TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman
Klasifikasi tanaman bawang merah adalah sebagai berikut:
kingdom: Plantae; divisi: Spermatophyta; subdivisi: Angiospermae; kelas: Monocotyledonae; ordo: Liliales (liliflorae); famili: Liliaceae;
genus: Allium; spesies: Allium ascalonicum L. (Steenis, 2003).
Bawang merah merupakan tanaman rendah yang tumbuh tegak dan tinggi dapat mencapai 15 – 50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak panjang dan tidak terlalu dalam tertanam dalam tanah. Seperti juga bawang putih, tanaman ini termasuk tidak tahan kekeringan (Wibowo, 2007).
Batang bawang merah memiliki batang sejati, tipis dan pendek sebagai tempat melekatnya perakaran dan mata tunas (titik tumbuh). Dibagian atas terbentuk batang semu yang tersusun dari pelepah-pelepah daun. Batang semu yang berada di dalam tanah akan berubah bentuk fungsinya menjadi umbi lapis. Di antara umbi lapis terdapat mata tunas yang dapat membentuk tanaman baru atau anakan terutama pada spesies bawang merah biasa (Sudirja, 2010).
Bunga bawang merah terletak di ujung tangkai daun yang keluar dari ujung tanaman (titik tumbuh). Bunga bawang merah terdapat 50 – 200 kuntum yang tersusun melingkar (bulat) seolah – olah berbentuk payung. Tiap kuntum bunga terdiri atas 5 – 6 helai daun bunga yang berwarna putih, 6 benang sari berwarna hijau atau kekuning – kuningan, 1 putik dan bakal buah yang berbentuk hampir segitiga. Bawang merah dapat menyerbuk sendiri ataupun silang dengan bantuan serangga lebah atau lalat, dapat juga melalui penyerbukan buatan oleh bantuan tangan manusia (Rukmana, 1995).
Tangkai tandan bunga keluar dari tunas apikal yang merupakan tunas utama (tunas inti). Tunas ini paling pertama muncul dari dasar umbi melalui ujung-ujung umbi, seperti halnya daun biasa. Tangkai tandan bunga pada bagian bawah berbentuk kecil, bagian tengah membesar, dan semakin ke atas bentuknya semakin mengecil. Selanjutnya pada bagian ujung membentuk kepala yang meruncing seperti mata tombak. Bagian ini dibungkus oleh lapisan daun atau seludang(Rahayu dan Berlian, 1999).
Buah berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul membungkus biji berjumlah 2-3 butir. Bentuk biji pipih, sewaktu masih muda berwarna bening atau putih, tetapi setelah tua menjadi hitam (Rukmana, 1995).
Syarat tumbuh Iklim
sinar matahari yang sedang, artinya penyinaran yang disertai dengan hembusan angin. Tinggi rendahnya suhu akan mempengaruhi pertumbuhan bawang merah. Suhu yang baik adalah berkisar antara 20oC–25oC, dengan kondisi basah atau lembab (Suparman, 2010).
Yang paling baik, untuk budidaya bawang merah adalah daerah yang beriklim kering yang cerah dengan suhu udara panas. Tempatnya yang terbuka, tidak berkabut dan angin sepoi-sepoi. Daerah yang cukup mendapat sinar matahari juga sangat diutamakan, dan lebih baik jika lama penyinaran matahari lebih dari 12 jam. Perlu diingat, pada tempat-tempat yang terlindung dapat menyebabkan pembentukan umbinya kurang baik dan berukuran kecil (Wibowo, 2007).
Di Indonesia bawang merah dapat ditanam di dataran rendahsampai ketinggian 1000 m di atas permukaanlaut.Ketinggian tempat yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan bawang merah adalah 0-450 m di atas permukaanlaut. Tanaman bawang merah masih dapat tumbuh berumbi di dataran tinggi, tetapi umur tanamnnya lebih panjang 0,5-1 bulan dan hasil umbinya lebih rendah(Sumarni dan Achmad, 2005).
