dalam UU RI No. 25 Tahun 1992 Pasal 16 dinyatakan bahwa, jenis koperasi didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya. Dasar untuk menentukan jenis koperasi adalah kesamaan aktifitas, kepentingan dan kebutuhan ekonomi anggotanya, seperti Koperasi Konsumsi, Koperasi Kredit (Koperasi Simpan Pinjam), Koperasi Produksi, Koperasi Jasa dan Koperasi Serba Usaha.

(9)

Untuk mewujudkan pembangunan menuju masyarakat sejahtera sebagaimana tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu tercapainya masyarakat yang adil dan makmur baik materiil maupun spiritual adalah dengan berkoperasi. Sistem perkoperasin yang dimaksud adalah koperasi yang mendorong adanya produktifitas setiap anggota koperasi (Firdaus & Susanto, 2004)

Kegiatan koperasi yang menekankan produktifitas setiap anggota adalah Koperasi Simpan Pinjam. Dimana ada usaha yang dilakukan yaitu mengumpulkan uang untuk dijadikan modal koperasi. Modal yang ada dipinjamkan kepada sesama yang menjadi anggota koperasi dan pinjaman digunakan untuk tujuan produktif dan bermanfaat bagi peminjam. 2.3.2 Koperasi Simpan Pinjam atau Credit Union

Koperasi simpan pinjam adalah koperasi yang bergerak dalam lapangan usaha pembentukan modal melalui tabungan para anggota secara teratur dan terus-menerus untuk kemudian dipinjamkan kepada para anggota dengan cara mudah, murah, cepat dan tepat untuk tujuan produktif dan kesejahteraan. Unit koperasi Simpan Pinjam adalah Credit Union (Anoraga & Widiyanti, 2007: 23).

Credit Union pertama kali diperkenalkan oleh Friedrich Wilhelm Raiffeisen sebagai solusi mengatasi masalah kemiskinan yang terjadi akibat revolusi industri di jerman pada abad 19. CU merupakan sebuah lembaga keuangan yang bergerak dibidang simpan pinjam dengan tujuan memberdayakan masyarakat (anggotanya) dalam rangka meningkatkan kesejahteraan. Konsep CU yang kembangkan beliau ialah kaum miskin harus dibantu oleh sesama kaum miskin juga. Kaum miskin mengumpulkan uang secara bersama-sama untuk dipinjamkan kepada sesama mereka yang membutuhkan dan pinjaman digunakan untuk tujuan produktif dan bermanfaat. Pinjaman diberikan atas dasar kepercayaan.

(10)

percaya, dalam suatu ikatan pemersatu dan sepakat untuk menabungkan uang mereka sehingga menciptakan modal bersama untuk dipinjamkan kepada anggota dengan tujuan produktif dan kesejahteraan.

CU didirikan untuk memberikan kesempatan kepada anggota-anggotanya memperoleh pimjaman dengan mudah dan dengan bunga yang ringan. Untuk dapat memberikan pinjaman, Koperasi memerlukan modal. Modal koperasi yang utama adalah simpanan anggota sendiri. Dari uang simpanan yang dikumpulkan bersama-sama itu diberikan pinjaman kepada anggota yang perlu dibantu.

Fungsi pinjaman dalam CU adalah sesuai dengan tujuan-tujuan koperasi pada umumnya, yaitu untuk memperbaiki kehidupan para anggotanya. Dalam memberikan pelayanan-pelayanan itu pengurus CU selalu berusaha supaya bunga ditetapkan serendah mungkin agar dirasakan ringan oleh para anggotanya. Selain itu pengurus CU harus memperhatikan agar pinjaman itu betul-betul digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat Ibid, dalam Anoraga & Widiyanti (2007).

Selain mudah memperoleh pinjaman dengan suku bunga rendah, CU memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk berinvestasi dalam skala kecil. Bagaiman menyimpan uang dan kemudian menggunakannya untuk keperluan yang bermanfaat. Kehadiran CU juga dapat menjadi jalan bagi masyarakat untuk mengenal lembaga keuangan yang lebih besar sehingga mereka punya pemahaman mengenai tabungan dan melakukan pinjaman.

(11)

2.3.3. Anggota Credit Union

Berdasakan Undang-Undang No. 25 Tahun 1992, anggota koperasi begitu juga dengan CU adalah pemilik dan seklaigus pangguna jasa CU. Sebagai pemilik dan pengguna jasa CU, anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan CU. Anggota CU adalah setiap warga negara Indonesia pemilik sekaligus pengguna jasa CU yang mampu melakukan tindakan hukum atau CU yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam anggaran dasar.

Untuk menjadi anggota CU diwajibkan membayar uang pangkal sebesar Rp. 25.000, simpanan pokok Rp. 25.000 dan Simpanan Wajib minimal Rp. 20.000. Aturan menyimpan dilakukan setiap bulan atau sebulan sekali, disesuaikan aturan kelompok CU. Anggota yang meminjam diberlakukan pinjaman 3 kali saham. Dana uang pangkal dipakai untuk membeli buku dan gaji untuk pengajar dalam melakukan pendidikan.

Adapun Syarat-syarat untuk menjadi anggota CU adalah: 1. Mampu berpartisipasi aktif dalam CU

2. Memanfaatka pelayanan-pelayanan yang diberikan CU

3. Bersedia menaati peraturan-peraturan CU terutama untuk menabung terus menerus 4. Yang lebih bersifat normatifnya, mempunyai ikatan kepentingan yang sama, seperti

anggota lain

Keanggotaan CU dapat lebih dari satu orang dalam sebuah keluarga, karena keanggotannya adalah perorangan maka setiap orang dalam sebuah keluarga dapat menjadi anggota CU. Hendaknya tujuan mereka bukannya untuk mendapatkan pinjaman sebanyak mungkin. Seseorang yang ingin menjadi anggota CU harus mendapatkan pendidikan tentang dasar-dasar CU. Dasar dan prinsip CU/ Koperasi yang terpenting adalah:

(12)

4. Pembagian sisa hasil usaha kepada anggota secara proporsional 5. Pembayaran secara tunai atas transaksi perdagangan

6. Tidak menjual barang palsu

7. Mengadakan pendidikan kepada anggota atas asas koperasi dan perdagangan yang saling membantu

8. Netral terhadap agama dan politik

2.4. Lembaga Swadaya Masyarakat

LSM adalah bentuk organisasi yang terdiri dari sekelompok orang yang bekerja untuk memberdayakan sekelompok masyarakat. Lebih dalam lagi, melalui LSM sekelompok minoritas kreatif menganalisis, merencanakan dan melakukan sesuatu bagi mayoritas masyarakat pasif (Dominggo, 2004).

