• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perjuangan Tokoh Enong Dalam Novel Dwilogi Padang Bulan Karya Andrea Hirata: Analisis Feminisme

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perjuangan Tokoh Enong Dalam Novel Dwilogi Padang Bulan Karya Andrea Hirata: Analisis Feminisme"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Salah satu hal yang tidak pernah habis untuk dibahas adalah mewujudkan kesetaraan

dalam sistem hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Hal ini perlu

diperhatikan dengan sungguh-sungguh karena selama ini peran perempuan masih jauh tertinggal

di belakang laki-laki. Ketertinggalan itu tidak dikehendaki oleh perempuan, tetapi di sisi lain

masih banyak di antara kaum perempuan sendiri yang tidak merasa bahwa dirinya tertinggal.

Ketertinggalan perempuan itu pada dasarnya berakar dari tradisi di masa lampau yang tidak

memberikan kebebasan bagi kaum perempuan untuk menentukan jalan hidupnya. Kebudayaan

juga memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan pola pikir manusia dalam menentukan

batas-batas kedudukan laki-laki dan perempuan.

Di Indonesia sendiri, masyarakat telah memiliki pandangan-pandangan yang secara

turun-temurun telah melekat sebagai suatu hukum pasti, yakni pihak laki-laki merupakan pihak

yang lebih diunggulkan, memiliki kekuasaan, dan memiliki banyak hak istimewa. Sedangkan

pihak perempuan merupakan pihak minoritas, memiliki ruang gerak yang terbatas, dan sering

dikatakan sebagai kaum nomor dua. Doktrin yang mengakar tesebut menjadikan perempuan

sebagai kaum yang tidak diperhitungkan. Padahal, perempuan juga dapat mengerjakan apa yang

dikerjakan oleh laki-laki, mampu mengikuti cara berpikir laki-laki, bahkan tidak sedikit yang

mampu melebihi laki-laki.

Permasalahan-permasalahan demikian mengakibatkan munculnya suatu gerakan yang

berusaha untuk menegakkan keadilan bagi kaum perempuan. Gerakan ini terus mengalami

(2)

Fakih (1996: 99) mengatakan,

Feminisme sebagai gerakan pada mulanya bergerak dari asumsi bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi, serta usaha untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi tersebut. Meskipun terjadi perbedaan antarfeminis mengenai apa, mengapa, dan bagaimana penindasan dan eksploitasi itu terjadi namun mereka sepaham bahwa hakikat perjuangan feminis adalah demi kesamaan, martabat, kebebasan mengontrol raga dan kehidupan baik di dalam maupun di luar rumah. Feminisme bukanlah perjuangan emansipasi perempuan di hadapan kaum laki-laki saja, melainkan perjuangan transformasi sosial ke arah penciptaan struktur yang secara fundamental baru dan lebih baik. Hakikat perjuangan feminis adalah demi kesamaan martabat, kebebasan mengontrol raga, dan kehidupan baik di dalam maupun di luar rumah. Gerakan feminis merupakan perjuangan dalam rangka mentransformasikan sistem dan struktur yang tidak adil, menuju ke sistem yang adil bagi perempuan maupun laki-laki.

Memang gerakan feminisme ini sangat diperlukan pada saat itu (abad 18) karena banyak

terjadi pemasungan dan pengekangan terhadap hak-hak perempuan. Selain itu, sejarah dunia juga

menunjukkan bahwa secara universal perempuan merasa dirugikan dalam semua bidang dan

dinomorduakan oleh kaum laki-laki terutama dalam masyarakat patriarki. Dalam bidang-bidang

sosial, pekerjaan, pendidikan, dan politik, hak-hak kaum perempuan biasanya lebih inferior

daripada apa yang dinikmati oleh laki-laki, apalagi masyarakat tradisional yang berorientasi

Agraris cenderung menempatkan kaum laki-laki di depan serta berperan pula di luar rumah,

sedangkan kaum perempuan lebih dominan berada di rumah. Situasi ini mulai mengalami

perubahan ketika datangnya era Liberalisme di Eropa dan tejadinya Revolusi Perancis pada abad

ke-18 yang mengakibatkan perempuan sudah mulai berani menempatkan diri mereka seperti

laki-laki yang sering berada di luar rumah. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa

gerakan feminisme dilakukan untuk mencari keseimbangan gender. Gerakan feminisme adalah

gerakan pembebasan perempuan dari rasisme, stereotipe, seksisme, penindasan perempuan, dan

(3)

Lebih lanjut Endraswara (2008: 147 – 148) menyatakan “Analisis feminisme hendaknya

mampu mengungkap aspek-aspek ketertindasan wanita atas diri pria. Mengapa wanita secara

politisi terkena dampak patriarki sehingga meletakkan wanita pada posisi inferior. Stereotipe

bahwa wanita hanyalah pendamping laki-laki akan menjadi tumpuan kajian feminisme.” Sesuai

pengertian di atas jelaslah bahwa feminisme juga tetap membahas persamaan hak antara laki-laki

dan perempuan serta perjuangan perempuan dalam rangka keluar dari stereotipe yang berlaku di

masyarakat, yakni keberadaan kaum perempuan yang selalu dinomorduakan dan struktur budaya

patriarki yang mengikat kebebasan perempuan untuk maju.

