• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertanggungjawaban Pidana Pemerkosaan Pelaku Anak Di Bawah Umur Terhadap Korban Anak Di Bawah Umur (studi putusan No. 79 Pid.Sus-anak 2015 PN-Mdn)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertanggungjawaban Pidana Pemerkosaan Pelaku Anak Di Bawah Umur Terhadap Korban Anak Di Bawah Umur (studi putusan No. 79 Pid.Sus-anak 2015 PN-Mdn)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

Anak, merupakan generasi penerus bangsa yang seharusnya mendapatkan

perlindungan lebih dari pemerintah, maupun orang tua. Anak memiliki kerentanan

terhadap kejahatan dan rentan pula untuk melakukan kejahatan.Sehingga,

perlindungan lebih terhadap anak tidak dapat dikatakan sebagai hal yang

berlebihan.Kerentanan anak dalam kriminalitas, tidak terlepas dari beberapa

faktor seperti pengaruh lingkungan, dan lainnya.Sikap yang belum dewasa dan

belum mampu untuk membedakan yang baik dan buruk, mengakibatkan anak di

bawah umur menjadi sasaran kejahatan pelaku kejahatan.

Kejahatan, merupakan salah satu perbuatan yang bertentangan baik

bertentangan dengan undang-undang, maupun bertentangan dengan norma sosial

yang ada. Menurut Ediwarman, terdapat beberapa pengertian

kejahatan,menuurutpenggunaanya antara lain :1 1. Secara Praktis

Secara praktis, kejahatan diartikan sebgai pelanggaran atas

norma-norma agama, kebiasaan, kesusilaan, yang hidup dalam masyarakat.

2. Secara Religius

Secara religius, kejahatan diartikan sebagai pelanggaran atas perintah-

perintah tuhan.

1

(2)

Setiap pelaku kejahatan atau pelaku yang melakukan tindak pidana, akan

menerima sanksi berupa sanksi pidana. Tujuan diberikan pidana terhadap pelaku

tindak pidana adalah untuk memberikan efek jera kepada pelaku tindak pidana

tersebut.Selain itu, pemberian pidana kepada pelaku kejahatan, merupakan salah

satu bentuk pertanggungjawaban pidana yang harus diderita pelaku tindak

pidana.Pertanggungjawaban pidana tersebut menjadi salah satu bentuk

pertanggungjawaban karena perbuatan yang dilakukannya.

Pidana berasal dari kata straf, yang pada dasarnya dapat dikatakan sebagai

suatu penderitaan yang sengaja dikenakan atau dijatuhkan kepada seseorang yang

telah terbukti bersalah melakukan suatu tindak pidana.2Andi Hamzah mengatakan, bahwa ahli hukum membedakan istilah hukuman dengan pidana,

yang dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah straf.3Hukuman adalah istilah umum yang dipergunakan untuk semua jenis sanksi baik dalam ranah hukum

perdata, administrasif, disiplin dan pidana.Sedangkan istilah pidana diartikan

secara sempit yaitu hanya sanksi yang berkaitan dengan hukum pidana. Menurut

Jan Remmelink, pidana merupakan suatu pembalasan berupa penderitaan yang

dijatuhkan pengusa terhadap seseorang tertentu yang dianggap bertindak secara

salah melanggar aturan pelaku, yang pelanggaran terhadapnya diancamkan

dengan pidana.4

2

Mohammad Ekaputra dan Abulkhair, Sistem Pidana Di Dalam KUHP dan

Pengaturannya Menurut Konsep KUHP Terbaru, USU Press : Medan, 2010. Hal. 1 3

Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta : Jakarta, 2008. Hal. 27.

4

P.A.F Lamintang, Hukum Penitensir Indonesia, Armico : Bandung, 1984. Dalam Muhammad Ekaputra dan Abul Khair, Op.cit hal. 7

Sanksi pidana tersebut dimaksudkan sebagai upaya menjaga

(3)

Anak yang berada dibawah umur, tidak terlepas dari perbuatan

pidana.Fakta menyebutkan bahwa angka kejahatan yang dilakukan oleh anak

dibawah umur mengalami pertumbuhan yang sangat pesat.Misalnya pada

kejahatan penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang.Menurut Badan Narkotika

Nasional (BNN) penyalahgunaan narkotika yang dilakukan anak di bawah umur

serta remaja pada tahun 2014 meningkat 50 hingga 60 persen.5

5

Lidwina E.H, Berita, “Dampak Pertumbuhan Penduduk Terhadap Peningkatan

Kenakalan Remaja”, Kompasnia.com, 2014.

dikarenakan

dipengaruhi oleh berbagai faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan.