Dalam perspektif ilmu kesejahteraan sosial, LSM disebut juga Lembaga Kesejahteraan Sosial. Dalam Undang-Undang No 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial mendefinisikan Lembaga kesejahteraan Sosial sebagai organisasi sosial atau perkumpulan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Lembaga kesejahteraan sosial berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.

(13)

kesejahteraan masyarakat yang menitikberatkan kepada pengabdian secara swadaya (Siagian, 2007).

2.5. Pemberdayaan

2.5.1 Pengertian Pemberdayaan

Pemberdayaan selalu dihadapkan dengan fenomena ketidakberdayaan sebagai titik tolak dari aktivitas pembedayaan. Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya yang dilakukan untuk mengoptimalkan potensi diri agar individu berdaya dan mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga dapat hidup layak dan sejahtera.

Pemberdayaan adalah proses meningkatkan kekuatan pribadi, antarpribadi, atau politik sehingga individu-individu, keluarga-keluarga, dan komunitas-komunitas dapat mengambil tindakan-tindakan untuk memperbaiki situasi-situasi mereka (Gutierrez dalam Fahrudin, 2012).

Menurut (Robbins, Chatterjee, dan Canda dalam Fahrudin, 2012) pemberdayaan menunjukkan proses yang dengan itu individu-individu dan kelompok-kelompok memperoleh kekuatan, akses pada sumber-sumber, dan kontrol atas kehidupan mereka sendiri. Dalam melakukan itu, mereka memperoleh kemampuan untuk mencapai aspirasi-aspirasi dan tujuan-tujuan pribadi dan kolektif mereka yang tertinggi.

(14)

2.5.2 Proses Pemberdayaan

Proses pemberdayaan pada intinya dilakukan guna membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan yang terkait dengan diri mereka termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dan melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya Payne dalam Adi (2003).

DuBois & Miley dalam Fahrudin (2012) menyatakan beberapa unsur yang menandai proses pemberdayaan:

1. Memusatkan pada kekuatan-kekuatan. Walaupun menyadari adanya masalah dan kekurangan-kekurangan pada diri individu maupun kelompok, pelaku pemberdayaan menekankan adanya kekuatan-kekuatan dan kemampuan-kemampuan yang ada pada mereka untuk dikembangkan lebih lanjut. Menekankan kekuatan dan kemampuan yang ada pada klien lebih dapat mendorong mereka untuk melakukan perubahan atas situasinya ketimbang mengemukakan masalah dan kekurangan-kekurangannya.

2. Bekerja secara kolaboratif atau partisipatif. Klien harus terlibat secara integral dalam proses perubahan, mulai dari merumuskan situasi sampai pada penentuan tujuan, memilih rangkaian tindakan, dan mengevaluasi hasilnya. Klien dipandang sebagai kolega, atau bahkan sebagai ahli dan konsultan dalam proses perubahan atas situasinya.

(15)

4. Menghubungkan kekuatan pribadi meliputi kemampuan individu untuk mengontrol kehidupannya dan mempengaruhi lingkungannya. Kekuatan politis adalah kemampuan untuk mengubah sistem, mendistribusikan kembali sumber-sumber, membuka struktur kesempatan, dan mengorganisasi kembali masyarakat. Berpartisipasi dalam perumusan kebijakan sosial merupakan jalan untuk melaksanakan kekuatan politik untuk perubahan sosial yang konstruktif.

Pemberdayaan sebagai proses memiliki lima dimensi yaitu:

1. Enabling, yaitu menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan masyarakat dari sekat-sekat struktural dan kultural yang menghambat.

2. Empowering adalah penguatan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbuhkembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat yang menunjang kemandirian.

3. Protecting, yaitu melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok-kelompok kuat dan dominan, menghindari persaingan yang tidak seimbang, mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap yang lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan masyarakat kecil. Pemberdayaan harus melindungi kelompok lemah, minoritas dan masyarakat terasing.

(16)

5. Fostering, yaitu memelihara kondisi kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keseimbangan dan keselarasan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan usaha (Suharto, 2005)

2.5.3 Pendekatan Pemberdayaan

Pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu:

1. Pendekatan Mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap individu maupun kelompok melalui bimbingan, konseling, risis intervention. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih individu dalam menjalankan tugas-tugas kesehariannya. Model ini sering disebut sebagai pendekatan yang berpusat pada tugas (task centered approach).

2. Pendetakatan Mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap kelompok masyarakat, pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan pendekatan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan, pelatihan, dinamika kelompok biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan serta sikap-sikap kelompok agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapi. 3. Pendekatan Makro. Pendekatan ini sering disebut dengan strategi sistem pasar

(large-system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, pengorganisasian dan pengembangan masyarakat adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini (Suharto, 2005)

2.5.4 Pemberdayaan Masyarakat

(17)

dan selanjutnya secara aktif melibatkan diri dalam menangani perubahan Bahari dalam Siagian (2012).

Pemberdayaan masyarakat (Community Development) adalah suatu proses yang merupakan usaha masyarakat yang diintegrasikan dengan otoritas pemerintah guna memperbaiki kondisi sosial ekonomi, kultur komunikasi, mengintegrasikan komunitas ke dalam kehidupan nasional dan mendorong kontribusi yang lebih optimal bagi kemajuan nasional (Soetomo, 2006).

