BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konseptual
Sugiyono (2013: 128) menyatakan bahwa kerangka konsep akan
menghubungkan secara teoritis antara variabel-variabel penelitian yaitu antara
variabel independen dengan variabel dependen. Secara ringkas kerangka
konseptual yang menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan
barang milik daerah dengan komitmen pimpinan sebagai variabel moderator dapat
dilihat pada gambar 3.1.
variabel independen Variabel moderating variabel dependen
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Kualitas aparatur daerah (X1)
Kepatuhan pada regulasi (X2)
Sistem informasi manajemen (X3)
Komitmen pimpinan (Z)
Kerangka konseptual (3.1) menggambarkan pengaruh variabel independen
yaitu kualitas aparatur daerah (X1), kepatuhan pada regulasi (X2), sistem
Informasi (X3) dan komunikasi (X4) terhadap variabel dependen yaitu kualitas
pengelolaan barang milik daerah (Y), tanpa dan melalui variabel moderating yaitu
komitmen pimpinan (Z). Hubungan antar variabel diuraikan berikut ini:
1. Kualitas aparatur daerah merupakan kemampuan dan keterampilan dari
pengurus/ penyimpan barang sebagai pelaksana teknis pengelolaan barang
milik daerah yang diukur dari pelatihan, pengalaman, jenjang kepangkatan,
dan keahlian. Seharusnya dengan adanya aparatur yang berkualitas akan
berpengaruh terhadap kualitas pengelolaan barang milik daerah.
2. Kepatuhan pada regulasi yaitu sikap kecenderungan dan keinginan oleh
pelaksana pengelola barang milik daerah untuk melaksanakan regulasi
pengelolaan barang milik daerah. Suatu implementasi kebijakan jika ingin
berhasil secara efektif dan efisien, maka para pelaksana (implementors) harus
mengetahui apa yang harus dilakukan sesuai regulasi untuk melaksanakan
kebijakan tersebut. Suatu kepatuhan dari regulasi oleh pelaksana seharusnya
berpengaruh terhadap kualitas pengelolaan barang milik daerah.
3. Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA)-BMD diperlukan agar setiap
informasi mengenai barang milik daerah diproses lebih cepat, akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan. Penggunaan SIMDA-BMD seharusnya bisa
meningkatkan kualitas pengelolaan barang milik daerah karena proses
pengelolaan barang daerah meliputi perencanaan, pengadaan, penatausahaan,
penghapusan dan akuntansi barang daerah bisa dilakukan secara komputerisasi
4. Komunikasi yang baik diperlukan dalam pengelolaan barang milik daerah.
Pengelolaan barang milik daerah terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan yang dilakukan oleh beberapa unit. Proses ini akan berjalan
efektif jika para pelaksana mengetahui apa yang harus dikerjakan, dan untuk
itu diperlukan komunikasi antara pengurus/ penyimpan barang dengan kepala
SKPD, bagian akuntansi dan pengurus/ penyimpan barang dari SKPD lain.
Sehingga komunikasi yang baik antara pihak-pihak tersebut seharusnya
berpengaruh terhadap kualitas pengelolaan barang milik daerah.
5. Komitmen pimpinan merupakan suatu sikap kepala SKPD yang dapat
mengatur dan memberi pengaruh terhadap pengelolaan barang milik daerah
untuk mencapai tujuan organisasi yang diharapkan. Komitmen pimpinan
seharusnya bisa menjadi faktor yang memperkuat/ memperlemah hubungan
antara kualitas aparatur, kepatuhan pada regulasi, sistem informasi
manajemen, dan komunikasi dengan kualitas pengelolaan barang milik daerah.
3.2. Hipotesis Penelitian
Menurut Sugiyono (2014: 132) hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, dikatakan sementara karena jawaban yang
diberikan baru didasarkan pada teori. Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka
pikir yang merupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan.
Berdasarkan rumusan masalah, tinjauan pustaka dan uraian di atas, diajukan dua
H1 : Kualitas aparatur daerah, kepatuhan pada regulasi, sistem informasi
manajemen, dan komunikasi berpengaruh terhadap kualitas pengelolaan
barang milik daerah pada SKPD di Pemerintahaan Kota Tebing Tinggi baik
secara simultan dan parsial.
H2 : Komitmen pimpinan dapat memoderasi hubungan antara kualitas aparatur
daerah, kepatuhan pada regulasi, sistem informasi manajemen, dan
komunikasi dengan kualitas pengelolaan barang milik daerah pada SKPD
46 4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan penelitian dari peneliti
sebelumnya. Pendekatan pada penelitian ini berdasarkan pengukuran dan analisis
data merupakan penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang datanya berupa
angka-angka dan dapat dianalisis menggunakan teknik statistik (Sugiyono,2013: 35).
Metode penelitian ini adalah metode survei dan berdasarkan tingkat eksplanasinya
merupakan jenis penelitian asosiatif yang bersifat kausal (Causal Research). Penelitian kausal bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan sebab akibat antara
variabel dependen dengan variabel independen (Rochaety, dkk, 2007: 27).
4.2. Lokasi, Waktu dan Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada lingkungan Satuan Kerja Perangkat
Daearh (SKPD) pada Pemerintah Kota Tebing Tinggi dan dimulai bulan
Desember tahun 2015 sampai dengan selesai.
4.3. Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pegawai yang bekerja
dalam pengelolaan barang milik daerah di Setiap SKPD Pemerintah Kota Tebing
Tinggi. Jumlah SKPD yang ada di Pemerintah Kota Tebing Tinggi sebanyak 31
SKPD. Pada masing-masing SKPD akan diberikan 3 (tiga) set kuesioner yang
1. Pengguna Barang selaku kepala SKPD yang memiliki wewenang untuk
melakukan pengelolaan barang milik daerah yang berada dalam
penguasaannya;
2. Pengurus Barang SKPD yang bertugas mengurus barang milik daerah dalam
pemakaian pada masing-masing pengguna barang.
3. Penyimpan Barang SKPD yang diserahi tugas untuk menerima, menyimpan,
dan mengeluarkan barang
Total responden yang menjadi anggota populasi dan akan diberikan kuesioner
sebanyak 93 responden. Sampel penelitian menggunakan metode sensus yaitu
seluruh anggota populasi dijadikan sampel. Daftar populasi dan sampel dapat dilihat pada lampiran 2.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Metode
pengumpulan data primer pada penelitian ini adalah mengunakan instrumen
kuesioner yang diisi oleh pengguna barang SKPD, pengurus barang SKPD dan
penyimpan barang SKPD di Pemerintah Kota Tebing Tinggi. Kuesioner kualitas
pengelolaan barang milik daerah merupakan modifikasi dari kuesioner Oktaviana
(2010) yang disesuaikan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 17 Tahun
2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Modifikasi
dilakukan karena pada kuesioner Oktaviana (2010) belum ada item pertanyaan
untuk tuntutan ganti rugi yang merupakan bagian dari pelaksanaan pengelolaan
barang milik daerah pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 17 Tahun 2007
Kuesioner untuk kualitas aparatur daerah dan variabel sistem informasi
manajemen merupakan modifikasi dari kuesioner Azhar (2013). Pada variabel
kualitas aparatur terdapat mondifikasi pada instrumen kuesioner karena ada
perbedaan indikator. Indikator Azhar (2013), pendidikan dan pedoman tidak
digunakan dan diganti dengan indikator kepangkatan dan keahlian agar sesuai
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 17 Tahun 2007 tentang Pedoman
Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Variabel sistem informasi manajemen
ada penambahan satu poin untuk indikator prosedur mengenai pemeliharaan
hardware dan software.
Kuesioner untuk variabel independen kepatuhan pada regulasi dan
komunikasi merupakan modifikasi dari kuesioner Inayah (2010) dan dilakukan
penyesuaian dengan objek yang diteliti. Kuesioner komitmen pimpinan sebagai
variabel moderating merupakan modifikasi dari kuesioner Meyer et al. (1993)
dalam Sopiah (2008) yang disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi yang
terdapat pada Permendagri No. 17 Tahun 2007.
Kuesioner tersebut diantar langsung kepada responden di tempat kerja dan
diberi kesempatan jangka waktu untuk menjawab kuesioner selama dua minggu,
setelah itu kuesioner akan dikumpulkan kembali oleh peneliti. Jika ada yang
belum menyelesaikan akan diberikan tambahan waktu selama satu minggu lagi.
