BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Air
Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom oksigen yang berikatan kovalen
dengan dua atom hidrogen. Hidrogen dan oksigen mempunyai daya padu yang
sangat besar antara keduanya (Winarno, 1991). Air merupakan salah satu senyawa
kimia yang terdapat di alam secara berlimpah (Angel dan Wolseley, 1992). Air
merupakan salah satu dari ketiga komponen yang membentuk bumi (zat padat, air,
atmosfer). Bumi dilingkupi air sebanyak 70% sedangkan sisanya (30%) berupa
daratan (dilihat dari permukaan bumi). Udara mengandung zat cair sebanyak 15%
dari atmosfer (Gabriel, 2001).
Di dalam tubuh manusia, air diperlukan untuk melarutkan berbagai jenis zat
yang diperlukan untuk melarutkan berbagai jenis zat yang diperlukan tubuh.
Oksigen juga perlu dilarutkan sebelum dapat memasuki pembuluh-pembuluh
darah. Zat makanan hanya dapat diserap apabila dapat larut di dalam cairan. Air
ikut mempertahankan suhu tubuh dengan cara penguapan keringat pada tubuh
manusia. Transportasi zat-zat makanan dalam tubuh semuanya dalam bentuk
larutan dengan pelarut air (Mulia, 2005).
Air sangat penting bagi kehidupan manusia dan fungsinya tidak dapat
diganti dengan senyawa lain. Selain dengan fungsinya, air digunakan untuk
industri, pertanian, pembangkit tenaga listrik, dan air untuk transportasi baik di
sungai maupun laut (Wardhana, 2001).
Untuk kelangsungan hidup, air harus tersedia dalam jumlah yang cukup
dan memiliki kualitas baik. Air minum merupakan salah satu kebutuhan manusia
yang sangat penting (Sunarya, .2001). Bila badan manusia hidup dianalisis
komposisi kimianya, maka akan diketahui bahwa kandungan airnya rata-rata 65%
atau sekitar 47 liter per orang dewasa. Setiap hari sekitar 2,5 liter harus diganti
dengan air yang baru. Diperkirakan dari sejumlah air yang harus diganti tersebut
1,5 liter berasal dari air minum dari sekitar 1,0 liter berasal dari bahan makanan
yang dikonsumsi (Winarno, 1992).
Jika ditinjau dari segi kualitas, air yang memadai bagi konsumsi manusia
hanya 0,003% dari seluruh yang ada (Effendi, 2003). Air secara alamiah tidak
pernah dijumpai dalam keadaan murni, tetapi selalu ada senyawa atau mineral
atau unsur lain yang terdapat didalamnya. Ketika air mengembun di udara dan
jatuh dipermukaan bumi, air tersebut telah menyerap debu atau melarutkan
oksigen, karbondioksida dan berbagai jenis gas yang lainnya (Achmad, 2004).
Kesulitan untuk mendapatkan air bersih merupakan salah satu masalah yang
perlu mendapat perhatian yang seksama karena dengan penyediaan air bersih,
maka penyebaran penyakit dapat dikurangi seminimal mungkin. Supaya air yang
masuk kedalam tubuh manusia baik berupa makanan dan minuman tidak menjadi
2.1.1. Sifat Fisika dan Kimia Air
2.1.1.1. Sifat Fisika
Air memiliki titik beku 00C, pada saat air membeku maka massa jenis es
(00C) 0,92 g/cm3, pada saat berbentuk cair massa jenis air (00C) 1,00 g/cm3,
panas lebur 80 kal/g, titik didih 1000C, panas penguapan 540 kal/g, temperatur
kritis 3470C, tekanan kritis 217 Atm (Gabriel, 2001).
Menurut Moss & Tebbut (1993 ; 1992) pada kisaran suhu yang sesuai bagi
kehidupan, yakni 00C (320F) 1000C, air berwujud cair. Suhu 00C merupakan
titik beku (freezing point) dan suhu 1000C merupakan titik didih (boiling point)
air. Tanpa sifat tersebut, air yang terdapat di dalam jaringan tubuh makhluk hidup
maupun air yang terdapat di laut, sungai, danau, dan badan air yang lain akan
berada dalam bentuk gas atau, sehingga tidak akan terdapat kehidupan di muka
bumi ini, karena sekitar 60% - 90% bagian sel makhluk hidup adalah air.
Perubahan suhu air berlangsung lambat sehingga air memiliki sifat sebagai
penyimpanan panas yang sangat baik. Sifat ini memungkinkan air tidak menjadi
panas ataupun dingin dalam seketika. Perubahan suhu air yang lambat mencegah
terjadinya stres pada makhluk hidup karena adanya perubahan suhu yang
mendadak dan memelihara suhu bumi agar sesuai bagi makhluk hidup. Sifat ini
juga menyebabkan air sangat baik dan cocok digunakan sebagai pendingin es
(Moss & Tebbut,1993 ; 1992).
Air memerlukan panas yang tinggi dalam proses penguapan. Penguapan
menjadi cairan (kondensasi) melepaskan energi yang besar. Pelepasan energi ini
merupakan salah satu penyebab mengapa kita merasa sejuk pada saat berkeringat.
Sifat ini juga merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan terjadinya
penyebaran panas secara baik di bumi (Moss & Tebbut, 1993 ; 1992).
Air memiliki tegangan permukaan yang tinggi. Tegangan permukaan yang
tinggi menyebabkan air memiliki sifat membasahi suatu bahan secara baik.