Selain itu, kriminalitas yang berada dilingkungan anak dibawah umur, juga

sering menimbulkan korban terhadap anak yang masih berada dibawah

umur.Anak dibawah umur dianggap belum mampu untuk menentukan yang mana

yang baik dan yang mana yang benar.Antara id dan ego anak yang berada

dibawah umur, belum stabil.Sehingga, anak dibawah umur rentan mengalami

melakukan kejahatan, dan tidak sedikit anak yang berada dibawah umur menjadi

korban kejahatan.

Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, Indonesia memiliki tujuan untuk

mencerdaskan kehidupan bangsa. Anak yang merupakan generasi penerus bangsa,

seharusnya dilindungi dari perbuatan-perbuatan yang akan merusak masa depan

anak. Pemerintah Indonesia, dalam rangka untuk melendungi segenap bangsa

Indonesia pada umumnya dan terkhusus melindungi masa depan anak sebagai

generasi bangsa, membentuk instrument hukum berupa peraturan

perundang-undangan, yang dibentuk sedemikian rupa untuk mencapai tujuan tersebut.

(4)

Upaya pemerintah sebenarnya tidak akan mudah terealisasi apabila tidak

didukung oleh peran serta masyarakat. Tidak dapat kita pungkiri, bahwa pengaruh

budaya barat sulit untuk disaring oleh masyarakat Indonesia.Budaya barat dengan

pergaulan bebas dikalangan remaja bahkan dikalangan anak-anak, memberikan

dampak negatif terhadap tumbuh kembang kepribadian remaja maupun anak

dibawah umur. Kurangnya pemahaman religi yang dimiliki anak pada saat ini,

menyebabkan anak akan mudah untuk melakukan perbuatan yang bertentangan

dengan agama.

Salah satu perbuatan yang berkembang di kalangan remaja maupun

anak-anak pada saat ini adalah pergaulan bebas, yang mengakibatkan kehamilan pada

wanita remaja ataupun wanita yang masih dibawah umur.Akibat perkembangan

teknologi dan pengaruh budaya barat, banyak sekali terjadi kasus pemerkosaan

yang dilakukan terhadap anak dibawah umur.Anak dibawah umur kerap menjadi

korban pelecehan seksual, dikarenakan kepolosan, serta ketidakpahaman anak,

terhadap akibat dari perbuatan pelecehan seksual tersebut.yang paling

mengkhawatirkan adalah, terjadi pemerkosaan terhadap anak dibawah umur, yang

mana pelaku pemerkosaan juga merupakan anak dibawah umur.

Tindak pidana pemerkosaan, merupakan perbuatan yang melanggar

norma-norma yang ada dimasyarakat, seperti norma sosial, norma kesusilaan, dan

sebagainya. Salah satu faktor penyebab dari terjadinya tindak pidana pemerkosaan

terhadap anak adalah pergaulan bebas.

Untuk melindungan generasi penerus bangsa, pemerintah mengeluarkan

(5)

secara hukum terhadap anak dibawah umur dari korban kejahatan.

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 jo Undang-Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang

Perlindungan Anak, menjadi salah satu bentuk keseriusan pemerintah dalam

melindungi generasi bangsa.

Dewasa ini, banyak terjadi pergaulan bebas antar remaja yang saling

menjalin hubungan, yang pada akhirnya melakukan hubungan selayaknya

hubungan suami istri. Perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang dilakuka n

dengan asas suka sama suka. Tidak ada paksaan, ataupun ancaman bagi salah satu

pihak maupun kedua belah pihak untuk melakukan perbuatan tersebut.Perbuatan

yang melanggar kesusilaan tersbut, tidak hanya dilakukan oleh subjek hukum

yang telah dianggap cakap hukum.Perbuatan tersebut faktanya juga dilakukan

oleh anak yang berada dibawah umur atau anak yang belum cakap hukum.Sistem

hukum Indonesia memandang, bahwa perbuatan tersebut tetap termasuk kedalam

klasifikasi kejahatan kesusilaan, yang diklasifikasikan sebagai tindak pidana

pemerkosaan.