Permendagri (Peraturan Mentri Dalam Negeri) Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2007 pasal 1 ayat 8 tentang kader pemberdayaan masyarakat menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah suatu strategi yang digunakan dalam pembangunan masyarakat sebagai upaya untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2.5.5 Konsep Pemberdayaan

Pemberdayaan sebagai proses mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan disegala bidang dan sektor kehidupan (Sutoro Eko, 2002).

(18)

Konsep pemberdayaan masyarakat menempatkan masyarakat secara sentral, dan kepentingan masyarakat senantiasa menjadi variabel utama dalam proses penyususnan unit-unit aktivitas yang akan dilaksanakan. Mary Lane dalam Siagian (2012) mengemukakan pemberdayaan masyarakat adalah suatu seni yang melakukan aktivitas melalui pengembangan hubungan, mendorong masyarakat untuk bertemu, membentuk jaringan kerja dan mengemukakan kepentingan, keinginan, dan harapan mereka melalui bentuk pengungkapan yang kreatif. Dari pernyataan yang dikemukakan Mary Lane, konsep pemberdayaan masyarakat dimaksud benar-benar meletakkan masyarakat sebagai subjek sekaligus objek. Bukan sekedar objek dari serangkaian aktivitas. Implementasi program pemberdayaan masyarakat sebagai suatu strategi dan pendekatan intervensi sosial, masyarakat harus dilibatkan secara aktif. Pemberdayaan masyarakat merupakan strategi peningkatan kualitas hidup masyarakat dengan mengutamakan pengembangan kapasitas internal masyarakat.

(19)

Chambers (dalam Ginandjar, 1997) mengatakan bahwa Pemberdayaan masyarakat adalah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people-centered, participatory, empowering, and sustainable” Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau yang menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety net).

Konsep pemberdayaan ini dapat dilihat dari 3 sisi:

1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi berkembang (enabling). Titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya, karena, kalau demikian akan sudah punah. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu. Dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.

2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering). Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif, selain hanya menciptakan iklim dan suasana. Perkuatan ini meliputi langkah-langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya. 3. Memberdayakan mengandung arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan harus

(20)

persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah (Ginandjar, 1997)

2.5.6 Strategi Pemberdayaan Masyarakat

Strategi pemberdayaan masyarakat yang dapat diterapkan menurut Cholisin (2011) dapat dilihat dari tiga sisi yaitu:

1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan

2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering). Dalam rangka pemberdayaan, upaya yang pokok peningkatan taraf pendidikan, dan derajat kesehatan, serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan ekonomi seperi modal, teknologi, informasi, lapangan kerja dan pasar. Pemberdayaan ini menyangkut prasarana dan sarana dasar fisik, seperti irigasi, jalan, listrik, maupun sosial seperti sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan, yang dapat dijangkau oleh masyarakat lapisan bawah serta ketersediaan lembaga-lembaga pendanaan, pelatihan, dan pemasaran di pedesaan, dimana terkonsentrasi penduduk yang keberdayaannya amat kurang.

(21)

pemberdayaan erat kaitannya dengan pemantapan, pembudayaan dan pengalaman demokrasi.

3. Memberdayakan mengandung arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi tambah lemah, oleh karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutupi dari interaksi, hal itu justru akan mengkerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah. Melindungi dilihat sebagai upaya mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah. Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi tergantung pada berbagai program pemberian (charity). Pada dasarnya setiap apa yang dinikmati harus dihasilkan atas usaha sendiri. Dengan demikian tujuan akhir pemberdayaan masyarakat adalah memandirikan masyarakat, memampukan, dan membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan.

2.5.7 Tahapan Pemberdayaan

Tahapan pemberdayaan menurut Adi (2003), yaitu: 1. Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan, ada 2 tahapan yang harus dilakukan yaitu:

a. Persiapan Tugas, dimana terdapat tenaga pemberdayaan masyarakat (Community Worker)

b. Persiapan Lapangan, merupakan persyaratan suksesnya suatu program pemberdayaan masyarakat yang pada dasarnya dilakukan secara non-direktif.

(22)

Proses pengkajian dilakukan secara individual melalui tokoh-tokoh masyarakat, dapat juga melalui kelompok-kelompok masyarakat. Pada tahapan ini, petugas sebagai agen berusaha mengidentifikasikan masalah (kebutuhan yang dirasakan), serta sumber daya yang dimiliki klien.

3. Tahap Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan

Pada tahap ini, petugas sebagai agent of change. Secara partisipatif mencoba melibatkan warga untuk berfikir tentang masalah yang mereka hadapi dan bagaimana cara mengatasinya. Permasalahan yang ada, masyarakat sangat diharapkan dapat memikirkan beberapa alternatif program dan kegiatan yang dapat mereka lakukan. 4. Tahap Performulasian Rencana Aksi

Pada tahap ini, diharapkan petugas dan masyarakat dapat membayangkan dan menuliskan tujuan jangka pendek apa yang akan mereka capai dan bagaimana cara mencapai tujuan tersebut.

5. Tahap Pelaksanaan Program atau Kegiatan

Tahap ini merupakan salah satu tahap yang paling penting dalam program pemberdayaan masyarakat, karena sesuatu yang telah direncanakan dengan baik akan dapat melenceng dalam pelaksanaannya di lapangan bila tidak ada kerjasama antara petugas dan warga masyarakat maupun kerjasama anatar warga, pertentangan kelompok warga juga dapat menghambat pelaksanaan suatu program ataupun kegiatan.

6. Tahap Evaluasi

(23)

pengawasan secara internal. Sehingga dalam jangka panjang akan dapat membentuk sistem dalam masyarakat yang mandiri dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. 7. Tahap Terminasi

Tahap ini merupakan tahap pemutusan hubungan secara formal dengan komunitas sasaran (Adi, 2003).

2.5.8 Pemberdayaan Kelompok/Intervensi Mikro

Pemberdayaan dikenal dua bentuk intervensi sosial yang dikembangkan guna meningkatkan taraf hidup masyarakat, intervensi di level Mikro (Individu, Keluarga dan kelompok) dan Intervensi di level Makro (Komunitas dan Organisasi). Intervensi mikro merupakan bentuk intervensi yang memusatkan pada Metode Bimbingan Sosial Perorangan (social casework) dan Bimbingan Sosial Kelompok (social groupwork). Sedangkan Intervensi makro merupakan bentuk intervensi yang digunakan guna melakukan perubahan dan pemberdayaan pada tingkat komunitas dan organisasi (Adi, 2003).