Jika tidak selesai juga setelah tambahan waktu maka responden tidak dijadikan
4.5. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel
Definisi operasional dari masing-masing varibel merupakan definisi yang
dijadikan sebagai dasar untuk menentukan besarnya nilai dari masing-masing
variabel baik variabel dependen yaitu kualitas pengelolaan barang milik daerah
(Y) dan variabel independen yaitu kualitas aparatur daerah (X1), kepatuhan pada
regulasi (X2), sistem informasi (X3), dan komunikasi (X4) serta Komitmen
Pimpinan sebagai variabel moderating (Z).
4.5.1. Kualitas pengelolaan barang milik daerah (Y)
Kualitas pengelolaan barang milik daerah dalam penelitian ini adalah
terlaksananya proses pengelolaan barang milik daerah sudah sesuai dengan
pedoman teknis pengelolaan barang milik daerah yang diatur dalam peraturan
menteri dalam negeri No. 17 tahun 2007. Indikator untuk mengukur kualitas
pengelolaan barang milik daerah adalah : (1) perencanaan aset tetap sesuai dengan
kebutuhan; (2) proses pengadaan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan; (3)
penggunaan aset sesuai dengan peruntukannya; (4) penerimaan, penyimpanan dan
penyaluran; (5) penatausahaan dilakukan dengan program SIMDA-BMD; (6)
pemanfaatan aset dilakukan dalam rangka peningkatan PAD; (7) pengamanan dan
pemeliharaan dilakukan secara berkala; (8) penilaian terhadap perhitungan
depresiasi; (9) penghapusan barang milik daerah; (10) pemindahtanganan; (11)
adanya pengawasan dilakukan oleh kepala SKPD; (12) pembiayaan; (13) tuntutan
ganti rugi. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala interval, dengan
metode pembobotan menggunakan skala sikap Likert. Pernyataan sikap responden
sebagian besar), skor 3 (N= netral), skor 2 (SK=sebagian kecil), dan skor 1 (SSB=
sama sekali belum).
4.5.2. Kualitas aparatur daerah
Kualitas aparatur daerah didefenisikan sebagai semua potensi yang ada
pada petugas pengelola BMD agar sesuai dengan persyaratan yang sudah
ditetapkan peraturan. Indikator pengukuran dari kualitas aparatur daerah adalah:
(1) pelatihan; (2) pengalaman; (3) jenjang kepangkatan; (4) keahlian. Skala
pengukuran yang digunakan adalah skala interval, dengan metode pembobotan
menggunakan skala sikap likert. Menurut Siregar (2012: 25), Skala Likert
memiliki dua bentuk pernyataan, yaitu: pernyataan positif dan negatif. Pernyataan
sikap responden terhadap sebuah pernyataan yang bersifat positip (favorable)
diberikan skor pengukuran; 5 (SS=sangat setuju), skor 4 (S=setuju), skor 3
(N=netral), skor 2 (KS=kurang setuju), dan skor 1 (TS=tidak setuju). Untuk
Pernyataan sikap responden terhadap sebuah pernyataan yang bersifat negatif
(unfavorable) diberikan skor: 1 (SS=sangat setuju), skor 2 (S=setuju), skor 3 (N=netral), skor 4 (KS=kurang setuju), dan skor 5 (TS=tidak setuju).
4.5.3. Kepatuhan pada regulasi
Kepatatuhan pada regulasi didefenisikan sebagai sikap kecenderungan dan
keinginan oleh pelaksana pengelola barang milik daerah untuk melaksanakan
regulasi pengelolaan barang milik daerah. Indikator pengukuran variabel ini
adalah: (1) pemahaman implementor; (2) respon implementor. Skala pengukuran
skala sikap likert. Pernyataan sikap responden terhadap sebuah pernyataan
diberikan skor pengukuran; 5 (SS=sangat setuju), skor 4 (S=setuju), skor 3
(N=netral), skor 2 (KS=kurang setuju), dan skor 1 (TS=tidak setuju).
4,5.4. Sistem informasi manajemen
Sistem informasi manajemen didefenisikan sebagai penggunaan secara
optimal dari komputer, perangkat lunak (software), database, jaringan dan
pemeliharaan perangkat untuk menghasilkan informasi-informasi yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah. Indikator
pengukuran dalam sistem informasi manajemen adalah: 1) hardware; 2) software;
3) prosedur; 4) jaringan. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala interval,
dengan metode pembobotan menggunakan skala sikap likert. Pernyataan sikap
responden terhadap sebuah pernyataan yang bersifat positip (favorable) diberikan
skor pengukuran; 5 (SS=sangat setuju), skor 4 (S=setuju), skor 3 (N=netral), skor
2 (KS=kurang setuju), dan skor 1 (TS=tidak setuju). Untuk Pernyataan sikap
responden terhadap sebuah pernyataan yang bersifat negatif (unfavorable)
diberikan skor : 1 (SS=sangat setuju), skor 2 (S=setuju), skor 3 (N=netral), skor 4
(KS=kurang setuju), dan skor 5 (TS=tidak setuju).
4.5.5. Komunikasi
Komunikasi didefenisikan sebagai petunjuk atau penafsiran pesan di
antara pelaksana pengelolaaan barang milik daerah atau pihak yang
berkepentingan dalam pengelolaan barang milik daerah. Indikator pengukuran
dalam komunikasi adalah: (1) transmisi; (2) kejelasan; (3) konsistensi dan (4)
metode pembobotan menggunakan skala sikap likert.Pernyataan sikap responden
terhadap sebuah pernyataan yang bersifat positip (favorable) diberikan skor
pengukuran; 5 (SS=sangat setuju), skor 4 (S=setuju), skor 3 (N=netral), skor 2
(KS=kurang setuju), dan skor 1 (TS=tidak setuju). Untuk Pernyataan sikap
responden terhadap sebuah pernyataan yang bersifat negatif (unfavorable)
diberikan skor : 1 (SS=sangat setuju), skor 2 (S=setuju), skor 3 (N=netral), skor 4
(KS=kurang setuju), dan skor 5 (TS=tidak setuju).
4.5.6. Komitmen pimpinan
Komitmen pimpinan didefenisikan sebagai keinginan yang kuat kepala
SKPD untuk tetap mempertahankan dirinya dalam organisasi dan bersedia untuk
melakukan usaha yang tinggi bagi pencapaian kualitas pengelolaan barang milik
daerah. Indikator komitmen pimpinan adalah 1) Affective commitment; 2)
Continuance commitment; 3) Normative commitment. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala interval, dengan metode pembobotan menggunakan skala
sikap likert. Pernyataan sikap responden terhadap sebuah pernyataan diberikan
skor pengukuran; 5 (SS=sangat setuju), skor 4 (S=setuju), skor 3 (N=netral), skor
2 (KS=kurang setuju), dan skor 1 (TS=tidak setuju).
Tabel 4.1
Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel
No Variabel Definisi Operasional Indikator Skala 1 Kualitas milik daerah yang diatur dalam peraturan menteri dalam negeri No. 17 tahun 2007.
Variabel ini diukur dengan indikator yaitu
1. Perencanaan aset tetap sesuai kebutuhan;
2. Pengadaan; 3. penerimaan,
penyimpanan dan penyaluran;
4. Penggunaan aset sesuai dengan peruntukannya perhitungan aset tetap
9. Penghapusan; 10.Pemindahtanganan; 11.Adanya pengawasan ; 12.Pembiayaan; 13.Tuntutan Ganti Rugi;
Interval
2 Kualitas Aparatur Daerah (X1)
Semua potensi yang ada pada petugas pengelola barang milik daerah.
1. Pemahaman implementor barang milik daerah
1. Hardware 2. Software 3. Prosedur 4. Jaringan
Lanjutan tabel 4.3 BMD atau pihak yang berkepentingan dalam usaha yang tinggi bagi pencapaian kuaalitas pengelolaan barang milik daerah.
1. Affective commitment 2. Continuance commitment; 3. Normative commitment.
Interval
4.6. Metode Analisis Data
Kuesioner yang telah diisi oleh responden dikuantitatifkan terlebih
dahulu dengan menggunakan skala ukur interval dan menggunakan
metode pembobotan skala sikap likert, sehingga menghasilkan keluaran
berupa angka yang selanjutnya dianalisis melalui program SPSS
(Statistical Package for Sosial Science). Metode analisa data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis regresi linear berganda
(multiple regression analysis).