Tegangan permukaan yang tinggi dalam pipa kapiler (pipa dengan lubang yang
kecil). Dengan adanya sistem kapiler dan sifat sebagai pelarut yang baik, air dapat
membawa nutrien dari dalam tanah ke jaringan tumbuhan. Adanya tegangan
permukaan memungkinkan beberapa organisme, misalnya jenis-jenis insekta,
dapat merayap di permukaan air (Moss & Tebbut, 1993 ; 1992).
Air merupakan satu-satunya senyawa yang merenggang ketika membeku.
Pada saat membeku, air merenggang sehingga es memiliki nilai densitas
(massa/volume) yang lebih rendah daripada air. Sifat ini mengakibatkan
danau-danau di daerah yang beriklim dingin hanya membeku pada bagian permukaan
sehingga kehidupan organisme tetap berlangsung. Sifat ini juga dapat
mengakibatkan pecahnya pipa air pada saat air di dalam pipa membeku. Densitas
(berat jenis) air maksimum sebesar 1g/cm3 terjadi pada suhu 3,950C. Pada suhu
lebih besar maupun lebih kecil dari 3,950C, densitas air juga lebih kecil dari satu
2.1.1.2 Sifat Kimia
Sifat kimia baik air laut, air hujan, maupun air tanah/air tawar mengandung
mineral (Gabriel, 2001). Sifat-sifat khas air sangat menguntungkan bagi
kehidupan makhluk di bumi (Achmad, 2004). Sifat-sifat kimia yang lain yaitu :
1. Air dapat terurai oleh pengaruh arus listrik dengan reaksi
(Gabriel, 2001)
2. Air juga dapat larut dalam semua garam sodium, potasium, dan amonium
(Lagowski, 2012).
3. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi
standar (Underwood, 2002).
4. Air dapat bereaksi dengan basa kuat dan asam kuat (Lagowski, 2012).
5. Air adalah pelarut yang kuat, melarutkan banyak jenis zat kimia. Zat-zat
yang tidak mudah bercampur dengan air (misalnya lemak dan minyak)
disebut sebagai zat hidrofilik (suka air), dan zat-zat yang tidak mudah
bercampur dengan air (misalnya lemak dan minyak) disebut sebagai zat
hidrofobik (Underwood, 2002).
6. Pada air boiler, air memiliki standar silika maksimal 125 ppm, total alkali
500-800 ppm (Underwood, 2002).
7. Air merupakan elektrolit yang lemah, yang terionisasi menjadi ion
hidrogen dan gugus hidroksil serta berperan aktif dan banyak reaksi
biokimia di dalam tubuh (Sumardjo, 2009).
9. Air memiliki atom oksigen yang nilai keelektronegatifannya sangat besar
3,44, sedangkan atom hidrogen memiliki nilai keelektronegatifan paling
kecil diantara unsur-unsur bukan logam sebesar 2,2 (Achmad,2004).
10. Molekul air bersifat polar.
11. Ikatan hidrogen dapat terjadi karena atom oksigen yang terikat dalam satu
molekul air masih mampu mengadakan ikatan dengan atom hidrogen yang
terikat dalam molekul air yang lain. Ikatan hidrogen inilah yang
menyebabkan air memiliki sifat–sifat yang khas (Achmad,2004).
12. Ikatan Hidrogen juga mempengaruhi struktur dari air, struktur ikatan
hidrogen sebesar 2,05 Å (Miessler, 1991).
13. Air merupakan pelarut yang baik. Air mampu melarutkan berbagai jenis
senyawa kimia. Air hujan mengandung senyawa kimia dalam jumlah yang
sangat sedikit, sedangkan air laut dapat mengandung senyawa hingga
35000 mg/liter (Tebbut,1992). Sifat ini memungkinkan unsur hara
(nutrien) terlarut diangkut ke seluruh jaringan tubuh makhluk hidup dan
memungkinkan bahan-bahan toksik yang masuk ke dalam jaringan tubuh
makhluk hidup dilarutkan untuk dikeluarkan kembali (Moss,1993).
14. Air digunakan sebagai pencuci yang baik dan pengencer bahan pencemar
(polutan) yang masuk ke badan air (Moss,1993).
15. Air memiliki pengaruh yang lebih besar karena setiap molekul rata-rata
2.1.2 Sumber Air
2.1.2.1. Air laut
Air laut merupakan bagian terbesar dari muka bumi, mempunyai sifat asin,
karena mengandung garam NaCl, dan memiliki kadar garam NaCl yang tinggi
dibandingkan dengan air daratan. Kadar garam NaCl dalam air laut adalah 3%.
(Sutrisno, 2004). Air yang dijumpai di alam berupa air laut sebanyak 80%,
sedangkan sisanya berupa air tanah/daratan, es, salju dan hujan. Air laut turut
menentukan iklim dan kehidupan di bumi. Kadar garam pada air laut sangat
bervariasi dari setiap tempat. Perbandingan molekul air dengan molekul garam
sekitar 100 berbanding 1 (Gabriel, 2001).
Sedangkan perbandingan molekul air dengan ion-ion sekitar 150
berbanding 1. Ada dua macam elemen nutrisi yaitu elemen nutrisi utama (mayor),
misalnya nitrogen, phosphorous dan silikon dan elemen nutrisi mikro yaitu Fe,
Mn, Zn, kobalt, Mg dan Cu. Beberapa fungsi air laut yaitu : sebagai suatu unsur
keseimbangan darat, laut dan udara, sebagai tempat hidupnya binatang dan
tumbuh-tumbuhan laut dan sebagai devisa negara (Gabriel, 2001).