Intervensi mikro merupakan bentuk intervensi yang memberikan pelayanan sosial bagi individu maupun kelompok yang mengalami masalah sosial. Terkait upaya pemberdayaan, intervensi dilakukan melalui kelompok sehingga nantinya mereka dapat menjalankan fungsi sosialnya. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan melalui intervensi mikro antara lain, dikemukanan Siagian (2012) dalam rangka mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia:

1. Kebijakan yang seragam yang berlaku di seluruh indonesia dan gai seluruh masyarakat indonesia tidak akan efektif, harus dihentikan serta dicegah

(24)

perikanan. Selama ini para petani, dibiarkan sendiri menghadapi masalah yang dihadapi yang justru diluar kapasitas yang dimiliki.

3. Aparatur perdagangan melihat kondisi pasar secara akurat dan detail untuk dijadikan referensi dalam menetapkan kebijakan.

4. Melakukan program pemberdayaan masyarakat yang benar dan komprehensif, sehingga masyarakat mengalami perubahan dari yang sebelumnya powerless menjadi powerfull, dibuktikan dengan kemampuan menjalankan fungsi sosial secara baik. 5. Menumbuhkembangkan pengetahuan dan ktrampilan masyarakat setempat yang

benar-benar sesuai dengan potensi alam sekitar. Lebih dalam lagi diterapkan pengembangan teknologi local spesific, dengan demikian masyarakat mampu mengelola sumber daya alam yang ada disekitarnya dengan baik, sekaligus menjamin pendapatan yang memadai sehingga masyarakat tidak dalam kondisi miskin

6. Menumbuhkembangkan budaya baca bagi masyarakat khususnya masyarakat desa. 7. Membentuk kelompok-kelompok masyarakat yang bersifat khusus dengan aktivitas

khusus pula, seperti kelompok budidaya ikan lele, kelompok budidaya ikan mas, kelompok budidaya ikan mujahir, kelompok budidaya bawang, kelompok budidaya cabai. Kelompok-kelompok masyarakat ini dibina, dan jika perlu diberi kesempatan studi banding ke daerah-daerah lain.

8. Mendatangkan instruktur-instruktur teknologi dan personality building secara berkala ke desa-desa, sehingga budaya menerima keadaan apa saja berubah menjadi sikap optimis akan hidup yang lebih baik.

Mas’oed (1999) menyatakan tahapan intervensi kelompok melalui beberapa proses: 1. Pengenalan kelompok baik sosial maupun ekonomi dan budaya sehingga tergali

ide-ide dan maunya kelompok

(25)

3. Latihan dan penyuluhan tentang budidaya, teknologi pasca panen dan tentang pasar serta bagaimana menyusun rencana kerja dalam bentuk kegiatan yang akan dilaksanakan oleh kelompok.

4. Menyusun rencana kerja, implementasi hingga menjual hasil panen dalam hal ini kelompok mengaktualisasikan diri sesuai dengan tugasnya

5. Evaluasi kegiatan kelompok yakni mengoreksi kesalahan untuk melakukan perbaikan

2.6. Kegiatan Pemberdayaan Kelompok

Kegiatan pemberdayaan kelompok dikonsep sesuai dengan kebutuhan kelompok dan masalah yang dihadapi. Kegiatan pemberdayaan dianggap menjadi kebutuhan masyarakat untuk menjawab persoalan yang dihadapi. Kegiatan pemberdayaan meliputi:

2.6.1. Advokasi

2.6.1.1. Pengertian Advokasi

Dalam Undang-Undang No 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial. Advokasi dimaksudkan untuk melindungi dan membela seseorang, keluarga, kelompok, atau masyarakat yang dilanggar haknya. Advokasi dapat dilakukan dalam bentuk penyadaran hak dan kewajiban, pembelaan, dan pemenuhan hak.

Zastrow dalam Fahrudin (2010) mengartikan advokasi adalah aktivitas menolong klien atau sekelompok klien untuk mencapai layanan tertentu ketika mereka ditolak suatu lembaga atau suatu sistem layanan, dan membantu memperluas pelayanan agar mencakup lebih banyak orang yang membutuhkan.

(26)

Selanjutnya, menurut Sheafor dan Horejsi menjelaskan, tindakan advokasi bertujuan untuk membantu klien dalam menegakkan hak-hak mereka untuk menerima sumber-sumber dan pelayanan-pelayanan atau untuk memberikan dukungan aktif terhadap perubahan-perubahan kebijakan dan program-program yang memiliki efek negatif pada klien baik secara individual maupun kelompok. Ada 2 fungsi advokasi, yaitu:

a. Advokasi kasus atau klien (client or case advocacy).

Tujuannya adalah untuk menjamin bahwa pelayanan-pelayanan atau sumber-sumber yang ditujukan bagi klien diterima sesuai dengan faktanya. Upaya advokasi seperti ini diarahkan pada agensi sendiri atau pada yang lainnya dalam jaringan pelayanan kemanusiaan. Langkah-langkahnya yang penting meliputi pengumpulan informasi dan penentuan apakah klien secara faktual terdaftar dalam pelayanan yang diinginkan. Klien dibantu untuk menggunakan prosedur yang tersedia dan dalam beberapa kasus mengambil tindakan legal (hukum) untuk melawan lembaga atau pemberi pelayanan. b. Advokasi kelas/kelompok (class advocacy).

Advokasi bagi kelompok-kelompok klien atau penduduk yang memiliki masalah yang sama. Secara khusus, advokasi kelompok terdiri dari tindakan-tindakan yang ditujukan untuk mengatasi hambatan-hambatan yang membatasi sekelompok atau kategori orang-orang tertentu dalam merealisasikan hak-hak sipil atau dalam penerimaan manfaat yang ditujukan bagi mereka. Hal ini biasanya memerlukan upaya yang bertujuan untuk mengubah peraturan-peraturan lembaga, kebijakan sosial atau hukum dan perundang-undangan. Akibatnya, advokasi kelompok memerlukan kegiatan dalam arena politik dan legislasi serta dalam membangun koalisi dengan organisasi-organisasi yang berkepentingan dengan isu yang sama.