Pada dasarnya, kebijakan hukum pidana memberikan berbagai pilihan

kepada aparat penegak hukum untuk menggunakan sarana penal maupun sarana

non penal, untuk meminta suatu pertanggungjawaban pidana kepada

seseorang.Apabila anak yang melakukan suatu tindak pidana, makan sarana non

penal ini lebih efektif digunakan untuk meminta pertanggungjawaban pidana

kepada anak di bawah umur, mengingat upaya negara dalam melindungi

(6)

Sistem hukum pidana, dikenal berbagai bentuk delik.Baik delik materil,

delik formil, delik aduan, dan sebagainya.Tindak pidana pemerkosaan, merupakan

salah satu bentuk delik aduan menurut KUHP.Artinya, pelaku pemerkosaanakan

menerima hukuman apabila perbuatan yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana

pemerkosaan telah diadukan oleh pihak korban kepada pihak yang berwajib.

Lantas, bagaimana ketika perbuatan tersebut dilakukan tanpa ada ancaman

maupun paksaan seperti yang disebutkan dalam KUHP ?.Pada hakikatnya, anak

yang dianggap menjadi korban pemerkosaan maupun anak yang dianggap

melakukan pemerkosaan, sama-sama merupakan anak yang di bawah umur, yang

seharusnya dilindungi, karena pengaruh utama dari hal tersebut adalah faktor

lingkungan, bukan dengan adanya niat jahat pada pelaku.

Berdasarkan permasalahan pemerkosaan yang dilakukan oleh anak

dibawah umur terhadap anak yang dibawah umur, penulis menuangkannya secara

lengkap dan cermat dalam sebuah skripsi yang berjudul :“Pertanggungjawaban

Pidana Pemerkosaan Pelaku Anak di bawah Umur Terhadap Korban Anak di bawah Umur (studi putusan nomor 79/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Mdn)” B.Perumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah penulis uraikan di atas, yang

menjadi perumusan masalah dalam skripsi ini adalah :

1. Bagaimana pengaturan terkait perlindungan hukum anak pelaku tindak

Pemerkosaan di bawah umur ?

2. Faktor penyebab Terjadinya Tindak Pidana Pemerkosaan Anak di

(7)

3. Bagaimana Pertanggungjawaban pidana Anak pelaku tindak pidana

pemerkosaan Anak di bawah Umur dalam putusan

no.79/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Mdn ?

C.Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan penulisan skripsi ini adalah :

a. Untuk mengetahui bentuk pengaturan mengenai perlindungan hukum

terhadap anak yang menjadi korban tindak pidana pemerkosaan.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana

pemerkosaan terhadap anak di bawah umur.

c. Untuk mengetahui kebijakan hukum pidana terkait tindak pidana

pemerkosaan terhadap anak di bawah umur.

2. Manfaat penulisan skripsi ini adalah :

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis skripsi ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian

lebih lanjut untuk berbagai konsep ilmiah yang pada waktunya nanti dapat

memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum

pidana.Khususnya dalam mengetahui bagaimana pertanggungjawaban anak yang

di bawah umur yang melakukan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur.

b. Manfaat Praktis

Menjadi masukkan dan pengetahuan bagi masyarakat dan para penegak

hukum serta praktisi hukum, mengenai problematika yang terdapat dalam sistem

hukum ada di Indonesia. Serta dapat menjadi bahan perbandingan bagi penulis

(8)

D.Keaslian Penulisan

Setelah dilakukan penelitian di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara, belum ada terdapat tulisan yang mengangkat tentang

“Pertanggungjawaban Pidana Pemerkosaan Pelaku Anak di bawah Umur

Terhadap Korban Anak di bawah Umur (studi putusan nomor

79/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Mdn)” Oleh karena itu penulisan skripsi ini dapat

dikatakan masih original, sehingga keabsahannya dapat dipertanggungjawabkan

secara moral dan akademis.