Adapun struktur budaya yang mengikat kebebasan kaum perempuan menurut Murniati

(2004: 18 – 19) adalah sebagai berikut:

1. Struktur budaya patriarki, yang muncul karena perubahan sosial ke arah masyarakat

industri (adanya hak milik dan akumulasi kapital).

2. Struktur ekonomi yang menghasilkan suatu sistem yang merugikan perempuan

(urusan pangan dibebankan pada perempuan, perempuan masuk kategori tenaga kerja

kurang produktif, dan kesempatan memimpin bagi perempuan banyak hambatannya).

3. Struktur sosial yang memunculkan hubungan hierarkis dalam keluarga sehingga

perempuan menjadi nomor dua. Hubungan hierarkis ini berkembang menjadi

hubungan dalam kasta atau lapisan dalam masyarakat feodal lainnya.

4. Struktur politik yang memunculkan sistem “kelembutan perempuan” (sifat feminin)

tidak pernah mendapat kesempatan untuk turut mengambil keputusan dalam bidang

politik (contoh: Corry Aquino dikategorikan pemimpin yang tidak tegas, Megawati

(4)

5. Struktur sosial religius, memunculkan pandangan “perempuan yang kehidupan

religiusnya bermutu” adalah mereka yang menafsirkan kitab suci sebagai sabda

Tuhan, tanpa mempersoalkan budaya patriarkhat yang melatarbelakangi penulisan

kitab tersebut.

Sturktur-struktur tersebut mengakibatkan perempuan mengalami ketidaksadaran akan

keberadaanya karena adanya sistem yang mengatur perilaku perempuan tersebut. Situasi ini

menjadikan lahirnya ideologi dan penilaian tersendiri mengenai perempuan. Hal terutama dari

struktur di atas yang mengikat kebebasan perempuan adalah budaya patriarki. Dalam budaya

tersebut jelas yang paling diutamakan sebagai garis penerus keturunan adalah pihak laki-laki,

sedangkan kaum perempuan hanya sebagai pelengkap. Hal-hal mendasar yang harus diketahui

seorang perempuan hanyalah memasak, merawat rumah, dan terampil dalam membuat kerajinan

tangan. Akibat dari kebiasaan tersebut kaum perempuan pun menganggap hal itu sebagai

kewajiban dan tujuan hidup. Dengan lahirnya kaum perempuan yang lebih berpikir luas dan

menyadari keterikatannya terhadap hal-hal yang dianggap sebagai hak laki-laki menjadikan

mereka berjuang untuk mendapatkan hak yang sama. Pergolakan yang dialami oleh kaum

perempuan tidak menjadikan mereka berhenti di situ saja, tetapi perjuangan mereka semakin

marak dan menyebar ke berbagai Negara. Hal tersebut bertujuan untuk merobohkan budaya

patriarki yang mengekang kebebasan perempuan.

Friedan (dalam Gamble, 2010: 42) menuliskan dalam bukunya yang berjudul The

Feminine Mystique menyatakan bahwa kunci terhadap penindasan kaum perempuan terletak

pada konstruksi sosial dan buku ini juga menjadi alat untuk mengasah kembali citra budaya

(5)

Mistik feminin menyatakan bahwa nilai tertinggi dan satu-satunya komitmen bagi perempuan adalah pemenuhan feminitas mereka. Dinyatakan bahwa feminitas semacam ini sangat misterius, intuitif, dan bawaan lahir sehingga tidak akan pernah terpahami dengan penelitian buatan manusia. Kata mistik itu, kekeliruan terletak pada akar masalah perempuan di masa lalu, yakni bahwa perempuan iri terhadap laki-laki, perempuan berusaha untuk menjadi seperti laki-laki, alih-alih menerima kodrat mereka yang terpenuhi dalam kepasifan seksual, dominasi laki-laki, dan penguasaan anak.

Teori di atas menggambarkan dengan jelas bagaimana kondisi kejiwaan perempuan yang

merasa iri atas dominasi laki-laki. Pemenuhan feminitas dalam hal ini adalah pemenuhan hak dan

kebebasan kaum perempuan sebagai makhluk ciptaan Tuhan sebagaimana dengan laki-laki.

Kaum perempuan berjuang untuk memiliki hak atas jiwa, raga, dan masa depan mereka tanpa

harus diikat oleh sistem yang memberatkan keadaan dan keberaadaan perempuan sebagai

makhluk ciptaan yang sama dengan makhluk lainnya.

Novel Dwilogi Padang Bulan karya Andrea Hirata merupakan salah satu novel terbaik

dari beberapa novel lainnya yang dikarang oleh Andrea Hirata. Novel ini berkisah tentang

perjalanan hidup Ikal setelah menamatkan kuliahnya di Universitas Sorbone, Paris. Dalam novel

ini dikisahkan pula tokoh Enong yang merupakan seorang perempuan yang tinggal di Belitung.