(27)

hakeatnya adalah apa yang ingin kita rubah, siapa yang akan melakukan perubahan tersebut, seberapa besar dan kapan perubahan itu bermula. Advokasi adalah menolong klien atau sekelompok klien untuk mencapai layanan tertentu ketika mereka ditolak suatu lembaga atau suatu sistem pelayanan, dan membantu memperluas layanan agar mencakup lebih banyak orang yang membutuhkan.

2.6.1.2. Tahapan Advokasi

Advokasi merupakan proses dinamis yang menyangkut seperangkat pelaku, gagasan, agenda dan politik yang selalu berubah. Proses ini dapat dibagi menjadi lima tahap;

1. Mengidentifikasi masalah

Langkah pertama adalah mengidentifikasi masalah untuk mengambil tindakan kebijakan. Tahap ini juga mengacu pada penetapan agenda. Mungkin saja terdapat masalah yang besar yang perlu diperhatikan, tetapi tidak semuanya harus mendapat tempat di dalam agenda tindakan. Pekerja sosial sebagai advokat harus menentukan masalah mana yang perlu dituju dan diusahakan untuk mencapai lembaga yang menjadi sasaran agar diketahui bahwa isu tersebut memerlukan tindakan.

2. Merumuskan solusi

Pekerja sosial yang berperan sebagai advokat harus merumuskan solusi mengenai masalah yang telah diidentifikasi dan memilih salah satu yang paling feasible ditangani secara politis, ekonomis dan sosial.

3. Membangunan kemauan politik

Membangun kemauan politik (political will) untuk bertindak menangani isu dan mendapatkan solusinya merupakan bagian terpenting dari advokasi. Tindakan pada tahap ini antara lain membentuk koalisi, menemui para pembuat keputusan, membangun kesadaran dan menyampaikan pesan secara efektif.

(28)

Jika masalahnya telah dikenal pasti, solusi telahpun dirumuskan serta adanya kemauan politik untuk bertindak maka peluang ini dapat dijadikan titik masuk pekerja sosial untuk bertindak melaksanakan kebijakan.

5. Evaluasi

Kegiatan advokasi yang baik harus menilai efektifitas advokasi yang telah dilakukan. Selain itu evaluasi dapat juga dilakukan terhadap usaha yang telah berjalan dan menentukan sasaran baru berdasarkan pengalaman mereka. Berbagai pihak termasuk lembaga yang menerima perubahan kebijakan perlu menilai efektifitas perubahan tersebut secara periodik.

Dikaitkan dengan kegiatan advokasi yang dilakukan YAK bertujuan untuk mewujudkan solidaritas masyarakat yang peduli dan mampu membela haknya untuk menyelesaikan persoalan secara kritis dan jujur melalui kegiatan pendidikan hak-hak dasar, penyadaran hukum dan politik, pendidikan kesetaraan gender, penyadaran HIV/AIDS dan Narkoba, Pendidikan Penyadaran Keluarga Harmonis dan lain sebagainya.

2.6.2. Pengembangan Ekonomi Masyarakat (PEM)

Pengembangan Ekonomi Masyarakat merupakan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pendapatan melalui usaha-usaha pertanian dan peternakan dengan mengoptimalkan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang tersedia. Pengembangan ekonomi masyarakat bertujuan untuk menyeimbangkan pendapatan petani hasil panennya tidak stabil sehingga dengan adanya kegiatan PEM kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi.

(29)

2.6.3. Infrastruktur

Infastruktur merupakan kegiatan pembangunan sarana dan prasarana desa dengan mengoptimalkan sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Adapun kegiatan infrastruktur dilakukan dengan memanfaatan sumber daya alam, terknologi yang sederhana dan tepat guna seperti: pembangunan sarana air minum, pembangikit listrik tenaga air, bio gas.

2.7. Perkembangan Kelompok

Kegiatan pemberdayaan ditujukan untuk perkembangan kelompok. Perkembangan kelompok diartikan sebagai perubahan kelompok dari waktu ke waktu seiring dengan interaksi antar anggota, pembelajaran tentang satu sama lain, serta terbentuknya struktur hubungan dan peran dalam kelompok (Burn dalam Merry, 2004). Teori perkembangan kelompok Tuckman berfokus pada kelompok yang anggota-anggotanya tidak memiliki sedikit pengalaman bersama-sama pada awal terbentuknya kelompok. Tuckman mengatakan bahwa anggota kelompok harus bekerja secara simultan dan memiliki hubungan interpersonal dengan anggota-anggota yang lain dalam menyelesaikan tugas. Ada 4 definisi perkembangan kelompok:

1. Foarming (Orientation): tahap pencobaan atau tahap partisipasi dengan keragu-raguan, karena anggota kelompok mencoba mencari tahu tingkah laku apa yang dapat diterima oleh kelompok. Pada tahap ini anggota kelompok masih sangat bergantung pada peminpin kelompok.

(30)

3. Norming (Stucture): merupakan masa penengahan setelah konflik, disebut tahap kohesif karena anggota sudah dapat menerima kelompok dan keunikan tiap individu dalam kelompok. Anggota kelompok merasa sebagai bagian dari kelompok dan menerima norma-norma dalam kelompok. Struktur, peran, dan rasa kekitaan mulai terbentuk dalam kelompok. Walaupun anggota kelompok memiliki interpretasi yang berlainan tentang tugas dan cara mencapainya, tetapi penekanannya adalah pada harmoni. Anggota-anggota mengesampingkan konflik yang terjadi dan mengembangkan norma untuk dapat mengatasinya.