E.Tinjauan Pustaka

1. Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Pemerkosaan

Setiap pelaku tindak pidana, harus mempertanggungjawabkan apa yang

telah dilakukannya. Bentuk pertanggungjawaban tersebut berupa pemidanaan atau

pemberian sanksi.Pemidanaan dapat dikatakan sebagai penjatuhan pidana

terhadap pelaku pidana.Jan Remmelink mengartikan pemidanaan adalah

pengenaan secara sadar dan matang suatu azab oleh instansi penguasa yang

berwenang kepada pelaku yang bersalah melanggar suatu aturan hukum.6

6

Jan Remmelink, Hukum Pidana, Gramedia Pustaka Utama : Jakata, 2003. Hal. 7. Dalam Marlina, Hukum Panitensir, PT. Refika Aditama : Bandung, 2011. Hal. 34

Bentuk penjatuhan pidana kepada pelaku atau pemidanaan merupakan

bentuk pertanggungjawaban yang harus dijalani oleh pelaku tindak pidana.Tujuan

dari pemidanaan tersebut pada dasarnya adalah untuk memberikan efek jera

kepada pelaku pidana, serta menjaga agar pelaku tindak pidana tidak melakukan

(9)

Pemidanaan atau penjatuhan pidana yang merupakan bentuk dari

pertanggungjawaban pidana terhadap seorang pelaku tindak pidana, memiliki

berbagai bentuk sanksi yang merupakan aplikasi dari bentuk pemberian

pertanggungjawaban pidana oleh undang-undang. KUHP yang menjadi acuan

utama dari hukum pidana, pada Pasal 10 menjelaskan mengenai bentuk-bentuk

sanksi pidana yang dapat diberikan kepada pelaku pidana, antara lain :

a. Pidana Pokok

1) Pidana Mati

2) Pidana Penjara

3) Pidana Kurungan

4) Pidana denda

5) Pidana Tutupan

b. Pidana Tambahan

1) Pencabutan hak-hak tertentu

2) Perampasan barang-barang tertentu

3) Pengumuman Putusan Pengadilan

Pertanggungjawaban pidana adalah suatu perbuatan yang tercela oleh

masyarakat yang harus dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya atas

perbuatan yang dilakukan.Dengan mempertanggung jawabkan perbuatan yang

tercela itu pada si pembuatnya, apakah si pembuatnya juga dicela ataukah si

pembuatnya tidak dicela.Pada hal yang pertama maka si pembuatnya tentu

(10)

Pertanggungjawaban pidana adalah sebuah bentuk tanggung jawab yang

harus dilaksanakan oleh seseorang ataupun subyek hukum yang telah melakukan

tindak pidana.Dalam bahasa asing pertanggungjawaban pidana disebut sebagai

toerekenbaarheid, criminal responbility, criminal liability.Bahwa

pertanggungjawaban pidana dimaksudkan untuk menentukan apakah seseorang

tersangka/terdakwa dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana (crime) yang

terjadi atau tidak.Seorang melakukan kesalahan, menurut Prodjohamidjojo, jika

pada waktu melakukan delict,dilihat dari segi masyarakat patut di cela.8

a. Harus ada perbuatan yang bertentangan dengan hukum, atau dengan

kata lain harus ada unsur melawan hukum (harus ada unsur objektif) Menurutnya seseorang mendapatkan pidana tergantung pada dua hal, yaitu :

b. Terhadap pelakunya, terdapat unsur kealahan dalam bentuk

kesengajaan atau kealpaan. Sehingga perbuatan tersebut dapat

dipertanggungjawabakan (harus ada unsur subjektif).

Dengan perkataan lain apakah terdakwa akan dipidana atau dibebaskan.

Jika ia dipidana, tindakan yang dilakukan itu bersifat melawan hukum dan

terdakwa mampu bertanggung jawab. Kemampuan tersebut memperlihatkan

kesalahan dari petindak yang berbentuk kesengajaan atau kealpaan.Artinya

tindakan tersebut tercela tertuduh menyadari tindakan yang dilakukan tersebut.