4.6.1. Uji kualitas instr umen dan data
4.6.1.1 Uji validitas
Uji validitas dimaksudkan untuk mengukur sah atau valid tidaknya
item-item pertanyaan kuesioner dalam penelitian. Menurut Ghozali (2013:
52) suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu
untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut.
Pengujian validitas data dilakukann dengan Uji signifikansi dilakukan dengan
n-2, dalam hal ini n adalah jumlah sampel. Jika r hitung untuk r tiap butir dapat
dilihat pada kolom Corrected Item-Total Correlation lebih besar dari r tabel dan nilai positif, maka butir atau pertanyaan tersebut dikatakan valid (Ghozali,2013 :
53).
4.6.1.2 Uji r eliabilitas
Uji reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang
merupakan indikator dari varibel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan
reliabel atau andal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah
konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2013: 47). Teknik yang
digunakan untuk mengukur reliabilitas pengamatan adalah dengan menggunakan
uji statistik cronbach alpha. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika
memiliki nilai cronbach alpha > 0,7 (Nunnally, 1994 dalam Ghozali, 2013: 48).
4.6.2. Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriftif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data
dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk
umum (Sugiyono, 2013: 239) . Statistik deskriptif memberikan gambaran suatu
data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum,
minimum, sum, puncak distribusi data (kurtosis) dan kemencengan distribusi
(skewness). Data yang terdistribusi secara normal mempunyai nilai skewness dan
4.6.3 Pengujian Asumsi Klasik
Metode analisis data yang dilakukan adalah dengan uji asumsi klasik, yaitu
dengan menggunakan : uji normalitas, uji multikolonieritas dan uji
heterokedastisitas. Uji ini dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengujian
hipotesis. Pengujian asumsi klasik yang dilakukan untuk menentukan syarat
persamaan pada model regresi dan dapat diterima secara ekonometrik.
4.6.3.1 Uji normalitas
Pengujian Normalitas data bertujuan untuk mengetahui distribusi data
dalam variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak
digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal. Pada
penelitian ini, untuk mengetahui normalitas data dengan menggunakan uji
statistik. Uji Statistik yang dilakukan pada penelitian ini dengan menggunkan uji
Kolmogorov-Smirnov, dengan kriteria:
1. Jika nilai signifikansi atau probabilitasnya > 0,05 maka distribusi data
adalah normal.
2. Jika nilai signifikansi atau probabilitasnya < 0,05 maka distribusi data
adalah tidak normal.
4.6.3.2 Uji multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji, apakah model regresi
ditemukan atau tidak korelasi diantara variabel bebas (independen) (Ghozali:
2013). Suatu model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara
varibel bebasnya. Jika variabel independen saling berkolerasi, maka
variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah independen yang nilai
Untuk itu diperlukan uji multikolinieritas terhadap setiap data variabel bebas yaitu
dengan :
1. Melihat angka collinearity Statistics yang ditunjukkan oleh Nilai Variance Inflation Factor (VIF). Jika angka VIF > 10, maka Variabel bebas yang ada memiliki masalah multikolinieritas
2. Melihat nilai tolerance pada output penilian multikolinieritas yang tidak menunjukkan nilai yang lebih besar dari 0,1 akan memberikan kenyataan
bahwa tidak terjadi masalah multikolinieritas.
4.6.3.3 Uji heterokedastisitas
Menurut Ghozali (2013: 139), uji heterokedastisitas bertujuan untuk
menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varaians dari
residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varians dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas, dan
jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang
homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Secara statistik uji
heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan uji glejser, yaitu dengan meregres nilai
absolut residual terhadap variabel independen.
4.6.4 Pengujian Hipotesis Penelitian 4.6.4.1. Pengujian hipoteis pertama (H1)
Pada penelitian ini pendekatan analisis yang dilakukan dengan metode
analisis regresi berganda. Metode analisis regresi berganda bertujuan untuk
mengukur besarnya pengaruh dua atau lebih variabel dependen terhadap satu
variabel independen dan juga menunjukkan arah hubungan antara varibel
Oleh karena itu model penelitian dengan persamaan regresi yang
digunakan adalah sebagai berikut :
Y = α + β1X1 + β2X 2 + β3X3+ β4X4 +e
Dimana:
Y = Kualitas Pengelolaan Barang Milik Daerah
X1 = Kualitas Aparatur Daerah
X2 = Kepatuhan Pada Regulasi
X3 = Sistem Informasi Manajemen
X4 = Komunikasi
α = Konstanta
β1.. β4 = Koefisien regresi
e = Error
Berdasarkan model persamaan hipotesis pertama di atas dilaksanakan uji
koefisien , determinasi (Adjusted R2) , Uji signifikansi simultan (Uji statistik F)
dan Uji signifikansi parameter individual (Uji statistik t)
1. Uji koefisien determinasi (Adjusted R2)
Uji koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat (Ghozali, 2013:
97). Menurut Ghozali (2013: 97), kelemahan mendasar penggunaan koefisien
determinasi (R2) adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Sehingga banyak peneliti menganjurkan untuk
variabel independen ditambahkan ke dalam model. Menurut Ghozali (2013: 177),
Adjusted R2 digunakan untuk menguji goodness-fit dari model regresi. Menurut Ghozali (2013: 177), Nilai Adjusted R2 yang mendekati satu berarti
variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksikan variasi variabel dependen, dan apabila nilai R2 semakin kecil mendekati nol, berarti variabel-variabel independen hampir tidak memberikan
semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.
2. Uji signifikansi simultan (Uji statistik F)
Menurut Ghozali (2013), uji statistik F pada dasarnya menunjukkan
apakah semua varibel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model
mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variable dependen/ terikat. .
Hipotesis untuk uji statistik F pada penelitian ini dinyatakan sebagai berikut:
H1 : β ≠ 0, Kualitas Aparatur Daerah, Kepatuhan pada Regulasi, Sistem
Informasi Manajemen, dan Komunikasi secara simultan
berpengaruh terhadap Kualitas Pengelolaan Barang Milik Daerah
Kriteria pengambilan keputusan terhadap uji F, adalah sebagai berikut:
1. Jika F hitung > F tabel dan signifikansi < α = 5%, maka menerima H1, artinya
Kualitas Aparatur Daerah, Kepatuhan pada Regulasi, Sistem Informasi
Manajemen, dan Komunikasi secara simultan berpengaruh terhadap Kualitas
Pengelolaan Barang Milik Daerah
2. Jika F hitung < F tabel dan signifikansi > α = 5%, maka tidak dapat menerima
3. Uji signifikansi parameter individual (Uji statistik t)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu
variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi
variabel terikat/ dependen (Ghozali, 2013 : 98). Hipotesis untuk uji statistik t
adalah sebagai berikut :
H1 : β ≠ 0, Kualitas Aparatur Daerah, Kepatuhan pada Regulasi, Sistem
Informasi Manajemen, dan Komunikasi secara parsial berpengaruh
terhadap Kualitas Pengelolaan Barang Milik Daerah
Kriteria pengambilan keputusan atas hasil uji statistik t sebagai berikut:
1. Jika t hitung > t tabel dan signifikansi < α = 5%, maka menerima H1, artinya
Kualitas Aparatur Daerah, Kepatuhan pada Regulasi, Sistem Informasi
Manajemen, dan Komunikasi secara parsial berpengaruh terhadap Kualitas
Pengelolaan Barang Milik Daerah.
2. Jika t hitung < t tabel dan signifikansi > α = 5%, maka tidak dapat menerima
H1.