Enong adalah wanita yang kehilangan haknya sebagai perempuan semenjak ayahnya meninggal

dunia. Belum sempat ia menamatkan pendidikan sekolah dasarnya, ia harus mengerjakan

pekerjaan laki-laki untuk memenuhi nafkah keluarga dan tetap menyekolahkan adik-adiknya.

Perjalanan hidup Enong merupakan cerminan dari ketidakmampuan melawan kepahitan

hidup. Namun demikian, ia tidak mau terbelenggu oleh kekejaman takdir. Ia berusaha

mengingkari takdir bahwa ia seorang perempuan. Saat umurnya empat belas tahun, ia tidak dapat

menikmati masa-masa pertumbuhannya sebagai perempuan remaja. Ia memulai hidupnya

(6)

diperuntukkan kepada laki-laki. Namun, keteguhan dan semangatnya memampukan Enong

mengerjakan pekerjaan sesulit itu.

Dalam kehidupannya, Enong berjuang untuk membahagiakan ibu dan adik-adiknya

dengan berbagai cara. Bahkan ia rela mengorbankan kebahagiaannya demi orang-orang yang

disayanginya. Selain itu, dari segi pendidikan Enong tetap berjuang untuk meraih cita-citanya,

yakni belajar bahasa Inggris. Ia mampu mendapatkan peringkat lima terbesar di Tanjong Pandan.

Sebagai pembuktian bahwa ia tetap berjuang untuk pendidikannya walaupun ia tidak lagi

mengecap pendidikan dari sekolah dasar. Dalam rumah tangganya, Enong tidak mendapatkan

kebahagiaan dan akhirnya pernikahan mereka berakhir pada perceraian. Untuk membalas sakit

hati dan mengangkat martabatnya, Enong berjuang mendapatkan kembali harga dirinya melalui

pertandingan catur dan mengalahkan Matarom, suaminya.

Analisis terhadap novel Dwilogi Padang Bulan sangat menarik untuk dikaji karena dalam

novel ini tampak jelas perjuangan perempuan yang mampu mengerjakan pekerjaan laki-laki

bahkan mampu mengalahkan laki-laki. Perempuan yang dalam konteks kebudayaan memiliki

derajat yang lebih rendah daripada laki-laki telah dipatahkan oleh semangat dan perjuangan

tokoh Enong. Atas dasar inilah, penulis memilih novel Dwilogi Padang Bulan sebagai objek

penelitian.

1.2Rumusan Masalah

Adapun masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah perjuangan tokoh Enong terhadap dirinya sendiri?

2. Bagaimanakah perjuangan tokoh Enong terhadap keluarganya?

(7)

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan perjuangan tokoh Enong terhadap dirinya sendiri dalam novel Dwilogi

Padang Bulan.

2. Mendeskripsikan perjuangan tokoh Enong terhadap keluarganya dalam novel Dwilogi

Padang Bulan.

3. Mendeskripsikan perjuangan tokoh Enong terhadap pendidikannya dalam novel Dwilogi

Padang Bulan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

1.3.2.1 Manfaat Teoretis

1. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh pembaca dalam mengadakan penelitian

berikutnya mengenai feminisme, khususnya bentuk-bentuk perjuangan para wanita.

2. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memahami perjuangan tokoh Enong terhadap

diri sendiri, keluarga dan pendidikan.

1.3.2.2 Manfaat Praktis

1. Memperkaya pengkajian dan pengapresiasian karya sastra Indonesia.

2. Menambah pengetahuan masyarakat tentang sastra dan ilmu sastra.

3. Memberikan informasi kepada pembaca tentang nilai feminisme yang terdapat dalam

Referensi

Dokumen terkait

 Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa.. Indonesia, PKn, IPA )  Eksplorasi.. Dalam kegiatan

(bagi anak berusia lebih dari 21 tahun sampai dengan usia 25 tahun)... 6) Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri; Mengisi Formulir Daftar Isian Peserta (FDIP) dengan melampirkan

Regulation on Quality of care, HR, Pharmaceutical, etc Regulation on standardization of tariff Regulation on standardization of tariff Government Government Referral

 Masing-masing siswa membaca nyaring sendiri dengan lafal, intonasi, dan jeda yang baik dan benar (sementara siswa melakukan kegiatan ini, guru mengitari siswa dan membetulkan

Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan pada model regresi II yaitu pengaruh DR, DER terhadap ROE dapat diketahui bahwa variabel bebas DR dan DER

Sejalan dengan kewajibannya memberdayakan ketahanan pangan di daerah, hal paling pokok yang harus diketahui adalah (1) daerah (kecamatan) mana saja yang mengalami surplus

Pemerintah Kota Binjai dalam mempersiapkan pembangunan Kota Binjai dalam lima tahun kedepan akan dibangun dalam perwujudan Kota Cerdas (Smart City) yang melingkupi pemerintahan yang

Menurut Weiss dan Underwood (2002), penurunan.. 49 NDF disebabkan oleh rusaknya hemiselulosa. Lebih dari itu, kecernaan selulosa pun meningkat karena dengan rusaknya selulosa