Dalam hukum pidana, konsep “pertanggungjawaban” itu merupakan

konsep sentral yang dikenal dengan ajaran kesalahan. Dalam bahasa latin ajaran

kesalahan dikenal dengan sebutan mens rea. Doktin mens rea dilandaskan pada

8

(11)

suatu perbuatan tidak mengakibatkan seseorang bersalah kecuali jika pikiran

orang itu jahat. Dalam bahasa Inggris doktrin tersebut dirumuskan dengan an act

does not make a person guilty, unless the mind is legally blameworthy. Berdasa

asas tersebut, ada dua syarat yang harus dipenuhi untuk dapat memidana

seseorang, yaitu ada perbuatan lahiriah yang terlarang/perbuatan pidana (actus

reus),dan ada sikap batin jahat/tersela (mens rea).9

2. Pengertian Tindak Pidana pemerkosaan terhadap Anak

Setiap orang yang melakukan tindak pidana, haruslah bertanggungjawab

akan perbuatannya. Tidak terlepas apakah pelaku tindak pidana tersebut

merupakan orang yang sudah dewasa, maupun orang yang belum dewasa.Selagi

tidak ada alasan penghapus pidana dalam perbuatannya tersebut, orang yang

melakukan tindak pidana harus dihukum.

Kejahatan merupakan suatu perbuatan kriminal yang dapat dilakukan oleh

seseorang.Pelaku kejahatan tidak hanya merupakan orang dewasa.Anak di bawah

umurpun tidak luput dari perbuatan kejahatan. Sehingga, untuk menanggulangi

kejahatan tesebut, tidak cukup hanya mengetahui apa saja sanksi-sanksi yang

diberikan kepada pelaku tindak pidana. Berbagai upaya preventif juga sangat

dibutuhkan untuk menanggulangi kejahatan tersebut.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam

penjelasan umumnya secara tegas dikatakan bahwaAnak adalah amanah sekaligus

karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam

dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus

9

(12)

dijunjung tinggi. Hak Asasi Manusia (HAM) yang termuat dalam Undang-Udang

Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak.

Betapa pentingnya memahami Hukum Anak, dapat disimpulkan dari

konsideran Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 mengenai Pengadilan Anak.

Dimana dikatakan anak adalah bagian dari Generasi Muda, sebagai salah satu

sumber daya manusia, merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan

bangsa.Dalam kedudukan demikian, anak memiliki peranan strategis dan

mempunyai ciri dan sifat khusus.Oleh karena itu, anak memerlukan perlindungan

dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial

secara utuh, serasi, selaras dan seimbang.

Untuk melaksanakan pembinaan dan memberikan perlindungan terhadap

anak diperlukan dukungan, baik menyangkut kelembagaan maupun perangkat

hukum yang mantap dan memadai.Perlindungan anak dilihat dari segi pembinaan

generasi muda. Pembinaan generasi muda merupakan bagian integral dari

Pembangunan Nasional dan juga tercapainya tujuan Pembangunan Nasional, yaitu

masyarakat adil dan makmur serta aman sentosa berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945 dengan wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

KUHP mengatur anak sebagai korban pidana adalah belum genap berumur 15

(lima belas) tahun sebagaimana yang diatur dalam pasal-Pasal 285,287,290,293,

294, 295, 297 dan lain-lainnya. Pasal itu tidak mengkualisinya sebagai tindak

pidana, apabila dilakukan dengan/ terhadap anak yang belum berusia 15 (lima

belas) tahun.

Sehubungan dengan hal tersebut, dalam Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tersebut ditegaskan bahwa

setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan

memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain,

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling

singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta

(13)

Begitu juga dalam Pasal 82 ditegaskan bahwa setiap orang yang dengan

sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, melakukan tipu muslihat,

serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan

dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima

belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.

300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60.000.000,- (enam

puluh juta rupiah)”

Selain dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak telah menegaskan tentang pemerkosaan terhadap anak sebagaimana telah

penulis paparkan diatas, pada KUHP juga dengan tegas dijelaskan pada Pasal 285

sebagaimanaberikut:

“Barang siapa dengan kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia

di luar perkawinan, diancam karena melakukan pemerkosaan dengan pidana

penjara paling lama dua belas tahun penjara.

Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak

janin dalam kandungan sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.Bertitik tolak

dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan komprehensif, untuk

ini melakukan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan

asas-asas pada Pasal 2 (1) Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak sebagai berikut :

a. Nondiskriminasi;

b. Kepentingan yang terbaik bagi anak

c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan kepentingan;dan Penghargaan

terhadap pendapat anak.

Dalam melakukan pembinaan, pengembangan dan perlindungan anak perlu peran

masyarakat, baik melalui lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan,

lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia

usaha, media massa, atau lembaga pendidikan.

Perlindungan anak diusahakan oleh setiap orangtua,

(14)

Hal ini termuat dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor.23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak.Kewajiban dan tanggung jawab Negara dan Pemerintah dalam

usaha perlindungan anak diatur dalamUndang-Undang Nomor.23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak yaitu

1. Menghormati dan menjamin hak asasi anak tanpa membedakan suku, agama ,

ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya, dan bahasa, status hukum anak, urutan

kelahiran anak dan kondisi fisik dan/atau ,mental (Pasal 21)

2. Memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan

perlindungan anak (Pasal 22)

3. Menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan

memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali atau orang lain yang secara

umum bertanggungjawab terhadap anak dan mengawasi penyelenggaraan anak

(Pasal 23)

4. Menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat

sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak (Pasal 24)

3. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Pemerintah yang merupakan perpanjangan dari tangan rakyat juga

memiliki peranan sangat penting dalam upaya memutuskan rantai

kejahatan.Bukan hanya memberikan sanksi yang sangat tegas dan berat kepada

seseorang, melainkan pemerintah seharusnya menjadi tameng bagi masuknya

budaya asing yang bersifat negative.

Peraturan perundang-undangan merupakan aturan tertulis yang menjadi acuan

dasar dalam hukum Indonesia untuk menentukan apakah suatu perbuatan tersebut

merupakan suatu perbuatan pidana atau tidak.Hal tersebut dikarenakan sistem

(15)

tertulis, dibandingkan dengan hukum yang tidak tertulis.Dalam hukum pidana,

terdapat berbagai macam unsur.

Unsur-unsur tersebut tertuang dalam peraturan-peraturan yang mengatur

mengenai adanya tindak pidana, baik itu kejahatan maupun pelanggaran.Pada

umumnya, unsur- unsur tersebut tertuang dalam peraturan perundang-undangan

pidana tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang dan memiliki sanksi.Dalam

beberapa rumusan unsur-unsur tersebut ternyata menjadi suatu ciri khas dari

larangan tersebut, sehingga dapat dibedakan dengan jelas dengan perbuatan yang

tidak dilarang.Pada hakikatnya, setiap perbuatan pidana harus terdiri dari

unsur-unsur lahiriah atau fakta oleh perbuatan mengandung kelakuan dan akibat yang

ditimbulkan karenanya Sebuah perbuatan pidana tidak bisa begitu saja dikatakan

perbuatan pidana.

Lamintang menyatakan dalam merumuskan,perbuatan pidana tersebut akan

di kategorikan sebagai Tindak Pidana apabila Mengandung unsur melawan hukum

(wederrechtjek), telah dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja (aan schuldt te

wijten) dan dapat di hukum (strafbaar).

Duet Christine-Cansil menyebutkan dalam Tindak Pidana harus terdapat

Unsur-unsur sebagai berikut :

a. Bersifat Melanggar Hukum

b. Perbuatan Manusia

(16)

d. Dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab10

a. Adanya perbuatan manusia e. Terjadi karena adanya kesalahan

Sedangkan Moeljatno berpendapat bahwa perbuatan pidana terdiri dari

unsur-unsur sebagai berikut :

a. Adanya perbuatan

b. Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan

c. Keadaan tambahan yang memperberat pidana

d. Unsur melawan hukum subjektif dan unsur melawan hukum objektif

Apabila dilihat dari pendapat Sarjana mengenai unsur-unsur pidana

sebagaimana telah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa tindak pidana

mengandung unsur formil dan materil. Adapun unsur formil terdiri dari :