4.6.4.2. Pengujian hipoteis kedua (H2)
Hipotesis kedua menggunakan analisis linear regresi berganda dengan
variabel moderating. Ghozali (2013: 223) menyatakan variabel moderating
adalah variabel independen yang akan memperkuat atau memperlemah hubungan
antara variabel independen lainnya terhadap variabel dependen. Ada tiga cara
menguji regresi dengan variabel moderating yaitu : (1) Uji Interaksi, (2) Uji Nilai
Pengujian variabel moderating dalam penelitian ini menggunakan uji
residual. Uji residual digunakan agar tidak terjadi multikolinearitas (Ghozali,
2013: 239, selain itu uji residual dapat menunjukkan apakah suatu variabel dapat
dinyatakan sebagai variabel moderating atau tidak. Jika suatu variabel dilakukan
uji residual dengan hasil nilai koefisien signifikansi lebih kecil dari α = 0,05 yang
berarti signifikan dan koefisien parameternya bernilai negatif bermakna variabel
tersebut adalah variabel moderating (Ghozali, 2013 : 244). Model hipotesis
kedua yang digunakan yaitu :
Dimana:
Z = Kualitas Pengelolaan Barang Milik Daerah
α = Konstanta
β1,β2,β3,β4,β5 = Koefisien Regresi
X1 = Kualitas aparatur
X2 = Kepatuhan pada Regulasi
X3 = Sistem Informasi Manajemen
X4 = Komunikasi
Z = Komitmen Pimpinan
e = Error
| e | = Nilai residual mutlak
Z = α + β1X1 + β2X 2 + β3X3+ β4X4 +e…………. (1)
62 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1Deskripsi data penelitian
Responden penelitian ini adalah pelaksana pengelola barang milik daerah
dilingkungan Pemerintah Kota Tebing Tinggi. Kuesioner disebarkan ke 31 SKPD
dan setiap SKPD diberikan 3 (tiga) kuesioner yaitu kepada pengguna barang,
pengurus Barang dan penyimpan barang. Pembagian kuesioner dilakukan dalam
dua tahap, yaitu dengan cara memberikan sebanyak 93 set kuesioner kepada
responden pada tanggal 04, 05 dan tanggal 06 April 2016. Kemudian responden
diberikan waktu untuk menjawab kuesioner selama dua minggu, setelah itu
kuesioner akan dikumpulkan kembali oleh peneliti. Jika ada yang belum
menyelesaikan akan diberikan tambahan waktu selama satu minggu lagi. Dari 93
set kuesioner penelitian yang dibagikan, kembali sebanyak 87 set dan yang rusak
sebanyak satu (1) set, jadi kuesioner yang bisa digunakan untuk melakukan
analisis data hanya sebanyak 86 Set. Distribusi kuesioner yang menggambarkan
jumlah kuesioner yang disebar kepada responden, kuesioner yang tidak kembali
maupun yang kembali dengan hasil baik atau rusak dapat dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 5.1 Tingkat Pengembalian Kuesioner
Sumber : Hasil Penelitian, 2016 (Data Diolah) 5.1.1.1 Karakteristik Responden Penelitian
Berdasarkan data penelitian yang telah dikumpulkan, diperoleh data
tentang karakteristik responden yang terdiri dari : (1) Jenis kelamin, (2) Usia, (3)
Tingkat pendidikan, (4) Jabatan, (5) Golongan, (6) Lama menjabat, dan (7) Diklat
BMD yang pernah diikuti, sesuai Tabel 5.2.
Tabel 5.2 Karakteristik Responden Penelitian (n = 86 )
Nomor Demografi responden Frekuensi Persentase (%) I Jenis Kelamin
III Tingkat Pendidikan 86
1 S2 15 16%
Diklat BMD Yang Pernah
Diikuti 86
1 Tidak Pernah 28 33%
2 Minim (<3 Kali) 30 35%
Sumber : Hasil Penelitian, 2016 (Data Diolah)
Dari tabel 5.2 di atas, tampak bahwa sebagian besar responden adalah pria yaitu sebanyak 55 orang atau 64% sedangkan responden wanita sebanyak 31 orang atau 36%. Umur responden umumnya berada di 31-40 tahun atau sebanyak 35% dan latar belakang pendidikan responden yang paling dominan adalah pegawai yang memiliki latar belakang pendidikan Sarjana (S1) yaitu 33 orang atau 40 %. Dari jumlah responden, jabatan sebagai pengurus barang merupakan responden terbanyak yaitu sebesar 31 orang (36%), dan golongan II merupakan responden terbanyak yaitu sebanyak 45% atau berjumlah 39 orang, hal ini sesuai dengan salah satu syarat menjadi penyimpan dan pengurus barang pada SKPD/ unit kerja berdasarkan lampiran
yang terdapat pada Permendagri No. 17 Tahun 2007 yaitu paling rendah menduduki
golongan II sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.
Berdasarkan Tabel 5-3 dapat dijelaskan bahwa masa kerja pegawai sebagai pengelola barang milik daerah mayoritas di antara 1 tahun sampai 2 tahun yaitu sebanyak 28 orang (32,6%), hal ini menunjukkan bahwa terjadi pergantian personil pengurus/penyimpan barang dalam 2 tahun terakhir. Jumlah diklat pengelolaan barang milik daerah yang pernah diikuti oleh responden paling banyak kurang dari 3 kali diklat (minim) yaitu sebesar 35% atau 30 responden.
5.1.1.2 Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran mengenai
variabel-variabel penelitian yang menunjukkan menunjukkan nilai maksimum,
nilai minimum, nilai rata-rata dan standar deviasi dari setiap variabel pada
penelitian ini. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kualitas pengelolaan
daerah, kepatuhan pada regulasi, sistem informasi manajemen, komunikasi, dan
variabel moderating adalah komitmen pimpinan. Statistik deskriptif yang
diperoleh dari jawaban atas kuesioner yang kembali mengenai variabel penelitian
disajikan dalam Tabel 5.3.
Tabel 5.3. Statistik Deskriptif
N Min Max Mean
Std.
Deviation Skewness Kurtosis
Kualitas Pengelolaan
Sumber : hasil penelitian, 2016 (data diolah)
Berdasarkan hasil tabulasi data pada 86 kuesioner yang telah
dikumpulkan, maka dapat diuraikan jawaban responden terhadap pernyataan yang
terdapat pada kuesioner penelitian. Pada variabel kualitas pengelolaan barang
milik daerah, nilai rata-rata (mean) 63.3953 artinya rata-rata jawaban dari
kuesioner atas variabel kualitas pengelolaan barang milik daerah adalah setuju.
Skor jawaban responden mengenai kualitas pengelolaan barang milik daerah
berkisar antara 44 sampai 75 dengan standard deviasi sebesar 6.43022, artinya
persepsi responden terhadap kualitas pengelolaan barang milik daerah cukup baik.
Nilai skewness -0.656 dan kurtosis 0.605 sama-sama mendekati nol, artinya data
Pada variabel kualitas aparatur daerah, nilai rata-rata (mean) 30.1744
artinya rata-rata jawaban dari kuesioner atas variabel kualitas aparatur daerah
adalah setuju. Skor jawaban responden mengenai kualitas aparatur daerah berkisar
antara 21 sampai 35 dengan standard deviasi sebesar 2.84167, artinya persepsi
responden terhadap kualitas aparatur daerah adalah cukup baik. . Nilai skewness
-0.556 dan kurtosis -0.011 sama-sama mendekati nol, artinya data terdistribusi
secara normal.
Pada variabel kepatuhan pada regulasi, nilai rata-rata (mean) 37.0116
artinya rata-rata jawaban dari kuesioner atas variabel kepatuhan pada regulasi
adalah setuju. Skor jawaban responden mengenai kepatuhan pada regulasi
berkisar antara 27 sampai 45 dengan standard deviasi sebesar 3.98377, artinya
persepsi responden terhadap kepatuhan pada regulasi adalah cukup baik. Nilai
skewness 0.104 dan kurtosis 0.003 sama-sama mendekati nol, artinya data
terdistribusi secara normal.
Pada variabel sistem informasi manajemen, nilai rata-rata (mean) 31.1279
dan standard deviasi sebesar 3.95206 menunjukkan bahwa responden cenderung
memilih jawaban mendekati nilai 4 dengan kategori setuju, jawaban responden
paling rendah (minimum) 21 dengan kategori tidak setuju dan jawaban paling
tinggi (maximum) 40 mendekati nilai 5 dengan kategori sangat setuju. Nilai
skewness -0.242 dan kurtosis -0.023 sama-sama mendekati nol, artinya data
terdistribusi secara normal.
Pada variabel komunikasi, nilai rata-rata (mean) 33.7791 artinya rata-rata
jawaban dari kuesioner atas variabel komunikasi adalah setuju. Skor jawaban
deviasi sebesar 3.54600, artinya persepsi responden terhadap komunikasi adalah
cukup baik. Nilai skewness 0.381 dan kurtosis 0.330 sama-sama mendekati nol,
artinya data terdistribusi secara normal.
Pada variabel komitmen pimpinan, nilai rata-rata (mean) 26.7209 artinya
rata-rata jawaban dari kuesioner atas variabel komitmen pimpinan adalah setuju.
Skor jawaban responden mengenai komitmen pimpinan berkisar antara 19 sampai
35 dengan standard deviasi sebesar 3.26353, artinya persepsi responden terhadap
komitmen pimpinan adalah cukup baik. Nilai skewness -0.053 dan kurtosis -0.544
sama-sama mendekati nol, artinya data terdistribusi secara normal.