Pengolahan air laut sebagai air minum di Timur Tengah memanfaatkan
bongkahan es sebagai air minum, selain itu mengolah air laut menjadi air minum
melalui teknologi modern. Derajat kegaraman yang tinggi pada air laut
meningkatkan tekanan osmosis. Oleh sebab itu dengan cara menurunkan tekanan
2.1.2.2. Air Atmosfer
Dalam keadaan murni, sangat bersih. Karena dengan adanya pengotoran
udara yang disebabkan oleh kotoran-kotoran industri atau debu dan lain
sebagainya. Maka untuk menjadikan air hujan sebagai sumber air minum,
hendaknya menampung air hujan tidak di mulai saat hujan turun, karena masih
mengandung banyak kotoran (Sutrisno, 1991).
Air hujan mempunyai sifat agresif terutama terhadap pipa-pipa penyalur
maupun bak-bak reservoir, sehingga hal ini akan mempercepat terjadinya korosi
atau karatan (Sutrisno, 1991).
2.1.2.3. Air Permukaan
Air permukaan adalah semua air yang terdapat di permukaan tanah, antara
lain sumur, sungai, rawa dan danau. Air permukaan berasal dari air hujan yang
meresap dan membentuk mata air di gunung atau hutan, kemudian mengalir di
permukaan bumi dan membentuk sungai atau mengumpul ditempat cekung yang
membentuk danau ataupun rawa (Effendi, 2003).
Menurut Sutrisno (1991), Air permukaan ada 2 macam yaitu :
A. Air Sungai
Air sungai dalam penggunaannya sebagai air minum, haruslah mengalami suatu
pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada umumnya
mempunyai derajat pengotoran yang tinggi sekali. Debit yang tersedia untuk
memenuhi kebutuhan akan air minum pada umumnya akan dapat mencukupi
B. Air rawa/danau
Air danau atau rawa merupakan air permukaan yang mengumpul pada cekungan
permukaan tanah. Permukaan air danau biasanya berwarna hijau kebiruan.
Warna ini disebabkan oleh banyaknya lumut yang tumbuh di permukaan air
maupun didasar danau atau rawa. Selain lumut, warna pada air danau juga
dipengaruhi oleh bahan organik (kayu, daun dan bahan lainnya) yang membusuk
akibat proses dekomposisi oleh mikroorganisme di dalam air (Slamet, 1994).
2.1.2.4. Air Tanah
Jenis-jenis dari air tanah ada 3, yaitu ;
A . Air Tanah Dangkal
Daya proses persiapan air dari permukaan tanah ini menjadi penyebab terjadinya
air tanah dangkal. Dimana salah satu prosesnya lumpur akan tertahan dengan
sebagian bakteri sehingga air tanah akan menjadi jernih, akan tetapi kandungan
zat kimia seperti garam-garam yang terlarut pada air tanah menjadi lebih banyak.
Hal ini dikarenakan lapisan tanah mengandung unsur-unsur kimia tertentu untuk
masing-masing lapisan tanah. Air tanah dangkal akan dijumpai pada kedalaman
15 meter dan memiliki kualitas dan kuantitas yang bergantung pada musim
(Sutrisno, 2004).
B. Air Tanah Dalam
Air tanah dalam terdapat pada kedalaman 100 – 300 meter di bawah
permukaan tanah. Air tanah dalam berwarna jernih dan sangat baik digunakan
lapisan tanah. Air tanah dalam memiliki kuliatas yang lebih baik dari kualitas air
tanah dangkal. Hal ini disebabkan proses filtrasi air tanah dalam lebih panjang
lama dan sempurna dibandingkan air tanah dangkal. Kuantitas air tanah dalam
cukup besar dan tidak terlalu dipengaruhi oleh musim, sehingga air tanah dalam
tanah dapat digunakan untuk kepentingan industri dan dapat digunakan dalam
jangka waktu yang cukup lama (Slamet, 1994).
C. Mata Air
Mata air adalah air tanah yang keluar langsung dari permukaan tanah. Mata air
biasanya terdapat pada lereng gunung, dapat berupa rembesan dan ada juga
keluar di daerah dataran rendah. Mata air memiliki kualitas hampir sama dengan
kualitas air tanah dalam dan sangat baik untuk air minum. Selain untuk air minum,
mata air juga dapat digunakan untuk keperluan lainnya, seperti mandi dan mencuci.
Kuantitas air yang dihasilkan mata air cukup banyak dan tidak dipengaruhi
oleh musim (Sutrisno, 2002).
2.1.3. Standar Kualitas Air Minum
Standarisasi kualitas air tersebut bertujuan untuk memelihara, melindungi, dan
mempertinggi derajat kesehatan masyarakat, terutama dalam pengelolaan air atau
kegiatan usaha mengolah dan mendistribusikan air minum untuk masyarakat
umum. Dengan adanya standarisasi tersebut, dapat dinilai kelayakan
pendistribusian sumber air untuk keperluan rumah tangga (Kusnaedi, 2010).
Pengertian air minum menurut Kepmenkes RI No.492/MENKES/IV/2010
adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang
kuantitatif karakteristik tersebut adalah penting untuk penentuan mutu air.
Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu parameter fisika
(suhu, warna, rasa, kekeruhan, padatan terlarut dan sebagainya), parameter
kimia (pH, oksigen terlarut, BOD, kadar logam, dan sebagainya), parameter
biologi (keberadaan plankton, bakteri, dan sebagainya) dan parameter
radioaktif.
2.1.3.1. Parameter Fisika
Parameter fisika yang biasa digunakan untuk menentukan kualitas air meliputi
cahaya, suhu, warna, bau dan rasa, kecerahan dan kekeruhan, konduktivitas,
padatan total, padatan terlarut, dan padatan tersuspensi. Parameter fisika pada air,
yaitu sebagai berikut.