4. Performing (Work): merupakan tahap dimana kelompok berfokus pada pencapaian tujuan kelompok. Pada tahap ini anggota-anggota kelompok bekerjasama mencapai tujuan kelompok. Dalam tahap ini struktur interpersonal yang dikembangkan dalam tahap-tahap sebelumnya menjadi modal bagi penyelesaian tugas. Masalah-masalah interpersonal menjadi bagian dari masa lau dan energi kelompok dituangkan dalam pengerjaan tugas kelompok. Pada tahap ini fokus kelompok adalah penyelesaian tugas kelompok. Anggota-anggota kelompok bekerjasama untuk menilai suatu tugas secara realistis dan menyelesaikannya.

5. Adjourning (Dissolution): Saat kelompok berakhir, anggota sering kali merasa kesedihan dan kekhawatiran. Mereka cenderung untuk menarik diri dan mengurangi partisipasinya dalam kelompok, sebagai bentuk antisipasi terhadap isu berakhirnya kelompok ( Tuckman dalam Merry, 2004).

Adanya upaya-upaya pemberdayaan berdampak pada perkembangan kelompok yang dilihat dari :

(31)

Sikap kritis dalam hal ini menyangkut kemampuan berpendapat, pengetahuan akan masalah dan sikap atau respon terhadap masalah yang ada. Berfikir kritis adalah proses intelektual yang aktif dan penuh dengan ktrampilan dalam membuat pengertian atau konsep mengaplikasikan, menganalisis, membuat sintesis dan mengevaluasi sesuatu hal. Adapun kriteria orang yang berfikir kritis diantaranya:

a. Memiliki dorongan yang kuat untuk menemukan kejelasan, ketepatan (presisi), keakuratan.

b. Sangat peka terhadap ide, gagasan, kesimpulan yang mengandung egosentrisme, sosiosentrisme, wishful thinking.

c. Sangat menyadari nilai dan manfaat dari berpikir kritis, baik secara individu maupun secara komunitas.

d. Jujur secara intelektual dengan dirinya, menyadari hal-hal yang tidak dimengerti dan menerima kelemahan-kelemahan diri.

e. Mendengar dengan pikiran-terbuka pada pandangan atau pendapat yang berlawanan dan menerima kritik terhadap keyakinan dan asumsi-asumsi mereka.

f. Mendasarkan keyakinan-keyakinannya pada fakta lebih dari kepentingan-diri atau preferensi pribadi.

g. Sadar akan kemungkinan adanya bias dan praduga yang ikut memengaruhi cara mereka memahami dunia.

h. Berpikir independen dan tidak takut berbeda pendapat dengan pendapat kelompok atau masyarakat.

(32)

j. Mampu menangkap inti dari suatu isu atau masalah tanpa terperangkap atau dikacaukan oleh detail-detail yang disajikan.

k. Memiliki keberanian intelektual untuk menghadapi dan mengakses gagasan-gagasan yang benar yang bahkan bertentangan dengan gagasan-gagasan atau pendapat mereka sendiri.

l. Mengejar kebenaran dan memiliki keinginan tahu yang tinggi terhadap isu atau masalah.

m. Memiliki daya tahan intelektual dalam mengejar insight atau kebenaran di tengah-tengah kesulitan atau hambatan (http.sikap kritis.com. diakses pada 25 Maret 2014 pukul 10.30 WIB)

2. Pendapatan

Pendapatan merupakan jumlah yang diperoleh dari pekerjaan maupun kegiatan yang dapat menghasilkan materi. Jumlah pendapatan yang ada digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti konsumsi, biaya perumahan, pendidikan dan perawatan kesehatan.

3. Terpenuhinya Kebutuhan Air Minum

Kebutuhan dalam hal ini menyangkut sumber air minum masyarakat. Adanya upaya pemberdayaan melalui pengadaan sarana air minum diharapkan mampu memenuhi kebutuhan akan air untuk minum dan lain sebagainya.

2.8. Kesejahteraan Sosial

(33)

dimana orang dapat memenuhi kebutuhan hidup dan menjalin hubungan baik dengan lingkungannya.

Friedlander dalam Fahrudin (2012) mendefinisikan kesejahteraan sosial sebagai sistem yang terorganisasi dari pelayanan-pelayanan sosial dan institusi-institusi yang dirancang untuk membantu individu-individu dan kelompok-kelompok guna mencapai standar hidup dan kesehatan yang memadai dan relasi-relasi personal dan sosial sehingga memungkinkan mereka dapat mengembangkan kemampuan dan kesejahteraan sepenuhnya selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakatnya.

Kesejahteraan mencakup berbagai tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik. Tidak hanya secara ekonomi dan fisik, tetapi juga sosial, mental dan segi kehidupan spiritual. Adi (2003) melihat kesejahteraan sosial melalui empat sudut pandang, yaitu;

1. Kesejahteraan Sosial sebagai suatu Keadaan (Kondisi)

Sebagai suatu kondisi Kesejahteraan sosial ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spiritual. yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila. Dimana dalam hal ini tidak menempatkan lebih penting dari aspek lainnya, ada keseimbangan antara aspek jasmani maupun rohani atau keseimbangan antara aspek material dan spiritual.

2. Kesejahteraan Sosial sebagai suatu Ilmu

(34)

maupun makro. Ilmu kesejahteraan sosial mengembangkan beberapa metode intervensi (termasuk didalamnya aspek strategi dan tehnik) guna meningkatkan taraf hidup sasaran.

3. Kesejahteraan Sosial sebagai suatu Kegiatan

Sebagai suatu kegiatan, kesejahteraan sosial merupakan pelayanan (kegiatan) yang dirancang guna meningkatkan taraf hidup masyarakat.

4. Kesejahteraan Sosial sebagai suatu Gerakan

Sebagai suatu gerakan, kesejahteraan sosial dapat dilihat dari pengertian yang dikembangkan dari Pre-Conference Working Committe for the 15th international conference of Social Welfare. Kesejahteraan sosial adalah keseluruhan usaha yang terorganisir dan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat berdasarkan konteks sosialnya. Mencakup unsur kebijakan dan pelayanan terkait dengan berbagai kehidupan dalam masyarakat, seperti: pendapatan, jaminan sosial, kesehatan, perumahan, pendidikan, tradisi budaya dan lain sebagainya.