5.1.2. Uji Kualitas Data
Penelitian ini menggunakan data primer, oleh karena itu harus dilakukan
uji kualitas data sebelum pengujian asumsi klasik dan pengujian hipotesis. Uji
kualitas data dapat dilakukan melalui uji reliabilitas dan validitas.
5.1.2.1. Uji Validitas
Pengujian validitas data dilakukann dengan korelasi bivariate antara
masing-masing skor indikator dengan total skor konstruk. Dari tampilan output
SPSS pada tabel 5.4, tabel 5.5, tabel 5.6, tabel 5.7, tabel 5.8, dan tabel 5.9 terlihat
bahwa nilai r hitung untuk r tiap butir dapat dilihat pada kolom Corrected Item-Total Correlation lebih besar dari r tabel dan nilai positif, maka butir atau pertanyaan tersebut dikatakan valid. Dengan menggunakan responden yang diteliti
sebanyak 86 orang, nilai r-tabel dapat diperoleh dari df (degree of freedom) = n-2,
n merupakan jumlah responden. Maka df untuk penelitian ini adalah 84, dengan
Tabel 5.4 Hasil Uji Validitas Instrumen
Variabel Item r hitung r tabel Status
Kualitas Pengelolaan Barang Milik Daerah Y.1 0.544 0,209 Valid
Y.2 0.664 0,209 Valid
Kualitas Aparatur Daerah X1.1 0.511 0,209 Valid
X1.2 0.379 0,209 Valid
Kepatuhan Pada Regulasi X2.1 0.412 0,209 Valid
X2.2 0.581 0,209 Valid
Sistem Informasi Manajemen X3.1 0.488 0,209 Valid
Lanjutan Tabel 5.4
Komitmen Pimpinan Z.1 0.605 0,209 Valid
Z.2 0.324 0,209 Valid
Sumber:hasil penelitian, 2016 (data diolah)
5.1.2.2 Uji r eliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi alat ukur, apakah
alat pengukur yang digunakan dapat diandalkan dan konsisten. Suatu konstruk
atau variabel dikatakan reliabel jika memiliki nilai cronbach alpha > 0,7
(Nunnally, 1994 dalam Ghozali, 2013: 48). Hasil uji reliabilitas instrumen
penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.5.
Tabel 5.5 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen
Variabel Cronbach’s Batas Reliabilitas Keterangan
Kualitas Pengelolaan Barang Milik
Daerah 0.835 0.7 Reliabel
Kualitas Aparatur Daerah 0.715 0.7 Reliabel
Kepatuhan Pada Regulasi 0.825 0.7 Reliabel
Sistem Informasi Manajemen 0.758 0.7 Reliabel
Komunikasi 0.748 0.7 Reliabel
Komitmen Pimpinan 0.777 0.7 Reliabel
Hasil pengujian seperti yang terlihat pada Tabel 5.5 menunjukkan bahwa
nilai cronbach’s alpha untuk semua variabel lebih besar dari 0,6 maka dapat dinyatakan instrumen tersebut reliabel.
5.1.3. Uji Asumsi Klasik 5.1.3.1 Uji Normalitas
Pada uji normalitas dilakukan pengujian untuk mengetahui apakah dalam
model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Uji
normalitas bertujuan untuk melihat normal tidaknya data yang akan dianalisis
melalui analisis grafik dan analisis statistik..
1. Analisis Grafik
Gambar 5.1 Grafik Histogram
Pada analisis grafik, pengujian dilakukan dengan melihat grafik histogram
dan grafik normal p-p plot. Grafik histogram di atas menggambarkan pola
distribusi yang seimbang dan normal. Hasil yang sama ditunjukkan pada grafik
normal p-p plot, dimana terlihat titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal dan
penyebarannya mendekati garis diagonal. Kedua grafik pada gambar 5.1 dan 5.2
menunjukkan bahwa model regresi tidak menyalahi atau memenuhi asumsi
normalitas.
2. Uji Statistik
Tabel 5.6 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 86
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation 4.41284409
Most Extreme Differences
Absolute .085
Positive .047
Negative -.085
Kolgomorov-Smirnov Z .085
Asymp. Sig. (2-tailed) .178c
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
Sumber:hasil penelitian, 2016 (data diolah)
Pengujian data menggunakan One Sample Kolmogorov-Smirnov Test
dengan melihat tingkat signifikansi sebesar 5%. Dasar pengambilan keputusan
pada uji normalitas yaitu dengan melihat probabilitas asymp.sig (2-tailed) yang lebih besar dari 0,05 maka data dapat dikatakan berdistribusi normal dan jika
Tampak pada tabel 5.6 hasil pengujian menunjukkan besarnya nilai
Kolmogorov-Smirnov adalah 0.085 dan signifikan. pada 0,178. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa melalui analisis statistic terbukti data resiadual berdistribusi
normal dan konsisten dengan hasil uji atau analisis sebelumnya.
5.1.3.2. Uji Multikolinearitas
Pengujian terhadap multikolinearitas dalam penelitian ini dilakukan
dengan melihat besaran VIF (varians inflation factor) dan nilai tolerance. Hasil pengujian multikolinearitas dapat dilihat pada tabel 5.7.
Tabel 5.7 Pengujian Multikolinearitas
Coefficientsa
a. Dependent Variable: Kualitas Pengelolaan Barang Milik Daerah Sumber:hasil penelitian, 2016 (data diolah)
Dari tabel 5.7 dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas
karena nilai VIF masing-masing variabel tidak lebih besar dari 10, dan nilai
tolerance tidak kurang dari 0,10.
5.1.3.3. Uji Heterokedastisitas
Pengujian heteroskedastisitas dalam penelitian ini dilakukan dengan uji
glejser yang dilakukan dengan meregres nilai absolut residual terhadap variabel
Tabel. 5.8Uji Heteroskedastisitas
Kualitas_Aparatur_Daerah -.028 .136 -.027 -.208 .836
Kepatuhan_Regulasi .001 .109 .002 .013 .990
Sistem_Informasi_Manajemen -.040 .105 -.052 -.377 .707
Komunikasi -.031 .118 -.037 -.265 .792
Sumber:hasil penelitian, 2016 (data diolah)
Berdasarkan pada tabel 5.8, hasil uji heteroskedastisitas dengan
menggunakan uji Glejser diperoleh nilai signifikansi dari masing-masing variabel
independen lebih besar dari tingkat kepercayaan (α) sebesar 0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam model regresi tidak ada gejala heteroskedastisitas
artinya varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap
(homoskedastisitas).
5.1.4. Pengujian Hipotesis Penelitian 5.1.4.1. Pengujian hipoteis pertama (H1)
Pengujian hipotesis dilakukan setelah diperoleh kesimpulan dari
pengujian asumsi klasik bahwa model telah dapat digunakan untuk pengujian
hipotesis, dalam hal ini dengan analisa regresi berganda. Adapun hipotesis yang
akan diuji adalah pengaruh kualitas aparatur daerah, kepatuhan pada regulasi,
sistem informasi manajemen, dan komunikasi secara simultan dan parsial
terhadap kualitas pengelolaan barang milik daerah. Hasil pengujian hipotesis
Tabel 5.9 Hasil Pengujian Hipotesis Pertama
Sumber: hasil penelitian, 2016 (data diolah)
Berdasarkan tabel 5.9 dapat, maka persamaan regresi untuk penelitian ini
adalah:
Y = 7,263 + 0,750X1 + 0,433X2 + 0,384X3 + 0,163X4
Variabel X1, X2, X3, dan X4, memiliki koefisien regresi yang positif. Hal ini
berarti bahwa kualitas aparatur daerah, kepatuhan pada regulasi, sistem informasi
manajemen, dan komunikasi semakin meningkat, maka akan semakin meningkat
pula kualitas pengelolaan barang milik daerah.
Dari persamaan regresi linear di atas dapat dijelaskan bahwa : 1. Konstanta (a)
Nilai konstanta sebesar 7,263 berarti jika variabel independen dianggap nol
(0) maka nilai variabel kualitas pengelolaan barang milik daerah akan bertambah
sebesar 7,263.
2. Kualitas aparatur daerah (X1) terhadap kualitas pengelolaan barang milik
daerah (Y)
Nilai koefisien kualitas aparatur daerah sebesar positif 0,750 berarti setiap
kenaikan nilai kualitas aparatur daerah sebesar satu satuan maka nilai variabel
Model
Sistem Informasi Manajemen
(X3) .384 .156 .236 2.470 .016
kualitas pengelolaan barang milik daerah akan bertambah sebesar 0,750 dengan
asumsi variabel independen yang lain dalam model regresi adalah tetap.