Tanah
Tanah yang terlalu asam dengan pH di bawah 5,5 banyak mengandung garam aluminium (Al). Garam ini bersifat racun sehingga dapat menyebabkan tanaman menjadi kerdil.Di tanah yang terlalu basa dengan pH lebih dari 7, garam mangan (Mn) tidak dapat diserap oleh tanaman.Akibatnya umbi yang dihasilkan kecil dan produksi tanaman rendah (Rahayu dan Berlian, 1999).
Waktu tanam bawang merah yang baik adalah pada musim kemarau dengan ketersediaan air yang cukup, yaitu pada bulan April/Mei setelah panen padi dan pada bulan Juli/Agustus. Penanaman bawang merah dimusim kemarau biasanya dilaksanakan pada lahan bekas padi sawah atau tebu, sedangkan
penanaman di musim hujan dilakukan pada lahan tegalan (Sumarni dan Achmad, 2005).
Tithonia diversifolia(Hemsl.) Gray
Tithonia diversifolia atau bunga matahari Meksiko adalah salah satu
gulma yang banyak menetap di areal pertanian maupun areal non pertanian. Penyebaran sangat cepat sekali dan daya adaptasinya tinggi. Meskipun titonia merupakan gulma yang dapat merugikan namun memberikan keuntungan yang berarti untuk meningkatkanproduktivitas tanah, yaitu sebagai pupuk hijau (Ardi et al., 2003).
terutama N dan K. Kadar hara yang lebih tinggi akan mendorong pertumbuhan tanaman yang lebih bagus.
Kandungan hara titonia atau paitan menunjukkan bahwa kandungan hara N, P dan K pada paitan sangat tinggi yaitu 3,5% N, 0,38% P dan 4,1% K. kandungan hara tersebut dapat berfungsi untuk meningkatkan kesuburan tanah dan produktifitas lahan yakni meningkatkan bahan organik tanah (Hartatik, 2007).
Tanaman titonia juga mempunyai laju dekomposisi yang cepat. Pelepasan N terjadi sekitar 1 minggu dan pelepasan P dari biomassa tanaman terjadi sekitar 2 minggu setelah dimasukkan ke dalam tanah (Yulnafatmawitaet al., 2010). Dosis Pupuk
Produksi optimum suatu tanaman dapat dicapai dengan pemupukan dan usaha-usaha perbaikan sifat-sifat fisika tanah.Akan tetapi pemupukan tidak dapat berhasil dan menguntungkan sebelum usaha-usaha perbaikan tanah dan air, usaha pemeliharaan bahan organik tanah, perbaikan tanah yang telah rusak, atau perbaikan drainase tanah (Jedeng, 2011).
tercapai. Potensi genetis tanaman pun tidak dapat dicapai mendekati maksimal (Supartha et al., 2012).
Dosis pupuk NPK (15.15.15) sebanyak 300-400 kg per hektar. Setengah dosis pupuk tersebut diberikan pada saat tanam, yakni dicampur merata dengan tanah atau dengan cara tugal. Setengah dosis sisanya diberikan ketika tanaman bawang merah berumur 1-2 minggu dengan cara disebarkan di antara barisan tanaman, kemudian ditutup dengan tanah (Rukmana, 1995).
Interval waktu pemberian
Pupuk organik cair memilki kelebihan yaitu, meningkatkan ketesediaan unsur hara makro dan mikro untuk tanaman, memperbaiki aktivitas biologi, sifat fisik dan kimia, serta ekologi tanah, dapat menekan aktivitas patogen penyebab penyakit tanaman (Deptan, 2007)
Soetedjo dan Kartasapoetra (1988) menyebutkan bahwa waktu aplikasi juga menentukan pertumbuhan tanaman. Berbedanya waktu aplikasi akan memberikan hasil yang tidak sesuai dengan pertumbuhan tanaman. Pemberian pupuk dengan interval waktu yang terlalu sering dapat menyebabkan konsumsi mewah, sehingga menyebabkan pemborosan pupuk. Sebaliknya, bila interval pemupukan terlalu jarang dapat menyebabkan kebutuhan hara tanaman kurang terpenuhi.