1. Suhu
Temperatur dari air akan mempengaruhi penerimaan masyarakat akan air
tersebut dan dapat mempengaruhi pula reaksi kimia dalam pengolahan, terutama
apabila temperatur tersebut sangat tinggi. Temperatur yang diinginkan adalah
10-150C, tetapi iklim setempat, kedalaman pipa-pipa saluran air dan jenis air dari
sumber-sumber air akan mempengaruhi temperatur ini. Disamping itu,
temperatur pada air akan mempengaruhi secara langsung toksisitas banyak bahan
kimia pencemar, pertumbuhan mikroorganisme dan virus (Sutrisno, 2004).
2. Kekeruhan
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan
didalam air. Nilai kekeruhan maksimum yang diperbolehkan pada air minum
yaitu sebesar 5 skala NTU. Kekeruhan dapat disebabkan karena adanya bahan
organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir
halus). Tingginya nilai kekeruhan juga dapat mempengaruhi proses penyaringan
dan mengurangi efektivitas pada proses penjernihan air tersebut (Effendi, 2003).
Air dikatakan keruh, apabila air tesebut mengandung begitu banyak
partikel bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna yang berlumpur dan
kotor. Kekeruhan tidak merupakan sifat dari air yang membahayakan, tetapi ia
menjadi tidak disenangi karena rupanya. Terdapat suhu, intensitas bau, rasa dan
kekeruhan yang melebihi standar yang ditetapkan dapat menimbulkan ke
khawatiran terkandungnya bahan-bahan kimia yang dapat mengakibatkan efek
toksik terhadap manusia (Sutrisno, 2004).
3. Warna, Bau dan Rasa
Warna air yang terdapat di alam sangat bervariasi. Warna air yang tidak
normal batasannya menunjukkan adanya polusi. Warna air dapat dibedakan atas
dua macam yaitu warna sejati (true color) yang disebabkan oleh bahan-bahan
terlarut, dan warna semu (apparent color), yang selain disebabkan oleh adanya
bahan-bahan terlarut juga karena adanya bahan-bahan tersuspensi, termasuk
diantaranya yang bersifat koloid (Agusnar, 2007). Kadar maksimum warna yang
diperbolehkan pada air minum sebesar 15 TCU menurut Peraturan Menteri
Kesehatan No.492/MENKES/PER/IV/2010.
Bau air tergantung dari sumber airnya. Bau air dapat disebabkan oleh
hidup maupun yang sudah mati. Air yang normal sebenarnya tidak
mempengaruhi rasa. Timbulnya rasa yang menyimpang biasanya disebabkan
oleh adanya polusi. Air yang mempunyai bau tidak normal juga dianggap
mempunyai rasa yang tidak normal (Agusnar, 2007).
4. Padatan Total, Terlarut, dan Tersuspensi
Padatan total adalah bahan yang tersisa setelah air sampel mengalami penguapan
dan pengeringan pada suhu tertentu. Padatan tersuspensi total yaitu bahan-bahan
tersuspensi yang biasanya memiliki diameter sebesar >1 m. Padatan tersuspensi
total terdiri dari lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik. Padatan terlarut
total adalah bahan-bahan terlarut dengan ukuran diameter yaitu <10-6 mm yang
berupa senyawa-senyawa kimia (Effendy, 2003).
2.1.3.2 Parameter Kimia
Air minum tidak boleh mengandung zat-zat kimia yang bersifat beracun dan
kadarnya tidak boleh melampaui ambang batas yang telah ditentukan. Zat-zat
mineral yang dibutuhkan oleh tubuh juga harus memiliki kadar yang sesuai
sehingga tidak membahayakan bagi kesehatan manusia. Menurut Suripin (2004)
kandungan bahan-bahan kimia yang ada di dalam air berpengaruh terhadap
kesesuaian penggunaan air. Secara umum karakteristik kimiawi air meliputi
Derajat Keasaman (pH), Alkalinitas, Kandungan bahan organik dan organik, dan
1. Derajat Keasaman (pH)
Dalam penyediaan air, pH merupakan salah satu faktor yang harus
dipertimbangkan mengingat bahwa derajat keasaman dari air akan sangat
mempengaruhi aktivitas pengolahan yang akan dilakukan. Jika pH tidak sesuai
dengan standar kualitas air, akan mengakibatkan korosi pada pipa-pipa air dan
menyebabkan beberapa senyawa kimia berubah menjadi racun yang
mengganggu kesehatan (Sutrisno, 2004).
Sebagai pengukur sifat kesamaan dan kebebasan air dinyatakan dengan
nilai pH. Dengan demikian pH air murni adalah 7. Air dengan pH di atas 7 adalah
bersifat asam, dan pH dibawah 7 adalah bersifat basa (Suripin, 2004). Derajat
Keasaman (pH) air yang terpopulasi, misalnya air buangan, yang berbeda-beda
tergantung dari jenis buangannya (Agusnar, 2007).
2. Alkalinitas
Kapasitas air untuk menerima protein disebut alkalinitas. Air sangat alkali atau
bersifat basa sering mempunyai pH tinggi dan umumnya mengandung padatan
terlarut yang tinggi. Alkalinitas memegang peranan penting dalam penentuan
kemampuan air untuk mendukung pertumbuhan ganggang dan kehidupan perairan
lainnya. Pada umumnya, komponen utama yang memegang peran dalam
menentukan alkalinitas perairan adalah ion bikarbonat, ion karbonat dan ion
hidroksil (Agusnar, 2007).