Perbuatan manusia (Handeling) yang di maksud adalah perbuatan

manusia pada arti luas. artinya perbuatan manusia yang di maksud tidak

saja melakukan sesuatu .11 selain itu, perbuatan yang dilakukan oleh badan Hukum,juga di anggap sebagai perbuatan yang dilakukan oleh

manusia sebagaimana maksud dari unsur ini.12 b. Melanggar peraturan pidana

Terkait dengan perbuatan yang melanggar peraturan pidana atau

melanggar hukum terdapat empat makna yang berbeda-beda yang

masing-masing dinamakan sama, yaitu sebagai berikut :

10

Cansil dan christine Cansil. Pokok-pokok Hukum Pidana, Pradnya paramita : Jakarta, 2007. Hal 48

11

Cansil dan christine,Op.cit

12

(17)

1) Sifat melawan hukum formal

Artinya bahwa semua bagian atau rumusan dalam Undang-undang

telah terpenuhi.

2) Sifat melawan hukum materil

Sifat melawan hukum materil yaitu perbuatan tersebut telah

merusak atau melanggar kepentingan hukum yang dilindungi oleh

rumusan delik. dengan kata lain perbuatan tersebut bertentangan

dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.

3) Sifat melawan hukum umum

Sifat melawan hukum umum berarti sifat ini sama dengan sifat

melawan hukum secara formil. hanya saja sifat melawan hukum

lebih menuju kepada aturan tak tertulis. dalam arti perbuatan

tersebut bertentangan dengan hukum yang berlaku umum pada

masyarakat,yaitu keadilan.

4) Sifat melawan hukum khusus

Sifat melawan hukum khusus ditemukan dalam Undang-undang,

hanya saja dalam bentuk yang tersirat. Undang-undang tidak

hanya menyebutkan peraturan tersebut secara jelas, akan tetapi

klausul yang terdapat undang-undang tersebut menunjukkan

bahwa perbuatan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum.

(18)

Sifat melawan hukum objektif ini merupakan suatu unsur yang

menunjuk kepada keadaan lahir. sedangkan sifat melawan hukum

subjektif menunjuk kepada perbuatan yang dilakukan oleh

pelaku.13

c. Diancam dengan hukuman

Unsur tindak pidana yang tidak kalah penting adalah unsur hukuman atau

pidana. karena setiap perbuatan pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak

pidana diancam dengan hukuman. bentuk pemberian hukuman ini

merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban pidana yang diberikan

kepada pelaku tindak pidana.

F. Metode Penelitian

Sistematika penulisan yang baik dan benar, haruslah menggunakan metode

penelitian yang benar. Adapun penelitian yang digunakan oleh penulis dapat

diuraikan sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini disesuaikan

dengan permasalahan yang diangkat di dalamnya.Untuk mendapatkan data yang

diperlukan sesuai dengan masalah yang diteliti, maka dalam hal ini penulis

menggunakan metode penelitian yang bila dilihat dari jenisnya dapat digolongkan

kedalam penelitian hukum normatif (yuridis normative). Yaitu merupakan

penelitian yang dilakukan dengan cara menelaah berbagai peraturan

perundang-13

(19)

undangan tertulis dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang

diangkat dalam skripsi. Penelitian yuridis normative ini juga disebut dengan

penelitian hukum doctrinal.

2. Data dan Sumber Data

Data dan sumber data yang digunakan dalam menyusun skripsi ini adalah

data sekunder. Adapun data sekunder tersebut diperoleh dari :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari semua

dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak

berwenang, yaitu peraturan perundang-undangan. Baik di bidang

hukum pidana dan hukum acara pidana, antara lain Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang-undang Nomor 23 Tahun

2002 J.o Undang-undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan

Anak, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak dan Peraturan Perundang-Undangan Lain yang

Berkaitan dengan perlindungan anak.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum pimer, yakni hasil karya para ahli

hukum berupa buku-buku dan pendapat-pendapat para sarjana. Dan

juga termasuk dokumen yang merupakan informasi atau bahan kajian

kejahatan yang berkaitan dengan tindak pidana pemerkosaan, seperti

modul, majalah hukum, dan karya tulis ilmiah.

c. Bahan hukum tersier atau bahan penunjang yaitu bahan hukum yang

(20)

hukum primer dan/atau bahan hukum sekunder, yaitu kamus hukum,

ensiklopedia dan lain sebagainya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam skripsi ini digunakan metode studi pustaka (Library research).