3. Kepatuhan pada regulasi (X2) terhadap kualitas pengelolaan barang milik
daerah (Y)
Nilai koefisien kepatuhan pada regulasi sebesar positif 0,433 berarti setiap
kenaikan nilai variabel kepatuhan pada regulasi sebesar satu satuan maka nilai
variabel kualitas pengelolaan barang milik daerah akan bertambah sebesar 0,433
dengan asumsi variabel independen yang lain dalam model regresi adalah tetap.
4. Sistem informasi manajemen (X3) terhadap kualitas pengelolaan barang
milik daerah (Y)
Nilai koefisien sistem informasi manajemen sebesar positif 0,384 berarti
setiap kenaikan nilai variabel sistem informasi manajemen sebesar satu satuan
maka nilai variabel kualitas pengelolaan barang milik daerah akan bertambah
sebesar 0,384 dengan asumsi variabel independen yang lain dalam model regresi
adalah tetap.
5. Komunikasi (X4) terhadap kualitas pengelolaan barang milik daerah (Y)
Nilai koefisien komunikasi sebesar positif 0,163 berarti setiap kenaikan nilai
variabel komunikasi sebesar satu satuan maka nilai variabel kualitas pengelolaan
barang milik daerah akan bertambah sebesar 0,163 dengan asumsi variabel
independen yang lain dalam model regresi adalah tetap.
Berdasarkan model persamaan hipotesis pertama di atas dilaksanakan uji
1. Uji koefisien determinasi (Adjusted R2)
Tabel 5.10 Hasil Analisis Koefisien Determinasi
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate
1 0.727a 0.529 0.506 4.52049
a. Predictors: (Constant), Komunikasi, Kualitas_Aparatur_Daerah,
Sistem_Informasi_Manajemen, Kepatuhan_Regulasi Sumber: hasil penelitian, 2016 (data diolah)
Pada tabel 5.10 diketahui nilai R sebesar 0,727 hal ini menunjukkan variabel
yakni kualitas aparatur daerah, kepatuhan pada regulasi, sistem informasi
manajemen, dan komunikasi sebagai variabel independen memiliki hubungan
yang kuat sebesar 72,7 % dengan variabel kualitas pengelolaan barang milik
daerah sebagai variabel dependen. Nilai adjusted R2 atau koefisien determinasi
digunakan untuk mengetahui kemampuan variabel bebas untuk berkontribusi
terhadap variabel tetapnya. Nilai adjusted R2 sebesar 0,506 menunjukkan bahwa variabel independen yakni kualitas aparatur daerah, kepatuhan pada regulasi,
sistem informasi manajemen, dan komunikasi secara bersama-sama mampu
menjelaskan 50,6% variabel kualitas pengelolaan barang milik daerah, sedangkan
sisanya sebesar 49,4% dijelaskan oleh variabel lainnya di luar model penelitian
ini.
2. Uji Statistik F
Hasil pengujian statistik F untuk melihat pengaruh secara simultan kualitas
aparatur daerah, kepatuhan pada regulasi, sistem informasi manajemen dan
Tabel 5.11 Uji Statistik F
a. Dependent Variable: Kualitas Pengelolaan BMD
b. Predictors: (Constant), Komunikasi, Kualitas_Aparatur_Daerah,
Sistem_Informasi_Manajemen, Kepatuhan_Regulasi Sumber : Hasil Penelitian, 2016 (Data Diolah)
Kriteria pengambilan keputusan menggunakan nilai signifikansi F pada taraf
nyata 5 %. Dari tabel 5.11 diatas, diperoleh nilai F hitung 22,747 lebih besar dari
nilai F tabel 2,483 dan nilai signifikansi sebesar 0,000 yang lebih kecil dari α =
0,05 maka menerima H1. Sehingga dapat disimpulkan secara simultan variabel
kualitas aparatur daerah, kepatuhan pada regulasi, sistem informasi manajemen,
dan komunikasi berpengaruh signifikan terhadap variabel kualitas pengelolaan
barang milik daerah.
3. Uji Statistik t
Tabel 5.12 Uji Statistik t
Sumber : Hasil Penelitian, 2016 (Data Diolah)
Kriteria pengambilan keputusan menggunakan nilai signifikasi t pada taraf
nyata 5%. Berdasarkan hasil pengujian pada tabel 5.17 maka secara parsial
pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen
diuraikan sebagai berikut :
Kualitas_Aparatur_Daerah .750 .201 .332 3.727 .000
Kepatuhan_Regulasi .433 .161 .268 2.686 .009
Sistem_Informasi_Manajemen .384 .156 .236 2.470 .016
1. Variabel kualitas aparatur daerah (X1) memiliki tingkat signifikansi sebesar
0.000 yang lebih kecil dari α = 0,05 dan nilai t hitung sebesar 3,727 lebih
besar dari t tabel 1,988 dan koefisien regresi bernilai positif maka menerima
H1, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel kualitas aparatur daerah
berpengaruh positif signifikan terhadap variabel kualitas pengelolaan barang
milik daerah.
2. Variabel kepatuhan pada regulasi (X2) memiliki tingkat signifikansi sebesar
0.009 yang lebih kecil dari α = 0,05 dan nilai t hitung sebesar 2,686 lebih
besar dari t tabel 1,988 dan koefisien regresi bernilai positif maka menerima
H1, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel kepatuhan pada regulasi
berpengaruh positif signifikan terhadap variabel kualitas pengelolaan barang
milik daerah.
3. Variabel sistem informasi manajemen (X3) memiliki tingkat signifikansi
sebesar 0.016 yang lebih kecil dari α = 0,05 dan nilai t hitung sebesar 2,470
lebih besar dari t tabel 1,988 dan koefisien regresi bernilai positif maka
menerima H1, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel sistem informasi
manajemen berpengaruh positif signifikan terhadap variabel kualitas
pengelolaan barang milik daerah.
4. Variabel komunikasi (X4) memiliki tingkat signifikansi sebesar 0.354 yang
lebih besar dari α = 0,05 dan nilai t hitung sebesar 0,933 lebih kecil dari t
tabel 1,988 dan koefisien regresi bernilai positif, maka tidak dapat menerima
H1. Dapat disimpulkan bahwa variabel kominikasi tidak berpengaruh
5.1.4.2. Pengujian Hipotesis Kedua
Pengujian hipotesis kedua ini menggunakan analisis regresi berganda
dengan uji residual. Penggunaan variabel moderating ini dimaksudkan untuk
membuktikan hipotesis bahwa variabel komitmen pimpinan dapat memoderasi
hubungan antara variabel kualitas aparatur daerah, kepatuhan pada regulasi,
sistem informasi manajemen, dan komunikasi dengan variabel kualitas
pengelolaan barang milik daerah. Hasil persamaan residual dalam penelitian ini
dapat dilihat pada tabel 5.13
Tabel 5.13 Hasil Pengujian Regresi Hipotesis Kedua Coefficientsa
a. Dependent Variable: Komitmen_Pimpinan
Berdasarkan tabel 5.13 dapat, maka persamaan regresi untuk hipotesis
kedua yang digunakan adalah:
Z = 0,619 + 0,322X1 + 0,242X2 + 0,3X3 - 0,057X4 …………. (1)
Model persamaan hipotesis kedua di atas bertujuan untuk mendapatkan
nilai residual dari variabel moderating. Nilai residual dari model (1) digunakan
sebagai variabel independen pada model (2). Dari hasil uji model (2) akan
diperoleh kesimpulan apakah variabel komitmen pimpinan bisa dikatakan variabel
moderating atau tidak. Sebuah variabel bisa dikatakan sebagai variabel
moderating apabila nilai signifikan lebih kecil dari nilai α = 0,05 dan memiliki
nilai koefisien yang negatif.