Dalam pengertian yang lebih luas, kesejahteraan sosial memainkan peranan penting dalam memberikan sumbangan untuk secara efektif menggali dan menggerakkan sumber-sumber daya manusia serta sumber-sumber-sumber-sumber material yang ada dalam suatu negara agar berhasil menanggulangi kebutuhan-kebutuhan sosial yang ditimbulkan oleh perubahan. Kesejahteraan mempunyai lima fungsi pokok, yaitu:

1. Perbaikan secara progresif daripada kondisi-kondisi kehidupan orang 2. Pengembangan sumber daya manusia

3. Berorientasi orang terhadap perubahan sosial dan penyesuaian diri

4. Penggerakan dan penciptaan sumber-sumber komunitas untuk tujuan-tujuan pembangunan

(35)

2.8.1. Tujuan Kesejahteraan Sosial

Fahrudin (2012) menyebutkan dua tujuan Kesejahteraan sosial yaitu;

1. Untuk mencapai kehidupan sejahtera dalam arti tercapainya standr kehidupan pokok seperti sandang, perumahan, pangan, kesehatan, dan relasi-relasi yang harmonis dengan lingkungannya.

2. Untuk mencapai penyesuaian diri yang baik khusunya dengan masyarakat di linkungannya, misalnya dengan menggali sumber-sumber, meningkatkan, dan mengembangkan taraf hidup yang memuaskan.

Dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Penyelenggaraan kesejahteraan sosial bertujuan untuk:

a. Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup; b. Memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian;

c. Meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani masalah kesejahteraan sosial;

d. Meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggungjawab sosial dunia usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan;

e. meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan; dan

f. meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial. 2.8.2. Sasaran Kesejahteraan Sosial

(36)

penyimpangan perilaku, korban bencana, dan/atau korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.

2.9. Kerangka Pemikiran

Kemiskinan merupakan sebuah realita sosial yang tidak terhindarkan. Ketidakmampuan dan ketidakberdayaan menjadi penyebab utama masyarakat tetap berada dalam kondisi miskin. Perlu upaya pemberdayaan untuk menjadikan masyarakat berdaya dengan mengoptimalkan potensi diri dan lingkungannya. Pemberdayaan merupakan proses mengembangkan potensi individu melalui pendidikan dan pelatihan terkait semua aspek yang dibutuhkan individu. Upaya pemberdayaan dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan atau kapasitas seseorang atau sekelompok orang agar dapat memenuhi kebutuhan hidup.

Yayasan Ate Keleng sebagai Lembaga kesejahteraan sosial memberikan pelayanan dalam bentuk pemeberdayaan masyarakat melalui kelompok CU yang dibentuk dan didampingi. Adanya pemikiran bahwa upaya pemberdayaan dapat menjadikan masyarakat lebih partisipatif, lembaga sebagai pelaku pemberdayaan berperan sebagai motivator. Upaya pemberdayaan lebih dalam kegiatan menyadarkan dan mengajak masyarakat untuk melakukan perubahan dari kondisi kemiskinan menjadi kondisi sejahtera.

Credit Union sebagai lembaga keuangan yang bergerak dibidang simpan pinjam telah menjadi bagian dari kelompok dampingan YAK. Kegiatan menabung merupakan bentuk investasi kecil kelompok dampingan, dengan menyisihkan sebagian uang untuk disimpan di CU. Simpanan CU kemudian hari dapat dipinjamkan kepada sesama anggota yang membutuhkan. Tujuan pinjaman diharapkan untuk hal yang bermanfaat dan produktif.

(37)

kelompok dampingan memahami pentingnya berorganisasi. Diberi pendidikan hak dan kesetaraan gender agar memiliki kesadaran mengenai hak dan tanggung jawab di dalam kelompok maupun masyarakat. Pengetahuan akan hukum dan politik ditambah dengan diberikannya pendidikan hukum dan politik. Kepedulian ditumbuhkan melalui pendidikan HIV/AIDS dan Narkoba sehingga ada upaya pencegahan dan antisipasi oleh masyarakat khususnya kelompok dampingan. Selain itu diberikan pula pendidikan penyadaran keluarga harmonis agar masyarakat menyadari pentingnya hubungan yang baik dalam rumah tangga.

Kelompok dampingan yang masyoritas petani, dengan hasil panen yang tidak menentu, juga pendapatan yang tidak stabil, membuat masyarakat melakukan kegiatan lain untuk menambah penghasilan. Upaya untuk menambah pendapatan dilakukan melalui kegiatan peternakan ayam, peternakan lembu, peternakan babi, sekolah lapangan jeruk dan sekolah lapangan sayuran.

Terpenuhinya kebutuhan masyarakat merupakan suatu hal yang diharapkan. Perlunya air sebagai kebutuhan sehari-hari mengharuskan potensi desa yang ada seperti aliran sungai dimanfaatkan. Upaya dilakukan dengan membangun sarana air minum melalui kegiatan infrastruktur.

Dalam hal ini penulis ingin melihat dampak upaya pemberdayaan melalui kelompok CU, khususnya CU Syaloom terhadap perkembangan kelompok dampingan YAK. Dampak tersebut dilihat dari sebelum dilakukannya upaya pemberdayaan dan setelah dilakukannya upaya pemberdayaan. Adapun dampak tersebut dilihat dari:

1. Dampak Positif yaitu dampak yang berpengaruh positif terhadap perkembangan anggota kelompok CU Syaloom yaitu sikap kritis.

(38)

3. Dampak tidak langsung yaitu dampak tidak langsung yang dirasakan oleh anggota CU dalam hal hubungan yang terjalin antar sesama anggota CU Syaloom.