Yaitu metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data

sekunder dengan cara menggali sumber-sumber tertulis, baik dari instansi yang

terkait, maupun buku literatur yang ada relevansinya dengan masalah penelitian

yang digunakan sebagai kelengkapan penelitian.

4. Analisis Data

Analisis data dilakukan secara kualitatif yang digambarkan secara

deskriptif, rangkaian kegiatan analisis data dimulai setelah terkumpulnya data

sekunder, kemudian disusun menjadi sebuah pola dan dikelompokan secara

sistematis.Analisis data lalu dilanjutkan dengan membandingkan data sekunder

terhadap data primer untuk mendapat penyelesaian permasalahan yang diangkat.

G.Sistematika Penulisan

Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya harus

diuraikan secara sistematis. Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa

tahapan yang disebut dengan bab. Dimana masing-masing bab dibagi dalam

beberapa sub bab yang masing-masing bab diuraikan masalahnya secara

tersendiri, namun masih dalam konteks yang saling berkaitan antara satu dengan

yang lainnya. Secara sistematis penulis menempatkan materi pembahasan

keseluruhan kedalam 5 (lima) bab terperinci. Adapun sistematika penulisan

(21)

BAB I : Merupakan bab pendahuluan yang menguraikan tentang

segala hal yang bersifat umum dalam latar belakang,

kemudian dilanjutkan dengan perumusan masalah, tujuan dan

manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan,

metode penelitian, dan ditutup dengan memberikan

sistematika dari penulisan.

BAB II : Bentuk-bentuk kejahatan yang terjadi terhadap anak dibawah

umur menurut Undang-undang Perlindungan Anak No. 23

Tahun 2002 jo Undang-undang No. 35 Tahun 2014, dan

mengenai bentuk perlindungan terhadap anak dibawah umur

yang menjadi korban kejahatan.

BAB III : Membahas mengenai unsur-unsur tindak pidana

pemerkosaan, faktor-faktor penyebab anak di bawah umur

melakukan kejahatan, dan mengenai pertanggungjawaban

pidana anak yang di bawah umur yang melakukan

pemerkosaan terhadap anak di bawah umur.

BAB IV : Membahas mengenai analisis kasus pemerkosaan yang

dilakukan oleh anak di bawah umur terhadap anak di bawah

umur, pada putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor

79/Pid.sus.anak/2015/PN.Mdn.

BAB V : Merupakan bab terakhir yang membahas mengenai

kesimpulan dan saran. Dalam bab ini akan diuraikan tentang

(22)

bab-bab yang sebelumnya sekaligus memberikan saran-saran

Referensi

Dokumen terkait

Objek sentral dalam karya adalah visual dari tujuh kartu utama dalam tarot yang telah dipilih penulis berdasarkan kartu yang memiliki arti paling mewakili permasalahan dalam

Salah satu definisi paling lengkap dan komprehensif tentang korupsi oleh Antonio Argandona, yang mendefinisikan korupsi sebagai "tindakan atau pengaruh dalam

Sistem tumpangsari jagung dengan kacang tanah keduanya saling menguntungkan dimana jagung memiliki tingkat kejenuhan cahaya tinggi (C4) mampu melindungi kacang tanah

Mata Pelajaran : 027 Guru Kelas SD (Kelas Atas) Lokasi Ujian : SMK NEGERI 2 GERUNG Tanggal Ujian : 2015-12-12,

Terbitnya NIRMANA, Jurnal Ilmiah Jurusan Desain Komunikasi Visual UK Petra, konon memicu beberapa Perguruan Tinggi yang sudah lama dan established yang memiliki Jurusan yang sama

• Kemudian Imam berkata, "Inilah Injil Yesus Kristus menurut (Lukas / Matius / Markus /Yohanes)” dan umat menjawab “Dimuliakanlah Tuhan”, sambil membuat TANDA SALIB di

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkah, rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan Laporan Akhir ini dengan baik

Anatomi adalah struktur tubuh manusia berkembang dari tingkat terendah (atom dan molekul) sampai tingkat yang lebih tinggi dan lebih kompleks untuk