3. Kandungan bahan organik dan anorganik
Bahan-bahan organik juga dibutuhkan untuk tubuh dalam jumlah tertentu. Tetapi
ditentukan maka dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada tubuh. Pada
perairan alami, nilai kandungan bahan organik pada air berkisar antara 1-30 mg/L
(Effendi, 2003). Senyawa anorganik terdiri atas logam ringan dan logam berat
yang pada umumnya bersifat toksik. Biasanya senyawa ini dihasilkan dari limbah
domestik dan indusrti. Kandungan bahan kimia anorganik yang terdapat didalam
air, antara lain garam dan ion - ion logam seperti besi dan kalsium dan lain
sebagainya (Effendi, 2003).
4. Kesadahan
Adanya ion kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg) di dalam air akan menyebabkan
sifat kesadahan terhadap air tersebut. Air akan mempunyai tingkat kesadahan
terlalu tinggi sangat merugikan karena beberapa hal diantaranya dapat
menimbulkan karat/korosi pada alat-alat yang terbuat dari besi, menyebabkan
sabun kurang berbusa sehingga meningkatkan konsumsi sabun, dan dapat
menimbulkan endapan atau kerak-kerak di dalam wadah-wadah pengolahan
(Agusnar, 2007).
Menurut Tebbut (1992) mengemukakan bahwa nilai kesadahan tidak
memiliki implikasi langsung terhadap kesehatan manusia. Kesadahan yang tinggi
dapat menghambat sifat toksik dari logam berat karena kation-kation penyusun
kesadahan seperti kalsium dan magnesium membentuk senyawa kompleks
dengan logam berat tersebut. Air permukaan biasanya memiliki kesadahan yang
lebih kecil daripada air tanah. Menurut PERMENKES
No.492/MENKES/PER/IV/201, batas maksimum kesadahan pada air yaitu 500
2.1.3.3. Parameter Mikrobiologi
Parameter mikrobiologi pada air yaitu tidak mengandung mikroorganisme
patogen seperti bakteri, protozoa, dan virus penyebab penyakit. Dan juga
organisme nonpatogen seperti E.Coli. Jika air minum sudah tercemar oleh
mikroorganisme tersebut dapat mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan
pada manusia, seperti diare (Sutrisno, 2004).
2.1.3.4. Parameter Radioaktif
Pengaruh radioaktif ini dapat bersifat akut atau kronis. Pada kadar tinggi,
pengaruh radioaktif terhadap makhluk hidup bersifat akut, yakni mengganggu
proses pembelahan sel dan mengakibatkan rusaknya kromosom. Setiap organ
tubuh memperlihatkan respon yang berbeda terhadap radioaktif. Sedangkan
pengaruh kronis muncul dalam jangka waktu lama, dapat terjadi pada genetik
(sistem reproduksi) dan somatik (sel tubuh). Pengaruh somatik berupa timbulnya
kanker, sedangkan pengaruh genetik berupa abnormalitas atau cacat bawaan pada
bayi (Mason, 1993).
2.2 Logam Berat
Logam berasal dari kerak bumi yang berupa bahan-bahan murni, organik, dan
organik. Logam mula-mula diambil dari pertambangan di bawah tanah (kerak
bumi), yang kemudian dicairkan dan dimurnikan dalam pabrik menjadi
logam-logam murni. Secara alami siklus perputaran logam-logam adalah, dari kerak bumi
kemudian ke lapisan tanah, kemudian ke makhluk hidup (tanaman, hewan,
(Sutrisno, 2004). Menurut seorang ahli kimia, logam berat ialah logam yang
mempunyai berat 5 gram atau lebih untuk setiap cm3, dan bobot ini beratnya lima
kali dari berat air. Logam berat masih termasuk golongan logam dengan
kriteria-kriteria yang sama dengan logam-logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh
yang dihasilkan bila logam berat ini berikatan atau masuk ke dalam tubuh dalam
jumlah berlebihan akan menimbukan pengaruh-pengaruh buruk terhadap fungsi
fisiologis tubuh (Palar, 2004).
Terjadinya keracunan logam paling sering disebabkan pengaruh
pencemaran lingkungan oleh logam berat, seperti penggunaan logam sebagai
pembasmi hama (pestisida), pemupukan maupun karena pembuangan limbah
pabrik yang menggunakan logam. Logam juga dapat menyebabkan timbulnya
suatu bahaya pada makhluk hidup. Hal ini terjadi jika sejumlah logam mencemari
lingkungan. Logam-logam tertentu sangat berbahaya bila ditemukan dalam
konsentrasi tinggi pada lingkungan (dalam air, tanah, dan udara), karena logam
tersebut mempunyai sifat yang merusak jaringan tubuh makhluk hidup
(Darmono, 1995).
2.2.1. Seng (Zn)
Seng (Zn) adalah komponen alam yang terdapat di kerak bumi. Seng (Zn) dapat
bereaksi dengan asam, basa, dan senyawa nonlogam. Logam seng digunakan
dalam berbagai jenis industri seperti : cat, produk karet, obat-obatan dan lain
sebagainya (Widowati, 2008).
Seng termasuk unsur yang essensial bagi makhluk hidup, yakni berfungsi
sebagai agen bagi transfer hidrogen dan berperan dalam pembentukan protein
(Effendi, 2003). Sebagian besar seng berada di dalam hati, pankreas, ginjal,
otot, dan tulang. Sumber seng paling baik adalah sumber protein hewani,
terutama daging, hati, kerang, dan telur (Almatsier, 2004).
Unsur ini penting dan berguna dalam metabolisme, dengan kebutuhan
perhari 10 – 15 mg. Batas konsentrasi tertinggi sebagai standar yang akan
ditetapkan harus di bawah batas konsentrasi yang dapat menimbulkan rasa. Dalam
jumlah kecil merupakan unsur yang penting untuk metabolisme, karena
kekurangan Zn dapat menyebabkan hambatan pada pertumbuhan anak. Dalam
jumlah besar unsur ini dapat menimbulkan rasa pahit dan sepat pada air minum
(Sutrisno, 1991).