Model
Kualitas_Aparatur_Daerah .322 .103 .281 3.119 .003
Kepatuhan_Regulasi .242 .083 .295 2.917 .005
Sistem_Informasi_Manajemen .300 .080 .363 3.758 .000
Tabel 5.14 Hasil Uji Residual
Kualitas_Pengelolaan_BMD -.053 .026 -.220 -2.062 .042
a. Dependent Variable:ABS_RES2
Hasil uji residual pada tabel 5.14 maka model uji residual dapat
diformulasikan dalam bentuk persamaan sebagai berikut :
|e| = 5,004 – 0,053 Y ……….. (2)
Berdasarkan hasil uij residual yang dilakukan diketahui bahwa tingkat
signifikansi Kualitas Pengelolaan BMD sebesar 0,042 lebih kecil dari α = 0,05
dan koefisien regresi yang bernilai -0,053 sehingga dapat disimpulkan bahwa
variabel komitmen pimpinan merupakan variabel moderating yang dapat
memoderasi hubungan antara kualitas aparatur daerah, kepatuhan pada regulasi,
sistem informasi manajemen, dan komunikasi dengan variabel kualitas
pengelolaan barang milik daerah.
5.2. Pembahasan Hasil Penelitian
5.2.1 Pengaruh kualitas aparatur daerah terhadap kualitas pengelolaan barang milik daerah
Pengujian pengaruh variabel kualitas aparatur daerah terhadap variabel
kualitas pengelolaan barang milik daerah menggunakan uji t dan diperoleh hasil
nilai t hitung sebesar 3,727lebih besar dari t tabel 1,988 dan tingkat signifikansi
sebesar 0.000 yang lebih kecil dari α = 0,05 dan koefisien regresi sebesar positif
berpengaruh positif signifikan terhadap variabel kualitas pengelolaan barang milik
daerah. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya kualitas aparatur daerah akan
meningkatkan kualitas pengelolaan barang milik daerah. Hasil penelitian ini
konsisten dengan hasil penelitian lain terkait kualitas pengelolaan barang milik
daerah, seperti hasil penelitian Inayah (2010) menunjukkan bahwa faktor kualitas
staf yang menjadi pelaksana pengelola barang milik daerah akan mempengaruhi
efektivitas implementasi kebijakan pengelolaan aset daerah.
Begitu juga dengan hasil penelitian Darno (2012) dan Haryanto (2013)
menemukan bukti empiris adanya pengaruh kemampuan sumber daya manusia
terhadap kualitas laporan barang kuasa pengguna. Namun penelitian ini bertolak
belakang dengan penelitian Azhar (2013), yang menunjukkan bahwa kualitas
aparatur daerah tidak berpengaruh terhadap manajemen aset
dikarenakan banyak pengurus barang yang belum memenuhi syarat
pendidikan tertentu, kurangnya sosialisasi terhadap pengelola barang,
pengurus barang tidak mengetahui tugas dan fungsinya terkait dengan
pengelolaan barang milik daerah, dan peraturan daerah tentang
pengelolaan barang milik daerah belum disusun secara rinci dan
disesuaikan dengan kondisi daerah dalam mengatur pengelolaan barang
milik daerah di Pemerintah Kota Banda Aceh.
5.2.2. Pengaruh kepatuhan pada regulasi terhadap kualitas pengelolaan barang milik daerah
Pengujian pengaruh variabel kepatuhan pada regulasi terhadap variabel
nilai t hitung sebesar 2,686 lebih besar dari t tabel 1,988 dan tingkat signifikansi
sebesar 0,009 yang lebih kecil dari α = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa variabel
kepatuhan pada regulasi berpengaruh signifikan terhadap variabel kualitas
pengelolaan barang milik daerah pada SKPD Pemerintah Kota Tebing Tinggi.
Kepatuhan pada regulasi dalam pengelolaan barang milik daerah merupakan
pelaksanaan dari azas kepastian hukum dan agar implementasi suatu kebijakan
pengelolaan barang milik daerah berhasil secara efektif dan efisien, para
pelaksana (implementors) harus mengetahui apa yang harus dilakukan dan mempunyai kemampuan untuk melakukan kebijakan itu.
Pengaruh kepatuhan pada regulasi secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap kualitas pengelolaan barang milik daerah dimungkinkan karena
Pemerintah Kota Tebing Tinggi telah menerbitkan Peraturan Walikota Tebing
Tinggi Nomor 12 tahun 2013 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah yang
memuat pedoman tata tertib administrasi dalam pengelolaan barang milik daerah
di Pemerintah Kota Tebing Tinggi. Selain itu juga pada Peraturan Walikota
Tebing Tinggi Nomor 23 Tahun 2015 tentang Kebijakan Akuntansi Kota Tebing
Tinggi, memuat kebijakan akuntansi aset tetap yang mengatur perlakuan
akuntansi untuk aset tetap meliputi pengakuan, penentuan nilai tercatat, serta
penentuan dan perlakuan akuntansi atas penilaian kembali dan penurunan nilai
tercatat aset tetap batasan jumlah kapitalisasi perolehan awal aset tetap.
Pengaruh kepatuhan pada regulasi secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap kualitas pengelolaan barang milik daerah sesuai dengan penelitian
terdahulu dari Azhar (2013) yang membuktikan adanya pengaruh yang signifikan
bagi aparatur dalam menjalankan tugas dan fungsinya untuk mendukung
pelaksanaan manajemen aset daerah. Menurut Nancy (2015), diperlukan sikap
para impelementor yang konsisten bertanggung jawab dalam mendukung
pencapaian sebuah kebijakan pengelolaan barang milik daerah, karena sikap ini
menjadi sangat penting untuk menentukan berhasil tidaknya sebuah
impelementasi kebijakan.
5.2.3. Pengaruh sistem informasi manajemen terhadap kualitas pengelolaan barang milik daerah
Pengujian pengaruh variabel sistem informasi manajemen terhadap
kualitas pengelolaan barang milik daerah menggunakan uji t dan diperoleh hasil
nilai t hitung sebesar 2,47 lebih besar dari t tabel 1,988 dan tingkat signifikansi
sebesar 0,016 yang lebih kecil dari α = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa variabel
sistem informasi manajemen berpengaruh positif signifikan terhadap variabel
kualitas pengelolaan barang milik daerah pada SKPD Pemerintah Kota Tebing
Tinggi. Hal ini terjadi dikarenakan Kota Tebing Tinggi telah menggunakan
SIMDA-BMD sesuai pasal 30 pada Peraturan Walikota Tebing Tinggi Nomor 12
tahun 2013 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah. Aplikasi SIMDA-BMD
digunakan untuk memudahkan pendaftaran dan pencatatan serta pelaporan barang
milik daerah secara akurat dan cepat. Program aplikasi ini digunakan untuk
pengelolaan barang daerah meliputi perencanaan, pengadaan, penatausahaan,
penghapusan dan akuntansi barang daerah. Akuntansi barang daerah terdiri dari
(barang rusak berat), serta rekapitulasi barang per SKPD yang dibutuhkan dalam
penyusunan laporan keuangan daerah.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Darno
(2012) dan Haryanto (2013) yang menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang
signifikan antara pemanfaatan teknologi informasi terhadap kualitas pelaporan
aset daerah. Juga sejalan dengan penelitian Azhar (2013) yang menyatakan
bahwa sistem informasi berpengaruh signifikan terhadap manajemen aset pada
Kota Banda Aceh. Aplikasi SIMDA-BMD merupakan program aplikasi yang
digunakan untuk pengelolaan barang daerah meliputi perencanaan, pengadaan,
penatausahaan, penghapusan dan akuntansi barang daerah. Menurut Yusuf (2010:
189), agar penarikan informasi menjadi lebih cepat,akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan, diperlukan suatu sistem informasi yang dapat
menggantikan pekerjan manual menjadi pekerjaan yang dikerjakan secara
elektronik yaitu dengan Sistem Informasi Manajemen Barang Milik Daerah
(SIMDA-BMD) untuk memudahkan pendaftaran dan pencatatan serta pelaporan
barang milik daerah secara akurat dan cepat.