(39)

Bagan 2.1 Alur Pikir

Yayasan Ate Keleng

1. Dampak Positif yaitu dampak yang berpengaruh positif terhadap perkembangan kelompok CU Syaloom.

2. Dampak Langsung yaitu dampak yang dirasakan langsung oleh anggota CU Syaloom dan berkaitan dengan dampak positif.

3. Dampak tidak langsung yaitu dampak tidak langsung yang

dirasakan oleh anggota CU Syaloom. Upaya Pemberdayaan Melalui CU:

1. Advokasi

2. Pengembangan Ekonomi

Masyarakat 3. Infrastruktur

Perkembangan CU Syaloom: 1. Sikap Kritis

2. Tingkat Pendapatan

3. Terpenuhinya kebutuhan air minum.

Sebelum upaya pemberdayaan

(40)

2.10. Hipotesis

Hipotesis berasal dari bahasa latin, yang terdiri dari dua kata, yaitu hipo yang berarti sementara dan these yang berarti pernyataan. Secara sederhana hipotesis dapat diartikan sebagai pernyataan sementara atau jawaban sementara.

Kerlinger dalam Siagian (2011) mengemukakan bahwa hipotesis adalah suatu pernyataan sementara yang menyatakan hubungan antara dua atau lebih variabel. Hipotesis yang baik harus menyatakan hubungan yang jelas dan tegas antara dua variabel atau lebih dan juga membenarkan, bahkan memerlukan pengujian atas kebenaran yang dirumuskan (Siagian, 2011).

Adapun hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah:

Ha :Ada dampak upaya pemberdayaan terhadap perkembangan CU Syaloom. Ho :Tidak ada dampak upaya pemberdayaan terhadap perkembangan CU Syaloom.

2.11. Definisi Konsep dan Definisi Operasional 2.11.1. Definisi Konsep

Defenisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian (Siagian, 2011). Dimana peneliti memberikan batasan mengenai konsep-konsep penelitian untuk menghindari kesalahpahaman arti dari konsep-konsep penelitian yang digunakan. Definisi konsep mengarahkan peneliti agar fokus pada satu istilah saja. Adapun konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini, dibatasi sebagai berikut:

(41)

2. Pemberdayaan dalam penelitian ini adalah kegiatan pendidikan dan pelatihan melalui program Advokasi, Pengembangan Ekonomi Masyarakat dan Infrastruktur yang dilakukan Yayasan Ate Keleng pada kelompok Credit Union dampingan.

3. Credit Union dalam penelitian ini adalah koperasi simpan pinjam yang dibentuk Yayasan Ate Keleng sebagai wadah kegiatan pemberdayaan masyarakat.

4. Perkembangan dalam penelitian ini adalah perubahan dilihat dari sikap kritis, tingkat pendapatan dan terpenuhinya kebutuhan air minum anggota kelomok CU Syaloom. 5. Kelompok dampingan dalam penelitian ini adalah kelompok Credit Union yang

dibentuk dan didampingi oleh Yayasan Ate Keleng.

2.11.2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu proses menjadikan variabel penelitian dapat diukur sehingga terjadi transformasi dari unsur konseptual ke dunia nyata. Defenisi operasional adalah lanjutan dari perumusan definisi konsep. Perumusan definisi konsep ditujukan untuk mencapai keseragaman pemahaman tentang konsep-konsep, baik berupa obyek, peristiwa maupun fenomena yang diteliti, maka perumusan opersional ditujukan dalam upaya mentransformasi konsep ke dunia nyata sehingga konsep-konsep penelitian dapat diobservasi (Siagian, 2011).

Untuk mentransformasi konsep ke dunia nyata, ada indikator-indikator yang ditetapkan agar variabel penelitian dapat diukur. Adapun yang menjadi definisi operasional dalam penelitian dampak upaya pemberdayaan terhadap perkembangan CU Syaloom dinyatakan dengan:

1. Dampak positif adalah dampak yang berpengaruh positif terhadap perkembangan CU Syaloom dapat dilihat dari:

(42)

a) Kemampuan anggota CU menyampaikan pendapat sebelum adanya upaya pemberdayaan.

b) Kemampuan anggota CU menyampaikan pendapat setelah adanya upaya pemberdayaan.

c) Pemahaman anggota CU terhadap masalah di desa maupun dikelompoknya sebelum upaya pemberdayaan.

d) Pemahaman anggota CU terhadap masalah di desa maupun dikelompoknya setelah upaya pemberdayaan.

e) Respon anggota CU terhadap masalah sebelum upaya pemberdayaan. f) Respon anggota CU terhadap masalah setelah upaya pemberdayaan.

B. Tingkat pendapatan, meliputi:

a) Jumlah pendapatan anggota CU sebelum upaya pemberdayaan. b) Jumlah pendapatan anggota CU setelah upaya pemberdayaan.

c) Terpenuhinya kebutuhan dasar anggota CU seperti: konsumsi, perumahan, pendidikan dan perawatan kesehatan sebelum upaya pemberdayaan.

d) Terpenuhinya kebutuhan dasar anggota CU seperti: konsumsi, perumahan, pendidikan dan perawatan kesehatan setelah upaya pemberdayaan.

C. Terpenuhinya kebutuhan anggota CU, berupa:

a) Terpenuhinya kebutuhan akan air minum sebelum upaya pemberdayaan.

(43)

2. Dampak langsung adalah dampak yang dirasakan langsung oleh anggota CU Syaloom berkaitan dengan dampak positif, yaitu Pengetahuan.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pemahaman lebih luas, pada suatu area (wilayah) dimana properti berada, wilayah tersebut dapat memiliki beraneka ragam penggunaan lahan... MARKET

Selanjutnya berdasarkan nilai Exp(B) variabel faktor usia kehamilan memliki nilai Exp(b) paling besar yaitu 4064,791 dibandingkan dengan faktor ibu yang lainnya, sehingga

akan ditinggal pacar ini yang mendorong mereka untuk melakukan.

Mengapa demikian?, ketika konsumsi dalam Islam diartikan sebagai penggunaan terhadap komoditas yang baik dan jauh dari sesuatu yang diharamkan, maka,

Agar torsi yang dihasilkan motor DC magnet permanen dapat memenuhi kebutuhan torsi pengadukan peningkatan kecepatan, pengaturan dilakukan dengan mengurangi sudut penyalaan

Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Tulungagung untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh. Gelar Strata

ABSTRAK: - Bahwa berdasarkan Pasal 93 ayat (5) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah

bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan Perusahaan Daerah Air Minum Tirtamarta Kota Yogyakarta sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas dan sesuai dengan Peraturan