2.2.1.1. Sifat Fisika Seng
Seng adalah logam putih kebiruan, logam ini cukup mudah ditempa pada
suhu 110 – 1500C. Seng melebur pada suhu 4100C dan mendidih pada suhu 9060C
(Effendi, 2003). Pudar bila terkena uap udara dan terbakar bila terkena udara
dengan api hijau terang (Widowati, 2008). Logamnya yang murni melarut lambat
sekali dalam asam dan dalam alkali, adanya zat-zat pencemar atau kontak dengan
platinum dan tembaga yang dihasilkan oleh penambahan beberapa tetes garam
(Effendi, 2003). Dengan garam-garam seng, akan menjadi seperti susu pada
konsentrasi 30 mg/l dan menjadi berasa seperti logam pada konsentrasi 40 mg/l
(Sutrisno, 1991).
Senyawa-senyawa yang mengandung ion Zn2+ biasanya tidak berwarna
berwarna. Seng(II) membentuk kompleks, seperti NH3, H2O, dan OH-, Seng
hidroksida bersifat amfoter, larut dengan baik dalam asam maupun basa
(Lagowski, 2012).
2.2.1.2 Sifat Kimia Seng
Kelimpahan Zn di dunia menempati urutan ke-27 sebagai unsur penyusun
kerak bumi, seng memiliki nomor atom 30, massa atom relatif 65,39, seng disebut
juga zink (Zn). Mineral sumber Zn antara lain Zn-sulfida, Zn-karbonat, Zn-silikat,
dan lain sebagainya (Widowati, 2008).
Logam seng memiliki struktur elektron [Ar] 3d10 4s2 dengan bilangan
oksidasinya dua. Seng juga cenderung lebih kuat dari ikatan kovalen. Itu adalah
sebagian besar digunakan sebagai logam untuk pemeriksaan karat untuk
pengecoran dan untuk membuat paduan seperti ZnO. Seng memiliki peran penting
dalam beberapa enzim juga (Lee, 1996).
Seng (terutama ZnS) terkontaminasi oleh udara sehingga terbentuk ZnO
dan SO2. Untuk mengurangi ZnO dapat menggunakan karbon monoksida dengan
suhu tinggi untuk memindahkan kesetimbangan ke kanan sehingga reaksinya akan
reversibel, pada suhu ini Zn adalah gas (Lee, 1996).
Jika campuran gas Zn dan CO2 hanya dikeluarkan dan didinginkan,
kemudian beberapa Zn akan mengalami oksidasi. Sehingga bubuk seng yang
CO2 terbentuk dikonversi ke CO sehingga tidak akan mencapai kesetimbangan
(Lee, 1996).
Lebih dari 95% Zn diproduksi dari ZnS yang mengandung 25 – 30% S dan
unsur lain, yaitu Fe, Pb, Ag, dan mineral lain. Isolasi Zn-oksida dilakukan
menggunakan karbon (C) untuk menghasilkan logam Zn.
ZnO + C Zn + CO
ZnO + CO Zn + CO2
CO2 + C 2CO
(Widowati, 2008)
Seng memiliki pereaksi adapun reaksi seng dengan pereaksi asam sulfat
encer dengan mengeluarkan hidrogen
Zn + 2H+ Zn2+ + H2
Zn + 2H2SO4 Zn2+ + SO2 + SO42- + 2H2O
Ion zink dengan pereaksi larutan natrium hidroksida
Zink hidroksida yang mengendap seperti gelatin putih. Endapan dari zink
hidroksida dapat larut dalam asam dan reagensia yang berlebihan
Dalam proses ini OH- bertindak sebagai ligan (basa lewis) terhadap ion seng.
Senyawa Zn(OH)2 yang mengendap ketika larutan garam seng direaksikan dengan
NaOH juga akan larut dalam asam kuat (Lagowski, 2012).
2.2.2. Defisiensi Seng
Logam Zn bukan merupakan senyawa toksik namun merupakan unsur essensial
bagi tubuh mahkluk hidup. Logam seng dalam dosis tinggi akan menjadi
berbahaya dan bersifat toksik ketika berada dalam bentuk ionnya. Konsumsi Zn
secara berlebihan akan mengakibatkan mual, muntah, dan demam. Gejala
defisiensi Zn antara lain, pertumbuhan terhambat, rambut rontok, diare, impoten,
berkurangnya indera penglihatan, daya ingat terganggu, dan lain sebagainya.
Penanggulangan defisiensi dengan pemberian suplemen Zn yang dapat membantu
proses penyembuhan (Widowati, 2008).
2.2.3. Kromium
Kata kromium berasal dari bahasa Yunani (Chroma) yang berarti warna. Logam
Kromium dapat masuk ke dalam semua strata lingkungan, strata perairan, tanah,
ataupun udara (lapisan atmosfer). Kromium yang masuk ke dalam strata
lingkungan dapat datang dari bermacam sumber seperti kegiatan-kegiatan
perindustrian, kegiatan rumah tangga dan dari membakaran serta mobilisasi
bahan-bahan bakar (Palar, 2004).
Berbagai kegunaan kromium seperti pada bidang metalurgi untuk
mencegah korosi, sebagai bahan dasar pembuatan pigmen cat, sebagai katalisator,
bahwa Cr3+ dibutuhkan untuk metabolisme hormon insulin dan pengaturan
glukosa darah (Widowati, 2008).