5.2.4. Pengaruh komunikasi terhadap kualitas pengelolaan barang milik daerah
Pengujian pengaruh variabel komunikasi terhadap kualitas pengelolaan
barang milik daerah menggunakan uji t dan diperoleh hasil nilai t hitung sebesar
0,933 lebih kecil dari t tabel 1,988 dan tingkat signifikansi variabel komunikasi
sebesar 0,354 yang lebih kecil dari α = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa variabel
milik daerah. Komunikasi formal yang terjadi di antara pelaksana pengelolaaan
barang milik daerah merupakan komunikasi formal yang melalui garis
kewenangan yang telah ditetapkan. Dari kewenangan ini bisa menyediakan
saluran-saluran prosedur kerja, instruksi, dan gagasan dan umpan balik mengenai
pelaksanaan pekerjaan bawahan disampaikan ke bawah dari pimpinan yang lebih
tinggi ke karyawan di bawahnya. Komunikasi formal juga menetapkan saluran
komunikasi ke atas berlangsung, dimana bawahan bisa menyampaikan permasalah
pekerjaannya dengan atasan, ide-ide, sikap dan perasaan mereka sendiri. Sehingga
variabel komunikasi sangat diperlukan dalam pengelolaan barang milik daerah.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Inayah (2010) menunjukkan adanya pengaruh signifikan antara variabel
komunikasi dalam memengaruhi implementasi kebijakan pengelolaan barang
milik daerah Kota Tanggerang. Namun penelitian Munaim menunjukkan bahwa
salah satu faktor penghambat implementasi kebijakan pengelolaan barang milik
daerah di Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah karena minimnya
koordinasi di internal Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) antara penyusun
laporan keuangan dengan pengurus barang selaku pelaksana teknis pengelolaan
barang milik daerah.
Pada Pemerintahan Kota Tebing Tinggi variabel komunikasi tidak
berpengaruh terhadap kualitas pengelolaan barang milik daerah dimungkinkan
karena kurangnya kelancaran aspek transmisi dan koordinasi pada pelaksana
pengelolaan barang milik daerah pada setiap SKPD. Aspek transmisi dan aspek
koordinasi masih terkendala dimungkinkan karena belum maksimalnya proses
keuangan di setiap SKPD pada Pemerintah Kota Tebing Tinggi serta belum
terdapat jadwal pertemuan atau rapat secara berkala terkait dengan pelaksanaan
pengelolaan barang milik daerah di setiap SKPD untuk membahas secara internal
permasalahan-permasalan yang dihadapi pengurus/ penyimpan barang di setiap
SKPD tersebut.
5.2.5. Pengaruh komitmen pimpinan sebagai variabel moderasi terhadap kualitas pengelolaan barang milik daerah
Pada hasil penelitian ini, komitmen pimpinan merupakan variabel
moderating yang mampu memoderasi hubungan antara kualitas aparatur daerah,
kepatuhan pada regulasi, sistem informasi manajemen dan komunikasi dengan
kualitas pengelolaan barang milik daerah. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji
residual pada tabel 5.14. Komitmen pimpinan mampu memoderasi hubungan
kualitas aparatur daerah dengan kualitas pengelolaan barang milik daerah, dan hal
ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Yusuf (2010: 47), bahwa pengelolaan
barang milik daerah selain membutuhkan kompetensi sumber daya manusia yang
memadai, juga sangat memerlukan komitmen pimpinan untuk mendorong aparat
di bawahnya agar mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan. Pimpinan SKPD
wajib menciptakan kriteria yang memadai tentang pendidikan dan pengalaman
dalam mengisi posisi pengurus/penyimpan barang di lingkungan SKPD dan
pimpinan SKPD wajib memfasilitasi pengurus/ penyimpan barang untuk
mengikuti pendidikan dan pelatihan sesuai dengan ketentuan.
Komitmen pimpinan memoderasi hubungan kepatuhan pada regulasi dengan
bertentangan dengan hasil penelitian Munaim (2012), bahwa adanya komitmen
pimpinan dalam pelaksanaan peraturan dan petunjuk teknis pelaksanaan
pengelolaan barang milik daerah merupakan faktor pendukung terlaksananya
kebijakan pengelolaan barang milik daerah di setiap SKPD pada Pemerintah
Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Komitmen pimpinan memoderasi hubungan sistem informasi manajemen
dengan kualitas pengelolaan barang milik daerah. Menurut Yusuf (2010: 190),
keberhasilan suatu organisasi menggunakan teknologi informasi sangat
bergantung pada sumber daya manusia yang mengoperasikannya, dan komitmen
pimpinan dibutuhkan untuk melaksanakan investasi sumber daya dalam bidang
pelaksanaan penggunaan teknologi informasi agar menyediakan peralatan dari
hardware,software dan jaringan yang memadai untuk kelancaran proses
penatausahaan barang milik daerah.
Komitmen pimpinan dapat memoderasi hubungan komunikasi dengan
kualitas pengelolaan barang milik daerah, hal ini sejalan dengan penelitian
Pasaribu (2008), bahwa komitmen pimpinan yang didukung oleh semua anggota
organisasi secara berkelanjutan, akan memberikan dukungan terhadap perubahan
penerapan kualitas manajemen kearah yang lebih baik. Para pimpinan berperan
penting mengkomunikasikan aktivitas organisasi yang akan dilaksanakan sesama,
demikian juga yang harus diteruskan kepada bawahan. Komunikasi yang terjadi
diantara para pimpinan maupun kepada bawahan, sangat dipengaruhi oleh
persepsi masing-masing pimpinan tersebut tentang informasi mengenai kualitas
88 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab V, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Kualitas aparatur daerah, kepatuhan pada regulasi, sistem informasi
manajemen dan komunikasi berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas
pengelolaan barang milik daerah pada SKPD Pemerintah Kota Tebing
Tinggi secara simultan. Artinya ketika aparatur daerah berkualitas, kepatuhan regulasi tinggi, sistem informasi manajemen berjalan baik dan komunikasi baik maka secara simultan variabel-variabel tersebut akan mampu meningkatkan kualitas pengelolaan barang milik daerah. Secara parsial variabel kualitas aparatur daerah, kepatuhan pada regulasi, sistem infomrasi manajemen
berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas pengelolaan barang milik
daerah pada SKPD Pemerintah Kota Tebing Tinggi. Sedangkan variabel
komunikasi secara parsial tidak berpengaruh terhadap kualitas pengelolaan
barang milik daerah pada SKPD Pemerintah Kota Tebing Tinggi
dimungkinkan karena kurangnya kelancaran aspek transmisi dan koordinasi
pada komunikasi pengurus/ penyimpan barang dengan pihak-pihak
berkepentingan lainnya terkait pengelolaan barang milik daerah di SKPD
Pemerintah Kota Tebing Tinggi terutama dalam bentuk rekonsiliasi dan
2. Komitmen Pimpinan mampu memoderasi hubungan antara kualitas aparatur
daerah, kepatuhan pada regulasi, sistem informasi manajemen dan
komunikasi dengan kualitas pengelolaan barang milik daerah pada SKPD
Pemerintah Kota Tebing Tinggi.
6.2. Keterbatasan Penelitian
1. Penelitian ini hanya membahas beberapa variabel-variabel yang diperkirakan
berpengaruh terhadap kualitas pengelolaan barang milik daerah, yaitu faktor
kualitas aparatur daerah, kepatuhan pada regulasi, sistem informasi
manajemen dan komunikasi. Sedangkan secara obyektif masih terdapat faktor
lain yang mendukung kualitas pengelolaan barang milik daerah.
2. Penelitian ini menggunakan kuesioner, sehingga kemungkinan ada bias dari
jawaban responden yang kurang cermat, menjawab asal-asalan dan menjawab
setiap pertanyaan tidak terlepas dari persepsi masing-masing responden dan
bersifat subjektif.
6.3. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan keterbatasan penelitian maka disarankan
kepada:
1. Peneliti selanjutnya yang ingin meneliti tentang kualitas pengelolaan barang
milik daerah disarankan dapat menambahkan variabel-variabel lainnya yang
berhubungan dengan kualitas pengelolaan barang milik daerah misalnya
2. Peneliti selanjutnya diharapkan selain menerapkan metode survei melalui
penyebaran angket/kuesioner juga melakukan wawancara untuk mendapatkan
informasi tambahan.
3. Pemerintah Kota Tebing Tinggi, agar komunikasi antara pelaksana teknis
pengelola barang milik daerah dengan pihak-pihak yang terkait sehubungan
dengan pengelolaan barang milik daerah bisa berjalan dengan baik, maka
kepada Pemerintah Kota Tebing Tinggi disarankan untuk mengadakan
pelaksanaan rekonsiliasi secara berkala antara PPK-SKPD dengan pengurus/
penyimpan barang agar diperoleh data barang milik daerah yang akurat dan
akan lebih baik lagi, jika Pemerintah Kota Tebing Tinggi menyusun dan
menerbitkan SOP pelaksanaan rekonsiliasi di setiap SKPD Pemerintah Kota
Tebing Tinggi. Selain itu setiap SKPD hendaknya membuat jadwal
pertemuan atau rapat secara berkala terkait dengan pelaksanaan pengelolaan
barang milik daerah untuk membahas secara internal