Tabel 2.2.3. Kebutuhan Cr per hari Berdasarkan Umur (Hidgon, 2003)
Usia Kebutuhan Cr/ hari (g)
0 6 bulan 0,2
7 12 bulan 5,5
1 3 tahun 11
4 8 tahun 15
9 13 tahun 21 25
14 50 tahun 24 35
Wanita hamil 29 30
Ibu menyusui 44 45
Kromium (Cr) termasuk unsur yang jarang ditemukan pada perairan alami.
Kromium yang ditemukan di perairan adalah kromium trivalen (��3+) dan
kromium heksavalen (��6+), namun pada perairan yang memiliki pH lebih dari 5,
kromium trivalen tidak ditemukan. Apabila masuk ke perairan, kromium trivalen
akan dioksidasi menjadi kromium heksavalen yang lebih toksik (Effendi, 2003).
Kromium merupakan logam berat melimpah dengan bentuk oksida, yaitu (Cr,
Cr3+, dan Cr6+). Kromium Cr3+ secara alami terbentuk di alam, sedangkan Cr dan
Cr6+ berasal dari proses industri (Widowati, 2008).
2.2.3.1. Sifat Fisika Kromium
Kromium adalah logam kristalin yang putih, tidak begitu liat yang akan
melebur pada 17650C . Logam ini akan larut dalam asam klorida encer atau pekat.
kromium(II), dan kromium (III) dan anion kromat(dikromat) dengan keadaan
oksidasi kromium adalah +6 (Effendi, 2003). Logam kromium tahan terhadap
oksidasi meskipun pada suhu tinggi, mengkilat, keras, bersifat paramagnetik atau
sedikit tertarik oleh magnet (Widowati, 2008).
Kation yang umum Cr3+ membentuk beberapa kompleks, semuanya
berwarna karena itu Cr(H20)63+ berwarna violet kemerahan dalam larutan.
Endapan mengandung kromium yang diperoleh dari skema pengendapan
Golongan III berupa hidroksida Cr(OH)3 dan bukan sulfida.
Kromium (III) hidroksida bersifat amfoter, hidroksida ini larut dalam basa
berlebih membentuk ion kromit hijau Cr(OH)4- dan dalam asam membentuk ion
kromium (III) terhidrasi. Kromium (III) dapat dioksidai menjadi Cr(VI) dengan
menggunakan beberapa bahan pengoksidasi.
Kromium biasanya diidentifikasi dalam bentuk spesies Cr(IV) dalam
larutan netral atau basa dengan Cr(IV) terdapat sebagai ion kromat kuning cerah
CrO42-. Jika asam ditambahkan ke dalam spesies ini, ion dikromat jingga Cr2O7
2-yang akan terbentuk (Lagowski, 2012).
2.2.3.2. Sifat Kimia Kromium
Logam kromium dengan nomor atom 24 memiliki struktur elektron [Ar]
3d5 4s1 (Lee, 1996) dengan berat atom 51,996 dengan batuan mineral Chromite
(FeCr2O4) yang berkualitas paling baik mempunyai kandungan Khromat (Cr2O3)
sebanyak 48% karena logam Cr dalam persenyawaanya logam ini tidak dapat
Kromium diproduksi dalam dua bentuk Ferrochrome dan logam Cr murni,
Ferrochrome adalah paduan yang mengandung Fe, Cr, dan C (Lee, 1996).
Kromium merupakan logam yang sangat mudah bereaksi dapat secara langsung
bereaksi dengan nitrogen, karbon, silika, dan boron (Palar, 2004).
FeCr2O4 + C → Fe + 2Cr + 4CO
Sesuai dengan tingkat valensi yang dimilikinya, logam atau ion-ion
kromium yang telah membentuk senyawa, mempunyai sifat-sifat yang
berbeda-beda sesuai dengan tingkat ionitasnya. Senyawa yang terbentuk dari ion logam
Cr2+ akan bersifat basa, senyawa yang terbentuk dari ion logam Cr3+ bersifat
amfoter dan senyawa yang terbentuk ion logam Cr6+ akan bersifat asam
(Palar, 2004).
Logam kromium dapat larut dengan beberapa pereaksi seperti halnya
dengan pereaksi asam klorida
Cr + 2HCl Cr2+ + 2Cl + H2
Begitu juga dengan pereaksi asam sulfat pekat
2 Cr + 6H2SO4 2Cr3+ + 3SO42- + 3SO2 + 6H2O
Hal ini juga dapat terjadi saat NaOH ditambahkan pada larutan yang mengandung
hidroksida kromium bersifat amfoterik dengan ion kompleks Cr(OH)4-. Dalam
proses ini OH- bertindak sebagai ligan (basa lewis) terhadap ion kromium.
Ion-ion hidrogen (asam) yang ditambahkan memindahkan ion-ion OH- dan oleh
karenanya mengurangi laju reaksi ke kanan. Hal ini menyebabkan kesetimbangan
bergeser ke kiri, yang menyebabkan Cr(OH)3 mengendap. Ketika kelebihan
ion-ion OH- telah ternetralkan, asam melarutkan hidroksida basa dengan cara
konvensional.
(Lagowski, 2012)
CrO3 adalah zat padat berwarna orange umumnya disebut asam kromat. Hal ini
dibuat dengan menambahkan H2SO4 terkonsentrasi ke dalam larutan jenuh
natrium dikromat.
Na2Cr2O7 + H2SO4 2CrO3 + Na2SO4 + H2O
CrO3 juga beracun dan korosif dan dapat dilarutkan dengan mudah dalam air
karena merupakan sebuah asam yang sangat kuat pengoksidasinya (Lee, 1996)
2.2.4. Toksisitas Kromium
Logam Cr adalah bahan kimia yang bersifat persisten, bioakumulatif, dan
toksik (Persistent, Bioaccumulative and Toxic) yang tinggi serta tidak mampu
terurai di dalam lingkungan, sulit diuraikan, dan akhirnya diakumulasi di dalam
tubuh manusia melalui rantai makanan. Kestabilan kromium akan mempengaruhi
toksisitasnya terhadap manusia secara berurutan, mulai dari toksisitasnya rendah,
yakni Cr, Cr 3+dan Cr 6+ (Widowati, 2008).
Defisiensi Cr3+ bisa menganggu metabolisme glukosa, lemak, dan protein
toksik terhadap kulit, mata, alat pernafasan, alat pencernaan, serta bisa ditransfer
ke embrio melalui plasenta (Widowati, 2008). Daya racun yang dimiliki oleh
logam Cr terdapat pada ion Cr6+, sifat racun yang dibawa oleh logam ini dapat
mengakibatkan terjadinya keracunan akut dan keracunan kronis (Palar, 2004).
Tubuh bisa melakukan detoksifikasi atau mengurangi toksisitas Cr6+
dengan mengubah Cr6+ menjadi Cr3+ sehingga kadar Cr3+ dalam tubuh meningkat.
Berdasarkan World Health Organization (WHO), kadar Cr (VI) maksimum yang
bisa dikonsumsi dan terdapat pada air minum adalah sebesar 0,05 mg/L
(Widowati, 2008).
Usaha untuk mengurangi risiko terpapar Cr antara lain menghindarkan
anak-anak bermain tanah, mengurangi konsumsi suplemen Cr secara berlebihan,
mengetahui kadar kromium pada rambut, urin, dan darah, menghindari makanan
yang kotor dan tidak higenis serta mencuci tangan sebelum makan
(Widowati, 2008).
2.3 Kolorimetri
Menurut seorang ahli kimia, bahwa variasi warna suatu sistem berubah dengan
berubahnya konsentrasi suatu komponen, membentuk dasar yang disebut analisis
kolorimetri. Warna itu biasanya disebabkan oleh pembentukan suatu senyawa
berwarna dengan ditambahkan reagenisa yang tepat, atau warna itu dapat melekat
dalam penyusun yang diinginkan itu sendiri. Intensitas warna kemudian dapat
dibandingkan dengan yang diperoleh dengan menangani kuantitas yang diketahui
Kolorimetri dikaitkan dengan penetapan konsentrasi suatu zat dengan
mengukur absorpsi relatif cahaya sehubungan dengan konsentrasi tertentu zat itu.
Dalam Kolorimetri visual, cahaya putih alamiah atau pun buatan umumnya
digunakan sebagai sumber cahaya, dan penetapan biasanya dilakukan dengan
suatu instrumen sederhana yang disebut kolorimeter atau pembanding warna.
Sedangkan bila mata digantikan oleh sel fotolistrik instrumen itu disebut
kolorimetri fotolistrik (Basset, 2013).
Keuntungan utama metode kolorimetri adalah bahwa metode ini
memberikan cara sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil.
Batas atas metode kolorimetri pada umumnya adalah penetapan konstituen yang
ada dalam kuantitas kurang dari 1 atau 2 persen (Basset, 2013).
Menurut Khopkar (1990) keuntungan dari metode kolorimetri dibandingan
dengan metode analisa kimia lainnya adalah penggunaan waktu, biaya, bahan-
bahan kimia, dan cuplikan yang digunakan sangatlah sedikit. Metode kolorimetri
ini digunakan untuk menganalisa zat atau senyawa yang terdapat dalam cuplikan.
2.3.1. Klasifikasi Metode Pengukuran Dan Perbandingan Warna
Asas dasar kebanyakan pengukuran kolorimetri terdiri dari perbandingan warna
yang dihasilkan oleh zat dalam kuantitas yang tak diketahui dengan warna yang
sama yang dihasilkan oleh kuantitas yang diketahui dari zat yang akan ditetapkan
itu. Ada enam metode yang biasa digunakan untuk mengukur atau
membandingkan warna, yaitu:
akan diketahui konsentrasinya dengan berbagai macam variasi konsentrasi.
Kemudian larutan sampel dibandingkan dengan deret yang ada. Larutan dengan
warna yang serupa secara acak dengan standar memiliki konsentrasi sama dengan
konsentrasi standar.
b. Metode Duplikasi
Dibuat satu standar dengan konsentrasi yang telah diketahui. Kemudian
sampel diberi reagen pewarna yang sama dengan standar hingga warnanya serupa.
Metode ini cukup sederhana.
c. Metode Pengenceran
Larutan standar dan sampel dimasukkan ke dalam dua tabung dengan
ukuran yang sama kemudian dilakukan pengenceran sedikit demi sedikit terhadap
larutan yang lebih pekat hingga warnanya sama.
d. Metode Perimbangan
Hampir sama dengan metode pengenceran. Pembandingan dilakukan
dengan dua tabung dan tinggi cairan dalam tabung disesuaikan dan mengamati
secara vertikal intenitas warna dalam tabung.
e. Metode Fotometer Fotolistrik
Dalam metode ini mata manusia diganti oleh suatu sel fotolistrik yang
sesuai. Instrumen yang menggunakan fotolistrik mengukur penyerapan cahaya
dan bukan warna zat sehingga instrumen ini lebih tepat bernama comparator
f. Metode Spektrofotometer
Inilah metode paling tepat dalam penentuan konsentrasi zat dalam suatu
larutan. Namun memiliki harga yang cukup mahal untuk membeli atau
menggunakannya. Sebuah spektrofotometer dapat dianggap sebagai sebuah
fotometer fotolistrik.